Orang bilang, traveling ke Jepang itu ga cukup satu kali.
Selain Kit Kat Green Tea-nya yang enak banget, belum selesai berkeliling Kyoto adalah alasan kenapa gua ingin balik lagi ke Jepang. Karena dari lima kota yang gua kunjungin selama #JalanJapan tahun 2013 lalu, Kyoto adalah kota yang paling menarik bagi gua.
Tokyo kota besar, keramaiannya mirip Jakarta meski kecanggihannya lebih mirip Singapura. Sementara Osaka kota yang sepi, hanya sedikit yang bisa gua lakukan dengan uang terbatas. Hiroshima dan Nara juga menarik, namun ga terlalu banyak objek wisata yang bisa ditelusuri oleh turis mancanegara macam gua.
Maka hati gua pun jatuh pada Kyoto. Karena di tengah sarana dan prasarananya yang terbilang modern, suasana klasik masih sangat terasa di kota ini.
Total ada sekitar 2,000 kuil, belasan taman, istana, dan bangunan menarik lainnya yang tersebar di seluruh penjuru kota. Ga hanya yang klasik, bangunan modern seperti Kyoto Tower atau stasiun Kyoto juga jadi penyeimbang nan manis dari kota Kyoto.
Gara-gara Kyoto pulalah, gua mengaktifkan kembali akun Instagram gua yang lama mati suri. Keinginan untuk upload foto-foto selama gua di Kyoto begitu membuncah dan ga bisa tertahan lagi.
Nah, di postingan kali ini gua mau bercerita tentang 4 destinasi di Kyoto yang oke banget buat diunggah ke Instagram. Bisa karena perpaduan warnanya yang sangat ciamik, langit birunya yang jernih, atau pemandangannya yang bisa bikin ngiri.
Udah siap? Here we go.
—
1. The bridge to heaven
Adalah Siti yang memberi usul kalo kita mesti ke Arashiyama. Katanya, belum afdol kalo ke Kyoto tapi ga mampir ke Arashiyama. Kebetulan, di itinerary gua belum ada objek wisata yang jelas untuk dikunjungi hari itu. Jadi, Arashiyama terdengar cukup menarik buat gua.
Berkat hyperdia.com, gua jadi tau kalo mau ke Arashiyama itu bisa naik kereta JR Line dengan tujuan stasiun Saga Arashiyama. Waktu yang diperlukan dari stasiun Kyoto ke Saga Arashiyama kurang lebih 30-40 menit.
Sebetulnya, gua, Tirta, dan Siti sama sekali ga tau bagian mana dari Arashiyama yang menarik untuk dikunjungin. Siti hanya bilang pemandangannya bagus. Entah pemandangan sebelah mana yang bagus.
Maka, begitu keluar dari stasiun, kami bertiga hanya berjalan mengikuti arus orang kebanyakan. Asumsi gua, orang sebanyak ini pasti mau menuju ke objek terfavorit di Arashiyama, bukannya mau demo ke kantor kelurahan.
Ternyata dugaan gua tepat. Arus rombongan berhasil membawa gua ke jembatan Togetsukyo, sebuah spot yang bikin mata ga mau berkedip.
Warna langit, jembatan kayu, dan pepohonan berpadu begitu syahdu. Penampakannya jadi mirip dengan screen saver Windows tahun 90-an. Musim gugur membuat bukit yang di belakang rimbun dengan warna merah, kuning, dan coklat. Ketiga warna yang seolah berlomba menunjukkan siapa yang lebih dominan menyeruak birunya langit.
Warna-warna yang membuat pemandangan ini ga perlu dikasih filter macem-macem lagi.
2. The golden temple
Selepas dari Arashiyama; gua, Tirta dan Siti mengarah sedikit ke utara untuk sampai di salah satu kuil termasyur di Kyoto: Kinkakuji. Bukti kemasyurannya terlihat dari ramainya pengunjung yang baru datang meski waktu menunjukkan hampir pukul 5 sore.
Yang membuat Kinkakuji begitu ngetop adalah tembok dari kuil dua lantai ini dilapisi oleh emas. Iya, emas!
Namun, bukan cuma dinding emas aja yang membuatnya menarik. Penempatan antara kuil, danau, dan pepohonan juga begitu pas, sehingga terlihat cantik bak lukisan. Membuat Kinkakuji menjadi spot foto yang wajib diunggah ke sosial media.
3.The ancient district
Mohon jangan nyanyi “Lumpuhkanlah Ingatanku” ketika gua memulai penjelasan tentang Gion di paragraf ini. Janji? Oke? Oke sip. Nah, Gion adalah daerah di timur kota yang terkenal dengan Geisha… tuh kan, katanya udah janji?
Geisha adalah wanita penghibur (secara denotasi, bukan konotasi) tradisional yang memiliki keahlian berbagai rupa. Bukan, salah satu keahliannya bukan melumpuhkan ingatan. Dia bisa bermain musik klasik, menari, ataupun bermain berbagai macam jenis games. Mungkin termasuk wak-wak-gung dan cang-kacang-panjang.
Gion sangat unik karena bentuk rumah, toko, dan restorannya seperti di film Jepang jaman dulu. Sangat tradisional, dengan kayu yang jadi material utamanya. Bahkan merchant se-modern Starbucks dan Lawson pun beradaptasi dengan menerapkan eksterior tradisional.
Begitu pula dengan jalanannya. Batu konblok berwarna abu-abu berjejer rapih membelah deretan rumah kayu di kanan kiri. Sebuah gambar yang jika diunggah, membuat teman-teman bertanya-tanya.
Kalo banyak jalan menuju Roma, begitu pula dengan Gion. Untuk menuju Gion, kita bisa naik bus nomor 100 atau 206 dari stasiun Kyoto. Biaya yang diperlukan kurang lebih 230 yen. Atau bisa dengan membeli tiket bus terusan seharga 500 yen di stasiun Kyoto yang bisa digunakan sepanjang hari.
4. The thousands gates
Besoknya, sepulang dari kota Nara, kami bertiga menuju destinasi yang jadi objek utama dari itinerary kami hari itu. Kuil Fushimi Inari.
Kuil ini menjadi objek utama karena rasa penasaran gua yang sering ngeliat foto orang di sini kalo abis balik dari Jepang. Sekeren apa sih tempatnya? Emang di mana sih persisnya? Berbekal rasa penasaran itulah, gua ngebet banget mau ke sana.
Dari Nara (ataupun dari stasiun Kyoto), bisa naik kereta JR Line dan turun di stasiun Inari. Begitu keluar stasiun, langsung keliatan torii (gerbang tradisional Jepang) berukuran jumbo yang menyambut para pengunjungnya.
Di bagian dalam, ada ratusan bahkan ribuan torii yang berjejer mengelilingi gunung Inari sampai ke puncaknya. Meski anak tangga Fushimi begitu menggoda, saran gua sih cukup naik sampai ke area lapang di mana kita bisa melihat kota Kyoto dari atas.
Gua sendiri naik menuju puncak Inari. Bukan karena gua finalis AFI, tapi karena gua dipaksa sama Tirta. Katanya, kalo ga ikut, gua bakal ditinggal kelaparan di dasar gunung terus mati dikerubungin kecoa. Jadi dengan hati dan langkah yang berat, gua pun menapaki anak tangga satu-per satu. Sebuah ide yang sangat buruk, karena sampai di atas… ga ada apa-apa.
“Tau gini gua mending dikerubungin kecoa.”
Tapi perjalanan ke puncak gunung Inari jadi cerita tersendiri. Sebuah cerita yang cuma bisa diunggah ke kepala untuk kemudian dituangkan lewat kata-kata.
—
Jadi, itu tadi 4 destinasi di Kyoto yang Instagram-able, hasil pengamatan gua saat #JalanJapan 2 tahun yang lalu. Gua yakin sebetulnya masih banyak lagi destinasi di Kyoto yang bisa memanjakan mata. Masih banyak titik-titik menarik yang layak banget buat di-upload ke sosial media.
Itulah mengapa, ga cukup satu kali traveling ke Jepang. Itu mengapa, gua pengen balik lagi ke Kyoto. Dan kali nanti, bersama istri.
—
PS: Kalo menurut kalian, dari sekian banyak objek wisata yang udah kalian kunjungin, mana sih yang paling Instagram-able?
