Quantcast
Channel: 「ユース カジノ」 プロモーションコード 「ユース カジノ」 出金 「ユース カジノ」 出金条件
Viewing all articles
Browse latest Browse all 283

Rumah

$
0
0

“Depan belok kiri ya, Bang. Masuk Kelapa Gading-nya lewat Mall Artha aja nanti.”

Si driver ojek online itu lalu menggeser tuas lampu sen pada gagang motornya. Mencoba mengikuti instruksi gua dengan taat demi rating yang baik.

macet

Sejak menikah, gua dan Sarah tinggal di Kelapa Gading. Sebuah daerah di utara Jakarta yang sepertinya akan mendeklarasikan kemerdekaannya sebentar lagi. Selain karena fasilitasnya yang lengkap, jaraknya yang jauh membuat orang sering bilang jangan lupa bawa passport saat berkunjung ke sana.

Nyatanya, Kelapa Gading memang jauh, setidaknya dari kantor gua di Senayan. Kurang lebih gua perlu waktu satu jam setengah setiap paginya untuk berangkat ngantor. Beda dua kali lipat jika gua berangkat dari rumah nyokap, sebelum menikah dulu.

“Di depan muter balik ya, Bang,” ujar gua sambil mengelap keringat di jidat yang mulai tercecer dari balik helm.

Naik motor satu setengah jam itu penuh tantangan. Selain mesti berpanas-panasan di antara kepulan asap knalpot, jalan yang bergelombang sering membuat pantat gua kesemutan. Gerakan naik turun dan getaran mesinnya kadang membuat gua merasa seperti sedang berzinah dengan motor.

Sebetulnya, berbagai rute dan moda transportasi umum udah gua coba waktu awal-awal pindah ke Kelapa Gading. Ada TransJakarta yang bisa langsung mengantarkan gua ke kantor dengan hanya sekali berpindah koridor. Namun belum sterilnya jalur dan ga jelasnya waktu kedatangan membuat gua membutuhkan waktu dua jam agar bisa sampe di kantor.

Alternatif jalan kaki sempat terpikir. Namun berangkat subuh pun, sepertinya gua akan sampai di kantor ketika udah jam lembur. Bawa mobil pribadi masih gua simpan di opsi terakhir. Selain biaya bensin dan parkir yang kayaknya lebih mahal, ga ingin membuat Jakarta lebih macet adalah alasan gua masih memilih naik angkot untuk berangkat ke kantor.

Meski gedung kantor gua ada helipad, naik helikopter jelas bukan pilihan yang bijak. Menyicil helikopter bisa membuat gua makan kerak nasi untuk 70 tahun ke depan. Enam puluh sembilan, jika tujuh puluh dirasa lebay.

Akhirnya, setelah trial and error beberapa kali, gua menemukan juga rute tercepat dari rumah ke kantor. Setiap paginya, gua naik gojek dulu sampai ke halte busway koridor satu, karena jalur koridor satu pasti steril dan waktu tunggunya lebih pendek.

Begitu pula saat pulang kantor. Gua hanya memutar rute pagi, yakni naik busway sampe ke halte tertentu dan nyambung naik gojek ke Kelapa Gading. Meski rutenya sama, tapi waktu tempuhnya kadang bisa jauh beda. Tingkat kemacetan jam pulang kantor lebih dasyat, membuat gua kadang membutuhkan waktu sampai dua jam.

“Ini ke mana nih, Pak?” tanya si driver saat dua cabang jalanan terlihat di depan. Bermodal kata kanan kiri dan jari telunjuk, gua mengarahkan si driver agar melewati rute yang ga terlalu padat.

Kadang, gua dan Sarah nginep di rumah bokap nyokap Sarah di daerah Blok A. Biasanya, kami nginep di sana kalo Sarah ada urusan sama kerjaan dia di daerah selatan. Kalo lagi nginep, gua pun kebagian enak, karena jarak dari kantor ke Blok A deket banget. Kalo naek gojek, cuma perlu 15-20 menit perjalanan untuk bisa sampe ke Senayan. Good bye, perzinahan dengan motor!

Menginap di Blok A juga berarti ga perlu bersusah-susah nyuci piring setelah makan atau beberes baju kotor sepulang ngantor. Ga perlu pusing mau sarapan atau makan malam apa, karena ada asisten rumah tangga yang siap membantu.

Semua ada, tinggal duduk manis aja. Tapi ada satu alasan mengapa gua rela membelah Jakarta dari selatan ke utara setiap harinya.

“Depan stop ya, Bang.” Gua mengangkat pantat dari jok motor. Gedung apartemen udah menjulang di sisi kanan, pertanda gua udah sampai di tujuan. Setelah berpamitan dengan abang ojek (so swit), gua melangkah masuk ke lobby dan menuju kamar.

Begitu pintu dibuka Sarah, gua langsung masuk seraya mencium keningnya. Melepas sepatu, membuka jaket dan menaruh pantat di atas sofa yang jauh lebih empuk dari jok motor.

Sambil duduk meluruskan kaki, gua mengambil remote tivi. Ganti saluran sana-sini, mencari acara yang ga dibintangi Uya atau Raffi. Meregangkan badan sesekali, untuk melepaskan penat seharian tadi. Lalu menguap lebar sekali, tanpa perlu peduli atau ada rasa ga enak hati.

“Makan yuk!” ajak Sarah.

Bunyi piring beradu dengan meja kayu terdengar bersamaan dengan kursi yang bergesekan dengan lantai. Senyum Sarah terkembang saat dia menyendok nasi ke atas piring yang udah terpampang manis di atas meja.

Gua beranjak pelan dari sofa menuju meja makan. Menarik kursi lalu duduk berdampingan. Lauk dan sayurnya sederhana. Tapi rasanya istimewa. Sambil mengunyah pelan, gua teringat kembali tentang mengapa perjalanan pulang dua jam ga terasa berat.

Opsi menginap di Blok A selalu terbuka. Pun menginap di rumah bokap nyokap gua di Senen, juga selalu tersedia. Namun gua dan Sarah selalu memilih untuk pulang ke Kelapa Gading.

Karena lebih baik di sini, rumah kita sendiri.

“If you go anywhere, even paradise, you will miss your home.” – Malala Yousafzai



Viewing all articles
Browse latest Browse all 283

Trending Articles


Vimeo 10.7.1 by Vimeo.com, Inc.


UPDATE SC IDOL: TWO BECOME ONE


KASAMBAHAY BILL IN THE HOUSE


Girasoles para colorear


Presence Quotes – Positive Quotes


EASY COME, EASY GO


Love with Heart Breaking Quotes


Re:Mutton Pies (lleechef)


Ka longiing longsem kaba skhem bad kaba khlain ka pynlong kein ia ka...


Vimeo 10.7.0 by Vimeo.com, Inc.


FORECLOSURE OF REAL ESTATE MORTGAGE


FORTUITOUS EVENT


Pokemon para colorear


Sapos para colorear


Smile Quotes


Letting Go Quotes


Love Song lyrics that marks your Heart


RE: Mutton Pies (frankie241)


Hato lada ym dei namar ka jingpyrshah jong U JJM Nichols Roy (Bah Joy) ngin...


Long Distance Relationship Tagalog Love Quotes