Bagi penikmat wisata kuliner, Jepang menawarkan ratusan kedai dan jajanan yang mampu menggoyang lidah. Mayoritas makanan di Jepang mengandung soy sauce, sejenis kecap encer yang terbuat dari fermentasi kedelai. Rasa makanan di Jepang ga sehambar Singapura, namun belum segurih Indonesia yang kaya akan rempah dan santan.
Gua dan Sarah juga sempat icip kanan-kiri selama di Jepang, meski variasi makanan yang kami coba ga ekstrim-ekstrim banget. Kebanyakan masih ada karbohidratnya karena namanya warga Indonesia yang sejati, apalah arti makan tanpa nasi atau mie.
Pilihan makan-di-mana seringnya kami temukan dari internet, saat sedang menggugling restoran mana aja yang menyediakan menu dengan harga yang cocok untuk turis kelas menengah macam gua. Untungnya, gua dan Sarah punya pocket wifi yang kami dapatkan via japan-rail-pass.com.
Koneksinya kenceng, bikin kami ga keburu mati saat ngegugling nama restoran ketika kelaparan. Gua dan Sarah juga bisa ter-connect berdua sekaligus, sebuah keunggulan menggunakan pocket wifi ketimbang sim card. Batre yang awet juga jadi nilai tambah tersendiri waktu sedang mencari tempat untuk makan malam, padahal kami ga menemukan sumber listrik sedari pagi.
Nah, di postingan kali ini, gua mau bercerita sambil berbagi makanan apa aja yang mendapat acungan jempol setelah kami makan selama di Jepang. Semoga postingan ini bisa bermanfaat buat kalian yang sedang merencanakan traveling ke Jepang.
Here we go.
1. Ramen di Osaka
Ramen jadi menu wajib yang ingin kami coba selama ber-Japaneymoon. Setelah beberapa kali makan, kami menyimpulkan bahwa ramen terenak yang kami makan adalah Shi-Ten-Noh yang ada Dotonbori, Osaka.
Rasa enak ramennya udah terbayang sejak kami sampai di depan kedai. Rame banget. Untuk mesen aja kami harus ngantri dengan panjang yang lumayan.
Seperti halnya kebanyakan kedai ramen di Jepang, mereka punya cara memesan yang unik. Melalui semacam vending maching, kita tinggal masukin uang, menekan menu yang kita mau, lalu secarik kertas beserta kembalian (jika ada) akan keluar dari mesin. Kertas itu yang nantinya kita berikan ke pelayan untuk kemudian diproses lebih lanjut.
Karena bahasa pada vending machine-nya adalah bahasa Jepang, jadi ya gua setengah menebak menu apa yang akan gua pesan. Akhirnya, setelah mendapat wangsit dari dewa langit, gua menekan tombol menu nomor satu, dengan asumsi menu nomor satu adalah ramen yang paling standar dan paling sering dipesan.
Ternyata, tebakan gua… tepat!
Kuahnya gurih, pedas, dan nikmat. Jika endang adalah bahasa gaul untuk mengekspresikan kata enak, maka ramen ini adalah endang bambang suhartini, alias enak banget. Irisan daging babinya pas, ga terlalu tebal, ataupun terlalu tipis yang bisa membuat kita merasa ga rugi membayar JPY 700.
Sarah sendiri memesan menu nomor dua. Ramennya mirip dengan nomor satu, yang membedakan hanya ketiadaan susu pada kuahnya. Gua pribadi lebih suka yang creamy dan berminyak ketimbang yang polos seperti pesanan Sarah.
Tapi overall, ramen ini endang bambang suhartini.
2. Nasi kari di Kyoto
Yang suka nonton kartun Jepang pasti familiar dengan makanan ini. Nasi yang disajikan dengan kuah kari di dalam satu piring. Nasi kari kesukaan Nobita.
Sebetulnya kari atau curry adalah makanan asal India yang kemudian dibawa oleh tentara Inggris ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia dan Jepang. Berbeda dengan kari Indonesia yang encer, kari Jepang sangatlah kental. Meski aroma rempahnya begitu kencang, tapi rasanya ga sekuat kari India.
Gua dan Sarah sempat mencoba nasi kari ketika sedang mengunjungi Kyoto. Saat bingung mau makan siang di mana, restoran Coco Curry yang terletak di sebelah hotel menjadi tujuan kami berdua. Gua memesan tonkatsu, varian nasi kari dengan potongan daging babi goreng tepung di atasnya. Daging babi aja enak, apalagi digoreng tepung. Maka pilihan gua udah pasti jatuh ke opsi ini. Sarah memesan yang non-daging. Bukan bermaksud menjadi hipster vegetarian, namun tulisan melt cheese pada menu membuat Sarah langsung jatuh hati.
Rasanya ya EBS. Endang Bambang Suhartini. Kekentalan karinya pas, ga membuat kenyang ketika menyeruputnya atau terlalu encer sehingga hanya jadi pendorong nasi di kerongkongan. Ga terlalu menyengat, namun cukup untuk membuat lidah panas. Jangan tanya gimana rasa babi gorengnya. Gua yakin menu itulah yang akan selalu disajikan malaikat di surga kala nanti.
3. Rice bowl tempura di Tokyo
Kebanyakan franchise rice bowl Jepang yang ada di Indonesia memiliki topping irisan daging sapi atau ayam. Maka selagi di Jepang, sempatkanlah untuk mencoba rice bowl dengan topping tempura yang ada di Tempura Tendon Tenya.
Meski franchise Tendon Tenya udah ada di Jakarta, namun jangan pernah samakan rasanya dengan yang ada di Jepang. Nasi pulen khas Jepang dan rasa soy sauce-nya jauh beda. Saking jauhnya, kalo naik Gojek udah ga dapet tarif promonya karena di atas 15 kilo.
Gua dan Sarah makan Tempura Tendon Tenya saat kami sedang berada di Shinjuku. Tapi jangan khawatir, Tempura Tendon Tenya tersebar di titik-titik wisata kota Tokyo, kayak Shibuya, Akihabara, atau Asakusa.
Bahasa ga menjadi halangan saat memesan di sini. Mereka menyediakan menu dalam bahasa Inggris yang memudahkan kita untuk berkomunikasi meski pelayannya ga mengerti bahasa Inggris.
Gua memesan All Star Tendon seharga JPY 830 untuk porsi yang lebih besar. Kata “all star” mengundang gua untuk mencoba menu yang satu ini. Isinya ada udang, potongan cumi berukuran jumbo, ikan, dan jamur. Lagi-lagi, endang bambang suhartini.
Udangnya berukuran besar dan gemuk, kayak paha cabe-cabean yang naik motor matic sore-sore. Karena disajikan selagi hangat, kegaringannya pun paripurna. Ketika masuk mulut, teksturnya jadi kaya. Ada empuk manis dari daging udangnya dan renyah gurih dari kulitnya. Semakin sempurna dengan siraman soy sauce di atas nasi pulen hangat.
Membuat pengalaman makan di Tempura Tendon Tenya jadi agenda yang akan kami ulangi ketika kembali ke Jepang nanti.
—
Nah itu tadi tiga makanan EBS yang sempat kami berdua makan selama ber-Japaneymoon. Mulai dari ramen, nasi kari, sampai rice bowl tempura. Semuanya pas di lidah dan cocok di kantong wisatawan kelas menengah macam gua ini.
Semoga tulisan di atas bisa jadi panduan buat teman-teman yang sedang merencanakan perjalanan ke Jepang. Atau bermanfaat buat teman-teman yang lagi nge-browsing makanan sambil nunggu waktu buka puasa.
Akhir kata, salam perut buncit.
