Quantcast
Channel: 「ユース カジノ」 プロモーションコード 「ユース カジノ」 出金 「ユース カジノ」 出金条件
Viewing all 283 articles
Browse latest View live

Ngintip Trave(love)ing 2

$
0
0

Setelah dicanangkan (cailah, dikira bangun jembatan kali yak) pada tanggal 7 Desember 2012, ketiga penulis Trave(love)ing 2 pun mulai menulis bagiannya masing-masing. Tirta akan bercerita pengalamannya traveling ke sebuah danau yang luar biasa syahdu, Eliysha berbagi keseruannya membelah negara dengan jalan darat, serta Diar akan mengajak kita untuk menelusuri benua impiannya.

Belasan kota, 5 negara, dan 3 benua akan disajikan oleh 3 pencerita dalam 1 buku. Seru!

Ketiganya traveling dengan metode yang berbeda, kendaraan yang berbeda, dan kegalauan yang juga berbeda. Kesamaan dari ketiga pelancong ini adalah… ada deh. Behehehek. Sebetulnya ada sedikit bocoran plot Trave(love)ing 2 di halaman paling akhir dari buku Trave(love)ing jilid pertama (sebelum profil penulis). Yang udah punya, ayo coba dicek lagi. Yang belom, bisa beli Trave(love)ing 1 di sini lho.

Lewat postingan kali ini, gua juga mau kasih bocoran destinasi traveling Tirta, Eliysha, dan Diar yang bakal mereka ceritain di Trave(love)ing 2. Cekidot!

ngintip 1

ngintip 2

ngintip 3

Coba tebak foto-foto tadi di kota mana hayo?

Anyhoo,

Agar menghasilkan cerita yang apik, kami berempat berkomunikasi secara intens selama proses penulisan berlangsung. Komunikasi yang baik itu membuahkan revisi yang banyak banget. Draft yang paling terakhir aja udah sampe draft nomor sebelas!

Setiap kali masing-masing penulis mengirimkan draft, gua dan mereka akan langsung berdiskusi dan biasanya berujung pada revisi. Ketika kami merasa udah nyaman dengan perubahan-perubahan yang dibuat, semua tulisan gua gabung dan kemas menjadi format yang enak dibaca. Lalu draft gabungan tersebut dikirim ke beberapa orang untuk mendapatkan masukan. Para pembaca awal ini disebut sebagai draft reader.

Draft reader itu memegang peranan yang sangat penting. Seperti yang pernah gua bilang di postingan ini, menulis sebetulnya kegiatan tulis-baca-tulis-baca yang terus berulang. Pasti ada satu titik di mana penulis siwer dan butek karena keseringan baca tulisan yang sama berulang-ulang kali. Mata dan otak para draft reader yang masih jernih diharapkan bisa memberi persepsi lain dari draft tersebut.

Kami berempat menyiapkan sejumlah draft reader untuk minimal 3 kali putaran. Putaran pertama dikirim ke Dendi, Mia, dan Grahita –para penulis Trave(love)ing 1– untuk menjaga semangat dan pesan besar buku ini agar tetap sejalan dengan yang pertama.

Setelah mendapat input dari draft reader putaran pertama ini, kami memperbaiki sesuai masukan-masukan yang kami anggap pas. Ga semua masukan dari draft reader kami iyain. Mana-mana yang cocok aja yang kami aplikasikan ke dalam tulisan. Jika kami udah cukup nyaman dengan perbaikannya, maka saatnya putaran kedua.

Draft reader putaran kedua terdiri dari penulis jilid pertama plus pembaca buku jilid pertama. Selain untuk menjaga semangat, juga mempertegas apa yang beda dan apa yang baik menurut mereka yang seharusnya dipertahankan dari buku pertama.

Proses kembali berulang ke revisi dan berlanjut ke putaran ketiga. Penulis jilid pertama, pembaca jilid pertama, plus teman-teman pilihan lainnya menjadi draft reader putaran ini. Jika masih diperlukan putaran keempat-lima-dst., bisa menggunakan orang-orang di putaran ketiga dengan menambah 1-2 orang setiap putarannya.

Untuk Trave(love)ing 2, proses draft reader ini berhenti di putaran ketiga. Saran dan kritik yang kami dapat selama 3 putaran ini beragam, mulai dari yang teknis (seperti lay out, kualitas foto, atau typo), sampai ke yang terkait plot (logika cerita, tempo menulis, atau karakter tokoh). Semuanya sangat berguna biar Trave(love)ing 2 makin kece.

Setelah melewati semua putaran draft reader itu, awal Februari lalu gua kirim draft finalnya ke Gradien Mediatama selaku penerbit Trave(love)ing jilid pertama. Setelah sebulan penuh penantian, akhirnya gua mendapat kabar dari Gradien tentang nasib Trave(love)ing 2.

.

..

TRAVE(LOVE)ING 2 DITERIMA!

AHEY! AHEY! AHEEEY! BAHAHAHAHAtapi…

…ada beberapa catatan penting dari Gradien terkait Trave(love)ing 2. Ini artinya masih ada proses revisi dan draft reader lagi. Karena gua percaya bahwa sebuah novel yang baik ga akan selesai sekali jadi.

Mohon bantuan doa teman-teman semua ya agar ke depannya lancar terus dan bisa hadir di rak buku kalian dalam waktu yang ga terlalu lama. Doakan ketiga penulis Trave(love)ing 2 kuat iman dan sehat selalu. Amin.

Nah, sambil nunggu ketiga penulis merevisi bagiannya dan untuk menggelitik rasa penasaran, gua share komentar penulis Trave(love)ing jilid pertama setelah ngebaca draft Trave(love)ing 2. Here they are:

“Ada banyak alasan seseorang melakukan perjalanan. Ada yang hanya ingin bersenang-senang, ada yang ingin melupakan atau ada juga untuk mencari jawaban. Tirta, Diar dan Eliysha melakukan perjalanan untuk alasan yang terakhir itu; mencari sebuah jawaban. Membaca kisah mereka membuat kita ikut melangkah bersama kaki mereka menyusuri berbagai tempat-tempat wisata impian dan pulang membawa oleh-oleh sebuah kisah manis yang bisa kita petik hikmahnya.”

- Dendi Riandi, pemburu kuil fajar

“Eliysha dengan gaya menulis yang segar, Diar yang cewek banget, Tirta yang mampu membuat tersenyum geli. Mereka bertiga bercerita tentang perjalanan mencari jawaban. Jawaban atas pilihan yang menjadi kegundahan hati. Suka dengan Trave(love)ing pertama? Maka tak ada alasan untuk tak suka dengan Trave(love)ing jilid dua.”

- Grahita Primasari, Mrs. Kopi

Di Trave(love)ing 2 ini kisah cinta disuguhkan di tengah traveling ke H***i, H*******y, C*****o, W********n, P**********a, N******k, R**a, V****e, L*****e, bahkan sampai P***s! Cerita perjalanannya bikin iri setengah mati, dan cerita cintanya mengaduk-aduk hati.

- Mia Haryono, tukang lempar koper

Yang gua kasih asteriks itu kota-kota destinasi Trave(love)ing 2. Jadi gua simpen dulu ya, biar misterius. Dan seperti halnya pertemuan, gua berharap postingan ngintip Trave(love)ing 2 ini juga bisa bikin kalian bertanya-tanya dan penasaran.

So, wish us luck ya! ;)



Sendal Jepit Hitam

$
0
0

Setiap kali traveling, gua pasti pake sendal jepit yang sama. Sendal jepit warna hitam yang gua beli sekitar tahun 2009. Ga cuma waktu traveling, sendal ini udah gua pake mirip lagu “Tak Gendong”-nya Alm. Mbak Surip. Ke mana-mana. Waktu main ke mall, saat kebanjiran, bahkan untuk pacaran. Ke mana-mana.

Sendalnya sendal jepit biasa. Bukan sendal ergonomi yang mahal-mahal gitu. Harganya cuma 40ribu rupiah. Sendal karet biasa namun rasanya nyaman banget di kaki. Mungkin karena udah butut, jadi alasnya udah ngikutin bentuk kaki gua. Ergonomi dengan sendirinya.

Bagi yang udah baca Trave(love)ing, mungkin masih inget dengan sendal jepit ini. Ada satu bagian di mana sendal jepit hitam butut jalan-jalan sama sepatu teplek warna merah muda di taman. Adegan ini bahkan pernah dibuatkan film pendek-nya sama Oldeboi (terima kasih!). Buat yang belum pernah baca novelnya, ini dia petikannya:

Dulu, kaki ini sering berjalan berdampingan dengan dia. Nonton, makan, atau sekedar jalan tanpa tujuan.

“Kita mau ke mana?” tanya gue waktu itu.
“Terserah. Yang penting sama kamu,” jawabnya sambil tersenyum manis.

Di hari itu, akhirnya kita hanya berjalan kaki. Hanya itu. Terdiam dan berjalan. Namun rasanya seperti sudah berbincang lama dan terpuaskan. Gue masih ingat dengan jelas. Hari itu, gua memakai sendal jepit butut warna hitam, sementara ia mengenakan sepatu teplek merah muda. Di bangku taman, kita beristirahat.

Sambil melekatkan kaki kanannya ke kaki kiri gue, ia bilang, “Sepatu sayang sendal.”

Sambil tersenyum, gue pun membalas, “Sendal sayang sepatu.”

Sekarang, kaki yang sama sedang berada ratusan kilometer jauhnya. Saat ini, kita terpisah, dan berbeda. Gue sibuk memperbaiki hati, sementara dia sedang menikmati cinta yang baru. Karena itu, kita harus terpisah.

Separasi, untuk reparasi pada hati.

Selain ke Singapura dan Kuala Lumpur dalam rangka move on itu, sendal jepit ini juga gua pake saat #JalanJalanKemiskinan edisi Belitung, #1DayInBangkok, serta outing kantor ke Kuala Lumpur (lagi). Yang terakhir, sendal itu gua pake waktu #PinoyTrip Desember kemarin. Di sebuah malam saat #PinoyTrip lah, ada sebuah cerita tentang si sendal jepit hitam.

Di malam kedua, saat gua lagi duduk santai di cafe, sendal jepit itu… putus.

Sendal yang kuat gua ajak manjat batu di pantai Belitung, sendal yang setia nemenin gua naik tangga kuil Batu Cave di Kuala Lumpur, sendal yang rela gua bawa lari-lari ngejar sleeping bus di Singapura, tau-tau aja putus waktu gua lagi duduk-duduk. Cuma lagi duduk-duduk. Bukan pas lagi manjat, main air, atau bahkan jalan kaki.

Dari situ gua engeh bahwa, terkadang kita tak kan pernah tau bagaimana dan kapan sesuatu akan berakhir.

Ketika gua memutuskan untuk balik dari cafe, sendal itu akhirnya gua copot dan jinjing sampe ke hotel. Berjalan telanjang kaki sambil berpikir bahwa sendal ini masih akan gua betulin di Jakarta nanti. Sendal jepit hitam ini dibuang sayang. Terlalu banyak kenangan yang melekat. Terlalu banyak cerita yang tersirat.

Besok paginya, Tirta ngajakin gua untuk jalan lagi ke pantai buat foto-foto sebelum balik. Gua mengingatkan Tirta bahwa kita ga sedang prewed dan sendal gua putus sehingga agak susah untuk bermobilisasi. Tirta mengangguk dan memutuskan untuk pergi ke pantai sendiri, sementara gua akan menunggunya di lobby hotel dan meminta tolong untuk dibelikan sendal kalo ketemu satu.

Setelah beberapa jam menunggu, batang hidung Tirta kembali muncul. Ia datang sambil membawa sepasang sendal baru. Dari kantong plastiknya sih roman-romannya nih sendal bukan sendal 40 ribu-an. Sendal murah biasanya akan memakai kantong kresek item yang kadang membuat kita bingung; ini sendal apa ubi jalar beli di pasar?

Tanpa ba bi bu, gua langsung buka kotaknya dan melihat rupa si sendal baru ini.

Warnanya bukan hitam, tapi abu-abu. Bentukannya juga beda. Lebih butut dan ringkih. Karet merah yang melintang sepertinya lebih tipis dari yang sebelumnya. Membuatnya terlihat rawan putus. Bahannya pun klemer-klemer kayak abege-baru-putus-sama-pacar-karena-beda-iman-dan-ga-bisa-tegas. Gua jadi ragu sendal ini akan senyaman sendal yang lama. Sendal yang kuat gua ajak manjat batu, yang setia nemenin gua naik tangga, yang rela gua bawa lari.

Dengan keraguan yang meninggi di kepala, sendal abu-abu itu gua lempar ke lantai. Gua masukkan kaki ke atasnya. Sedetik setelahnya, kaki gua menggelinjang.

Nyaman dan pas banget!

Ternyata gua salah. Sendal yang ini jauh lebih nyaman dari sendal hitam butut gua yang sebelumnya. Ukurannya pun bisa pas padahal belinya boleh nitip, ga pake nyobain. Kayaknya Tirta cocok jadi bini gua.

“Berapa duit, Ta?” tanya gua setelah merasa puas dengan sendal pilihan Tirta.

“Hmm, berapa ya tadi?” Tirta mengernyitkan dahi.

“Dua puluh ribu?” tembak gua yang emang paling males ngeluarin uang banyak untuk biaya ga terduga kayak begini. Beli sendal jelas bukan bagian dari itinerary gua.

“Se…”

Waduh. Feeling gua mulai ga enak. Kemungkinan terusan dari kata ‘se-’ adalah seratus ribu. Kalo beneran seratus ribu, ini akan jadi sendal jepit paling mahal yang pernah gua injek. Tadinya gua berharap Tirta ngebeliin gua sendal yang harganya maksimal, ya, 50ribu lah. Gua menyilangkan jari sambil berharap terusan jawaban Tirta adalah, “Se.. terah lu lah Roy mau bayar berapa.”

“Ser…”

Wanjir. Beneran seratus ribu nih.

“…ribu peso.”

“SERIBU PESO?!”

“Iya.”

“WANJIR! ITU DUA RATUS LIMA PULUH RIBU RUPIAH, TA! RAMPOK GUA AJA, TA! RAMPOK GUA!”

Gua merasa dizolimi, meski ga berkoar-koar ini konspirasi zionis, Yahudi, maupun Wahyudi. Tirta membela diri dengan beralasan hanya ada 1 toko sendal yang buka sepagi itu. Gua berkilah bahwa kayaknya kemarin gua sempat lihat ada daun pisang yang bisa dipungut di tengah jalan buat dijadikan alas kaki. Tirta mengingatkan bahwa dari jaman Wiro Sableng pun ga ada yang pake daun pisang sebagai alas kaki. Mereka pake sendal gunung. Gua pun bungkam. Daripada pake sendal gunung, gua memilih bayar 250ribu demi sepasang sendal jepit.

Setelah transaksi selesai, kami lalu kembali ke kamar hotel. Bukan untuk bercumbu, melainkan untuk berberes. Pagi itu, kami harus check out dan menuju bandara Kalibo untuk pergi ke tujuan berikutnya: Metro Manila. Setelah memasukkan baju bersih ke tumpukan yang paling atas, gua meresleting tas dan menggemboknya. Semua sudah masuk. Tas penuh sesak. Namun tersisa 1 benda yang tergletak di lantai kamar.

Sendal jepit hitam yang sudah putus.

Mau dibawa pulang juga ga bisa. Ga ada ruang tersisa di tas gua. Rencana untuk ngebenerin di Jakarta pun pupus.

Mungkin memang harus begini akhir cerita antara gua dan sendal jepit hitam. Sendal yang setia gua pakai ke mana-mana. Sendal yang nemenin gua ber-traveloveing. Sendal yang… pernah disayang oleh sepatu teplek merah muda.

Sendal hitam itu lalu gua ambil, masukkan ke dalam kantong plastik, dan mengikatnya kuat-kuat. Meremas bungkusan itu erat-erat sambil berjalan pelan ke pojok kamar. Menuju sebuah titik di mana semua hal yang ga perlu, pada akhirnya dibuang. Kotak sampah.

Gua menghembuskan napas panjang sebelum meletakkan bungkusan itu ke dalam tempat sampah. Melangkah keluar kamar, menutup pintu, dan menguncinya rapat-rapat. Kenangan bersama sendal hitam itu gua tinggal di sebuah kotak sampah pada kamar hotel nomor C14 di Boracay, Filipina.

“Kita mau ke mana?” tanya gua waktu itu.
“Terserah. Yang penting sama kamu.”

Tet tet!

Suara klakson mobil terdengar kencang di pelataran lobby hotel. Travel yang menjemput sepertinya udah menunggu gua dari tadi. 

“Eh, kita mau ke mana?” tanya Tirta.

“Terserah. Yang penting sama ka… eh, ke bandara, Ta. Bandara.”

Sebelum naik ke dalam mobil, gua menunduk dan melihat sepasang sendal baru di sana. Tersenyum kecil sambil berpikir,

“Mungkin abu-abu akan jadi warna keberuntungan gua tahun ini.”

sendal abu-abu!

“The beautiful journey of today can only begin when we learn to let go of yesterday.”  ― Steve Maraboli


Edisi April!

$
0
0

Wow, udah April! Time does fly!

Ga kerasa ya, tau-tau udah bulan keempat di tahun 2013 aja. Gimana tahun 2013 sejauh ini buat lu? Semoga menyenangkan ya. Blog ini di tahun 2013 juga banyak mengalami perubahan yang menyenangkan. Di bulan April ini, gua mau coba share sedikit rangkuman dari bulan sebelumnya.

Ada 9 postingan yang terpublish di bulan Maret yang kesemuanya naik di jam cantik 11:11 WIB. Postingan bulan lalu yang paling diminati adalah #PinoyTrip: 5 Hal yang Harus Diperhatikan Jika Traveling ke Filipina dengan total kunjungan mencapai 510 views. Referrers paling rame itu datang dari search engines (Google, Bing, dll) yaitu sebanyak 1,570 dan peringkat kedua diduduki oleh Twitter sejumlah 1,451. Kesemuanya tadi membuat total traffic untuk bulan Maret kemarin mencapai 11,391 views dan dengan rata-rata 367 views per harinya.

Terima kasih untuk kunjungannya ya! Semoga makin betah! :D

Nah, biar kalian ga bosen main ke sini, saputraroy.com akan selalu dipoles seperti komitmen gua sebelumnya. Setelah ada perbaikan domain dan penambahan header di bulan lalu, bulan April ini ada pengumuman terkait perbaikan “kosmetik” dari saputraroy.com.

Sejak pertengahan bulan Maret kemarin, icon dari blog ini berubah. Sebelumnya, icon blog ini berwarna ungu-putih yang merupakan hadiah dari teman blogger: ettachan (makasi, Etta!). Icon ungu itu awalnya dipakai buat avatar Twitter. Karena simple dan bagus, akhirnya gua pakai juga buat icon blog ini.

Namun seiring perubahan domain dan themes, warna ungu pada icon terdahulu jadi agak kurang matching. Di pertengahan bulan Maret kemarin, gua memutuskan untuk membuat icon yang baru agar selaras dengan warna blog ini: merah-putih.

Cekidot.

icon change

Selain summary bulan sebelumnya dan pergantian icon, seperti biasa, di tanggal 1 ini gua akan mengumumkan tema blog bulan April 2013.

Meski hari Valentine jatuh di bulan Februari, tapi gua akan membahas cinta di bulan April. Yup, this month edition is all about love, people!

Sejak punya pacar di awal tahun (uhuk, uhuk), gua jadi banyak mengunjungi tempat-tempat asik buat pacaran. Sabtu malam kini jadi malam Minggu buat gua. Gua yang biasanya nonton DVD tanpa mandi, kini jadi rajin bebersih dan pake minyak wangi. Oleh karena itu, satu-dua di antara tempat-tempat asik tadi akan coba gua share di sini. Ya, itu dengan catatan kalo mood gua lagi bener. Biasa lah, Virgo. Behehehek. Tungguin aja deh!

Segmen Wawancaur bakal tetap hadir. Kali ini akan sedikit berbeda, karena gua nge-wawancaur bukan hanya 1, 2, atau 3, tapi 4 orang cowo sekaligus! Bukan, mereka bukan boyband ataupun kura-kura ninja. Mereka adalah cowo-cowo yang gua pilih dari contact Whatsapp gua berdasarkan keanekaragaman latar belakang. Topik wawancaurnya? Tungguin aja deh!

Di bulan ini juga, gua akan kembali merilis karya baru, buku keroyokan bersama teman-teman penggiat Twitter yang bertalenta menulis. Jika ga ada halangan, akan ada launching kecil-kecilan di penghujung bulan April ini. Kapan? Di mana? Judul bukunya apa? Tungguin aja deh!

Jadi, itu dia tema blog bulan April 2013:

“L.O.V.E”

edisi april!

Gambar latar diambil dari sini. Terima kasih.


Sendal Jepit Abu-Abu

$
0
0

DISCLAIMER: Postingan ini merupakan sambungan dari cerita ‘Sendal Jepit Hitam‘.

Bisa dibilang, gua menjomblo sepanjang tahun 2012. Ya, 2012 plus plus lah, karena sampai Januari 2013 pun, gua masih berstatus tanpa pacar. Karena itu, tepat pada tanggal 2 Januari 2013, gua membuat sebuah keputusan untuk refleksi diri. Gua merasa awal tahun adalah momen yang tepat untuk melakukan refleksi. Pijat refleksi.

Saat kaki dipencet-pencet, gua pun melamun. Tentang biaya pijat dan uang yang gua bawa, tentang abis ini enaknya makan apa, dan tentu saja, tentang cinta. Tentang apa yang salah dari gua selama setahun kemarin. Kok bisa sama sekali ga dapet pasangan? Gua kurang apa lagi coba? Kurang ganteng, iya. Kurang keren, iya. Kurang pinter, iya. Kurang apa lagi coba?

“WADAW!” teriak gua saat ujung jempol dipencet semena-mena sama si Mas pemijat.

“Ini saraf kepala nih, Mas,” jelasnya tanpa diminta.

Tuh kan. Bahkan gua kurang sehat. Kurang apa lagi coba?

Satu setengah jam refleksi membuat gua menyadari 1 hal. Bahwa mencari pasangan ternyata begitu sulit sampai-sampai saraf kepala gua sakit. Pening euy, pening.

Setelah prosesi pijat selesai, gua pun bayar dan beranjak pulang dengan jempol yang terzolimi. Menunggu angkot lewat sambil sesekali menundukkan kepala dan memijit-mijit tengkuk. Melihat aspal jalanan yang berdebu dan sendal abu-abu yang ada di atasnya. Sendal abu-abu yang sempat gua beli akhir tahun lalu. Sendal abu-abu yang menggantikan sendal jepit hitam butut gua. Sendal abu-abu yang sampai hari ini masih menyendiri.

“Haaah.” Gue menghembuskan napas panjang.

Mungkin, selama ini gua salah mencari.

Gua selalu menyebut mantan gua yang paling banyak kenangan itu sebagai ‘sepatu teplek merah muda’. Itu karena ada satu kenangan manis saat kita baru aja jadian.

Waktu itu, gua yang pake sendal jepit hitam butut jalan-jalan ke taman berdua dengannya. Lalu duduk di atas bangku dan menggoyang-goyangkan kaki seperti sedang di pinggir kolam renang. Tertawa renyah berdua seperti orang gila.

Di tengah hormon bahagia yang bekerja ekstra, ia merebahkan kepalanya ke atas pundak gua dan berkata, “Sepatu sayang sendal.”

Gua pun tersenyum dan membalasnya dengan lembut, “Sendal juga sayang sepatu.”

Ya, tapi itu dulu. Sekarang, gua sedang giat mencari pengganti ‘sepatu teplek merah muda’.

Nah, mungkin di situ masalahnya. Selama ini, gua masih mencari ‘sepatu teplek merah muda’. Mencari sepatu teplek yang merah muda. Mencari dia yang sama. Mencari dia yang… ya, dia.

Ya sesial-sialnya, ‘sepatu teplek’ itu berwarna biru atau ijo armi. Gua kekeuh mencari yang serupa dengan yang dulu. Dan ke-kekeuh-an itu membawa gua bertemu dengan beberapa ‘sepatu teplek’ warna-warni di sepanjang tahun 2012 lalu.

Bermula dengan ‘sepatu teplek putih’ di pertengahan tahun. Si putih ini sempat membuat gua optimis. Bahwa memang ada orang-orang di luar sana yang setidaknya secara fisik mirip dengan si ‘sepatu teplek merah muda’.

Setelah ngobrol beberapa hari, gua pun ngajak ketemuan di sebuah kedai es krim. Ngobrol ngarol ngidul selama 20 menit, diamnya selama 1 jam. Mati angin. Sumpah, mati angin. Coba mencairkan suasana, gua pun bertanya:

“Abis ini enaknya ke mana ya?”

“Pulang.”

“…” Ini adalah momen yang tepat bagi kalian untuk memasukkan emot bersender ke tembok.

Perjalanan mencari ‘sepatu teplek’ membawa gua berkenalan dengan ‘sepatu teplek kuning’. Kegencaran seorang teman SD untuk mengenalkan gua ke si kuning akhirnya membuat gua luluh dan berkenalan juga. Tapi dari awal perkenalan, udah terasa berat. Setiap kali ngobrol di Whatsapp, berakhir dengan… gua ketiduran. Selera jauh beda, hobi utara-selatan, bahan obrolan mentok di film-apa-yang-baru-rilis dan apa-ibukota-Filipina. Runyam.

Hidup terus bergulir dan akhirnya mempertemukan gua dengan ‘sepatu teplek hitam’ yang gaya bercandanya mirip si ‘sepatu teplek merah muda’. Namun baru ketemu sekali-dua kali udah sok-sok ngambek, sok-sok nguji. Dikata ini Dunia Lain apa ya pake uji nyali? Di pertemuan yang keempat, akhirnya gua melambaikan tangan ke kamera. Nyerah.

Gua masih gigih mencari yang serupa dengan ‘sepatu teplek merah muda’. Sampai mendekati akhir tahun, gua berkenalan dengan ‘sepatu teplek merah’. Bercandanya, wawasannya, dan pergaulannya si merah ini mirip banget dengan si merah muda. Gua kira ini dia jawaban doa gua.

Tapi ternyata masih belum rejeki. Dia terdaftar sebagai anggota pasukan gagal move on. Anggota kehormatan pula. Dia memilih untuk balikan sama mantannya. Pffft.

Sambil masih menunggu angkot lewat, gua menghembuskan napas panjang sekali lagi dan berkata, “Susah banget nyari sepatu teplek. Sama kayak nunggu angkot lewat.”

Mungkin, selama ini gua yang salah mencari. Gua masih kekeuh mencari sepatu teplek merah muda yang pernah sayang sama sendal jepit hitam. Padahal… sendal jepit hitam gua udah putus di Filipina. Sendal itu udah gua tinggal di kamar C14 di sebuah hotel di Boracay. Sekarang yang gua punya adalah sebuah sendal jepit baru berwarna abu-abu.

Mungkin, selama ini gua memang salah mencari. Karena seringnya, kita mencari apa yang kita inginkan, bukan apa yang kita butuhkan. Gua terlalu fokus sama sepatu tepleknya sampai-sampai gua melupakan unsur lain dari ‘sepatu teplek merah muda’.

Sendal jepit abu-abu ini terus menyendiri, berdiri di depan tukang pijat refleksi, menghentikan angkot yang akhirnya lewat, lalu berjuang mencari pasangan di hari-hari berikutnya. Sampai tepat sebulan kemudian…

sendal abu-abu dan pink!

…dia menemukan sendal jepit merah muda-nya.


Cinta a la Mereka

$
0
0

Sebuah cerita fiksi tentang fenomena warga yang gemar bermalammingguan di pinggir jembatan layang. Gambar diambil dari sini. Terima kasih.

pacaran di jembatan

“Eneng kedinginan?”

“Dikit, A’.”

“Maafin Aa’ ya, Neng. Aa’ cuma bisa ngajak Eneng ke jembatan layang kayak gini.”

“Ga apa-apa atuh, A’. Gini aja Eneng juga udah seneng kok.”

Sebutlah Aa’ dan Eneng. Dua sejoli yang sedang jatuh cinta, menghabiskan malam minggu dengan berdua-duaan naik motor lalu nangkring di puncak jembatan layang. Padahal pacaran model begini sangatlah berbahaya. Ga jarang polisi menggelar razia muda-mudi yang pacaran di jembatan layang untuk menghindari terjadinya kecelakaan. Namun tetap saja masih banyak pasangan yang memadu kasih seperti ini. Tak terkecuali, Aa’ dan Eneng.

Entah apa yang Aa’ dan Eneng cari di sana. Mungkin ingin menikmati pemandangan kerlap-kerlip lampu gedung-gedung bertingkat, atau untaian lampu kendaraan yang meliuk-liuk di tengah macetnya ibukota. Mungkin ingin merasakan apa yang orang rasakan ketika sedang makan malam mewah di sebuah restoran bertema roof top.

Situasi di mana Aa’ berada paling dekat dengan kata roof top adalah ketika Eneng sedang asik menonton sinetron kesayangan di rumah majikannya lalu hujan mengguyur deras. Eneng merengut saat wajah Haji Muhidin menjadi buram dan samar. Atas nama cinta, Aa’ pun naik ke atas genteng dan membetulkan arah antena, meski itu dengan risiko tersambar gledek yang bisa membuat badan jadi tidak enak.

Di temaram lampu jembatan, Aa’ dan Eneng berpelukan. Saling menghangatkan badan, melawan angin malam yang berhembus dengan kecepatan tinggi. Malam itu, Eneng memang hanya mengenakan cardigan warna hitam. Cardigan yang dibelikan Aa’ di ITC dekat rumah dua hari lalu itu ga mampu menahan angin yang dinginnya mulai menusuk-nusuk tulang Eneng. Cardigannya tipis, setipis penghasilan Aa’ yang masih di bawah UMP.

Aa’ berinisiatif melepaskan jaket bertuliskan ‘OLI BAGUS? YA OLI TOP TWO!’-nya dan memasangkannya ke punggung Eneng. Berharap kehangatan yang sempat ia rasakan sebelumnya dari jaket, bisa menular ke badan Eneng.

“Masih dingin ga, Neng?”

“Udah mendingan, A’. Makasi ya, A’.”

Keduanya diam dalam senyuman. Kembali duduk tenang menghadap jalan raya yang terbentang di bawah. Menyaksikan geliat jalanan ibukota di akhir pekan dengan tangan saling menggenggam.

“Eh tuh, tuh. Liat deh tuh, Neng. Ada yang berantem,” tunjuk Aa’ dengan dagu ke arah mobil di bawah yang tiba-tiba saja menepi.

Seorang gadis yang tinggi menjulang tampak mengucek-ngucek mata dan membanting pintu mobil setelahnya. Rambutnya yang tergerai, tertiup acak ketika mobil melaju dengan kecepatan tinggi, menjauh dari sang gadis yang terlihat mengacungkan jari tengah. Lalu ia mencopot dan menenteng high heels-nya. Seakan tak ingin sepatu kesayangannya menginjak kerasnya aspal ibukota.

“Aa’ jangan kayak gitu ya?” tanya Eneng dengan suara lembut.

Aa’ mengerutkan dahinya, “Gitu gimana, Neng?”

“Kayak mereka. Berantem terus Eneng diturunin di tengah jalan. Terus ditinggalin.”

Aa’ membetulkan posisi duduknya, “Ga bakal atuh, Neng. Satu, Aa’ teh ga punya mobil keren kayak tadi. Ini aja motor masih belum beres cicilannya. Dua, Eneng teh juga ga punya sepatu berhak tinggi. Kurang keren aja kayaknya Neng kalo Aa’ turunin terus Eneng nenteng-nenteng sendal jepit swallow. Tiga, Enneng kan tau kalau Aa’ teh… cinta mati sama Eneng.”

Eneng hanya bisa tersipu meski ia kurang setuju dengan point nomor dua. Baginya, menenteng sendal jepit bisa saja terlihat keren apabila ada logo LV seperti tas kawe yang selalu dibangga-banggakan majikannya.

“Kenapa mereka berantem ya, A’? Kayaknya teh mereka punya semua. Mobil ada, uang juga pasti ada. Yang gadis juga, euleuh-euleuh, geulis pisan. Kurang apa ya mereka?”

“Aa’ juga ga tau, Neng. Mungkin mereka merasa kurang di tengah kelebihan, merasa tidak puas di kala kecukupan.”

“Kita jangan gitu ya, A’?” tanya Eneng sambil merangkul lengan pria di sampingnya.

Aa’ tersenyum, “Engga, Neng. Engga akan.”

“A’,” panggil Eneng, pelan.

“Ya, Neng?”

“Aa’ kapan mau nikahin Eneng? Dulu kan pernah janji,” tanya Eneng sambil memilin-milin ujung cardigannya.

Cinta adalah alasan kenapa Aa’ ingin segera menikah dan menua bersama Eneng. Namun penghasilan yang masih di bawah UMP membuat Aa’ agak berat menjawab pertanyaan barusan. Untuk menabung saja susah, bagaimana bisa menikah?

Ternyata cinta saja tidak cukup. Tidak pernah cukup.

“Eh, hm… Gimana ya, Neng,” Mata Aa’ menerawang entah ke mana, “Penghasilan Aa’ masih pas-pasan.”

Eneng menghembuskan napas panjang dan memasang senyum setelahnya, “Ya udah, ga apa-apa, A’. Ga usah dipaksa. Nanti kalo ada rejeki aja ya. Eneng bantu doa.”

Mereka terdiam. Hanya mata yang melemparkan pandangannya ke arah jalan raya. Warna kuning keemasan dari gemerlapnya lampu-lampu ibukota bagai menghipnotis keduanya yang sedang mengosongkan kepala. Berharap ada pencerahan yang mampu mendefinisikan ulang kata sejahtera.

“HATCHIM!”

“Aduh, A’? Aa’ ga apa-apa?” Eneng spontan melepaskan jaket ‘OLI BAGUS? YA OLI TOP TWO’ dan mengenakannya ke Aa’.

Aa’ menggosok-gosok hidungnya, “Sepertinya mau pilek aja. Ga apa-apa kok, Neng.”

“Gara-gara benerin antena waktu hujan kemaren ya, A’?” Sesaat, Eneng merasa tak enak hati.

“Yang penting kan Haji Muhidinnya jadi bening. Hehehe.”

“Maaf ya, A’.” Eneng merangkul kembali lengan pria di sampingnya. Kali ini lebih kencang dari sebelumnya.

“Maaf? Maaf kenapa, Neng?”

“Eneng suka ngerepotin. Eneng sering minta ini itu. Eneng kadang nyusahin. Tapi Eneng ga bisa ngasih apa-apa juga ke Aa’. Eneng…,” Eneng tercekat sejenak, “Eneng cuma bisa ngasih hati Eneng buat Aa’. Maafin Eneng ya, A’.”

“Ga apa-apa atuh, Neng. Gini aja Aa’ juga udah seneng kok.”

Di pinggir jembatan layang, di atas kendaraan roda dua, di tengah sibuknya ibukota, dua sejoli itu berpelukan. Bergenggaman tangan di sederhananya malam minggu. Menghabiskan malam dengan bertukar hangatnya tubuh. Menikmati cinta a la mereka.

Cinta yang… gini-aja-juga-udah-seneng-kok.


Kapan?

Her Romantic Place: Cimory Riverside!

$
0
0

DISCLAIMER:

Gambar dalam postingan ini diambil dari sini, sini, sini, dan sini. Terima kasih.

Postingan ini dibuat oleh sang pacar secara sukarela, tanpa adanya paksaan ataupun todongan senjata tajam. Untuk membaca tulisannya yang lain, bisa langsung main ke blognya di sini.

Siapa sih yang nggak kenal dengan merek susu dan yoghurt yang ada hampir di seluruh pasar swalayan di kota-kota besar ini? Well, kita bakalan jalan-jalan ke sebuah tempat romantis yang berada di kawasan Bogor, dan merupakan ‘rumah’ dari susu dan yoghurt Cimory yang sering kita lihat di Supermarket lho. Yuk!

Ada dua gerai Cimory Resto di Bogor, yakni Cimory Mountview dan Cimory Riverside. Cimory Mountview menawarkan pemandangan pegunungan (yaiyalah!), barisan pohon-pohon menyejukkan mata, angin dingin yang semilir berhembus, dan deretan furniture serta ornamen kayu di setiap sudut resto.

Tapi, yang akan kita kunjungi kali ini adalah (drumroll)… Restoran Cimory Riverside!

Cimory Riverside!

Cimory Riverside –Jl Raya Puncak KM 77, Mega Mendung, Puncak– adalah restoran kedua yang dibuat setelah kesuksesan (sotoy) Cimory Mountview, tepatnya resmi dibuka pada September 2012 lalu, dengan kapasitas 150 tempat duduk dan 170 slot parkir (yang hampir selalu penuh di malam minggu dan libur nasional).

Letaknya di pingir sungai (yaiyalah!) dan bangunannya dirancang tinggi bertingkat, sehingga keindahan sungai yang dikelilingi oleh pepohonan di sisi kanan dan taman dengan alas rumput di sisi kiri, dapat dinikmati sambil bersantap siang ataupun malam.

Tempat makannya sendiri ada yang indoor dan outdoor. Yang outdoor nggak outdoor-outdoor juga sih (opo toh…), masih ditudungi atap, cuma letaknya di balkon, paling dekat dengan taman dan sungai. Eh iya, sungainya itu sungai Ciliwung lho!

sungai ciliwung!

Makanan dan minuman yang dijual, dibandrol dengan harga 40.000 sampai 60.000. Pilihan menunya juga beragam. Appetizer-nya ada Mantau, Nachos dan Bruschetta, main course-nya dari sate, capcay, gado-gado, sampai Chicken Cordon Bleu. Nggak ketinggalan juga Ring Kanzler Sausage yang enaknya-sampai-tingkat-khayangan itu, disajikan berdampingan dengan potato wedges dan salad. Kalo mau ngemil aja, ada juga tape goreng, roti bakar, pisang goreng, sampai Tiramisu Tart.

Susu dan yoghurt yang biasa kita beli botolan di supermarket, juga disediakan di Cimory Riverside (dengan gelas, tentu saja). Bisa disajikan hangat maupun dingin dengan berbagai pilihan rasa, dan satu gelasnya dihargai 7.000 aja.

Mau ngajak pacar ke sini tapi ragu karena harga main course-nya? Minum susu segelas berdua aja! Tetep boleh masuk kok kalaupun cuma pesen susu satu gelas. Tetep boleh duduk juga, nggak akan disuruh berdiri.

yummy!

Selain makanan dan minuman untuk santap siang atau malam, Cimory Riverside juga menyediakan kios yang menjual susu, yoghurt, dan produk-produk khas Cimory lainnya. Yang terbaru, adalah Chocomory!

Chocomory adalah sebuah chocolate shop yang menjual beraneka ragam cokelat (yaiyalah!). Uniknya, cokelat yang dijual di sini memiliki banyak jenis, dari mulai bentuk, ukuran, sampai rasa. Dari dark chocolate, white chocolate, milk chocolate sampai choco oreo atau choco crunchy. Dari ukuran besar sampai yang hanya sekali gigit habis, semuanya ada. Selain itu, bisa jalan-jalan di pabrik Chocomory dan membuat coklat di sana.

Oh ya, pengunjung dari resto ini nggak melulu couples lho. Walaupun dinobatkan (oleh gue) sebagai tempat dengan tingkat-keromantisan-yang-mampu-membuat-jomblo-mau-bunuh-diri, Cimory Riverside tetap ramah untuk menjadi tempat wisata anak-anak dan keluarga. Terbukti dari tersedianya area playground dan ruang menyusui.

Selain itu, Cimory Riverside juga menyediakan jembatan riverwalk terpanjang di Indonesia (100 meter). Jembatan ini terbuat dari kayu, dan digunakan untuk menyusuri bibir sungai, dibatasi pagar dengan tinggi kira-kira sepinggang orang dewasa. Ketika malam tiba, riverwalk dihiasi oleh lampu-lampu gantung yang menambah cantik tempat ini. Bunyi debur air sungai, angin dingin yang membelai mesra, kegelapan malam yang ditembus penerangan redup dari lampion-lampion yang berjajar rapi, serta taman beralaskan rumput hijau yang membentang di sisi lainnya, menciptakan suasana romantis tersendiri, yang membuat tempat ini, selalu padat dikunjungi, khususnya di malam minggu.

Berfoto dengan latar belakang sungai dilengkapi dengan hijaunya pepohonan di siang hari, bergandengan tangan menyusuri bibir sungai diiringi suara teduh dari aliran air, menyicipi suasana romantis yang ditawarkan, atau sekedar menikmati sejuknya udara pegunungan dengan secangkir susu hangat di tangan. Nikmatnya nggak terkalahkan!

Gue paling suka datang ke sini, pukul 16.00 sampai malam menjelang. Sebelum matahari tenggelam, sambil ngemil, lo masih bisa menikmati keindahan sungai. Dan ketika malam datang, lo bisa menyaksikan cantiknya lampu-lampu gantung yang menghiasi riverwalk di tengah kegelapan dan debur air sungai, sambil menikmati makan malam.

Untuk makanan dan minuman, favorit gue itu susu Cimori yang green tea, walaupun yang best seller adalah rasa pisang. Terus ditemenin sama sepiring roti bakar cokelat keju. Kemudian, turun dan nyebur jalan-jalan di riverwalk, lebih indah lagi kalau sambil rangkulan sama pacar untuk berbagi kehangatan. Untuk dinner, chicken cordon bleu dan assorted sausage jadi pilihan terbaik. Dan sebelum pulang, nggak boleh lupa mampir ke Chocomory dulu, beli choco crunchy satu truk :P

Menurut gue, tempat romantis adalah tempat yang bisa membuat kita bersyukur saat datang ke sana bersama seseorang yang kita sayangi. Atau setidaknya bisa membuat kita berharap dia ada di sana bersama-sama, ketika kita datang sendiri.

Ah tapi kalau sama seseorang yang spesial, warteg saja bisa serasa balkon hotel bintang lima.

Ya kan? :)


His Romantic Place: Sepanjang Jalan Cikini!

$
0
0

Setelah pacar memberikan preferensi tempat romantisnya, sekarang giliran gua untuk memosting hal yang serupa. Tempat paling romantis buat kencan versi Roy Saputra!

Menurut gua, tempat romantis adalah tempat di mana kita bisa menghabiskan waktu berlama-lama dengan orang yang ingin berlama-lama kita habiskan waktu. Bingung? Sama.

Atas dasar definisi yang membingungkan tadi, maka gua nyatakan bahwa tempat kencan nan romantis favorit gua adalah: sepanjang jalan Cikini.

Jalan yang berisi campuran bangunan klasik dengan modern ini membujur mulai dari Patung Pak Tani sampai ke Megaria. Letaknya sangat strategis. Berada di pusat Jakarta yang dekat dengan Menteng, Salemba, ataupun Monas.

Fasilitas hiburan yang bervariasi menjadi alasan utama kenapa sepanjang jalan Cikini begitu menarik bagi gua. Jika ke mall paling bisa makan atau gelap-gelapan-dalem-bioskop, maka di Cikini kita bisa makan, gelap-gelapan-dalem-bioskop, beli buku jadul, atau nonton pertunjukan teater sambil, ya sambil gelap-gelapan-di-dalem juga sih. Kalo kalian udah mulai bosen kencan di mall, mungkin udah saatnya untuk berkunjung ke jalan Cikini.

Gua akan coba bagi tentang apa-apa aja yang ada di jalan Cikini. Buat yang kebingungan mau kencan ke mana weekend besok, siapa tau postingan ini bisa berguna. Ini adalah bentuk sumbangsih gua buat negara.

1. Heavyweight Food alias Makan Kelas Berat!

Percayalah, segala jenis makanan ada di jalan Cikini!

Mau makan a la Indonesia? Bisa mampir ke Bumbu Desa. Tempat makan ini udah terbukti kualitasnya hingga bisa mempunyai belasan cabang di seluruh Indonesia. Yang patut dicoba adalah udang rarong dan ikan paray yang katanya sih didatangkan langsung dari Garut dan Tasikmalaya. Harga makanan di sini lumayan terjangkau, yaitu 30,000 – 50,000 per orangnya.

Yang ga boleh dilewatkan dari jalan Cikini adalah, the famous, Gado-Gado Bonbin!

bonbin!

Gambar diambil dari sini. Terima kasih

Letaknya ada di jalan Cikini 4. Untuk mudahnya, tinggal cari jalan yang berada persis di sebrang toko reparasi tas Laba-laba. Tinggal jalan kaki ke dalam sekitar 10-20 meter, maka kita bisa menikmati gado-gado yang udah berdiri puluhan tahun itu. Yang membuat gado-gado Bonbin spesial adalah bumbu kacang yang terbuat dari kacang Vietnam pilihan dan disiramkan ke atas campuran sayur. Gurih gurih gimana gitu! Dan, oh, jangan lupa pesan es cendol merah jambu! Yummy!

Perlu diingat, meski kedai gado-gado Bonbin terkesan tua dan lapuk, harga makanannya sedikit di atas ekspektasi. Untuk seporsi gado-gado dengan nasi dibandrol kurang lebih seharga 30,000-35,000 rupiah.

Untuk penikmat western food, bisa ke Cheese Cake Factory yang letaknya ga jauh dari Menteng Huis. Di sana kalian bisa coba 3 menu andalan ini: Cheese Cake Blueberry, Chicken Gordon Blue, atau Hot Chocolate Melt.

Kalo kalian ke jalan Cikini pada malam hari, maka jangan lewatkan juga bubur ayam Cikini yang udah ngetop dari tahun 80′an. Letaknya di sebelah KFC, ga jauh dari stasiun kereta Cikini. Sedikit tips dari gua: datang agak sore biar ga kehabisan!

2. Makanan Kelas Bulu!

Untuk icip-icip iseng, jalan Cikini menyajikan 2 toko roti yang seklasik dirinya: Holland Bakery dan Tan Ek Tjoan. Kedua toko ini letaknya persis di sebrang Cheese Cake Factory.

Bagi yang baru brojol di akhir 90-an, mungkin ga begitu familiar dengan roti Tan Ek Tjoan. Cara penjualan roti rumahan ini adalah dengan mengirim sales-sales bergerobak dari komplek ke komplek, dari gang ke gang. Klasik kan?

Roti Tan Ek Tjoan favorit gua ada tiga: roti tabur kacang, roti lapis coklat, dan roti gambang yang paling pas dinikmati bersama kopi hitam. Maknyus tudemeks. Selain enak, harganya juga kekeluargaan banget!

Kalo mau yang agak ngeyangin dikit, bisa coba Pempek Megaria yang udah ada dari jaman bokap nyokap kita masih pacaran. Kedai yang terletak di area bioskop Metropole ini ga pernah sepi dari pengunjung. Pempek yang digoreng garing berpadu dengan kuahnya yang manis-manis pedes menjadikannya cemilan yang nikmat dunia akhirat!

pempek Megaria!

3. Ngupi Cantik Berbudaya

Ada beberapa kedai kopi yang terletak di sepanjang jalan Cikini. Yang paling sering gua kunjungin itu Bakoel Koffie. Aura Betawi klasik dengan kursi kayu dan meja beralas marmer jadi andalan interior Bakoel Koffie. Karena gua bukan penikmat kopi, yang biasa gua pesan di sini adalah hot chocolate. Coklatnya pas. Ga terlalu manis, ga terlalu pahit. Meski sesekali gua berselingkuh dengan hazelnut tea yang nyegerin.

bakoel koffie!

Gambar milik Ijotoska dan Popokman. Terima kasih!

Yang asik adalah di Bakoel Koffie Cikini ada tempat yang pewe banget buat nongkrong dalam jangka waktu lama. Kita bisa duduk dari jaman Agnes Monica masih bawain Tralala Trilili sampe mau go international tanpa perlu merasa khawatir akan diusir.

Udah beberapa kali gua nulis cerita di lantai 2 Bakoel Koffie ini. Minuman enak, lahan luas, dan yang paling penting, colokan banyak!

4. Tempat Gelap-Gelapan

Buat movie goers (cailah), di sepanjang jalan Cikini ada 2 bioskop XXI. Pertama adalah Metropole. Bioskop yang memiliki 6 studio ini konsisten menayangkan film-film Indonesia di salah satu layarnya. Jangan khawatir, film box office Hollywood yang baru rilis juga update terus di Metropole kok.

Dengan menara kecil yang menjulang di atasnya, Metropole jadi salah satu landmark Jakarta yang layak untuk dikunjungi. Dan ketika malam datang, rasanya tempat ini jadi romantis kronis. Liat aja foto di bawah nih.

metropole

Gambar diambil dari sini. Terima kasih.

Taman Ismail Marzuki (TIM) XXI adalah bioskop kedua yang ada di area ini. Dengan haga 35,000 di hari libur dan 25,000 di hari biasa, TIM XXI banyak didatangi oleh kawula muda di tanggal tua. Yang asiknya, TIM XXI didukung dengan parkiran yang luas dan adanya fasilitas-fasiltas seru lainnya.

5. Fasilitas Seru Lainnya yang Disebutin Barusan

Kita bisa merasakan sensasi pacaran di angkasa di Planetarium!

Untuk pengunjung perorangan, bisa datang di hari biasa jam setengah 5 sore, atau di hari Sabtu dan Minggu dari jam sepuluh sampai setengah 3 sore. Durasi setiap pertunjukkannya itu 1 jam dan dibuka sebanyak 4 sesi pertunjukkan. Untuk jadwal lebih jelas, bisa klik ke sini.

Selain Planetarium, di TIM juga ada 2 gedung pertunjukan, yaitu Graha Bhakti Budaya dan Teater Jakarta. Karena lebih muda, Teater Jakarta terhitung lebih megah dan nyaman untuk menyaksikan sebuah pertunjukkan, entah itu drama musikal atau pertunjukan lainnya.

Di belakang TIM juga ada Kineforum yang sering menayangkan film-film dokumenter atau film anti-mainstream. Bagi yang nyari ide atau jenuh dengan film yang gitu-gitu aja, layak dicoba nih. Buat yang merasa hipster abis, monggo lho.

Lokasinya masih berada di kawasan TIM. Dari TIM XXI belok ke kanan, ke arah IKJ. Nanti di sebelah kanan, kalian akan menemukan tangga kecil untuk masuk ke Kineforum.

Bagi penikmat buku, di TIM kalian juga bisa menemukan toko buku-buku jadul. Dengan membeli sebuah buku klasik di sini, kalian selangkah lebih dekat untuk menjadi seperti Rangga di film AADC. Selamat!

TIM

Dengan banyaknya variasi makanan dan hiburan, jalan Cikini jelas jadi tempat romantis menurut gua. Karena di sini, kita bisa menghabiskan waktu berlama-lama dengan orang yang ingin berlama-lama kita habiskan waktu. Masih bingung? Sama.

Well anyway,

Semoga postingan ini membantu kalian yang lagi bingung weekend besok mau ke mana. Bawa aja uang sekitar 300,000 untuk berdua dan nikmati jalan Cikini sedari pagi. Gua jamin, kencan kalian akan mengenyangkan dan menyenangkan.

Yuk!

PS: Tempat kencan favorit kalian di mana? Share dong!



Wawancaur: Dear Boys!

$
0
0

Tak akan ada cinta jika tak ada pergerakan. Entah itu kenalan, sapaan, atau mention-mention penuh maksud di linimasa.

Usaha pergerakan biasanya dilakukan oleh seorang yang memiliki jakun dan kumis. Lupakan Iis Dahlia, yang gua maksud adalah para lelaki! Di wawancaur kali ini, gua bakal ngobrol bareng bukan hanya 1, tapi 4 orang cowok dengan latar belakang yang berbeda-beda.

Narasumber pertama adalah Evan Januli (EJ), seorang penggiat linimasa dengan ketampanan yang menggetarkan wanita-wanita followernya. Lalu ada Zippy (ZP), blogger asal Papua yang frekuensi kenarsisannya mengalahkan frekuensi Syaiful Jamil bernyanyi ketika ditanya wartawan infotainment. Ada juga Nugraha Ady (NA), mahasiswa chubby yang pandai memainkan kata-kata bak pujangga mabuk brem. Serta Armeyn Sinaga (AS), pekerja kantoran yang lebih sering bertatapan dengan layar laptop ketimbang mata wanita.

Bagaimana jawaban dan reaksi para cowok-cowok ini terhadap studi kasus yang akan gua berikan? Apakah tips-tips dari mereka berguna dalam menurunkan angka jomblo di Indonesia? Mari kita pantau wawancaur kali ini.

Wawancaur adalah proses wawancara yang dilakukan secara awur-awuran. Pertanyaan disusun semena-mena dan boleh dijawab suka-suka. Proses wawancaur dengan keempat kura-kura ninja ini benar-benar dilakukan via Whatsapp secara terpisah. Wawancaur diedit sesuai kebutuhan. Gambar adalah milik pribadi narasumber. Terima kasih.

dear boys

Hola, boys! Kita langsung mulai ya wawancaurnya. Studi kasus pertama. Apa yang akan lu lakukan jika lu lagi duduk-duduk di café sendirian, lalu tiba-tiba masuklah cewe yang menurut lu cantik banget dan lu pengen minta nomor hapenya?

EJ: Gue selalu ngejalanin aturan “3 detik”.

Aturan 3 detik? Apaan tuh, Van?

EJ: Pas lo suka sama satu cewek dan mau kenalan, mikir aja 3 detik terus langsung berani mati ke mejanya. Kenapa 3 detik? Biasanya kalo kelamaan pasti ciut nyalinya. Dan kalo kelamaan lagi, siapa tau cowoknya doi keburu dateng.

Eaaa. Ada trik yang bisa dibagi ga nih?

EJ: Hmmm. Trik yang bisa dicoba:

  1. Dateng ke mejanya terus narik bangku di depannya
  2. Dia pasti bingung dan jutek
  3. Terus bilang aja, “Hai, (masukin nama siapa aja) tadi si (masukin nama cowok) telepon gue nih. Lo jadi nunggu sendiri di sini?”
  4. Dia pasti bingung dan kemungkinan bakal nanya, “apa-apaan sih?”
  5. Lo tinggal bilang “Loh? Sorry, sorry, gue salah orang. Tapi anyway, lo sendirian? Gue sendirian nih dan kayanya temen gue ngerjain gue.”
  6. Sisanya terserah lo, sob!

Kalo lu gimana, Zip?

ZP: Biasanya sih sok cool dulu sambil perhatiin dengan seksama. Selang beberapa menit, coba samperin dia. Tapi masih sok cool dan coba basa-basi sedikit. Tanyain nama, tinggal di mana, dan bla bla bla. Kalo dianya respek, langsung deh minta nomor hapenya. Alesannya sih biar makin akrab.

NA: Yang akan gue lakukan adalah gue samperin, ajak kenalan, ngobrol-ngobrol, dan terakhir minta nomor whatssap-nya. Inget, nomor whatsapp, bukan nomor hape.  Biar kesannya ga gitu keliatan belangnya.

Ada teknik andalan ga, Dy?

NA: Teknik yang bisa dipake itu pura-pura salah manggil orang. Misalnya: “Eh? Susan?” Kalo dia jawab bukan, lu tinggal jawab, “Oh. Salah. Ya udah kenalan dulu.” Terus ngobrol deh.

AS: Kalo gue sih kayaknya ga bakal nekad deh. Gue bakal nunggu ada kesempatan untuk curi-curi buka dialog. Kalo ternyata ga ada situasi yang pas, gue cuma akan nikmatin pemandangan yang ada aja.

Kesempatan curi-curi dialog yang kayak gimana yang lu tunggu, Meyn?

AS: Misalnya, dia pake laptop terus mau nge-charge. Nah, gue bisa inisiatif nawarin dia tanya ke pelayan colokannya di mana. Kan udah terbuka tuh kesempatannya, tinggal diperpanjang dikit aja. Tanya, “Sendirian aja?” atau “Lagi kerja ya?”

Studi kasus kedua. Di era digital kayak sekarang, ga menutup kemungkinan dapet gebetan dari social media. Nah, misalnya lu ngeliat akun beravatar cewe cakep banget di Twitter dan lu pengen banget kenalan, lu bakal ngapain?

EJ: Fak banget ini pertanyaannya! Hahaha.

(- -,)v

EJ: Berat nih jawabnya. Tapi yang pasti, satu hal yang perlu diingat adalah: banyak yang avatar-genic. Camkan itu! Kalo tekniknya itu mention-mentionan sampe dia follow balik

Minta folbek?

EJ: 2013 udah ga ada minta folbek. Minta tuh di-block. Hahaha.

Buset. Hahaha. Terus gimana?

EJ: Terus DM. Selanjutnya ya… gitu deh. Semuanya butuh proses, sob. Proses itu penting!

Lu pernah ngemodus via Twitter ga, Dy?

NA: Pernah gue praktekin nih. Hahaha. Caranya adalah dengan sering mention buat komenin avatarnya. Banyak yang kecantol pakai cara ini.

Sadeees. Contoh ngomenin avatar tuh kayak gimana?

NA: Contohnya “@detikcom, avatarnya bagus. Aku pelihara ya.” Atau, “Panas-panas begini, ngeliat avatarnya @okezone jadi seger.”

ZP: Kalo gue belum follow, pastinya follow dulu dong. Nah, berikutnya tiap kali dia ngetweet, langsung deh gue samber. Sok bales tweetnya, padahal gue sendiri mungkin gak gitu ngerti dengan isi tweetnya.

Demi ya demi! Hahaha.

ZP: Hahaha. Pokoknya gitu terus, sampai dianya penasaran sama gue dan ngerespon.

Terus kalo udah berhasil direspon sama dia?

ZP: Kalo mention-mentionnya dibales, baru deh nanyain ke arah yang lebih serius, tapi tetep dengan sedikit candaan. Buat gue cewek itu umumnya suka cowok yang humoris.

AS: Yang pasti sih, samber twitnya! Kasih komen yang kira-kira butuh jawaban. Jangan cuma RT atau :) atau +1. Komennya bisa berupa pertanyaan, kayak “Emangnya kalo cewek gitu juga ya?” atau “Pengalaman ya, Mbak?”

Kalo ga dijawab sama dia?

AS: Coba terus! Kalo udah dijawab, sering sama-samain tema twit lu sama dia. Pantau terus timeline-nya. #FF-in dia.

Profesional stalker!  :)))

AS: Gitu terus deh, sampe bisa DM-DMan.

Sekarang studi kasus ketiga nih. Ketemu gebetan di tengah jalan lagi sama-sama nunggu taksi sendirian. Lu bakal ngapain?

ZP: Pasti langsung gue samperin dong, kan kasihan dia sendirian. Dari situ, gue coba ajak ngobrol. Teteplah basa-basi dikit, misalnya: “Hey, lagi ngapain? Mau ke mana?”. Kalo emang searah, ya udah ajak jalan bareng. Tapi kalo dianya punya kepentingan sendiri, gue temenin cari taksi. Gak enak juga kan kalo gue harus “ngekorin” dianya terus. Apalagi tiap cewek pasti punya waktu “pewenya” sendiri. Pokoknya disamperin aja dulu.

AS: Coba deketin aja dan ajak ngobrol, “Pulang ke arah mana?” gitu-gitu deh. Kalo udah kenal banget, ajak cari taksi bareng aja meskipun ga searah. Entar turun di mana gitu, terus nyambung taksi atau angkot laen. Ya paling ga, lu udah pernah setaksi ama dia.

#BahagiaItuSederhana :”)

EJ: Kalo gue bakal ajak buat naik taksi bareng dan nganterin dia dulu. Atau kalo jamnya pas, gue bakal sekalian ajak makan dulu.

Kalo dia nolak?

EJ: Keep acting cool dan cariin dia taksi aja.

NA: Kalo gue sih pura-pura ga liat. Takut disuruh bayarin taksi :|

Ngehe lu, Dy. Bahahak. Lanjut. Tiga hal apa yang sebaiknya dihindari kalo lagi kencan pertama sama gebetan?

ZP: Pertama, jangan salah pilih tempat kencan. Menurut gue sih ini penting banget. Salah pilih tempat kencan yang ada bisa dapet kesan negatif dari cewek. Tempat kencan yang “remang-remang” wajib dihindari. Kedua, jangan sok jaim. Ini juga jangan banget! Pengalaman gue sih, cewek gak suka cowok yang jaim-jaim banget karena ngobrolnya pasti gak bakalan asik. Kalo ngobrolnya udah gak asik, ya gimana hubungan selanjutnya coba? Pasti dingin. Yang ketiga, jangan nafsu.

Nafsu, Zip? Widih.

ZP: Iya, ini juga jangan banget! Jangan langsung seruduk sana-sini. Maksudnya, jangan langsung asal meluk, nyium gitu. Jangan dulu! Kalo udah begitu, kesan pertamanya pasti langsung jelek. Kita bakal dikira freak. Slowly but sure aja sih. Hahaha.

NA: Jangan pake baju norak, jangan lupa baca doa, dan jangan salah bawa pasangan. Ntar ketuker, malah jalan ama nyokapnya.

Ya kale bisa salah bawa pasangan. Hahaha. Kalo versi lu apa, Van?

EJ: Dont forget to bring money, dont call your gebetan with your other gebetan’s name, and dont be a bad man.

AS: Pertama, jangan telat. Kalo janji ya ditepatin. Kalo batal atau mundur ya kabarin. Tapi kalo bisa sih jangan batal ya. Terus kedua, jangan ngomongin diri sendiri. Mending tunjukin ketertarikan kita sama hidup dia, ketimbang berusaha supaya dia tertarik sama kita.

Ah, nice input nih, Meyn.

AS: Ketiga, jangan ngebayarin date-nya tanpa bilang ke dia. Kan kita belom jadi siapa-siapanya. Mending tanya baik-baik, “Eh, gua bayarin aja ga apa-apa ya?”

Terakhir, sebagai penutup, ada pesan buat cowok-cowok jomblo di luar sana yang lagi baca wawancaur ini?

AS: Kalo ga berani flirting offline, it’s okay kalo diawali dengan flirting online.

EJ: Jangan takut jadi jomblo karena sebelum punya pasangan, kita semua jomblo. Anyway, kita terlahir sebagai jomblo.

NA: Tetaplah menjomblo. Semakin lama menjomblo, semakin banyak teman baru. Teman yang jomblo juga. Hahaha.

ZP: Nikmatilah kejombloanmu dan masa bodo dengan perkataan orang. Jomblo bukan musibah, tapi hanya sebuah status sementara.

Oke, bungkus! Thanks ya buat waktu dan jawaban-jawaban mautnya, boys! You have been wawancaur-ed! Sukses dengan dunia percintaannya! See ya!

Akun twitter dan blog narasumber:

Evan Januli - @evanjanuli – evanjanuli.tumblr.com
Zippy – @ziipy – narzis.net
Nugraha Ady – @adygila – nugrahaady.com
Armeyn Sinaga – @armeyn – armeyn.com


Wawancaur: Travel Couple

$
0
0

“Asam di gunung, garam di laut, bertemu dalam satu belanga”. Atau bisa juga “sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui”. Entah pribahasa mana yang lebih tepat untuk menggambarkan kisah cinta travel couple ini: Adam dan Susan Poskitt.

Adam yang berasal dari Australia, awalnya menjelajah Indonesia untuk menulis buku travel guide. Alih-alih menyelesaikan tulisannya, Adam malah lebih dulu merampungkan kisah cintanya saat ia bertemu dengan seorang mojang Bandung penggila traveling bernama Susan.

Untuk memantau keseruan kisah traveling Adam dan Susan ke tempat-tempat menarik di seluruh penjuru dunia, kalian bisa follow akun Twitter @PergiDulu. Atau bisa juga dengan berkunjung ke PergiDulu.com karena pasangan ini rutin bercerita di sana. Namun untuk secuil kisah cinta mereka berdua, simak aja wawancaur gua dengan Susan kali ini.

Wawancaur adalah proses wawancara yang dilakukan secara awur-awuran. Pertanyaan disusun semena-mena dan boleh dijawab suka-suka. Proses wawancaur dengan Susan @PergiDulu benar-benar dilakukan via email dan evernote. Wawancaur diedit sesuai kebutuhan. Gambar adalah milik pribadi narasumber. Terima kasih.

PergiDulu

Hai, MbakSus! Udah siap buat diwawancaur?

Hai, Roy! Makasih ya untuk kesempatan wawancaurnya. Mari kita mulai jawab pertanyaan-pertanyaan yang lebih mirip wawancara buat apply spouse visa ke Australia ini.

Bahahak. Oke. Pertanyaan pertama. Basa-basi. Sekarang lagi sibuk apa nih, MbakSus?

Karena sekarang statusnya lagi pulang kampung, kesibukan sehari-hari selain nyiapin sarapan sehat berupa semangkuk sereal plus susu kedelai, ya nulis blog PergiDulu.com (catatan: kalo lagi ada mood).

I see. Kal…

Selain itu, lagi revisi buku panduan wisata yang sedang gue tulis mulai dari September taun lalu. Ternyata nulis buku itu lama ya?

Oh gitu. Tap…

Terus kalo lagi ada waktu senggang sih latihan nulis-nulis cerita singkat dari pengalaman-pengalaman seru yang pernah dialami sebelumnya.

Banyak juga ya kegiatannya.

Kali aja kalo udah ada 40 cerita bisa dijadiin buku. Eh blog ini dibaca sama penerbit ga sih?

saputraroy.com dibaca sama penerbit dong. Penerbit buku gambar Sinar Dunia.

Hahaha.

Bicara soal cinta, ceritain dong gimana sih pertama kali kenal dengan Adam?

Kalo boleh pinjem istilah salah satu sosmed terkenal, kenal Adam itu ‘through a mutual friend’.

Temen CS (couchsurfing) yang gue kenal (orang Bandung, bukan bule) ternyata kenal Adam lewat suatu acara gathering CS. Pas si temen ini makan malam ama gue, eh ada Adam lagi mau beli kue di suatu cafe di Bandung. Dikenalin lah satu sama lainnya.

Karena gue pikir dia CS juga, gue ajak dia ke CS gathering lain. Di sana malah asyik ngobrol berdua, terus lanjut ke acara ngopi-ngopi berdua sampe akhirnya dating deh. Dan ternyata di kemudian hari terungkaplah bahwa Adam bukan CS! Dia cuma ngikut-ngikut aja pas gue ajakin ke CS gathering.

Hahaha. Si Adam pasti manggut-manggut aja yak. Demi cinta.

Pusing ya banyak CS-nya? Note: sekali lagi CS yg dimaksud bukan customer service ya, tapi couchsurfing.

Terus ada semacam prosesi ‘penembakan’ juga ga sih?

Seru nih pertanyaannya. Hahaha. Iya, sebenernya di dunia Barat kayaknya ga ada yg namanya ‘penembakan’ kecuali pas lamaran.

Karena gue dulu ngajar di kursus bahasa Inggris yang pengajarnya banyak bule, gue sedikit banyak udah tau jenjang relationship mereka. Makanya sebelum PHP ga jelas, abis jalan beberapa kali gue tanya aja terang-terangan, “Mau dibawa ke mana hubungan kita?” (silahkan dibaca dengan sambil mendendangkan lagu Armada).

Dia agak kaget karena awalnya belum siap untuk berkomitmen. Tapi cuma dalam itungan beberapa hari, dia nembak,“Will you be my girlfriend?”

*terharu*

*sodorin tisu* Eh… belum proposal ya ini… *ga jadi ngasih tisunya*

Kenapa pilih Adam? Kenapa ga cowo-cowo lain?

Lebih karena Adam sevisi dan semisi sama gue.

Mau bikin PT apa CV nih? Kok visi misi?

Begini, Roy. Sebelum ketemu Adam gue emang udah kena virus traveling akut. Karena ga nemu partner traveling yang sepadan (baik cewek maupun cowok), akhirnya gue beberapa kali traveling solo. Sering dinasehatin sama orang tua dan temen-temen, “Kalo jalan-jalan terus, kapan ketemu jodohnya?”

Nah, mohon maaf kalo mungkin ga semuanya sama, tapi kebanyakan cowo-cowo di Indonesia terikat sama karir. Pokoke’ yang penting karir maju, kumpulin duit banyak buat beli rumah, terus nikah, abis itu kerja keras lagi buat menghidupi keluarga. Mereka mungkin bakal takut ngeliat gue yang gatel keluyuran mulu dan gue juga takut kalo udah nikah malah ga bisa traveling lagi.

Kalo sama Adam?

Gue sama Adam sepaham soal traveling. Buat kita, keluarga bukan penghalang untuk traveling. Kalo udah punya anak, bukan berarti harus diem di rumah terus ga bisa melihat dunia. Toh anak-anak bisa dibawa traveling dan diajari oleh orang tuanya sambil belajar tentang kehidupan secara langsung.

Perbedaan terbesar apa yang dirasa ketika punya pasangan beda negara?

Lebih kerasanya bukan pas pacaran, tapi pas udah nikah. Gaya hidup dan standar hidup sih yang lumayan kerasa beda.

Misalnya?

Pola makan.

Biasanya orang Indonesia bisa makan apa aja buat sarapan. Nasi goreng, nasi kuning, atau makanan random lainnya. Sekarang gue dibiasain makan sereal, buah-buahan. Terus cuci piring harus pakai air panas. Lah, di Indonesia berapa persen yang rumahnya punya tap yang otomatis air panas? Nasi yang udah dimasak juga ga boleh diangetin lagi karena merusak komposisi dan ga bagus buat kesehatan. Repotnya, gue harus menyesuaikan standar hidup. Tapi bagusnya, ya berarti hidup gue bakal lebih sehat.

Adam udah ngeliat banyak banget orang di Indonesia meninggal di usia muda. Ada yang kena penyakit lah, ga ketolong sama rumah sakit lah, dll. Sejak ketemu gue aja, Adam udah nyaksiin kakak laki-laki gue meninggal kena serangan jantung dan bokap gue meninggal kena stroke mendadak.

Adam pernah bilang ke gue, “Promise me, you have to live long.”

*sodorin tisu*

*srot*

Ada komentar-komentar keluarga MbakSus atau Adam ketika MbakSus pacaran dengan pria beda negara?

Dari keluarga Adam sih jelas no comment. Biasa lah, bule kan lebih free. Apapun pilihan anaknya, nurut aja.

Dari keluarga gue, yang tersisa cuma tinggal bokap gue (waktu itu masih hidup dan untungnya sempat nyaksiin gue nikah). Dia sih permissive banget, ga pernah ngelarang gue. Cuma awalnya nanya-nanya latar belakang Adam. Setelah dikenalin, terus ngeliat bahwa Adam baek sama gue, ya udah disuruh nikah aja kalo memang serius.

Prosesi lamarannya kayak gimana? Kayak di film-film ga?

Hahaha. Kagak pake candle light dinner gitu sih. Tapi waktu itu sih gue udah tau gue bakal dilamar dalam waktu dekat.

Bah!

GR banget ya gue?!

Iya! Hahaha.

Lah wong beli cincin nya bareng gue! Hahaha.

Bah! :)))

Waktu gue diboyong ke Australia buat dikenalin ke keluarganya, dia udah bilang kemungkinan kita bakal nikah. Kita berdua udah ngomongin dong pastinya, bukan kayak di film-film yang efek surprised-nya tuh gede banget terus ujung-ujungnya ditolak karena cuma nganggep sahabat.

PRENJON!

Balik ke cerita. Ehem.

Abis dari Australia, kita mampir ke Bali. Beli cincin barengan dan dia yang simpen cincinnya. Tanggal 5 Desember 2012, pas gue ulang taun, kita lagi ada di pantai Yeh Gangga, Bali. Diajak jalan di pesisir pantai ditemani debur ombak dan pasir yang menerpa wajah. Lalu duduk-duduk di pinggir pantai.

Gue lupa kata-kata persisnya waktu dia ngelamar. Something like, “I love you so much that I want to spend the rest of my life with you. Will you marry me?”

Aaaw.

Ternyata walaupun ga surprised-surprised amat tapi tetep tegang, bo!

Nah, yang pernah gua denger, kalian honeymoon-nya backpacker-an ya? 

Backpackneymoon!

Wih asik! Ceritain dong, kenapa kalian memutuskan untuk honeymoon dengan backpacker-an berdua?

Kita berdua memang penganut aliran ‘slow traveling’. Kalo bisa lama, kenapa harus sebentar. Ish! Ini slogannya terkesan gimana gitu ya?

Bahahak. Ho oh! Terkesan ho oh!

Awalnya pengen ke Eropa karena itu cita-cita gue. Tapi karena ribet ngurus wedding sambil ngurus Schegen visa untuk 3 bulan (iya, itu maksimalnya visa), ya dipilihlah negara yang merupakan cita-cita gue nomer 2: New Zealand!

Karena Adam udah pernah campervan trip di Australia, dia usul campervan trip aja di NZ pas winter! Seru banget! Yang paling seru dari campervan trip adalah the feeling of freedom! Catet tuh.

Nyatet.

Feeling of freedom karena kita ga terikat jadwal perjalanan apapun. Mau nginep, tinggal cari rest area. Mau makan, tinggal berhenti di picnic area dan masak sendiri. Pokoknya recommended banget deh campervan trip ini.

Aaak! Gila! Asik banget!

Karena campervan 26 hari di NZ ini seru, kita malah campervan trip lagi pas ke Australia. Dari Sydney sampai ke Uluru (Ayers Rock) dan balik lagi ke Sydney. Menempuh 8000 kilometer dalam 18 hari.

:O

Serunya lagi, di sana bisa ketemu hewan-hewan liar seperti kangguru, wallaby, atau emu. And again, the feeling of freedom! Catet!

Nyatet.

Secara total, backpackneymoon kita selesai dalam waktu 2 bulan.

Ada kejadian spesifik yang menarik ga selama backpackneymoon?

Wah, banyak banget pengalaman seru saat backpackneymoon. Itu kalo diceritain bisa jadi 1 buku sendiri tuh. Ada yang mau beli ga kalo ada buku tentang backpackneymoon di NZ & Australia? Eaa, gue malah cari-cari penerbit lagi.

Penerbit buku gambar Sinar Dunia, mana penerbit buku gambar Sinar Dunia…

Salah satu yang menarik itu pas lagi nyiapin makan malem di suatu hutan di deket Melbourne. Kita disamperin sama beberapa wallaby. Lucu banget, tapi gue takut juga. Karena pada dasarnya mereka binatang liar. Katanya lumayan juga kalo ditendang sama kaki kangguru yang gede. Bisa koit!

Buset! Ditendang wallaby bisa wasalam!

Kalo mau liat video-video selama kita backpackneymoon di NZ dan Australia, bisa mampir ke http://www.pergidulu.com/blog/tag/backpackneymoon/ :)

Sebagai penutup, ada pesan-pesan untuk mereka yang sedang menjalani hubungan dengan perbedaan budaya ga, MbakSus?

Jalanin aja. Perbedaan itu bukan penghalang. Perbedaan budaya malah akan memberi warna dalam kehidupan.

Dan itu membuat kita belajar untuk lebih memahami perbedaan.


Perkara Move On

$
0
0

Seringnya, yang membuat kita sulit move on dari yang lama itu bukan karena rasa cinta yang kadung besar. Tapi lebih karena kebiasaan-kebiasaan yang hilang setelah perpisahan.

Move on dari pacar yang lama (alias mantan) akan terasa berat karena kita udah tau di mana restoran favoritnya, es krim rasa apa yang harus dibawain kalo dia ngambek, atau benda pecah belah mana yang harus dijauhkan ketika dia lagi PMS. Sulit move on dari rumah lama karena kita terlanjur hafal berapa jumlah langkah dari kasur ke kamar mandi, tetangga mana yang punya stok gula berlebih, atau titik-titik mana yang mesti ditaruh ember ketika hujan turun terlampau deras.

Begitu juga dengan gadget. Biasanya yang membuat kita gagal move on adalah karena kita udah paham hot keys mana yang harus dipencet, di mana lokasi gallery pada menu, atau apa yang harus dilakukan ketika jam pasir mulai muncul di layar.

Ketika pada akhirnya harus berpisah, seringnya kita akan galau. Mau makan ga enak, mau tidur ga bisa, mau kayang juga ga sanggup. Tabiat lama yang dulunya udah hafal mati, mesti dibuang jauh-jauh. Muscle memory yang udah kebentuk, juga harus dihilangkan. Kebiasaan-kebiasaan yang ada harus di-tidakbiasa-kan.

Tapi setiap perpisahan pasti terjadi karena suatu alasan.

Seperti halnya pacar lama ternyata selingkuh, tukang pukul, atau keteknya bau bawang, begitu juga dengan rumah atau gadget. Kita berpisah karena suatu alasan.

Gua putus dengan pacar yang lama karena dia berpindah ke lain hati. Pindah ke rumah yang baru karena yang lama udah ga sanggup menampung penghuninya yang semakin besar. Memutuskan untuk pisah dengan gadget yang lama karena dia sering nge-hang. Terlalu sering nge-hang. Udah ga reliable.

Cabut-pasang batre udah jadi semacam olahraga ringan setiap harinya. Andai itu bisa membakar setidaknya 100 kalori, pasti gua ga bakal ganti gadget. Tapi perut gua masih membuncah dengan manja (baca: buncit) karena ternyata cabut-pasang batre bukanlah salah satu gerakan dalam senam lantai, senam ritmik, ataupun senam-senam lainnya.

Belum lagi batrenya yang cepat terkuras membuat kebutuhan pokok warga perkotaan bertambah satu. Pangan, sandang, papan, dan colokan. Tiap mampir ke café atau restoran, yang ditanya pertama pasti ada colokan atau ga. Gadget gua yang lama telah menggeser kata ‘mojok’ dari berkonotasi mesum menjadi warga-kota-ngecharge-hape.

Saat ingin move on, kita seringnya mencari pengganti yang mampu menambal apa yang salah dari yang terdahulu. Kalo rumah yang dulu sering bocor, ya sekarang cari yang atapnya jangan dari wig bekas lagi. Kalo mantan tadinya bau bawang, ya sekarang jangan nyari yang bau bawang lagi. Minimal bau kaki lah. Pokoknya harus menambal yang salah.

Begitupun dengan gadget. Kriteria utama gua dalam mencari gadget baru itu yang ga gampang nge-hang. Harus reliable. Ibarat suami, ia harus siaga. Harus mampu mengikuti sibuknya hari-hari gua. Iya, gua tuh sibuk banget, tau. Pagi main Angry Birds, siang main Angry Birds Rio, malem Angry Birds Space. Sibuk.

Gagdet gua yang lama juga ga punya kamera yang mumpuni. Untungnya, kamera gadget yang lama bukanlah barang pecah belah yang ada di department store. Karena jika iya, setiap kali nge-zoom dia bakal pecah, dan artinya, gua harus membeli.

Kemampuan kamera yang lama buat foto malem-malem juga runyam. Ngefoto langit malam hari itu kayak ngefoto rambut Limbad dari jarak yang sangat dekat. Ga keliatan apa-apa. Buram cenderung suram.

move on

Sekarang gua sih udah move on ke smatphone lain. Yang ga pernah nge-hang dan batrenya tahan lama. Kameranya pun oke punya, depan belakang pula, dan bisa langsung connect ke jejaring sosial kayak Instagram atau Path. Jadi gua masih bisa eksis di dunia maya kayak presiden kebanggaan kita semua.

Smartphone gua yang sekarang dapat membuai gua untuk membuang jauh tabiat lama. Mampu menidakbiasakan gua dari kebiasaan. Dan pada akhirnya, bisa membuat gua untuk move on dari yang lama.

Dan mungkin smartphone yang bentar lagi bakal launching, bisa membuat gua move on sekali lagi. Sebuah smartphone yang saking smart-nya udah bukan lulusan S3 lagi.

Tapi S4.

Jadi, tunggu apa lagi. Mari menidakbiasakan kebiasaan dan membiasakan ketidakbiasaan.

Mari move on.


Could They be Right?

$
0
0

Kecintaan gua akan stand up comedy Indonesia membawa gua dan pacar ke sebuah stand up comedy show di Tryst, Kemang hari Minggu kemarin (21 April 2013). Nama acaranya “We Could Be Right“. Nama pengisi acaranya adalah trio We Are Not Alright: Kukuh Adi, Pangeran Siahaan, dan Adriano Qalbi.

wecouldberight

Gambar diambil dari wearenotalright.wordpress.com. Terima kasih

“We Could Be Right” adalah acara kedua (tadinya gua ingin bilang sekuel, tapi nanti terasa seperti film silat) dari We Are Not Alright setelah sukses dengan acara pertamanya sekitar 6 bulan yang lalu. Mendengar betapa rame dan gaduhnya acara yang pertama, maka gua ga mau melewatkan kesempatan ketika trio ini kembali menggelar acara di Tryst, Kemang.

Setelah ngaret 40 menit, acara akhirnya dibuka juga oleh Adriano. Ia memberikan sedikit disclaimer bahwa akan ada banyak jokes di acara ini yang memerlukan keterbukaan dalam berpikir. Adriano ga bokis (cailah, bokis). Itu semua langsung terbukti dari penampilan performer pertama malam itu: Kukuh Adi.

Bit-bit tentang politik, agama, dan ketuhanan yang Kukuh lemparkan kadang menebas pagar toleran seseorang. Bagaimana ia menggambarkan akhirat serta dialog yang mungkin terjadi antara dia dan Tuhan bisa aja membuat seseorang jengah dan bertanya, “Ini acara apaan sih?”  

Bit favorit gua adalah ketika Kukuh membahas kehidupan orang kantoran. Tindak tanduk orang di hari pertamanya kerja di kantor baru, kegiatan yang dilakuin kalo bosen banget di meja kerja, serta gimana kantor serasa mesin waktu yang bisa membuat 5 hari kerja serasa berbulan-bulan sementara akhir pekan terlewat dalam hitungan detik. Gua ngakak dan dalam hati bilang, “Ngehe. Ini gua banget nih.”

Yang gua sangat suka dari Kukuh adalah ekspresi wajahnya. Hampir di setiap bitnya dia akan mengilustrasikan kira-kira seperti apa kejadian yang ia jelaskan sebelumnya. Dan ekspresi mukanya itu lho… bikin ngikik-ngikik gimana gitu. Lempeng sih, tapi ya, ngehe.

Kukuh membuka malam itu dengan apik. Lalu muncullah performer kedua: Pangeran Siahaan.

Gua tau Pangeran dari artikel sepakbolanya yang sarkas, kocak, namun sangat informatif. Keliatan banget kalo Pangeran adalah orang yang suka baca dan kecerdasannya di atas rata-rata. Tapi siapa sangka ternyata dia kuliah di sebuah kampus yang terkenal akan… ya, akan apapun selain prestasi ilmiahnya. Mahasiswa pake narkoba lah, mahasiswi hamil di luar nikah lah, ya apapun lah selain prestasi ilmiahnya.

Pangeran coba mendekatkan kita dengan latar belakangnya dan itu sukses menjaga momentum yang udah dibangun oleh Kukuh di awal. Mayoritas bit-bit Pangeran juga memerlukan tingkat ke-woles-an yang tinggi. Mungkin dari sekian bit Pangeran malam itu, yang paling aman hanyalah tentang betapa ilmiahnya tetralogi novel Twilight. Sebenarnya dia juga membahas buku-buku Raditya Dika, tapi sepertinya penggemar Twilight bisa lebih logis dalam membaca artikel ini.

Terlepas dari artikulasi yang cenderung cepat sehingga beberapa kali kurang jelas terdengar, Pangeran berhasil mengendalikan alur acara untuk mengopernya ke performer terakhir: Adriano Qalbi.

Dengan sebotol bir dan selembar contekan, Adriano berhasil membabat penonton dengan bit-bit yang kocak tapi sebenarnya logis. Seringnya Adriano hanya memaparkan beberapa fakta hidup tanpa dibumbuin macem-macem lagi. Udah, gitu aja juga udah lucu. Lucu banget malah.

Bit favorit gua adalah ketika ia ngebahas tentang pacaran. Maaan, I think he’s really fucked up with his love life. Sumpah, kocak parah! Ia menjelaskan tentang perbedaan logika cowo cewe yang membuat sebuah kondisi yang sama ga bisa diaplikasikan bolak-balik. Itu karena cowo lebih peduli dengan what happened, sementara cewe itu how it happened. Contohnya waktu dia cerita,

Cewe: ‘Yang, kamu inget kan temen kantor aku yang namanya Robert? Dia tadi mau nyium aku, tapi aku tolak soalnya aku kan pacar kamu.’

Otak cowo akan bekerja dengan konsep, ‘Temen kantor. Mau nyium. Ga jadi. Karena masih sayang.’

Cowo: ‘Oh. Oke.’ Done. Selesai. Cowo ga akan mempermasalahkan. Tapi coba kalo dibalik.

Cowo: ‘Yang, kamu inget kan temen kantor aku yang namanya Reta? Dia tadi mau nyium aku, tapi aku tolak soalnya aku kan pacar kamu.’

Cewe: ‘Tunggu, tunggu! Gimana, gimana? Reta siapa? Kok kamu ga pernah cerita? Coba ceritain mulai dari kamu kenalan sama Reta sampe mau ciuman di kantor tadi!’

Seisi Tryst ngakak parah, manggut-manggut, sambil nyeletuk dalam hati (terutama yang cowo-cowo), “Bener banget tuh!”. Adriano menyimpulkan bahwa ga heran cowo sering selingkuh karena ketika ada cewe telanjang dan mau nyium dia, ya mending diembat aja terus dijadiin rahasia ga sih? Karena kalo ditolak, kan ga bisa diceritain juga ke pacar. Dan di detik Adriano menyelesaikan kalimatnya, Tryst pun pecah oleh tawa dan tepuk tangan.

Selain soal hubungan cowo cewe, Adriano juga melemparkan opininya tentang kondisi sosial budaya di Indonesia. Masih banyak keadaan-keadaan yang menyimpulkan bahwa kita tinggal di sebuah negara yang kacau banget. Kayak budget buat ngiklan selama 30 detik di tivi itu jauh lebih mahal daripada budget bangun 1 sekolah, acara-acara tivi yang kurang mendidik, atau tentang gimana kita masih egois dalam memprioritaskan suatu masalah.

Last night, Adriano was complaining with style.

let it be - we are not alright

“We Could Be Right” ditutup dengan Kukuh, Pangeran, dan Adriano mendendangkan sebuah tembang lawas milik The Beatles: Let It Be. Setelah dicekokin opini-opini mereka tentang betapa masih banyak pe er yang harus diberesin, menyanyikan lagu ini seperti tamparan keras bagi kita semua. Membiarkan kita pulang dengan sebuah pertanyaan menganga lebar di kepala:

Do we want to let it be?

Malam itu, mereka bertiga telah melemparkan berbagai macam pendapat dan keluhan yang memprovokasi para penonton. Sangat subjektif, tapi kita semua seperti terhipnotis mendengarkan bit demi bit dengan taat. Bisa aja kita ga sependapat, tapi setidaknya ada satu hal yang kita sepakati bersama malam itu. We agreed that we are not alright.

And hey, they could be right.


Undangan Mengarungi #SetahunBerkisah

$
0
0

Dear teman-teman yang sedang menatap layar dan membaca tulisan ini,

Melalui postingan ini, gua dan ketujuh penulis lainnya ingin mengundang kalian semua untuk datang ke peluncuran buku #SetahunBerkisah yang akan diadakan pada:

banner launching setahun berkisah

Minggu / 28 April 2013
15:00-17:00 WIB
Seremanis, Jl. Agus Salim No. 16 – Sabang
Free entry

#SetahunBerkisah adalah kumpulan novela tentang cinta dan hari raya. Berisi delapan kisah dari delapan pencerita. Ada Wira Triasmara (Wira), Pribadi Prananta (Pipis), Anita Prabowo (Toska), Faizal Reza (Ikal), Maradilla Syachridar (Dilla), Dannie Faizal (Dannie), Twelvi Febrina (Twelvi), dan gua sendiri: Nicholas Saputra (Nicho).

…apa, apa? Pada sirik amat sih. Lanjut.

Acara utama di launching Minggu besok adalah bedah buku dan tanya jawab tentang #SetahunBerkisah. Kedelapan pencerita akan membuka suka duka di balik layar serta ide-ide awal dari setiap kisah yang ada di dalam buku

Mungkin aja Wira bakal ngegombal, Dilla bernyanyi, Dannie membuat sketsa, serta Twelvi dan Toska berdansa berdua. Atau bisa juga Pipis berpantomim, gua menawar barang, dan Ikal bilang, “Gue bisa ngeramal dari senyum kalian ketika baru bangun tidur. Twitpic dong.”

Penasaran? Makanya, dateng aja deh ke Seremanis.

Seremanis terletak di ujung jalan Sabang. Jika kalian datang dari arah Sudirman, maka dia adalah gedung terakhir di sebelah kiri. Jika dari arah Kebun Sirih, maka dia gedung pertama di sebelah kanan. Adanya persis di sebelah Kopi Oey milik Pak Bondan. Jika kalian menemukan The Bakes Good, maka nengok aja ke atas. Seremanis ada di lantai 4-nya.

Percaya deh, tempatnya gampang banget ditemuin.

seremanis

Seremanis asik buat tempat ngumpul karena kapasitasnya yang besar. Kayaknya sih bisa menampung 40-50 orang duduk dan 10-20 orang berdiri. Jika kayang, bisa 5-10 orang.

Selain kedelapan pencerita yang berbagi kisah, akan ada Alonk yang berbagi canda dan tawa, serta The Vuje yang berbagi suara dan nada. Akan ada banyak keriaan yang dibagi.

Jadi, tunggu apa lagi?

Datang aja. Ga usah bawa apa-apa. Cukup telinga yang siap mendengarkan, bibir yang mau tersenyum, dan keinginan untuk berbagi kisah.

Mari membicarakan kisahku, kisahmu, dan kisah kita. Mari menemukan cerita (cinta) pada setiap musim.

Sampai bertemu di hari Minggu :)


How I Met You… Not Your Mother

$
0
0

Semua bermula di akhir tahun 2012 dan berawal dari sebuah kebetulan.

efek domino

Kebetulan, siang itu gua mengajak Tirta untuk jalan-jalan naik kereta membelah pulau Jawa. Traveling dari stasiun ke stasiun, kabupaten ke kabupaten. Perjalanan yang santai dengan tujuan bermalas-malasan. Duduk di pinggir jendela kereta menatap pohon yang seolah berlari sepertinya ide yang terdengar cukup menyenangkan buat gua.

Tapi ternyata Tirta punya ide lain. Ia mengusulkan agar kami traveling ke Boracay, Filipina. Awalnya gua ragu karena bahkan baru kali ini gua mendengar nama Boracay. Tapi karena cuti yang gua ambil lumayan panjang, akhirnya gua sanggupin ide gila itu.

Hotel pun dipesan, itinerary dicetak, dan uang disiapkan. Ketika lagi asik browsing tentang objek-objek wisata di Boracay, gua melihat pengumuman sebuah acara stand up comedy: COWmedy Buddy di Holycow Sabang. Acaranya tepat sehari sebelum gua berangkat ke Filipina. Kali ini, gua yang melempar ide dan Tirta yang mengiyakan. Ia bilang akan mengajak temannya, maka gua pun ga mau kalah. Gua hubungi satu orang teman dan dia menyanggupi untuk datang. Empat tiket gua pesan hari itu juga. Total 400ribu gua transfer. Selain tiket untuk nonton, kami juga akan dapat makan malam 1 steak untuk 1 tiketnya.

Kebetulan, seminggu sebelum acara COWmedy Buddy itu, teman gua membatalkan janji. Di saat gua bingung mau dikasih ke siapa, sebuah akun Twitter meng-RT salah satu twit gua. Avatarnya yang menarik memberanikan gua untuk iseng-iseng mengirim sebuah DM yang berisi pertanyaan, “Domisili di Jakarta? Gua ada tiket nonton stand up lebih nih.”

Hari itu juga, DM itu terbalas. Ia menolak dengan sopan.

Akhirnya gua nonton stand up sendirian, sementara Tirta datang dengan seorang teman. Namun sialnya, teman Tirta harus pergi meski acara belum selesai dan steak belum dihidangkan. Alhasil, ketika 4 steak disajikan di atas meja, gua dan Tirta terlihat seperti sepasang homo yang 3 hari belum makan.

Besok paginya, gua dan Tirta bertemu lagi di bandara dan kami melakukan 27 jam perjalanan dari Jakarta ke Boracay.

Kebetulan, bulan itu badai tropis sedang melintas di langit Filipina. Hujan turun dengan reguler selama gua di sana. Bahkan di hari kedua di Boracay, gua dan Tirta ga bisa ke mana-mana karena hujan turun dengan membabi-buta. Padahal kami udah membuat rencana satu harian penuh. Ke Ariel’s point lah, main di pantai lah, nongkrong di bar lah. Tapi semuanya batal karena hujan turun deras sederas-derasnya deras.

Kebetulan, di lobby hotel ada wifi yang kenceng. Gua memutuskan untuk bermain jejaring sosial. Linimasa Twitter adalah tujuan utama gua pagi itu. Namun ternyata ga ada yang seru. Akhirnya gua meng-klik kolom DM Twitter dan mata langsung tertuju ke pesan paling atas. Pesan tentang penolakan sebuah ajakan menonton stand up comedy tempo hari.

Kebetulan, hari itu adalah hari Natal. Pasti ga terlihat aneh jika gua mengucapkannya selamat Natal kan? Bermodal itulah gua memberanikan diri untuk yang kedua kalinya mengirim DM ke dia. DM sent.

Cukup lama gua menunggu, sampai sebuah notifikasi muncul di layar handphone. Sebuah pesan masuk ke kolom DM. Dari dia. Sebuah ucapan selamat Natal yang sama dan secuil pertanyaan setelahnya, “Lagi di Filipina ya? Have fun!”

Namun bukan itu yang membuat cerita ini terus bergulir. Melainkan sebuah kalimat yang terbaca antusias, yang ia letakkan di penghujung pesan, “Nanti cerita ya gimana perjalanannya!”

Dan kebetulan, gua punya blog.

Sejak hari itu, kami menjalin komunikasi dengan rutin. Saling mengucapkan selamat tahun baru, menyemangati di lelahnya hari, dan melempar bahan bercanda untuk ditertawakan bersama. Sekali-dua kali, gua dan dia menyempatkan diri untuk bertukar kabar melalui telepon selama berjam-jam.

Semua obrolan itu membuktikan satu hal. Kami nyambung. Tapi kami sama sekali belum pernah bertemu. Semua itu bisa aja buyar atau berbeda saat kami bertemu. Pertemuan akan menjadi krusial. Sangat sangat sangat krusial.

Kebetulan, Jumat itu ia lagi pusing dengan kerjaannya di kantor. Tumpukan faktur pajak membuat otaknya jenuh. Ia jadi ingin menghibur diri Sabtu besok dengan menonton Chinese Zodiak yang baru aja rilis.

Kebetulan, gua juga lagi ga ada kerjaan. Jadilah gua menawarkan diri untuk menemani. Akhirnya kami janjian untuk bertemu di sebuah mall di Jakarta Selatan untuk nonton film terbaru Jacky Chan itu. Dengan polo shirt dan celana jeans, gua pun berangkat ke tempat yang udah dijanjikan. Meski terlambat 15 menit, akhirnya gua ketemu dia.

Komen pertama yang melintas di kepala adalah, “Anjir! Cakep banget! She is out of my reach!”

Gua ga pede. Minder. Bawaannya pengen menyudahi pertemuan hari itu. Obrolan pun banyak terjadi satu arah. Dia bicara, gua mendengarkan. Semua kenyambungan yang pernah terjadi via telepon bagai hilang begitu aja ketiup angin. Gua grogi setengah mati.

Tapi janji udah kadung dibuat. Minimal gua harus menyelesaikan satu film ini sebelum menyudahi semuanya. Film selesai, kami pun lanjut ngemil sebentar sambil gua terus berujar dalam hati, “Setelah beres makan, gua harus nganterin dia pulang ke rumah. Harus.”

Kebetulan, rumahnya kosong hari itu. Membuatnya malas pulang dan ingin bermain lebih lama di luar. Rencana gua untuk langsung nganterin dia pulang pun runyam sudah. Sempat bingung mau ngapain lagi, sampai gua teringat salah satu topik yang pernah kita obrolin di telepon. Tempat nongkrong favorit.

Spontan, gua mengajaknya ke Cikini. Ia mengangguk setuju karena ia sendiri belum pernah main ke sana. Dalam hati gua berharap ia ga suka dengan Cikini, bosan, dan minta diantar pulang setelahnya. Terdengar seperti rencana yang cihuy kan?

Kami pun berangkat ke Cikini. Sepanjang perjalanan, komunikasi masih terjadi satu arah. Dia bicara, gua hanya diam mendengarkan dengan dalih harus fokus nyetir mobil. Padahal diam-diam berdoa semoga orang rumahnya cepet pulang sehingga gua bisa nganterin dia balik. Sekilas ini seperti buang-buang waktu karena dalam hati gua yakin, dia ga bakal mau sama gua.

Kebetulan, hari itu macet banget dan dia mulai kehabisan bahan pembicaraan. Perjalanan yang bisa ditempuh dalam 1 jam, belum menunjukkan tanda-tanda akan sampai setelah melewati batas waktu itu. Mau ga mau, gua mulai angkat bicara juga. Topik yang gua angkat banyak seputar tulisan-tulisan yang pernah gua publish di blog. Sejak gua kasih tau tentang blog gua di Filipina, ia jadi sering baca dan ternyata sangat suka dengan blog itu.

Obrolan menjadi nyambung karena banyak pemikiran gua dan dia yang ternyata sama. Pembicaraan pun melebar hanya untuk menemukan bahwa lebih banyak lagi hal-hal yang sepaham antara gua dan dia. Kenyambungan yang sempat putus, kini terjalin kembali. Sekitar dua jam kemudian, kami tiba di Cikini.

Kebetulan, malam itu hujan turun rintik-rintik. Gua dan dia jadi berdiri sangat dekat di bawah lindungan payung yang gua bawa. Saling berpegangan tangan, menghindari genangan-genangan air di jalanan. Berlari-lari kecil untuk berteduh ke dalam sebuah kedai kopi sambil menunggu hujan reda.

Ia memesan secangkir teh, sementara segelas coklat untuk gua. Di antara cangkir dan gelas itu, diskusi-diskusi hangat tercipta. Tentang anak muda yang salah gaya, tentang kasih orang tua yang sepanjang masa, atau tentang cerita cinta yang pernah singgah.

Jam demi jam terlewat sampai akhirnya malam yang harus menyudahi semuanya. Sepiring sate dan sebotol teh dingin ga jauh dari rumahnya, menjadi salam perpisahan yang mengeyangkan. Sepanjang perjalanan pulang, gua menginjak pedal gas pelan sekali. Berharap masih ada aspal yang bisa ditempuh. Berharap jarum jam berdetak ke arah kiri. Berharap perjumpaan ini bisa sedikit lebih lama lagi.

Sialnya, hanya butuh belasan menit untuk tiba tepat di depan rumahnya. Gua mengantarnya sampai ke depan pintu. Lalu sama-sama mengucap salam perpisahan dan keinginan untuk melakukan apapun itu yang terjadi hari ini. Dua senyum terukir dan sejak saat itu gua tau, hati ini telah menetapkan pilihan.

Malam semakin tua. Gua harus pulang ke rumah. Di perjalanan kembali menuju mobil, gua berpikir sejenak kemudian tertawa dalam hati.

Membayangkan apa jadinya jika akhir tahun lalu… gua memutuskan untuk traveling membelah pulau Jawa naik kereta.

“Coincidence is God’s way of remaining anonymous.” – Albert Einstein


Edisi Mei 2013!

$
0
0

Lemari lazimnya digunakan sebagai tempat meletakkan pakaian. Namun ga jarang, lemari menjadi wadah menyimpan barang-barang pribadi nan rahasia. Maka ga heran, ketika kita membongkar lemari pakaian, kita sering temukan barang-barang lama yang penuh kenangan.

Di bulan Mei ini, gua coba mengangkat cerita-cerita saat seseorang membongkar lemari mereka. Begitu banyak rupa barang bisa ditemukan dan mungkin terkandung kisah di dalamnya. Mulai dari pakaian itu sendiri, koleksi kaset jaman dulu, sampai sobekan karcis nonton bioskop dengan mantan.

Akan ada postingan tentang P Project, vocal group asal Bandung, yang gua koleksi lengkap semua albumnya. Bagaimana sebuah kenangan yang tersimpan rapih dalam lirik-lirik lagu Project P, terbongkar saat gua menonton pertunjukan mereka bulan lalu.

Segmen favorit kita semua tetap akan ada di bulan ini. Yup, wawancaur is back! Korban wawancaur gua kali ini adalah duo penulis yang berhasil membukukan kecintaan mereka akan sepatu. Seperti apa wawancaurnya? Tungguin aja di minggu ketiga bulan ini!

Anyway,

Mohon bantuan teman-teman sekalian untuk mengisi poling yang ada di kanan atas dari blog ini ya. Sesuai komitmen sebelumnya, gua ingin terus memperbaiki blog ini dan untuk itu diperlukan masukan dari teman-teman semua. Poling ini adalah salah satunya.

Caranya gampang banget. Tinggal pilih (boleh lebih dari satu) dan klik vote. Ho oh, semudah itu. Poling ini akan gua pasang selama bulan Mei ini dan hasilnya akan gua umumkan di awal bulan Juni. Yang udah milih, boleh milih lebih lagi lho. Bisa milih lebih dari satu kali. Mohon bantuannya ya, temans!

Dan, sebelum gua menutup dengan menunjukkan cover tema bulan ini, ijinkan gua untuk merangkum sedikit tentang saputraroy.com bulan April lalu.

  • Ada 11 postingan yang terpublish di bulan April yang kesemuanya naik di jam cantik 11:11 WIB
  • Senin, 29 April 2013 adalah hari dengan traffic tertinggi sejumlah 1,150 views, di mana pada hari itu dipublish postingan How I Met You… Not Your Mother
  • Referrers paling rame itu datang dari Twitter yaitu sebanyak 1,885 dan peringkat kedua diduduki oleh search engine sejumlah 1,787
  • Total traffic untuk bulan April kemarin mencapai 13,134 views, dengan rata-rata 438 views per harinya.

Nah, semoga dengan tema bulan ini, teman-teman sekalian makin betah main-main di sini dan bersama-sama kita pecahkan pencapaian views bulan lalu.

So, this is it, tema saputraroy.com bulan Mei 2013:

“Bongkar Lemari!”

cover mei 2013

Gambar latar diambil dari sini. Terima kasih.



Kenangan Dalam Kaset

$
0
0

Lucu, ketika sepotong lirik lagu mampu membawa kita ke jaman atau kenangan tertentu. Lebih lucu lagi, ketika kita yang udah lama ga mendengar sebuah lagu, tiba-tiba bisa menyanyikan dengan tepat lirik demi lirik.

Itulah yang terjadi antara gua dengan lagu parodi P Project di acara Jak Back to BaSIX-nya 101 Jak FM sebulan yang lalu.

Gua adalah penggemar berat P Project dan mengkoleksi lengkap album-album mereka. Mulai dari album pertama yang Olealeo, sampai album terakhirnya: Jilid 4. Gua bahkan punya album jilid Lebaran P Project meski gua ga merayakan Idul Fitri.

Sekarang, album-album itu hanya nangkring dengan manis di salah satu sudut lemari. Ga pernah dimainkan lagi karena formatnya masih berupa kaset, dan gua udah ga punya lagi pemutar kaset. Susah untuk mendengarkannya lagi padahal masih pengen bersenandung atau menertawakan dialog-dialog random yang biasa terselip di antara lirik.

Kaset-kaset P Project udah bagai soundtrack gua saat kecil dan tumbuh meremaja. Menemani masa-masa gua ketika masih kuat bermain bola lapangan besar di Kemayoran. Pulang ke rumah diomelin Mama karena bau matahari melekat di kepala. Lalu mandi, makan siang, dan mendengarkan kaset P Project yang harus di-rewind dulu sampai habis.

Maka ketika Jak FM menampuk P Project sebagai pengisi acara Jak Back to BaSIX, gua ga melewatkan kesempatan itu. Setelah diawali dengan T Five, Java Jive, dan Second Born, akhirnya P Project naik ke atas panggung sekitar jam 11 malam. Muncul di hadapan ratusan penggemarnya yang udah menunggu sedari sore di Score, Citos.

Tanpa banyak basa-basi, mereka langsung membuka dengan lagu Seperti Melolong, yang merupakan parodi dari lagu “Sweat (A la a al along)” milik Inner Circle. Malam itu, Iszur, Iyang, Daan, dan Denny berpakaian ala pemusik reggae dengan warna kebesaran merah, hijau, dan kuning. Ketika ditanya, Denny bilang mereka sebenarnya pakai batik. Batik Jamaika.

Eaaa.

Sejujurnya, gua udah lupa detail lagu Seperti Melolong. Tapi begitu terompet dan dentuman snare drum bermain, tiba-tiba aja seperti ada tombol yang tertekan dan membuka aliran kata-kata dari otak gua. Lirik demi lirik, bahkan bagian mana harus bercengkok, bagai keluar begitu aja dari mulut.

Anjingku pemburu dari Jerman
Blasteran kangguru dan doberman
Anjing penjaga yang aman dari setiap gangguan
Lingkungan, keamanan, maling jemuran
Atau yang minta sumbangan uang, ataupun kucing edan

Score gaduh. Ramai oleh senandung-senandung ataupun tawa penonton. Kami kangen dengan lagu ini. Begitu kangennya, sampai-sampai ketika Daan mengarahkan mic ke penonton, tanpa ragu kami semua bernyanyi setengah teriak.

Anjingku pun suka pangsit!
Hingga jarang mengigit!
Kecuali dalam keadaan terjepit!

Anjingku pun suka pusing!
Bila ia dibanting!
Matanya juling!
Dan ingin, gigit-gigit aku!

seperti melolong

“Cepat minta tolong, long, long, long, long, long!”

Ketika kuartet asal Bandung tadi menyelesaikan lagu Seperti Melolong, penonton langsung bersorak-sorai. Bukan karena bagusnya suara mereka, lebih karena terpuaskan hasrat untuk bernostalgia dengan lagu-lagu parodi.

Iszur mengakui bahwa suara mereka memang ga bagus. Denny menambahkan bahwa mereka sebenarnya pernah diajak untuk latihan bernyanyi oleh Bang El. Ketika penonton mengira bahwa Bang El yang dimaksud adalah Elfa Secioria, Denny langsung memotong,

“Iya. Dilatih sama Bang El. Ellyas Pical.”

Eaaa.

Selesai menghibur penonton dengan jokes-jokes ala 90-an, Iszur memanggil penampil berikutnya. Joe muncul dengan pakaian lengkap ala Slash eks Guns n Roses. Jaket kulit, rambut kriting, topi tinggi, dan kacamata hitam.

hemat

Metal!

“Wah, kita kedatangan tamu besar,” kata Denny ketika ngeliat Joe keluar dari balik panggung, “Apa kabar nih, PAK TARNO?”

Eaaa.

Malam itu Joe menyanyikan lagu Hemat, yang merupakan parodi dari “What’s Up?” milik Four Non Blondies. Lagi-lagi, penonton menyanyi bersama, bait demi bait.

Itu listik kan jadi lebih irit
Bila bohlam diganti dengan neon
INAAAH!
Padamkan lampu bohlamnya

Kirain lagi pada ngomongin apa
Taunya beda bohlam dengan neon
INAAAH!

Malam itu, yang namanya Inah pasti bersin sampe keluar ingus karena berasa diomongin sama orang se-Citos!

Yang patut disayangkan adalah dari 5 slot lagu yang diberikan oleh JakFM, 2 di antaranya diisi dengan lagu baru yang belum pernah dipopulerkan sebelumnya. Suasana sing-along yang udah terbangun jadi buyar karena penonton ga tau ini lagu apa. Padahal masih ada lagu-lagu hits lain yang dinanti-nantikan, seperti Antrilah di Loket (I Can Love You Like That), Andaikan Perawat (I’ll Never Break Your Heart), atau Cover Boy (All For Love).

Namun semua itu terbayarkan oleh lagu penutup. Begitu Daan dan Iszur masuk panggung dengan kaos timnas bola Indonesia aja, penonton udah teriak-teriak karena bisa menerka lagu apa yang akan dibawakan.

Sebuah lagu yang rilis tahun 1996. Sebuah lagu yang bercerita tentang keresahan mereka akan sepakbola tanah air yang keras, menjurus kasar, dan kering prestasi. Sebuah lagu parodi dari “Close to Heaven” milik Color Me Badd.

Ketika lagu masuk lirik ‘semenjak jamannya Maladi…’, gua langsung memejamkan mata. Membayangkan gua baru aja pulang sekolah dan mendengarkan track 1 album ‘Jilid Dua’ ini dari pemutar kaset milik bokap. Dengan wafer Superman di tangan kanan dan sebotol Gatorade di tangan kiri. Duduk manis di sofa yang melengkung di sudut, mendendangkan lirik demi lirik lagu ini. Kop and Headen.

Sadari lah (lah), bila (bila)
Di sepakbola, ingat aturannya
Sadari lah (lah), bila (bila)
Di sepakbola, wasit berkuasa

Ayo maju, mencetak gol harus jitu
Nendang jangan ragu
Oper sana, oper sini
Awas kena penalti!

Penonton pun harus sadar diri
Berikanlah dukungan yang berarti
Dan junjunglah sportivitas yang tinggi
Menuju sepakbola prestasi

daan dan iszur memimpin kop and headen

“Ruud Gullit, Van Basten, dan Maradona…”

Seisi Score bersenandung sambil menertawakan setiap bumbu humor yang terselip di antara lirik. Bahkan lelucon segaring Kang-Jajang-Kang-Asep-mereka-itu-bukan-pemain-bola-tapi-saudara-saya-semua menjadi sangat lucu dan mampu membuat beberapa penonton terpingkal-pingkal.

Andai aja acara ini di-setting duduk, maka gua akan memberikan standing ovation saat mereka selesai bernyanyi. Bukan karena suaranya yang bagus, bukan karena leluconnya yang sangat lucu, tapi karena mereka telah berhasil menekan tombol kecil di alam bawah sadar gua, dan membuka semua kenangan akan masa lalu.

Kenangan tentang bersekolah dengan celana merah, tentang pikiran yang masih terbebas dari beban akan cicilan rumah, dan tentang betapa menyenangkannya masa lalu yang penuh akan canda dan tawa renyah.

Ah.

Walkman, mana walkman…


7 Barang yang Jangan Diselipin di dalam Lemari

$
0
0

Gimana judul di atas? Udah kayak acara-acara yang courtesy of Youtube belom?

Anyway,

Gua percaya lemari itu merupakan tempat persembunyian favorit. Selain karena emang dicap sebagai tempat pribadi, lemari juga punya banyak celah untuk ngumpetin barang-barang pribadi yang ga ingin diungkap ke publik. Bisa diumpetin di laci, diselip di antara tumpukan baju, atau disembunyiin di ruangan rahasia dalam lemari.

Nah, di postingan kali ini, gua akan berbagi tentang hal-hal yang sebaiknya jangan diselipin di lemari. Gua ulang ya, hal-hal yang sebaiknya JANGAN diselipin di lemari. Dan seperti setiap kali gua memberi tips model begini, maka gua akan mengklaim bahwa ini adalah bentuk sumbangsih gua buat negara. Hiduplah Indonesia Raya.

Auwo

1. DVD-nya sih boleh

Seorang pria normal pasti memiliki fase sebagai berikut: bayi – balita – anak nakal – ngebokep – remaja – ngebokep banget – dewasa – akhirnya bisa ngebokep secara legal dengan objek peraga – tua. Maka udah seyogyanya, seorang pria normal pernah ngumpetin DVD bokep di antara tumpukan baju.

Anak jaman sekarang sih lebih asik ya. Bokep bisa disimpen dalam flashdisk kecil yang ketika diselipin, bakal sulit dicari. Lah anak jaman dulu gimana coba? Ya masa ngumpetin laser disc yang segede gaban di tumpukan kolor? Apalagi yang sempet ngalamin video betamax! Susah bener itu ngumpetinnya!

CD, DVD, atau hard disk bokep sih boleh aja diumpetin di antara tumpukan baju. Yang jangan diselipin itu bintang bokep-nya. Kecuali sang bintang bokep gemar yoga dan bisa melipat diri untuk menyesuaikan bentuk tubuh dengan wadah.

Belum lagi nanti Mama bakal nanya kenapa kita suka bawa nasi lebih ke dalam kamar dan taro di depan lemari. Dikiranya kita miara kucing kampung. Mendingan jangan deh.

2. Cadangan

Salah satu kebiasaan gua adalah menaruh kunci cadangan di laci lemari. Biasanya, semua kunci-kunci itu gua gabungin dalam satu bandulan. Bisa cadangan kunci mobil, cadangan kunci rumah, atau cadangan dari cadangan kunci lemari itu sendiri. Cadangan-ception.

Tujuannya ya biar kalo hilang atau ketinggalan bisa ditanggulangi dengan segera. Namun ga boleh ada yang tau. Karena kalo ilang bisa berabe banget. Pencurinya bisa mengakses ke seluruh ruang pribadi. Makanya mesti disembunyiin serapat mungkin.

Meski berbau-bau cadangan juga, kita jangan pernah, sekali lagi gua ulangi, jangan pernah nyelipin Fernando Torres!

Iya, gua tau, dia sering duduk di bangku cadangan Chelsea. Tapi bukan berarti dia boleh kita selipin di antara kolor. Ntar kalo pelatihnya nyariin gimana? Kita mesti bilang apa coba?

“Maaf, Pak. Penyerang yang Anda cari sedang berada di luar jangkauan, di luar service area, atau di luar kemampuan terbaiknya. Cobalah untuk mencari beberapa saat lagi”. Gitu? 

you mad, bro?

You mad, Bro?

3. Surat Berharga

Kebiasaan orang tua adalah nyelipin surat-surat berharga di antara baju yang terlipat rapih. Entah itu akta kelahiran, surat rumah, ataupun buku nikah. Sebetulnya surat-surat berharga seperti ini jangan diselipin di lemari dan lebih baik menggunakan brangkas anti api milik sendiri atau menggunakan fasilitas vault milik bank.

Namun yang lebih jangan diselipin di lemari adalah surat berharga punya orang lain! Apalagi punya Fernando Torres… halah, masih dibawa-bawa aja.

4. Dear diary

Bagi yang punya, diary biasanya berisi hal-hal yang sangat pribadi. Hal-hal yang ga dia ceritakan ke orang, seringnya bakal dia tumpahin di diary. Patut dicatat, diary ini yang berisi keluh kesah harian kalian, bukan yang dioper-oper ke orang buat ditulisin profil, kayak: makanan kesukaan, cita-cita, dan kata kenangan. Bukan, bukan yang itu.

Karena isinya pribadi banget, biasanya diary bakal diumpetin di antara sisi lemari dengan tumpukan baju. Makin dalem makin bagus. Biar ga ketauan sama sekali. Nah, diary boleh diselipin di lemari, tapi jangan selipin diare. Meski baunya bisa mengusir rayap dan segala jenis serangga serta makhluk hidup lainnya, jangan menaruh hasil diare dalam lemari.

Gunakanlah kamper. For a better future.

5. Emas batangan boleh

Emas bijian jangan.

6. Duit

Sama seperti kunci, duit pun perlu ada cadangannya. Terkadang ada beberapa orang yang menyimpan duit di selipan lemari. Andai-andai lagi bokek banget, maka ada duit cadangan yang setia menunggu untuk dipakai.

Mitos berkata, kalo nyimpen duit di lemari itu harus dikaretin biar ga bisa diambil tuyul. Jadi tenang, gado-gado kalian aman dari tuyul.

Ga hanya rupiah, kadang ada juga orang yang nyelipin dolar Amerika di antara tumpukan baju. Mungkin kalo tiba-tiba ada yang ngajakin ke luar negri, bisa langsung berangkat dengan duit di selipan. Kan bisa aja tiba-tiba Angelina Jolie ngetok pintu kamar dan mau mengadopsi gua jadi anaknya. I have to be ready.

Meski boleh nyimpen uang asing di selipan baju, namun jangan pernah nyimpen dolar Zimbabwe.

FYI, 1 dolar Amerika itu setara dengan 1 milliar dolar Zimbabwe! Tapi jangan seneng dulu. Bukan berarti kita kaya mendadak kalo ke sana, tapi emang daya beli uangnya itu lemah banget. Mereka bahkan punya uang pecahan 100 milyar dolar Zimbabwe!

dolar zimbabwe

Horangkayah?

Kebayang ga sih kalo misalnya lu tinggal di Zimbabwe. Lu keluar rumah, bawa selembar duit pecahan 1 milyar, ketemu tetangga, terus ditanya, “Eh, Bro, mau ke mana?”

Dan dengan kasualnya lu menjawab, “Biasa, Bro. Mau beli bakwan.”

7. Cinta

Waktu jaman surat-suratan, seringnya kita nyimpen surat cinta dari gebetan di laci lemari. Saat malam menjelang dan ga ada kerjaan, biasanya surat itu kita ambil dan baca sambil cekikikan sendiri. Meski cintanya bukan cinta terlarang, tapi yang namanya surat cinta tetep aja disembunyikan. Apalagi cinta yang ga boleh diketahui oleh publik.

Nyimpen surat cintanya sih boleh, tapi yang jangan itu nyimpen status hubungan yang ga boleh diketahui oleh publik. Misalnya, status istri muda dari Irjen Joko Susilo atau status pasien Eyang Subur.

Demi Tuhan, mendingan jangan.

Arya Wiguna

Woles, Bray

Sekian hasil penelitian gua tentang 7 barang yang sebaiknya jangan diselipin di dalam lemari. Mulai dari DVD bokep sampe status pasien Eyang Subur. Semoga postingan kali ini bermanfaat bagi kalian semua. Ini adalah bentuk sumbangsih gua buat nusa dan bangsa.

By the way, share dong, teman. Kalo kalian, biasanya nyelipin apa di dalam lemari?


Menikmati (Bersama) Bintang

$
0
0

Sebuah tulisan lama. Pernah diposting di blog ini di bulan Juli, 4 tahun yang lalu. Dimodifikasi sana sini untuk keperluan Cerpen Peterpan. Dinaikkan kembali karena ga sengaja ketemu di folder lama, terselip di antara folder-folder project baru.

Sebuah cerita fiksi tentang bintang, waktu, dan cinta.

falling star

Alkisah, hiduplah seorang Pocong. Semasa jayanya, Pocong adalah seorang superstar, bintang film papan atas, dan bahkan pernah bermain iklan bareng Luna Maya di sebuah iklan sabun cuci. Luna Maya jadi ibunya, Pocong jadi baskom cuciannya. Berbagai judul film yang ada kata Pocong-nya, pasti ia yang perankan. Saking suksesnya, ia pernah mendapat gelar sebagai pemain film horror dengan bayaran tertinggi.

Tapi itu dulu.

Sekarang tawaran main film mulai berkurang. Meskipun ada, itupun untuk film komedi atau parodi. Tidak ada adegan kejar-mengejar calon korban, tusuk menusuk jantung, atau gigit mengigit leher. Yang ada hanya adegan lompat-melompat lalu kejedot tembok. Dan semua itu minim dialog. Padahal Pocong sudah ambil kelas aksen berbagai macam negara sebanyak 5 pertemuan di sela-sela jadwal shooting. Ia merasa kemampuan beraktingnya kurang dieksploitasi saat bermain film komedi. Ia ingin kembali bermain film horor namun tawaran sedang sepi.

Di masa sulit seperti ini, Pocong berbagi sewa apartemen dengan Kuntilanak di Jakarta Pusat. Kunti –begitu sapaan akrab Kuntilanak– juga seorang pemain film kawakan, seangkatan dengan Pocong, Suster Ngesot, dan Jelangkung.

Kunti berkenalan dengan Pocong saat ia sedang jalan-jalan ke Singapura naik budget airlines. Bertemu ketika Pocong kebingungan ingin minta tolong siapa untuk mengambil fotonya di patung Merlion. Jangankan teman, jempol untuk menekan tombol kamera pun ia tak ada. Untung ada Kunti di situ, dan singkat cerita, mereka menjadi akrab.

Di suatu malam yang naas, mereka berdua sedang santai di ruang tengah apartemen. Ditemani lagu yang bermain pelan dari radio, Pocong duduk di sofa, menonton acara berita di televisi yang dengan santainya bertanya bagaimana-perasaan-anda pada korban bencana alam. Kunti sendiri rebahan di karpet, membaca majalah anak muda masa kini, sambil menggoyang-goyangkan kaki. Awalnya mereka berbincang tentang politik dan kaitannya dengan harga bawang yang melonjak. Namun saat ada kesempatan, Pocong curhat tentang kariernya yang semakin suram. Tadinya ia mau curcol, alias curhat colongan. Tapi karena banyak yang ingin ia bahas, sepertinya ini akan jadi curpandik, alias curhat panjangan dikit.

“Kun, tawaran main film sepi banget ya sekarang?” Pocong memulai sesi curhat malam itu.

“Iya, Cong. Musim film sudah berganti. Film-film horror sudah ndak happening lagi,” jawab Kunti dengan logat Jawa-nya, sambil sibuk membalik-balikkan halaman majalah.

“Tapi kan gue ga mesti main film horror, Kun. Film apa aja gue cocok kok,” balas Pocong sambil menggaruk-garuk pipinya yang bernanah. Entah apa yang di pikirannya sehingga ia yakin bisa berhasil main di film non horror dengan pipi yang kurang higienis.

“Yang lagi ngetop itu film dari akun Twitter gitu. Kamu main Twitter ndak, Cong?” tanya Kunti.

Pocong terdiam sejenak dan membuka akun Twitter dari gadgetnya. Akun @Pocong_Asli_Sumpah_Deh sudah ia buat sejak beberapa bulan lalu, tapi followernya hanya 3. Ibu, Bapak, dan seorang satpam yang ia ancam sebelumnya. Isi twitnya berkisar tentang kehidupan sehari-hari, sambil sering kali meng-RT  artis idolanya, Anisa Chibi. Suatu kali si satpam menge-twit bahwa Pocong sepi follower karena ia RT abuser dan sering pakai twitlonger. Pocong mengiyakan pernyataan itu, dengan meng-RT sampai perlu pakai twitlonger.

Begitu semangatnya mencari follower, Pocong sampai memasang bio: Folbek? Just mention. Tidak hanya sampai di situ. Ia membuat kuis. Jika followernya sudah sampai 100, ia akan bagi-bagi voucher pulsa. Tapi itu semua gagal. Sempat terpikir untuk meng-copy paste twit akun lain, namun ia punya prinsip lebih baik sepi follower daripada harus mencuri kreativitas orang.

Diam-diam, Pocong meng-log out Twitter, “Ga, Kun. Gue ga main Twitter. Ada film lain?”

“Hmm,” Kunti berpikir sejenak, “Sekarang juga lagi banyak film yang diadaptasi dari novel gitu, Cong.”

“Wah, cocok ini!” seru Pocong antusias.

“Tapi ceritanya tentang kaum urban gitu,” jelas Kunti, “Orang kantoran dengan problematikanya.”

Pocong tak mau patah arang, “Bisa lah gue jadi orang kantoran! Bisa!”

Kunti menoleh ke arah Pocong dan menatapnya dari ujung kaki ke ujung kepala, “Orang kantoran, Cong? Putih lonjong kayak kamu mah paling banter jadi pilar di lobby kantor. Atau mentok-mentoknya jadi cadangan kertas mesin fax.”

“Ck. Jaman bener-bener sudah berubah ya, Kun?” keluh Pocong.

Kunti menghela nafas dan menutup majalah yang sedari tadi ia baca, “Begitulah, Cong. Musim berganti. Masa jaya kita sudah lewat, meski begitu…”

“Gue tau, Kun!” teriak Pocong memotong petuah Kunti, “Kita bikin boyband aja! Kan lagi happening tuh. Nyanyi sambil joget-joget.”

Kunti menepuk jidat, “Boyband? Tapi aku kan perempuan?”

“Ya udah, ya udah. Idol group, gimana? Bikin AKB48. Anak Kuburan Belakang. Anggotanya 48 setan.”

“Cong, ada dua hal yang mesti aku sampaikan. Satu, AKB48 itu sudah ada, MONYONG. Dua, terakhir aku cek di Badan Setan Nasional, jumlah setan di Indonesia ndak sampai 48 deh!”

“Oh gitu ya? Ya udah, vocal group aja, gimana? Tapi tetep pake joget,” tawar Pocong.

“Memangnya kamu mau ajak siapa saja?”

Pocong menaikkan alisnya sebelah, “Setan Pondok Indah, Setan Rumah Kentang, ama Suster Ngesot.”

“Setan Pondok Indah itu sudah pindah,” kata Kunti menjelaskan, “Yang aku tau, dia pindah ke Pondok Labu. Namanya jadi Setan Pondok Labu sekarang. Sejak itu dia minderan, sudah jarang bergaul. Menurut dia, nama Setan Pondok Labu ndak keren dan jadi berasa mirip hama wereng.”

“Waduh. Kalo Setan Rumah Kentang gimana?”

“Sejak sukses buka Potato House di mall-mall jadi belagu dia sekarang. Sudah ndak level mainan sama kita. Padahal waktu masih jualan perkedel, sering banget pinjem duit sama aku buat beli pulsa. Sekarang mah sombong dia. Cuih!”

“Kun.”

“Ya, Cong?”

“MBOK YA NGELUDAHNYA YANG BENER,” protes Pocong sambil membersihkan ludah yang menempel di jidatnya.

“Maaf deh, maaf. Hihihihihi.”

“Kun, ketawanya biasa aja deh. Serem tau.”

“Oh iya, lupa. Ndak ada mangsa di sini. Hehehe.”

Pocong meneruskan, “Kalau Suster Ngesot gimana?”

“Jalan saja ngesot, gimana mau joget?”

Pocong menunduk lesu. Ada gurat putus asa yang tertempel di mimik wajahnya. Jaman benar-benar sudah berubah. Trend berganti, teman berpindah, semua berubah. Pocong merasa kalah, terdesak oleh perubahan-perubahan itu. Jaman seperti berlari meninggalkan Pocong dan jajaran artis horor lainnya.

Di tengah kebingungannya itu, Pocong melompat pelan ke arah jendela. Di setiap lompatan, ia teringat semua judul film yang pernah ia bintangi. Semua karya yang sempat ia banggakan. Tepat di lompatan yang terakhir, kariernya pun berhenti. Gegap gempita masa lalunya meredup seperti halnya langit Jakarta.

“Jakarta udah gak punya bintang ya, Kun. Dulu waktu pertama kali sampai Jakarta, rasanya bintang masih ada meski hanya beberapa,” ucapnya sambil menatap luasnya langit dari balik jendela lantai 23.

“Hihihihihi.”

“Kun…”

Oh iya. Hehehe. Tumben banget kamu lihat bintang,” goda Kunti.

“Dulu juga suka kali, Kun. Sebelum jadi seleb.”

“Mana sempat. Dulu itu kerjaan kita nakut-nakutin orang buat kesenangan. Makan sate gagak sepiring berdua. Ketawa-ketawa sampai pagi. Dulu mah lebih gak sempat untuk lihat bintang.”

“Iya ya. Duh, gue jadi kangen waktu dulu.”

“Dulu yang mana?” Kunti bangkit dari posisinya dan berjalan menghampiri Pocong, “Yang menakut-nakuti orang demi kesenangan, atau yang menakuti-nakuti orang karena tuntutan peran?”

Pocong tersenyum getir, “Entah lah, Kun. Rasanya semua berubah ya.”

“Satu-satunya hal yang ndak berubah memang hanya perubahan itu sendiri. Tinggal bagaimana kita menyikapinya saja, Cong.”

“Kun, lo abis baca apa sih? Kok jadi bener gini omongannya?”

“Ye, dibilangi bener malah bercanda. Pantes ndak ada yang ngajak main film!” jawab Kunti ketus.

“Hehehe. Gitu aja marah deh, Kun. Lanjut dulu ah petuahnya.”

“Ya intinya sih, nikmati saja saat ini dengan segala perubahannya, Cong. Ke depannya bagaimana, ndak ada yang tau,” tangan Kunti merangkul pundak Pocong, “Yang penting tetap jalani saja sambil terus merangkai mimpi.”

Mata keduanya menatap kosong pada langit Jakarta yang sepi. Bulan sedang tak muncul dan bintang sudah pudar ditelan cahaya lampu yang terpantul. Mulut keduanya hening. Hanya lagu dari radio yang sayup sayup terdengar mengisi ruang.

Lihat ke langit luas
Dan semua musim terus berganti
Tetap bermain awan
Merangkai mimpi dengan khayalku
Selalu bermimpi dengan hariku

“Seperti aku ini,” lanjut Kunti memecah sepi, “Menikmati perubahan, menatap langit bersama bintang.”

“Tapi kan langit Jakarta sudah ga berbintang, Kun?”

“Siapa bilang bintang yang di langit? Di sebelahku kan bintang film kenamaan.”

“Ah, Kunti mah bisa aja deh.” Pocong menyenggol badan Kunti dengan sikunya yang terbungkus kafan.

Kikuk. Pocong dan Kunti mati gaya. Hanya ekor mata Kunti yang sesekali mencuri pandang ke arah pria berbungkus kain di sebelahnya itu. Perlu satu tarikan nafas bagi Kunti sebelum ia memberanikan diri mengatakan kalimat berikutnya.

“Seberapa jauh pun jaman berubah, kamu tuh tetap jadi bintang di hatiku, Cong.”

Pocong menoleh ke arah Kunti. Ada hening di antara mereka. Namun spasi ruang diam-diam mereka lahap dan keduanya kini mendekat. Saling menatap lompatan rasa yang terukir jelas di mata keduanya. Sama-sama membisu dan hanya menperdengarkan deru nafas yang memburu. Pipi merona, lalu mata Kunti terpejam. Disaksikan langit tak berbintang, keduanya saling melumat bibir, menikmati perubahan yang melupakan keindahan mereka.

Dan rasakan semua bintang
Memanggil tawamu terbang ke atas
Tinggalkan semua, hanya kita dan bintang

Yang terindah meski terlupakan
Dan selalu terangi dunia
Mereka-reka, hanya aku dan bintang

“Cong…” Suara Kunti terdengar lirih.

“Hmm… Apa, Kun?” balas Pocong dalam desahan.

“Kamu belum mandi ya?”

Pocong menarik kepalanya sedikit dan mengendus kain kafannya sendiri, “Eh? Bau ya?”

“Ndak apa-apa. Mandinya lain kali saja. Sekarang diam dan lekas cium aku.”


Surat dari Desy

$
0
0

Di sepanjang usia yang semakin matang ini, gua udah beberapa kali mengalami putus cinta. Meski lagu dangdut menghimbau cukup sekali merasakan kegagalan cinta, namun apa mau dikata, gua udah 5 kali patah hati.

Proses putusnya pun macem-macem. Yang paling unik itu mantan gua yang terakhir. Dia mutusin gua via email! Dia menjabarkan semua alasan-alasannya dalam sebuah surat eletronik, dan di penghujung email itu, dengan kasualnya dia berkata, “Best regards.”

best regards pala lu.

Hari Sabtu kemarin, saat lagi ngebongkar-bongkar lemari, gua menemukan sebuah surat. Surat yang tersembunyi di bagian laci lemari paling dalam. Surat yang telah lusuh tertelan waktu. Surat yang ditulis oleh seseorang dari masa lalu.

Namanya Desy. Ia adalah mantan gua waktu SMP.

Seperti layaknya anak SMP, ketika naksir, gua ngeceng-ngecengin dia demi mendapat perhatiannya. Gua memanggilnya dengan julukan Desy Bebek. Bukan karena wajahnya mirip unggas atau tampak menarik bila digoreng sambel ijo, namun karena itu hal pertama yang melintas di kepala saat ingin ngecengin dia. Simply, karena Desy adalah pasangan Donald, tokoh dalam film kartun Walt Disney.

Setelah berhasil meraih perhatiannya, gua pun memberanikan diri mengajak dia jalan di akhir pekan. Bioskop bukan hal yang lazim tahun itu. Di tahun itu, bukan IMAX yang lagi ngetrend, tapi IREX. Tapi mari kita tepikan fungsi IREX dalam cerita ini dan kembali fokus ke keberhasilan gua mengajak Desy untuk jalan-jalan.

Di sebuah Sabtu siang, kami hanya makan Hoka-Hoka Bento berdua, nonton orang main dingdong, dan jalan santai sesudahnya. Butuh beberapa Sabtu siang seperti tadi sampai akhirnya, di sebuah Sabtu siang lainnya, gua memutuskan untuk menyatakan perasaan. Singkat cerita, kami pun jadian.

Dia bukan pacar pertama gua, tapi rasa-rasanya dia adalah pacar pertama yang ingin gua seriusi. Entah apa parameter serius anak SMP, tapi setidaknya ia berhasil membuat gua menyanyikan lagu Anugrah Terindah yang Pernah Kumiliki-nya Sheila on 7 via telpon.

Saat kau di sisiku
Kembali dunia ceria
Tegaskan bahwa kamu
Anugerah terindah yang pernah kumiliki

Sejak saat itu, lagu itu jadi lagu favorit kami berdua. Ketika gua ulang tahun, ia menghadiahkan album pertama Sheila on 7. Sepulang sekolah, kami kadang bernyanyi bersama di dalam kantin. Tangan yang saling menggenggam di selasar sekolah gua tasbihkan sebagai pertanda bahwa kami baik-baik saja. 

We were okay.

At least, I thought we were okay. Sampai beberapa bulan kemudian, sepucuk surat datang atas namanya.

Gua masih ingat hari itu. Harinya hari Rabu, pukul 2 siang lewat sepuluh. Sekolah udah sepi, hanya ada beberapa murid pria yang baru selesai bermain bola. Dengan penuh keringat, gua kembali ke kelas untuk mengambil minum yang gua tinggal di atas meja.

Saat semakin dekat, gua memelankan langkah. Mengerutkan dahi saat mata menangkap ada benda asing di atas meja. Sebuah amplop yang sebelumnya ga ada di sana.

Amplopnya warna putih dengan motif hati di bagian depan. Tergletak agak miring di sudut kanan atas meja. Lidahnya ga tertutup rapat, mengesankan ada sedikit ketergesaan saat meletakkannya. Ga ada nama tertulis pada amplop, namun sepertinya gua tau siapa pengirimnya.

Motif hati membuat gua membuka amplop itu dengan hati yang sumringah dan senyum yang merekah. Karena gua yakin, ini pasti surat cinta dari Desy.

Paragraf-paragraf awal banyak bercerita tentang hubungan gua dan dia selama beberapa minggu terakhir. Hati pun bergelora saat membaca kata demi kata, kalimat demi kalimat. Tentang Hoka-Hoka Bento, tentang Sabtu-Sabtu siang, dan tentang Sheila on 7 yang akhirnya merilis video klip dari lagu favorit kami berdua. Namun saat kata ‘tapi’ muncul dalam surat itu, semuanya terasa berbeda.

Ternyata itu bukan surat cinta dari dia. Tapi surat konfirmasi patah hati.

“Aku suka kamu. Tapi aku ngerasa kalau aku suka kamu lebih sebagai kakak aku. Kamu keberatan?”

…menurut ngana?

“Pasti kamu keberatan deh.

…nah itu tau.

“Aku baru nyadar hal ini beberapa saat setelah aku nerima kamu. Aku udah coba untuk lebih nerima kamu sebagai ‘yang kamu mau’. Tapi susah banget. Aku pingin, tapi susah. Susah banget. Sus…”

…iye, iye. Udah, ga usah diulang-ulang gitu.

“Aku tetep mau temenan sama kamu. Apa kamu mau jadi teman aku?”

…aku punya teman. Teman sepermainan. Ah ah ah.

“Mungkin suatu saat, hati aku berubah dan bisa nerima kamu lebih dari teman. Tapi sementara ini kita temenan dulu ya?”

-Desy-

Dengan berakhirnya surat itu, berakhir pula hubungan gua dan dia. That was it.

surat dari desy

Ternyata, surat itu masih gua simpan sampai sekarang. Terlipat rapih dan tersembunyi di bagian laci paling dalam. Udah bertahun-tahun lupa sampai akhirnya muncul kembali saat gua membongkar lemari. Awalnya sempat bingung, namun akhirnya gua teringat kenapa sampai hari ini gua masih menyimpan surat dari Desy.

Itu karena perasaan ga enak yang selalu muncul saat membaca surat itu.

Bukan, bukan karena gua masih ada hati sama Desy. Tapi perasaan jelang detik-detik kehilangan yang ga pernah menyenangkan. Seperti ada yang menahan nafas dan memukul dada kencang-kencang. Seperti ada cakar yang meremas lengan kuat-kuat dan mencoba mencabiknya luar dalam. Seperti ada yang menahan mata agar tak terpejam dan mengunci rapat mulut meski sebetulnya ingin berteriak keras-keras.

Surat ini selalu berhasil mengingatkan gua ke sebuah momen. Momen di mana sedih, marah, dan kecewa bercampur aduk jadi satu. Momen di mana perih dan pedih begitu dominan dalam dada. Momen di mana gua dipaksa menerima bahwa dia yang dipercaya untuk menjaga hati, malah menyia-nyiakannya begitu saja.

Mungkin itu kenapa gua masih menyimpan surat dari Desy. Karena ketika gua memulai suatu hubungan lagi, gua ingin membaca ulang surat ini dan mengerti. Bahwa apa yang ada sekarang harus dijaga baik-baik. Bahwa penyesalan selalu datang belakangan. Bahwa kehilangan memang tak pernah terasa menyenangkan. Tidak akan pernah menyenangkan.

Gua menyimpan surat dari Desy untuk saat-saat seperti ini. Saat gua sedang memulai hubungan baru. Seperti dengan dia, si sendal jepit merah jambu.

Dengan senyum di wajah, gua melipat rapih dan memasukkan surat itu kembali ke dalam amplop motif hati. Menutup lidahnya rapat-rapat, menekuknya menjadi dua bagian, membawanya pergi… dan membuangnya ke tempat sampah.

Bukan berarti gua ga perlu pengingat akan sakitnya kehilangan. Juga bukan berarti gua ga menyadari akan adanya penyesalan.

Gua hanya yakin bahwa di titik ini, gua ga akan memulai suatu hubungan baru lagi.

the one

Well, I guess I have found the one.


Her Closet: Pelajaran dalam Jalinan Benang

$
0
0

DISCLAIMER:

Postingan ini dibuat oleh sang pacar secara sukarela, tanpa adanya paksaan ataupun todongan senjata tajam. Ciyus. Untuk membaca tulisannya yang lain, bisa langsung main ke blognya di sini. Semua gambar dalam postingan ini adalah milik pribadi penulis. Terima kasih.

Lemari pakaian selalu menyimpan cerita pemiliknya. Pengalaman-pengalaman dapat tertenun lewat potongan-potongan kain dengan berbagai model dan bentuk, yang akhirnya, membuahkan pelajaran kehidupan yang berharga.

Akhir pekan lalu, saat membongkar lemari, saya menemukan beberapa potong pakaian, yang membuat saya tersadar akan beberapa hal. Melalui postingan kali ini, saya akan berbagi 5 di antaranya.

Sepotong Pasmina Penuh Kenangan

Pandangan saya tertuju pada sebuah pasmina yang tersembunyi di bagian bawah tumpukan baju. Pasmina itu berwarna oranye, merah, dan hijau yang coraknya berbentuk seperti buah kiwi.

“Aku beliin kamu ini. Soalnya mirip buah yang aku suka!”

pasmina

Kalimat itu melintas lagi. Kalimat yang diucapkan oleh seseorang yang pernah berarti, sepulangnya ia dari Bali. Setahun yang lalu, saya menyembunyikan pasmina ini supaya tidak terlihat dan mengundang banyak memori yang sudah saya usir pergi. Tapi hari ini, ia menampakan diri. Surprisingly, tidak ada rasa sakit dan sesak yang biasanya datang menyerang. Jadi saya ambil pasmina itu, kemudian saya pindahkan ke tumpukan teratas.

Terkadang, kita memang harus diam, bersabar di tempat kita berada untuk menunggu waktu yang tepat. Tak perlu terus mempertanyakan kenapa saya di ‘bawah’, kenapa saya jarang ‘dipilih’, dan sebagainya. Lakukan yang terbaik, bahkan pada hal-hal kecil yang dipercayakan padamu. Semua hanya masalah waktu, karena kehidupan adalah sebuah proses. Ketika waktu yang tepat telah tiba, dan kamu telah ‘siap’, ada saatnya kamu akan berpindah ke tempat yang terbaik.

Jeans Pendek yang Pernah Panjang

Saya mengambil sebuah bangku kecil dan naik ke atasnya, untuk mencapai bagian tertinggi dari lemari, tempat kumpulan jeans saya berada. Saat sedang sibuk mencari, tangan saya meraba benang yang menjuntai dari salah satu celana di tumpukan itu. Panik, saya menarik benang-benang itu keluar untuk melihat celana mana yang robek. Ah… ternyata ini.jeans

Itu adalah jeans yang saya modifikasi menjadi hot pants karena model asalnya sudah ketinggalan zaman. Saya sayang jeans ini. Potongannya pas dengan bentuk pinggang saya. Karena dibuang sayang, akhirnya saya memutuskan untuk merombaknya sedikit, dan voila! Dia jadi terpakai lagi.

Seperti jeans yang dipotong, terkadang, hidup harus mem-’bentuk ulang’ manusianya. Diubah dan dijadikan lebih baik, lewat gunting yang dalam kehidupan datang dengan nama ‘masalah’. Di-’modifikasi’ untuk menjadi lebih dewasa, lebih kuat, dan lebih siap untuk menyesuaikan tantangan zaman dan kehidupan yang juga bertambah.

Hadiah Natal di Hari Kasih Sayang

dress

Mata saya tertumbuk pada deretan dress yang berjajar rapi di lemari bagian bawah. Tangan saya terulur dan mengambil sebuah terusan berwarna coklat muda, yang dihiasi aksen manik-manik di bagian dada dan naik hingga ke leher. Dress ini adalah hadiah Natal yang saya pakai ketika makan malam untuk merayakan hari kasih sayang. Bibir saya lantas membentuk sebuah senyum.

Pernahkah terpikir, bahwa kamu juga merupakan sebuah ‘hadiah’ dari Tuhan? Bagi orang-orang di sekitarmu. Bagi keluargamu. Bagi dia yang mencintaimu. Kamu, adalah sumber kebahagiaan bagi seseorang. Pencipta senyum, pemancing tawa, pembawa bahagia, dan pelukis warna indah hanya karena kamu hidup dan bernafas di dunia.

Dari dress ini saya belajar, bahwa setiap insan manusia berharga. Dan sama seperti saya, kamu juga sangat berharga.

Sepotong Harta Karun dari Gudang

rok

Rok ini milik Mama semasa beliau masih gadis. Umurnya lebih tua dari saya, tapi berhubung vintage sedang in, akhirnya saya memutuskan untuk memasukkan rok ini ke dalam lemari. Tentunya setelah ukurannya saya sesuaikan dengan ukuran pinggang saya.

Seperti rok usang dari gudang yang akhirnya pindah ke lemari baru, terkadang kita diharuskan untuk keluar dari comfort zone. Keluar dari kebiasaan atau tempat-tempat yang membuat kita terlalu nyaman. Sebaliknya, melangkah dengan berani, menuju tempat yang sama sekali baru. Menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, mengenal orang-orang yang baru, belajar hal-hal baru, mencoba pengalaman-pengalaman baru.

Karena hidup mengajarkan kita untuk terus bertumbuh, dan menjadi lebih kaya sebagai seorang manusia.

Kaos Obralan yang Kesempitan

Saya mengambil sebuah kaos berwarna kuning yang terlihat sangat pendek jika disesuaikan dengan tinggi badan saya saat ini. Warnanya kuning. Jika itu kurang memberi kesan mencolok, saya tambahkan deskripsi warnanya. Kuning ngejreng.

kaos kuning

Bukan hanya warna, sablonan merk di sekitar perutnya pun terlalu mencolok untuk tidak diperhatikan. Kaos ini adalah kaos pertama yang saya beli dengan uang jajan sendiri ketika SMA. Kaos hasil perburuan obral besar-besaran, yang kini sudah kesempitan.

Saya sudah tidak mengenakannya karena sudah sangat sempit. Hanya bisa meletakkan kaos itu di dalam sebuah kantong plastik untuk saya carikan pemilik baru.

Kaos ini mengingatkan saya satu hal. Bahwa ketika kenyamanan sudah tidak bisa lagi dirasakan, ada baiknya kita belajar mengikhlaskan.

Mungkin, sudah saatnya untuk mencari ‘pemilik’ yang baru. Meninggalkan yang lama, untuk mencari yang lebih sesuai. Yang lebih pas. Yang lebih cocok.

Bukan karena tidak setia. Tetapi dalam hidup, seperti kaos yang kesempitan, ada beberapa hal yang memang tidak dapat dipaksakan untuk tetap tinggal.

Cinta, (mungkin) termasuk di antaranya.

Saya menutup pintu lemari dan tersenyum. Tak pernah terpikir bahwa saya akan mendapatkan pelajaran dari kegiatan membongkar sebuah lemari pakaian. Pelajaran tentang menunggu, tentang memperbaiki diri, tentang betapa berharganya kita, tentang melangkah dengan berani, dan yang terakhir, tentang merelakan demi kebaikan.

Mungkin nanti, saya akan menemukan lebih banyak lagi lewat benda-benda yang tak terpikir akan menyimpan beragam analogi tentang kehidupan. Lemari ini mengajarkan bahwa selama kita tidak lelah mem-’bongkar’, selalu ada ilmu yang terselip untuk digali dan dipelajari.

Selama mau rendah hati, sesungguhnya manusia bisa belajar dari siapa dan apa saja. Bahkan dari lima benda kecil yang selama ini tersimpan rapi dalam rupa jalinan benang warna-warni.

Ya kan?


Viewing all 283 articles
Browse latest View live