Quantcast
Channel: 「ユース カジノ」 プロモーションコード 「ユース カジノ」 出金 「ユース カジノ」 出金条件
Viewing all 283 articles
Browse latest View live

Hasil Blogwalking: Kenapa Harus Mengeluh?

$
0
0

Blogwalking adalah kegiatan para blogger yang berkelana dari blog ke blog mencari postingan yang menarik untuk dibaca. Biasanya, dalam blogwalking, gua akan memulai dari blog-blog yang biasa gua baca lalu mencari link blog baru dari para blogger yang membubuhkan komen di blog tersebut. Atau, bisa juga dari blog yang meninggalkan komen di postingan gua.

Gua sering blogwalking meski jarang meninggalkan komen. Paling sesekali, itu pun di postingan yang benar-benar ingin gua komenin. Selain karena bingung mau ngomen apa, gua ga ingin orang berkunjung ke blog gua karena balas budi. Bolehlah untuk kedatangan pertama, namun gua ingin untuk selanjutnya itu teman pembaca datang berkunjung karena blog gua ini memang layak untuk didatangi.

Sebagai ganti jarang ngomen, gua bakal bikin kolom baru di sebelah kanan atas blog ini. Namanya kolom ‘Blogwalking’. Di situ, gua bakal meletakkan link postingan blog rekomendasi gua. Link-nya akan gua ganti dari waktu ke waktu. Dan postingan di sana ga selalu postingan terbaru sebuah blog. Bisa aja, link yang gua pasang itu postingan lama yang emang bagus dan layak buat dikunjungi.

Nah, sebagai penanda resminya kolom baru itu, gua mau share sebuah tulisan yang gua temuin ketika blogwalking. Judulnya ‘Kenapa harus mengeluh?’, sebuah tulisan oleh Ulfah Fitria.

Jika tertarik dengan tulisan Ulfah yang lain, bisa main ke blognya cupahul.wordpress.com atau follow akun twitternya @cupahul.

blogwalking

Salah satu pekerjaan gue di kantor adalah mendengarkan curhat para karyawan tentang pekerjaan mereka. Kesel dicurhatin mulu? Gak tuh. Karena ternyata dari curhatan mereka, gue bisa belajar gimana memahami, termasuk menerima sebuah pekerjaan, dan bagaimana bersyukur atas pekerjaan yang lagi dijalanin.

Salah satunya adalah ketika gue pernah ngobrol sama salah satu dari office boy di tempat gue bekerja.

“Mas, seneng kerja di sini?”

“Iya, Mbak. Alhamdulillah.”

“Suka ada yang rese gak, Mas?”

“Hehe, ya gitu lah, Mbak. Ada yang demen marah-marah, ada yang sukanya nyuruh-nyuruh. Ya namanya juga saya pesuruh di sini’

“Terus, betah gak kerja di sini?”

“Saya mah betah-betah aja, apalagi kalo ketemu yang baik kayak Mbak. Kalo ada yang gak seneng sama saya, ya biarin aja. Toh kerjaan saya bukan buat nyenengin dia, saya mah kerja buat nyenengin diri saya sendiri.”

Beberapa bulan kemudian, ada perubahan status office boy di tempat gue bekerja menjadi outsourcing dan gue gak sengaja ketemu sama mas yang waktu itu gue ajak ngobrol.

“Eh, Mas. Apa kabar?”

“Kabar saya baik. Mbak, apa kabar?’

“Alhamdulillah. Gimana sekarang?”

“Hehe. Lumayan, Mbak. Tapi sekarang jadwalnya lebih ketat lagi.”

“Oh gitu. Lebih capek dong ya?”

“Ya gitu deh, Mbak. Tapi gak apa-apa, saya seneng kok. Kan kalo kita ngerjainnya seneng, jadi gak berasa pegelnya. Eh Mbak, udah dulu ya, jam istirahat saya abis.”

Gue sempet terpaku beberapa saat begitu dia pergi.

Dulu gue sering banget ngeluh, “Ah! Gak selesai-selesai nih”, “Yah! Satu selesai, dateng lagi banyak!”, “kalo gini terus gue kapan pulangnya?” dan masih banyak lagi. Sampe akhirnya ada di titik, “elo cuma teriak gitu juga engga berubah kali.” Gara-gara perkataan Mas yang tadi, gue jadi kepikiran. Kenapa harus mengeluh?

Sementara elo kerja di ruangan tertutup dengan AC, adem, gak harus keringetan, di luar sana masih banyak yang harus mendorong gerobak dagangannya di saat terik maupun hujan besar.

Kenapa harus mengeluh?

Sementara elo duduk di kursi yang empuk, di luar sana masih banyak yang mengais rezeki dengan duduk di atas aspal sambil menjajakan dagangannya.

Kenapa harus mengeluh?

Sementara elo bekerja di depan komputer, di luar sana masih banyak yang bekerja mengaduk semen yang berat, mengangkat galon, atau karung beras yang butuh tenaga ekstra.

Kita yang tanpa harus berpanas-panasan, tanpa mengeluarkan keringat segede apa tau, kenapa lebih sering mengeluh?

Sekarang coba tanya ke diri sendiri

  • Udah seneng belom sama yang dikerjain sekarang?
  • Kalo engga seneng, kenapa masih bertahan?

Based on my sotoy opinion ‘mengeluh itu engga akan mengubah keadaan, kecuali setelah mengeluh, kamu melakukan sesuatu sama apa yang dikeluhkan supaya engga mengeluh lagi nantinya’

Well, setiap orang punya alasannya sendiri kenapa dia masih bertahan dengan hal yang kurang / tidak disukainya, tapi harusnya itu engga dijadiin alasan buat terus mengeluh. Yang memilih untuk bertahan kan kamu, jadi kenapa harus mengeluh sama pilihan sendiri?

Mulai sekarang, coba mengurangi mengeluh yuk? Pelan-pelan aja, tapi kalo ternyata bisa sampe akhirnya sama sekali engga ngeluh, itu keren banget.

Kalopun ngeluh, ngeluhnya sama Tuhan aja. Karena Dia yang paling tau kita banget-bangetan.

Ada amin?



Power Rangers Tanpa Helm

$
0
0

Ada yang pernah bercita-cita jadi Power Rangers? Gua pernah.

Mungkin karena dari kecil, gua hobi banget nonton film anak-anak. Mulai dari Ksatria Baja Hitam, Jiban, Dragon Ball, atau satu film kartun yang kehadirannya di hari Minggu seperti terbitnya matahari: abadi. Film kartun Doraemon.

Gara-gara itu, gua jadi kepengen jadi salah satu dari mereka. Pengen jadi Nobita jelas susah. Mengatur napas saat menangis dengan air mata bak Niagara itu jelas sulit dilakukan. Jadi Songoku apalagi. Kenakalan gua semasa kecil sepertinya sulit untuk membuat gua berhasil naik awan Kintoun. Pilihan yang tersisa antara Ksatria Baja Hitam atau Power Rangers. Karena Kotaro Minami terlihat seperti gay, maka gua memilih untuk bercita-cita menjadi Power Rangers.

powerrangers

Gambar dipinjam dari sini. Terima kasih.

Waktu gua masih kecil, bercita-cita jadi Power Rangers itu keren banget. Punya temen banyak, pake baju sehari-hari senada dengan warna Ranger-nya, atau ke mana-mana pake helm dengan stiker-stiker keren. Percaya deh, jadi Power Rangers itu keren.

Apalagi robotnya. Bedeh, super abis. Lima robot cihuy bisa bergabung jadi satu, tanpa perlu koalisi ataupun lobi-lobi politik. Pasti waktu itu, semua anak kecil kepengen banget punya dan naik robot Power Rangers.

Gua pengen banget jadi Power Rangers. Pengen pake helm, pengen punya robot, dan pengen menumpas kejahatan untuk membuat dunia jadi tempat yang lebih baik.

Tapi ternyata, ga ada satupun sekolah yang bisa menjadikan gua seorang Power Rangers. Paling mentok sekolah menyetir Persemija yang bisa mengajarkan gua untuk naik mobil a la Power Rangers. Itu pun ga pake helm. Hadeh.

Gua sempat ingin berdemo ke Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk mempertanyakan kenapa ga ada jurusan Teknik Power Rangers di universitas terkemuka. Tapi niat itu gua urungkan karena kenyataannya, waktu itu gua ga tau di mana itu Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Impian gua untuk membuat dunia jadi tempat yang lebih baik pun pupus.

Namun setelah dewasa, gua bersyukur cita-cita menjadi Power Rangers itu kandas di tengah jalan. Gua tersadar bahwa Power Rangers itu ga keren. Malahan, menurut gua, Power Rangers itu lucu. Coba bayangin, mereka itu remaja-remaja di usia pencarian jati diri yang penuh persaingan. Masa tiap hari pake baju warnanya itu-itu aja? Kebayang ga si Tommy tiap hari pake baju bernuansa hijau? Bukannya keren, bisa-bisa si Tommy disangka kader PKB. Astaghfirullah!

Power Rangers juga kalo ke mana-mana jalannya berlima, persis anak STM. Pake helm yang ada stikernya, persis anak Bekasi… yang sekolah di STM.

Dan yang paling bikin gua terperangah saat udah dewasa adalah, ternyata robot Power Rangers itu ga keren-keren amat. Cara bergabungnya tumpuk-tumpukan doang, kayak anak cheers. Bentuknya juga kotak, kaku, dan susah gerak. Kalo diajak senam ritmik pasti pegel-pegel.

Jadi Power Rangers itu ga keren. Sangat ga keren.

Seiring dengan gencarnya perkembangan internet, gua pun mulai meninggalkan film anak-anak di televisi dan beralih ke hobi membaca tulisan yang wara-wiri di internet. Baca blog menjadi salah satu kegiatan yang paling sering gua lakukan di waktu luang.

Setelah sering blogwalking, beberapa blog gua tetapkan sebagai blog favorit. Dari blog selebritas macam Pandji atau Ernest, sampai blog punya teman-teman sendiri seperti Tirta atau Armeyn. Gua suka blog mereka semua karena mereka punya satu kesamaan dalam menulis.

Pandji Pragiwaksono seperti berorasi di setiap postingannya, mencoba membakar semangat nasionalisme di tengah pesimisnya masyarakat Indonesia. Blog Ernest Prakasa berusaha mengetuk hati pembacanya, membahas hal penting yang mungkin udah terlupakan sebagian orang. Tirta dan Armeyn bercerita tentang keseharian mereka dan mencoba merumuskan nilai apa yang mereka dapat dari sana. Terlihat berbeda, tapi menurut gua, mereka punya satu kesamaan.

Pada dasarnya, mereka berempat menulis untuk berbagi. Mereka membagikan nilai-nilai yang mereka percayai dengan satu tujuan yang serupa. Berusaha membuat dunia jadi tempat yang lebih baik lewat sebuah tulisan.

Ga usah minder kalo blog kita ga serame para selebritas. Armeyn dan Tirta toh tetap berbagi meski mereka ga memiliki pembaca sebanyak blog Pandji dan Ernest. Think global, act local.

Berbagilah hal-hal sederhana yang memang kita percayai dan mengerti. Ga harus bombastis atau muluk-muluk. Jika memang kita belum begitu paham tentang sistem demokrasi atau ekonomi, ya jangan menulis tentang itu. Mulailah dengan berbagi nilai-nilai dalam kasus keseharian kita.

Contohnya, jika kita resah melihat anak-anak yang mulai ga sopan dengan orang tuanya, buat sebuah tulisan tentang itu. Jika kita kecewa pada orang-orang yang memperdagangkan integritasnya, tulislah di blog. Ambil hikmahnya, sebarkan pesannya, dan konsisten melakukannya juga. Ulangi terus dan percayalah, suatu hari nanti, kita akan tersenyum puas melihat sebuah perubahan yang lahir lewat tindakan kita. Lewat blog kita.

Anyway,

Semua keluh kesah ini membawa gua ke satu kesimpulan. Bahwa ternyata, cita-cita masa kecil kita masih bisa tercapai. Ga 100% sama, tapi tujuan mulianya ga berubah. Mungkin bukan dengan pake baju warna-warni, bukan dengan naik robot tumpuk lima, dan bukan dengan menebas orang-orang jahat sampai tuntas.

Tapi lewat tulisan, kita tetap bisa mengambil peran untuk mengubah dunia menjadi tempat yang lebih baik.

Karena lewat tulisan, kita tetap bisa menjadi Power Rangers, tanpa helm.

“The world is a dangerous place to live. Not because of the people who are evil, but because of the people who don’t do anything about it.”  ― Albert Einstein

Edisi Agustus 2013!

$
0
0

Olahraga.

Dulu, kata ini selalu menjadi favorit gua. Selain ruang UKS, pelajaran olahraga bagai penyelamat gua dari bosan di kelas, baik itu SD, SMP, sampai SMA. Namun seiring berjalannya waktu, kata ini bukan lagi menjadi penyemangat gua. Tumpukan lemak berkata tidak setiap kali gua ingin sit up, dan rasa kantuk yang luar biasa menjadi musuh bagi niat gua untuk lari pagi.

Namun gua tetap mencintai olahraga meski posisi gua sekarang bukan lagi sebagai pelakunya. Dulu segala jenis olahraga gua lakonin. Mulai dari sepakbola, basket, voli, sampai gobak sodor juga gua jabanin. Sekarang main catur pun rasanya berat sekali. Kini, gua lebih memilih untuk jadi penonton atau penggiat olahraga dari segi lain. Menulisnya ke dalam blog adalah salah satu caranya.

Bulan ini akan ada banyak tulisan seputar olahraga. Salah satunya adalah saat gua melakukan “ibadah” nonton Liverpool secara langsung di bulan Juli kemarin. Mulai dari analisa pertandingannya sampe ke cerita gua ngedapetin tanda tangan idola gua sepanjang masa. Ga cuma tentang Liverpool dan sepakbola, bakal ada olahraga lain kayak rafting dan mendaki gunung. Dan eits, ga cuma gua yang akan menulis kali ini. Seperti bulan sebelumnya, akan ada teman pembaca yang bakal jadi kontributor lagi! Kapan tepatnya? Tungguin aja deh.

Oiya, gua juga mau ngumumin pemenang kuis yang pernah gua gelar di sini. Kuis tentang tips ngopi darat (ketemu offline) menurut teman-teman sekalian. Udah siap? Siap ga siap, harap dikumpulkan. Ini dia pemenangnya:

Rezky Chaerani

Sebelum kopdar hindari pemakaian bahasa yg sok imut, bisa jadi pas kopdar orangnya amit-amit. Saat kopdar, hindari pemakaian gadget yang berlebih. Mentang-mentang punya talenan yang bisa main game terus kita jadi pamer. Bisa jadi dia matre. Dan jangan kebanyakan curhat masalah pribadi, karena dia bukan Mamah Dedeh!

Mamah Dedeh FTW! XD

Selamat buat Rezky! Lu berhak dapetin satu kaos “Yes! I’m a Life Enthusiast!” persembahan saputraroy.com dan @Route28_Tees! Harap emailin gua alamat pengiriman hadiah ke hubungiroy@gmail.com ya!

Buat teman-teman yang belum menang, jangan berkecil hati. Ke depannya akan ada lagi kuis kecil-kecilan bagi teman pembaca setia saputraroy.com. Semoga ada sponsor juga biar hadiahnya makin cihuy. Amin!

Nah, sebelum menutup dengan menunjukkan cover tema bulan Agustus ini, seperti biasa, gua akan merekap perjalanan saputraroy.com selama bulan Juli 2013:

  • Ada 10 postingan di bulan Juli yang semuanya publish di jam cantik 11:11 WIB
  • Selasa, 9 Juli 2013 adalah hari dengan traffic tertinggi sejumlah 1,112 views, di mana pada hari itu dipublish postingan Kiat Naikin Traffic Blog!
  • Referrers paling rame itu datang dari Twitter yaitu sebanyak 1,454 dan peringkat kedua diduduki oleh search engine (Google, Yahoo, Bing, dll) sejumlah 1,122
  • Total traffic untuk bulan Juli kemarin mencapai 13,918 views, dengan rata-rata 449 views per harinya.

Semoga dengan tema bulan ini kalian makin betah main di sini dan bersama-sama kita pecahkan pencapaian bulan-bulan lalu.

Jadi, ini dia tema saputraroy.com bulan Agustus 2013 yang berbau-bau olahraga:

“Mens Sana in Corpore Sano”

Edisi Agustus 2013!

Gambar latar dipinjam dari sini. Terima kasih.


Hikayat Ronaldo dan Bale

$
0
0

Sekitar dua-tiga minggu lagi, liga-liga sepakbola mancanegara bakal kembali bergulir. Biasanya, semakin dekat ke pembukaan liga, saga transfer pemain antar klub sepakbola semakin ramai. Ibaratnya, udah deket deadline baru pada rusuh. Miriplah sama mahasiswa.

Salah satu saga transfer yang menarik untuk diikuti adalah upaya Real Madrid memboyong Gareth Bale dari Tottenham Hotspur. Karena jika berhasil, dengan nilai transfer total sekitar 100 juta pound, maka Gareth Bale akan menjadi pemain sepakbola termahal dunia. Itu artinya pecah sudah rekor yang selama ini dipegang Cristiano Ronaldo dengan nilai transfer 80 juta pound.

Kali ini gua akan menuliskan cerita fiksi yang berdasarkan rumor transfer di atas. Cerita ini adalah rekaan yang gua tulis seenak udelnya, meski sampe sekarang gua juga bingung, emangnya udel seenak apa sih. Perasaan, mimik, serta emosi dalam cerita di bawah adalah fiktif, namun informasi terkait aset dan kekayaan para pemain pada cerita di bawah adalah nyata, disarikan dari berbagai sumber di internet.

Tanpa panjang lebar lagi, inilah hikayat Ronaldo dan Bale. Enjoy.

hikayat ronaldo bale

Ini cerita tentang Cristiano Ronaldo.

Baru saja ia berpamitan dengan rekan satu timnya dan memutuskan untuk pulang dan beristirahat. Tepat pukul lima, ia mengendarai mobil menuju rumahnya yang berada di pinggiran kota Madrid. Ibarat Jakarta, rumahnya ada di Depok, dekat Pesona Khayangan.

Biasanya, ia akan mengendarai mobil dengan kecepatan penuh sambil tersenyum mengingat keberhasilannya sebagai pesepakbola dan pesohor. Bagaimana ia tidak senang? Mulai dari produk olahraga sampai shampoo berlomba-lomba ingin menggunakan jasanya sebagai bintang iklan. Pemilik usaha produk sosis bahkan dikabarkan sedang menjual jiwanya ke setan agar Ronaldo bisa tampil di televisi Indonesia sambil memegang toples sosis produksinya.

Namun hari ini tak seperti biasanya. Hari ini terasa berbeda. Mobilnya melaju pelan dan senyum tak hinggap di bibirnya.

Semua kegundahan ini terjadi karena 1 hal. Namanya sebagai pemegang rekor transfer pemain sepakbola termahal di dunia akan segera tergeser bulan ini.

Padahal nilai transfernya sendiri sudah luar biasa mahal. Perpindahannya dari Manchester United ke Real Madrid pada tahun 2009 menelan biaya sebesar 80 juta pound. Kalau dirupiahkan itu sama dengan 1.2E+12… argh, damn you, Microsoft Excel. Maksudnya, kalau dirupiahkan itu sebesar 1.2 triliun. Iya, itu uang semua, ga dicampur sama babat atau kikil.

Sejauh ini, sangat sedikit pemain yang sehebat dirinya, setidaknya dalam dekade ini. Ia pernah memenangi berbagai penghargaan, baik secara tim maupun individu. Juara liga Inggris, liga Champion, Ballon D’Or, FIFA World Player of The Year, Champions League top scorer, dan masih banyak lagi.

Tingginya kerisauan Ronaldo itu bukan karena ia akan tergeser, tapi lebih karena siapa yang akan menggesernya. Mungkin bukan masalah jika yang menjadi pemain termahal itu seorang Lionel Messi, penyerang klub Barcelona. Lionel Messi bisa meraih penghargaan yang mirip bahkan lebih dari dirinya. Tapi ini Gareth Bale, pemain sayap Tottenham Hotspur; sebuah klub yang masuk liga Champion saja tidak.

Bale belum pernah merasakan gelar liga domestik. Ronaldo pernah. Bale belum pernah menyandang status juara Eropa. Ronaldo pernah. Bale belum pernah meraih Ballon D’Or. Ronaldo pernah. Ronaldo pernah merasakan semua gelar yang Bale belum pernah rasakan.

Gelar tertinggi yang pernah Bale sandang baru pemain terbaik Liga Inggris musim lalu. Tapi tak disangka tak dinyana, Bale siap menyalip Ronaldo sebagai pemain dengan nilai transfer termahal di dunia. Nilainya pun fantastis. Sekitar 100 juta pound, atau 20 juta lebih mahal dari Ronaldo. Jika dirupiahkan, itu sama dengan 1.5 triliun! Kalo semua uang itu dibeliin sop di warteg, niscaya kita bisa naik kapal ferry di atas kuahnya.

Ronaldo kesal. Karena ada orang tak sehebat dirinya namun bisa lebih mahal darinya. Life is not fair.

Lima belas menit kemudian, Ronaldo sampai di rumahnya yang bergaya modern minimalis di pinggiran kota Madrid. Mesin mobilnya yang nyaris tak bersuara, menjadi musik latar saat dirinya memarkir mobil tepat di depan pintu. Dengan sigap, asisten rumah tangga menggantikannya di posisi kemudi. Audi R8 warna silver itu lalu melaju cepat menuju tempat parkir untuk diistirahatkan bersama Ferrari 599 GTB Fiorano, Bentley Continental GTC, dan belasan mobil mewah kesayangannya yang lain.

Dengan langkah gontai, ia masuk ke dalam rumah seluas 8600 kaki persegi. Berjalan melewati tujuh kamar tidur yang semuanya didesain dengan gaya minimalis namun tetap terlihat mewah. Pun dengan kamar mandinya yang berjumlah delapan buah. Bayangkan betapa makin kayanya dia jika kedelapan kamar mandi itu dibisnisin toilet umum.

Ketika sampai di kamarnya, ia melepaskan jam tangan berlapis emas CR7, brand miliknya sendiri. Dengan sekali hembusan napas, ia melempar dirinya ke atas kasur kesayangannya. Dengan mata menerawang ke langit-langit, Ronaldo masih belum terima kenapa yang menyalipnya hanya seorang Gareth Bale, seorang pemain belum teruji dari sebuah klub yang gagal masuk liga Champions.

Sore itu, Cristiano Ronaldo pusing, risau, dan gundah. Yang Cristiano Ronaldo lupa, ia merasakan semua itu di atas semua hal yang seharusnya ia nikmati, sepatutnya ia syukuri.

Karena ketika kita mulai membandingkan, di saat itulah kita mulai kehilangan kebahagiaan.


Pulang

$
0
0

Kecintaan gua terhadap Liverpool bermula di tahun 1996. Dan itu semua gara-gara seorang penyerang bernama Robbie Fowler.

robbie fowler

Di hari Minggu sore itu, gua sedang nonton Lensa Olahraga dengan Monica Desideria yang masih singset sebagai pembawa acaranya. Pilihan acara remaja seusia gua di Minggu sore waktu itu adalah Lensa Olahraga atau Baywatch. Karena bokap lagi duduk di sebelah, maka sore itu gua harus nonton Lensa Olahraga. Harus.

Di tahun 1996, gua sama sekali belum mengerti tentang sepakbola. Di usia gua waktu itu, yang gua paham hanyalah Pamela Lee Anderson mempunyai ukuran di atas rata-rata. Tapi gara-gara tayangan Lensa Olahraga sore itu, gua jadi paham satu hal lagi. Ternyata nonton sepakbola itu menyenangkan.

Melihat cowo-cowo oper-operan bola menjadi menarik buat gua yang selama ini lebih suka nonton cewe-cewe kelelep di pantai. Ditambah lagi, sore itu Lensa Olahraga lagi membahas 1 pemain yang lagi naik daun: Robbie Fowler. Kemampuannya memasukkan bola ke gawang musuh dan selebrasi-selebrasinya yang unik, berhasil membuat gua memutuskan untuk jadi pendukungnya. Sebut saja, ini nge-fans pada pandangan pertama.

Karena Fowler bermain di Liverpool, maka otomatis gua menggemari Liverpool. Tanpa pikir panjang dan tanpa berterima kasih ke Monica Desideria, sejak saat itu gua menasbihkan diri menjadi Liverpudlian, sebutan untuk penggemar klub sepakbola Liverpool.

Fowler dikenal sebagai penyerang dengan kemampuan finishing-nya yang jempolan. Peluang sekecil apapun bisa ia konversikan menjadi gol. Kaki kirinya bagai meriam yang mampu melepaskan rudal terukur. Tendangannya keras dan presisi. Dan ga jarang juga, ia berhasil melesakkan gol lewat sundulan kepalanya. Bagi gua, Robbie Fowler striker yang lengkap dan jago banget.

Kemampuannya di atas lapangan terbukti dari beberapa rekor yang ia pegang. Ia melesakkan hat-trick (tiga gol dalam satu pertandingan) ke gawang Southampton saat ia baru memainkan pertandingan liga profesional kelimanya. Rekor lain yang ia torehkan terjadi saat melawan Arsenal di tahun 1995. Waktu itu, ia mencetak hat-trick hanya dalam waktu 4 menit 33 detik, tercepat sepanjang sejarah liga Inggris! Bahkan di usianya yang ke-19, ia pernah mencetak lima gol dalam 1 pertandingan! Gimana, jago abis kan?

Gua pun menelusuri lebih jauh tentang jagoan gua itu. Ternyata, Fowler juga lahir dan besar di kota Liverpool. Ia bahkan udah masuk akademi Liverpool sejak berusia 9 tahun. Liverpool adalah rumah baginya.

Namun karena pertumbuhan usia dan sering dibekap cidera, ia kalah pamor oleh duet Michael Owen dan Emily Heskey. Memasuki musim 2000, ia lebih sering duduk di bangku cadangan dan akhirnya dijual ke Leeds United pada tahun 2001 dengan nilai transfer 12 juta pound. Ia seperti “terusir” dari rumahnya sendiri.

Gua sedih banget waktu itu. Pengen rasanya gua ke Inggris dan traktir Owen makan nasi padang biar sakit perut. Atau ngajak Heskey main gaple biar dia lupa latihan. Semua gua rencanakan biar Fowler dapet kesempatan main lagi. Gua ga rela Fowler tergeser. Ga rela banget.

Kepindahannya ga terelakkan. Mungkin karena ia butuh jam bermain, ia perlu eksistensi. Ia memutuskan untuk berpetualang jauh dari kota asalnya. Mencari nikmat yang gagal ia dapatkan di rumah. Merantau ke tempat-tempat baru untuk mencari kesempatan. Namun seperti halnya perantau, pada akhirnya ia akan pulang.

Lima tahun sejak kepergiannya, Robbie Fowler akhirnya pulang. Manajer Liverpool saat itu, Rafa Benitez, membeli Fowler dari Manchester City secara gratis.

Waktu membaca berita kepulangan Fowler, gua senang bukan main. Sebagai penggemar nomor wahid, bahagia rasanya melihat pemain idola dan klub jagoan bersatu kembali. Bahkan Fowler sendiri berkata pulang ke Liverpool seperti anak kecil yang bangun di hari Natal setiap paginya. It was like a dream come true.

Penampilan perdana kembalinya Fowler ke Liverpool adalah pertandingan Liverpool melawan Birmingham City pada Februari 2006. Untuk menyambut kepulangannya, di salah satu sudut stadion terpampang spanduk bertuliskan: “god number eleven, welcome back to heaven”. He is that special to us. He is our god.

Saat ia masuk ke lapangan sebagai pemain pengganti, para penonton langsung melakukan standing ovation. Padahal dia belom ngapa-ngapain, cuma nginjek kaki ke atas rumput aja sama benerin tali celana. Tapi baru begitu aja, penonton udah seneng banget. We were so happy to see him back.

Pendukung Liverpool senang, Robbie Fowler telah pulang. Dan di nuansa Lebaran ini, banyak dari kita yang menjelma menjadi seorang Robbie Fowler.

Saat ini, sebagian kita mungkin sedang pergi merantau. Mencari kesempatan yang ga bisa didapat di kampung halaman. Memperjuangkan hidup di kota-kota lain. Mencicipi nikmat, jauh dari tempat kita berasal. Namun percayalah, nun jauh di rumah, ada pendukung yang selalu menanti kepulangan kita: orang tua kita.

Mereka seperti fans yang selalu berteriak memberi semangat dari pinggir lapangan. Bak penggemar yang tersenyum bangga saat penyerang idolanya mencetak gol ke gawang lawan. Seperti pendukung Liverpool yang selalu menantikan pemain kesayangannya pulang ke rumah.

Jika pendukung sepakbola saja begitu senang saat melihat Robbie Fowler kembali ke Liverpool, apalagi perasaan orang tua yang melihat anak kesayangannya pulang?

Jadi, tunggu apa lagi?

Pulanglah. Pendukung nomor satumu telah menunggumu di rumah.

PS: Segenap dewan pengurus saputraroy.com mengucapkan: Selamat hari raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin :)


Tanda-Tanda Tua!

$
0
0

Seperti halnya harga, umur pun biasanya ga pernah bohong. Meski ga selalu, tapi biasanya dengan bertambah usia, makin jarang juga melakukan aktivitas olahraga. Contohnya gua.

Dulu, segala jenis olahraga gua tekunin. Mulai dari sepakbola, basket, voli, karambol, bahkan maen kartu YugiOh pun gua jabanin. Namun seiring bertambahnya usia dan melencengnya jarum timbangan ke arah kanan, semakin jarang pula gua berolahraga.

Sempet daftar jadi member gym dan bayar buat keanggotaan sepanjang tahun, tapi akhirnya malah jadi kayak melakukan sumbangan ke Yayasan Celebrity Fitness karena dari setahun, cuma 2 bulan pertama yang gua pake. Jadwal pekerjaan dan ketiadaan teman menjadi 2 alasan utama gua setiap ditanya kenapa udahan nge-gym-nya.

Olahraga yang gua tekunin sekarang banyak melibatkan gerakan menggeser. Antara geser-geser perabot di kamar atau geser-geser permen di games Candy Crush Saga. Sungguh kegiatan yang menguras keringat.

Nah, kali ini gua mau berbagi pandangan dan analisa gua tentang tanda-tanda bahwa kita udah tua dari segi olahraga. Mungkin postingan kali ini bisa membantu kalian untuk mengkategorikan diri sendiri, apakah sekarang kalian udah tua apa belom.

Udah siap? Cekidot.

atlet tua

1. Futsal

Kita tau kita udah tua, ketika tujuan bermain futsal bukan lagi mencari kemenangan atau jumlah gol. Tapi keringet. Lu maen futsal demi nyari keringet. Biasanya kondisi ini dimulai dengan dialog:

“Bro, main futsal yuk!”
“Waduh, ga dulu deh.”
“Ayo lah. Lumayan, buat nyari keringet!”
“Ya udah deh. Yuk.”

Entah keringet hilang di mana, sampe perlu dicari segala. Mungkin keselip. Ga bisa di-miskol apa tuh keringet?

Jika dulu kita berlomba-lomba jadi pemain depan yang mencetak gol, ketika kita tau kita tua, maka sekarang posisi yang diidolakan adalah kiper yang minim gerakan. Ketika udah tua, kita juga lebih suka mengoper daripada menembak. Selain karena udah punya pacar (halah), mengoper bola ditenggarai sebagai bentuk kedewasaan dan menguras tenaga lebih sedikit daripada menembak.

Coba deh.

2. Tenis

Kita tau kita udah tua, ketika tenis bukan lagi olahraga tapi gaya hidup. Yang diharapkan dari bermain tenis adalah networking atau deal bisnis yang dihasilkan seusai bermain tenis. Hanya perlu main santai sambil ngobrol-ngobrol. Ga perlu lari-lari. Apalagi sampe smash. Cukup Coboy Junior.

Halah.

3. Basket

Kita tau kita udah tua, ketika main basket satu lapangan udah ga lagi menyenangkan. Bermain full court lebih terlihat seperti siksaan ketimbang sebuah tantangan. Kalopun akhirnya bermain satu lapangan penuh, awalnya sih akan maju-mundur, tapi akhirnya bakal kayak angkot. Ngetem di daerah pertahanan. Udah kayak kiper.

Kita tau kita udah tua, ketika bermain setengah lapangan terdengar lebih rasional. Namun bukan 3 on 3 yang jadi mekanisme kegemaran. Bermain dengan 10 orang di setengah lapangan terlihat seperti pilihan orang pada umumnya, meski ternyata usulan itu datang dari suara yang terdengar dari lemak-lemak kita.

Selain itu, kita tau kita udah tua, ketika bermain basket, kita masih menggunakan gaya tahun 90-an. Sebaiknya, jurus-jurus semacam free throw a la Karl Malone atau no look pass Magic Johnson disebutkan dalam hati aja untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan yang bisa menghambat jalannya permainan.

4. Sepak takraw

Kita tau kita udah tua, ketika nonton olahraga sepak takraw membuat kita terkagum-kagum dan mulai mempertanyakan apakah mutant itu benar adanya. Kita tau kita udah tua ketika mulai bertanya-tanya apakah gerakan dalam sepak takraw itu bisa dilakukan oleh manusia pada umumnya dan kita mulai gugling di mana lokasi sekolah X-Men.

5. Voli

Kita tau kita udah tua, ketika tujuan servis dalam permainan bola voli bukan lagi mencari poin tapi asal-lewat-net-aja-gua-udah-bahagia. Dulu mungkin kita suka melakukan servis sambil lompat atau servis atas. Dengan arah yang menukik, kita berharap bisa langsung dapat poin dari sebuah servis. Sekarang #BahagiaItuSederhana. Asal bola bisa lewat net aja rasanya udah kayak abis nurunin indeks harga saham di sebuah negara.

Kita tau kita udah tua ketika bola voli yang dulu bagai objek empuk untuk dipukul, menjadi sekeras batu bata. Lengan dengan mudah menjadi merah atau lebam meski baru main sebentar. Setiap abis main voli sering disangka jadi korban KDRT dan tetangga bawaannya pengen ngajak kita ke rumah Kak Seto.

6. Catur

Kita tau kita udah tua, ketika bermain catur terlihat sebagai sebuah pilihan baru dalam berolahraga. Dulu kita melihat catur sebagai permainan yang membosankan, kini terasa seperti olahraga yang sangat menantang. Padahal kesukaan terhadap catur adalah kamuflase karena olahraga ini bisa dilakukan sambil duduk dan nyeruput kopi panas. Eunak tenan.

7. Bulutangkis

Kita tau kita udah tua, ketika akan main bulutangkis, kita nyari lawan yang jauh lebih muda. Bukan, bukan yang berumur belasan, tapi yang berumur maksimal 10 tahun. Keponakan adalah salah satu lawan yang paling digemari. Dengan dalih ‘nemenin ponakan maen’, gerakan-gerakan yang mulai melambat jadi ga terekspos.

Lupakan smash, kita akan lebih memilih untuk bermain rally-rally panjang bak Susi Susanti. Sakit pinggang yang menahun seperti menahan kita untuk melakukan gerakan-gerakan yang atletis. Kita tau kita udah tua ketika melompat sambil memukul kok dengan kencang terlihat sebuah kegiatan yang hanya bisa dilakukan oleh atlet pelatnas atau lumba-lumba sirkus.

Itu tadi pandangan dan analisa gua tanda-tanda kita tua lewat 7 jenis olahraga. Kalo kalian merasa udah berumur namun ga menemukan tanda-tanda di atas, berarti kalian masih berjiwa muda. Tapi sebaliknya, kalo masih muda tapi udah merasakan tanda-tanda di atas, udah saatnya kalian ke dokter untuk cek kadar kolesterol dan asam urat.

Nah, kalo kalian sendiri punya tanda-tanda tua dari jenis olahraga lain? Share dong di kolom comment :D


Do Not Give Up

$
0
0

Everytime I feel that I have to stop and give up on something that I really want, I just close my eyes and remember a night when these happened.

Final liga Champions tahun 2005, antara Liverpool melawan AC Milan di Istanbul, Turki. 

2005 3-0

Babak pertama telah usai dan Liverpool tertinggal 3 gol oleh AC Milan lewat gol Paolo Maldini di menit pertama dan dua gol Hernan Crespo di menit ke-34 dan 44. Gua lemes banget waktu itu. Udah bela-belain bergadang demi nonton final, eh roman-romannya malah kalah total begini. Ga cuma dari papan skor, dari segi permainan pun Liverpool kalah jauh dari AC Milan. Sepertinya Liverpool akan kalah malam ini.

Tapi ternyata, gua salah. Setelah jeda istirahat 15 menit, babak kedua pun dimulai. And this is when the magic happens.

2005 gerrard

1-3! Gerrard! Menit ke-54!

2005 smicer

2-3! Smicer! Menit ke-56!

2005 alonso

3-3! Alonso! Menit ke-60!

2005 dudek

Di babak adu pinalti, Dudek berhasil menahan tendangan Shevchenko!

We won it. We really won it.

Liverpool menang setelah sempat tertinggal tiga gol lewat babak adu pinalti. Pirlo dan Shevchenko, yang biasanya piawai mengambil tendangan pinalti, gagal menunaikan tugasnya. Sementara di pihak Liverpool, hanya tendangan Riise yang gagal masuk ke gawang.

That night was the greatest comeback ever in a football match.

Selain bisa membalikkan keadaan, Liverpool juga bisa membalikkan status. AC Milan lebih diunggulkan untuk menang malam itu. Dengan pemain seperti Shevchenko, Kaka, Cafu, Stam, dan Pirlo, seluruh dunia seperti berpihak pada AC Milan. Apalagi, ini adalah penampilan perdana Liverpool di final setelah belasan tahun prestasinya naik turun. Gua inget banget apa kata komentator malam itu.

“Semua pemain Liverpool yang tampil di final malam ini adalah final liga Champion pertamanya, dan mungkin juga peluang mereka satu-satunya untuk memenangi piala ini.”

They proved it. Mereka keluar sebagai juara. Meski tertinggal 3 gol tanpa balas di babak pertama, mereka ga menyerah. Mereka ga pernah menyerah. Terus berjuang sampai tetes keringat terakhir dan akhirnya berhasil mengangkat piala.

winner!

If they do not give up, why should I?


Permainan dari Bulu Angsa

$
0
0

DISCLAIMER: Postingan di bawah ini ditulis oleh teman pembaca saputraroy.com; Luisa Aristy secara sukarela, tanpa todongan senjata tajam, setajam silet. Untuk membaca tulisannya yang lain, bisa main ke luizacha.blogspot.com atau follow @LuizaCha. Terima kasih.

Tulisan ini sengaja dinaikkan tepat di tanggal 17 Agustus sebagai bentuk peringatan ulang tahun Republik Indonesia. Merdeka!

Semasa sekolah dulu, pelajaran apa yang paling ditunggu-tunggu? Kalo gue sih pelajaran olahraga. Kenapa? Yah, selain alasan klasik –seperti melatih tubuh– pelajaran olahraga banyak manfaatnya loh. Olahraga pelajaran paling menyenangkan. Tidak menguras otak. Bisa cuci mata liatin kakak kelas yang kece-kece. Haha!

Ngobrolin olahraga, tiba-tiba gue langsung keinget akan olahraga bulutangkis yang booming di tahun 90-an. Perasaan bangga masih ada sampai sekarang. Ya karena Indonesia sempat ditakuti seantero dunia. Legenda bulutangkis dunia juga berasal dari negeri ini coy! Contohnya, Bu Susi Susanti dan suami.

susi susanti

Gambar dipinjam dari sini. Terima kasih.

Nah, berkat ketenaran si ibu lah yang membuat olahraga bulutangkis jadi olahraga yang paling nge-tren saat itu. Waktu ekskul, lapangan bulutangkis jadi arena paling rame setelah lapangan basket. Pengambilan nilai akhir, tanding bulutangkis. Class meeting tahunan, tanding bulutangkis. Tujuh belasan di RT, bulutangkis juga! Bahkan, gue ingin punya adik perempuan supaya bisa punya lawan tanding main bulutangkis!

Sayangnya, jika dibandingkan euforia bulutangkis di jaman gue kecil dengan yang sekarang itu beda banget. Mungkin karena bulutangkis yang sudah tidak setenar dulu. Meski tetap bertabur bintang, kemilau bulutangkis kian tergerus waktu.

Gue merasa bersyukur masih bisa ngerasain masa trend dari bulutangkis itu sendiri. Kecintaan gue akan olahraga ini masih melekat hingga sekarang. Saat diajak olahraga, pastinya gue pilih bulutangkis daripada yang lain. Kenapa ya?

Mungkin disebabkan oleh beberapa nilai dari olahraga ini yang gue ambil kebaikkannya. Beberapa nilai ini gue ambil menurut gue loh. Bisa diambil. Bisa diresapi. Bisa juga direnungkan. Lho?

Nggak perlu lama-lama, here we go.

Pertama, olahraga bulutangkis, melatih seluruh tubuh.

Lari dari ujung kiri-kanan lapangan. Depan net, hingga belakang garis. Kejar bola (atau biasa disebut ‘kok’). Lompat sana-sini. Sudah pasti melatih seluruh tubuh kan! Fisik banget nih! Jadi jangan heran kalau yang main bulutangkis tangannya berotot dan kekar.

Teknik permainan yang beragam juga sukses membuat kita melatih otak. Memikirkan cara menjatuhkan bola dengan cara paling oke. Mengatur strategi demi mendapat nilai. Melatih kerjasama juga, jika mainnya berdua dalam satu tim.

Nah, terbukti, kan. Dari fisik sampai otak semua dipakai dalam permainan ini. Mantep nggak, tuh!

Okeh, nilai berikutnya ialah, bulutangkis menjalin keakraban sesama pemain.

Bukan hanya keakraban sesama pemain dalam satu tim. Keakraban dengan tim lawan juga bisa. Untuk poin yang ini sudah ada beberapa contoh dari para pemain bulutangkis sekaliber Taufik Hidayat, Lin Dan dan teman-teman seangkatannya. Di dalam lapangan boleh saja kita musuh, diluar beda lagi ceritanya.

Lain lagi ceritanya kalau lawan main kita adalah orang yang kita taksir. Biasanya sih kakak kelas. Ketemunya seminggu sekali pas acara ekskul sekolah. Awalnya lihat dari jauh. Lihat Doi belum punya lawan main, pura-pura tanya soal lapangan yang kosong. Terus ajakin tanding persahabatan.

Judulnya sih persahabatan. Begitu masuk ke lapangan, nggak ada tuh kata-kata persahabatan. Malah kayak musuh bebuyutan. Permainannya hebat! Paling tidak, sepulang dari ekskul kaki gue bengkak semua dan harus direndam air hangat. Fiuh..

Kesal? Tentu tidak! Senang malahan. Apalagi setelahnya bisa akrab dengan si Kakak. Hehe..

Yang terakhir, bulutangkis itu olahraga yang merakyat!

Opini ini benar-benar asli dari gue sendiri. Merakyat. Jangan dipikir merakyat itu menandakan seluruh warga negara Indonesia bisa beli raket. Bisa nampang dan bermain sesuka hati. Salah!

Jika kamu tinggal diperumahan sederhana, pasti pernah lihat. Anak-anak kecil main dengan raket papan. Sebuah raket yang lebih mirip raket bola pingpong. Biasa terbuat dari papan, dimodif dengan bekas gagang sapu/kayu untuk pegangan. Dipergunakan untuk bermain bulutangkis. Mainnya bukan dilapangan yang keren. Di depan rumah. Di jalan perumahan malah.

Yah, pemandangan ini memang sudah lama. Lamaaa banget nggak kelihatan. Kalau diingat-ingat, mungkin jaman gue masih pakai seragam putih merah. Jaman SD bro!

Yang menarik bukan raket atau lapangannya. Melainkan bagaimana cara orang-orang menyukai permainan ini. Kebersamaan yang terjalin antar pemain. Keceriaan yang tercipta saat anak-anak tertawa. Bahkan lebih bernilai dari apapun.

Sekarang baru berasa. Jaman sudah berubah. Permainannya pun juga berubah. Anak-anak disekitar rumah gue sudah tidak ada lagi yang main dengan raket papan tadi. Kenapa? Lagi-lagi teknologi.

Sekarang tuh, main bulutangkisnya begini nih..

 bulutangkis digital

Bukan menyalahkan teknologi. Hanya miris saja saat melihat anak-anak sekarang yang lebih senang hal-hal yang digital. Ah, berasa tua gue. Hahaha.

Kesimpulannya, bulutangkis yang pernah melegenda dinegeri ini jangan sampai hanya sebatas cerita. Ada baiknya olahraga tersebut dikembangkan lagi. Siapa tahu bisa kembali merajai dunia perbulutangkisan. Semua balik lagi kepada pemerintah serta masyarakatnya.

Gue sih masih lebih senang main bulutangkis ya. Itung-itung olahraga. Itung-itung kurusin badan juga gitu. Hehehe. Olahraga itu penting! Buat kesehatan. Buat masa depan. Semoga nilai-nilai baik yang gue tangkep dari olahraga ini bisa bermanfaat buat lo semua penggemar olahraga bulutangkis.

Salam olahraga!



Wawancaur: Shaman Mountaineer

$
0
0

Salah satu cabang olahraga yang ada di bucket list gua adalah mendaki gunung. Namun sampe sekarang belum pernah kesampean. Paling banter, gua naik gunung di Singapura, itupun sebenernya cuma bukit. Sekarang, selain emang belum tau mau naik gunung mana, gua belum pernah naik gunung beneran karena katanya kalo mau naik gunung itu persiapan mental dan fisiknya harus pol-polan.

Bener harus penuh persiapan? Ciyus? Miapa? Demi kejelasan itu, gua pun ngajak ngobrol Acen Trisusanto, seorang pendaki gunung yang juga bisa ngeliat makhluk halus! Jomblo naas ini bukanlah seorang dukun, namun kebetulan dianugrahi kemampuan melihat yang aneh-aneh selama mendaki. Dari 7 gunung yang ia daki, udah beberapa kali pula ia mengalami kejadian supernatural.

Merbabu dan Rinjani adalah 2 dari 7 gunung yang pernah didaki dan rencana terdekatnya akan menaklukkan gunung Kerinci yang terletak di propinsi Jambi. Kalo kalian pengen tau lebih lanjut tentang catatan pendakiannya, mampir aja ke jalanpendaki.com atau pantau kicauannya di akun @acentris.

Jadi bener ga sih naik gunung itu harus penuh persiapan? Gimana sih rasanya bisa ngeliat makhluk halus pas lagi naik gunung? Temukan jawaban dari 2 pertanyaan di atas dan pertanyaan-pertanyaan caur lainnya di wawancaur gue bareng shaman mountaineer kali ini.

Wawancaur adalah proses wawancara yang dilakukan secara awur-awuran. Pertanyaan disusun semena-mena dan boleh dijawab suka-suka. Proses wawancaur dengan Acen benar-benar dilakukan via Whatsapp. Wawancaur diedit sesuai kebutuhan. Gambar adalah milik pribadi narasumber. Terima kasih.

Acen Sutrisno

Hai, Cen.

Hae.

Ceritain dong awal mula kenapa lu bisa suka naik gunung?

Awalnya itu waktu SMA gue sering liat temen-temen pecinta alam yang bawa-bawa ransel gunung (carrier). Kayaknya kok ganteng dan macho. Terus gue jadi kepengen kayak mereka.

Baru bisa manjat pas kuliah. Ternyata mendaki gunung itu nyenengin banget meskipun bikin kaki pengkor.

Apa senengnya sih bisa daki gunung?

Ketemu sama gunung yang cantik. You won’t see it everyday. Kita bisa nemu sunrise paling cantik di puncak gunung, bisa ngeliat bunga Edelweiss yang cuma tumbuh di gunung, bisa ngerasain sejuk dan segernya alam yang gue rasa cuma bisa ketemu di gunung

Selain itu, dengan daki gunung, kita bisa jadi manusia seutuhnya yang terkoneksi dengan hangat sama manusia lain, bahkan dengan yang baru pertama kali ketemu.

Sisanya, dengan daki gunung kita selalu bisa bikin orang lain sirik sama foto-foto kita, yes?

Pernah jatuh cinta di gunung?

Seringnya malah abis patah hati terus manjat gunung, Mas. :|

Eaaa.

*jomblo menahun*

*puk puk*

*meringkuk di balik jendela saat hujan*

*ini emotnya jadi ga kelar-kelar gini*

*kita lanjut wawancaur aja gimana, Mas?*

Okesip! Emang manjat gunung bisa ngobatin patah hati?

Gak bisa ngobatin sih, Mas. Tapi bisa buat pelarian dan penyadaran. Jadi gini, patah hati itu sakit. Gak keliatan sakitnya. Tapi sakit. Nah, entah kenapa kalau naik gunung itu bisa membuat gue mikir, “masa iya gue bisa ngalahin diri sendiri buat nyelesaiin manjat satu gunung, gak bisa ngalahin diri sendiri buat berhenti sakit hati?”

Cailah.

Selain itu, pendaki jaman sekarang cakep-cakep. Mayan buat cuci mata. :’)

Gunung pertama lu yg daki apa dan kenapa naik gunung itu?

Pertama kali diajakin manjat sama temen gue itu ke gunung Merbabu. Gw iyain aja, soalnya gue lagi seneng karena abis dapet beasiswa.

Gimana pengalaman pertama lu daki gunung?

Seru, Mas! Seru banget! Berangkat dari Jakarta – Salatiga 18 jam!

Buset! Itu jalan-jalan apa masak rendang?

Bikin ketupat, Mas :’|

Badan udah capek duluan. Sampe di Kopeng, kaki gunung Merbabu, udah maghrib. Lanjut manjat malem sekitar jam 10. Bad news-nya itu kami maksa manjat sampe pagi biar gak jadi urutan bontot dri rombongan besar. Sampe gak sempet tidur di hari pertama.

Ini pertama kali nanjak gunung dan langsung nyasar dengan sukses. Harus stay semalem suntuk nunggu pagi biar bisa liat jalan karena lampu senter satu tim mati semua. Sempet tidur di tenda berbalur lumpur. Sampe akhirnya bisa turun di pos Selo. Sampe nangis haru karena bisa selamet.

Buset!

Oiya, unforgettable moment-nya pas lagi turun gunung, kehujanan, basah kuyup, carrier makin berat, badan makin pegel, tapi di depan gue ada pemandangan gunung Merapi yang gede banget, ijo banget, dahsyat banget. Saat itu, gue jatuh cinta sama Merbabu dan janji bakalan balik lagi.

Ah, keren nih!

Udah gitu, gara-gara naik Merbabu itu pertama kalinya kemampuan gue ngeliat yang macem-macem aktif lagi.

Maksudnya macem-macem itu makhluk halus, yes?

Ho oh. Tapi kadang jelas kadang gak.

Oo, belom HD yak?

Taeee.

Bisa ngeliat macem-macem itu keuntungan apa kerugian sebagai pendaki gunung?

Bisa ngeliat macem-macem itu bisa dibilang kerugian karena ada satu aturan gak tertulis di kalangan pendaki: “Kalo lo bisa ngeliat macem-macem, jangan ngomong macem-macem. Soalnya lo bakal bikin rombongan panik dan malah demotivasi”

Soalnya bisa aja mereka takut terus malah lari-larian gak jelas, trus kesasar, trus… duh drama.

Intinya gue harus sabar ngadepin kalo tiba-tiba ada cewe rambut panjang baju putih lagi dadah dadah ke arah gue.

Ya, lu dadah-dadah balik lah biar sopan.

Atau gue gak boleh teriak pas tetiba ada pocong loncat-loncat depan muka gue. Atau gue harus tetep senyum sambil nangis pas ada mahluk item gede sebelah gue.

Itu cermin kali.

Berantem sama gue aja gimana, Mas?

Oke, lanjut. Ceritain dong pengalaman terhoror lu ketika naik gunung?

Kejadiannya waktu gue lagi naik gunung Sindoro. Dari awal pendakian, gue udah ngerasa ada yang ga beres. Yang kehambat lah, yang kesasar lah, yang hujan gede lah. Nah, pas sore hari besoknya, kita sampe di pelataran puncak Sindoro. Perasaan gua makin ga enak.

Di sana gue meriang karena kecapean dan keujanan. Jadi gue memutuskan untuk tetep di tenda sementara temen-temen gue pada asik foto di luar tenda karena kebetulan lagi full moon.

Pas di tenda kan sendirian tuh. Makin lama, badan gue terasa makin berat, Mas. Gue berasa ada yang ngerayapin kaki gue.

*nahan napas*

Gue sesek napas. Napas gue berat banget. Saking beratnya, sampe kedengeran keluar tenda. Satu orang temen sampe balik gara-gara denger napas gue itu. Dia bantuin gue, olesin minyak kayu putih. Terus bilang, kalo kenapa-kenapa, panggil dia aja. Badan gue udah enakan tuh, makanya temen gue memutuskan untuk keluar lagi.

Eh gak lama ternyata kambuh lagi. Napas gue berat banget. Gue sampe harus napas lewat mulut kalo masih mau hidup. Gue merintih-rintih manggil nama temen gue yang tadi. Gak lama, dia dateng. Meluk gue sambil nepuk-nepuk punggung gue.

Pas dipeluk, gue kesakitan banget gak bisa napas sampe megangin dada. Abis itu… BLAR! Pandangan gue item. Tau-tau, pas gue sadar temen-temen gue lagi pada tidur di dalem tenda.

Anjir. Gue ga mau naik gunung sama lu ah. Horor banget. Lanjut ke pertanyaan yang non-horor.

Okesip.

Gunung apa yang pengen banget lu panjat?

Gue pengen banget mendaki gunung Kerinci sama gunung Merapi. Kerinci karena katanya cakep banget!

Ah, masa? Cakepan dia daripada Dian Sastro?

Mas…

Oke, lanjut. Kalo Merapi?

Kalo Merapi karena udah bolak balik jogja tapi gak sempet-sempet daki ke sana. Sampe udah mau meletus lagi nih kan.

Kalo dari segi kesehatan, naik gunung itu bermanfaat ga sih?

Hmm. Pertanyaan sulit. Soalnya abis naik gunung gue sering meriang. Hahaha. Minimal pegel-pegel.

Itu abis naik gunung apa abis nyetir bus antar kota antar propinsi sih?

Kalo naik gunung itu mainnya endurance, Mas.

Jadi gini. Badan kita dipaksa bawa beban berat buat jangka waktu yang gak sebentar. Juga dipaksa jalan kaki, kadang lari, kadang merangkak, kadang gelantungan. Ketahanan tubuh beneran diuji di sana. Selain itu, buat jantung juga bagus.

Tapi yang paling gue rasain sih paru-paru lo lebih lega. Lo bebas menghirup udara segar sepuasnya dan mau gak mau sebanyak-banyaknya karena bakalan ngos-ngosan banget. Yang paling kece, badan lo kenceng. Terutama pantat dan betis.

3 hal yang paling pantang dilakuin kalo naik gunung?

1. Gak ada persiapan lengkap!

Alasannya simpel, harus safety first! Naik gunung itu bukan hobi atau olahraga yang simpel. Itu ribet. Wajar aja kalo butuh persiapan lengkap. Mulai dari peralatan, mental, sama doa dari ortu. Persis kek mau naik haji.

2. Jangan jumawa dan menyepelekan gunung meskipun cuma niat.

Percaya gak percaya, gunung itu punya pembalasan paling kejam buat orang-orang begini. Yang disasarin lah, yang dibuat ilang gak balik lah, yang dibikin masuk hutan gak bisa keluar lah. Intinya harus tetap rendah hati, tidak sombong, dan rajin menabung (biar bisa naik lagi)

3. Vandalisme dan nyampah sembarangan.

Ini sering banget dilakuin sama orang-orang yang bisa jadi newbie atau sok tau atau emang jail. Gak di mana-mana sih pasti ada aja yang nyoret-nyoret batu, pos jaga, atau ngukir pohon. Norak dan menyebalkan.

Belum lagi yang nyabutin atau metik Edelweiss. Selain dilarang dan ada undang-undangnya, bunga Edelweiss itu gak ada lucu-lucunya loh. Jadi buat apa dipetik dan dibawa balik? Buat pamer-pameran pernah manjat gunung? Jangan deh. Jangan.

Kalo dari persiapan, 1 hal apa yang kudu disiapin banget-banget?

Mental. Sama kayak mau nembak gebetan. Mental nomer satu. Kalo persiapan peralatan bisa dicek di sini nih. Dan jangan lupa, fisik yang prima!

Kalo lu sendiri, nyiapin fisiknya gimana sebelum baik gunung? Ada ritual khusus ga?

Dulu banget pas pertama naik, gue itu sebulan lari terus tiap pagi. Ya lari pagi, ya lari dari kenyataan, ya lari dari utang.

Eaaa.

Kalo ritual khusus, biasanya sih gue bakal banyakin tidur dari H-2 sebelum manjat.

Oke. Sekarang pertanyaan terakhir nih, Cen.

Yaah. Udah pertanyaan terakhir aja nih, Mas? Gue masukin koin lagi deh.

Lu kate maen dingdong!

Hehehehe. Apa pertanyaannya?

Ada kalimat penutup buat mereka yang mau nyoba naik gunung?

Seperti yang biasa gue taro di blog gue:

Take nothing but pictures. Leave nothing but footprints. Kill nothing but time. Complete the gears and happy mountaineering!


Wawancaur: Banter Lover

$
0
0

Di beberapa negara, sepakbola udah seperti agama. Mencibir klub jagoan seperti menghina agama yang dipeluk. Ga jarang, bisa berakhir perkelahian atau kerusuhan. Termasuk di Indonesia. Berita lokal udah sering banget menyajikan bagaimana pertandingan Persib Bandung melawan Persija Jakarta berlangsung dengan sangat panas, baik di dalam maupun di luar lapangan. Pun dengan tim satu kota, Persita dan Persikota yang hampir selalu berakhir rusuh di kota Tangerang.

Namun hal di atas ga berlaku untuk Anna Kania (@my_kania) dan suaminya. 

Ibu satu anak ini adalah penggemar setia Liverpool sejak tahun 90-an sementara suaminya merupakan Gooner, sebutan untuk pendukung Arsenal. Dua klub ini bersaing ketat di liga Inggris dan ga jarang pendukung keduanya saling melempar ejekan alias banter. Namun di Indonesia, penggemar 2 klub ini malah menjadi lover dan melanjutkan sampai ke jenjang pernikahan. Bagaimana kisah mereka? Dan apa pendapat Nia tentang sepakbola? Simak jawabannya di wawancaur kali ini.

Wawancaur adalah proses wawancara yang dilakukan secara awur-awuran. Pertanyaan disusun semena-mena dan boleh dijawab suka-suka. Proses wawancaur dengan Nia benar-benar dilakukan via Whatsapp dan email. Wawancaur diedit sesuai kebutuhan. Gambar adalah milik pribadi narasumber. Terima kasih.

anna kania

Halo Nia. Kita langsung mulai ya wawancaurnya!

Halo, Roy! Siap!

Sekarang ini kesibukannya apa aja nih?

Sekarang sih biasa. Sibuk kerja kantoran sama ngurus anak.

Ceritain dong awal mula kenapa bisa suka sepakbola?

Hmmm, mungkin dari pas jaman gue SMP kali ya, sekitar tahun 96. Abang dan adek gue suka bola dan ngoleksi poster-poster klub bola gitu. Mereka langganan tabloid sepakbola, terus seluruh kamar ditempelin poster klub bola dari tabloid tadi.

Ditambah lagi, nyokap dan bokap gue juga suka nonton bola. Tepatnya sih ngomentarin. Apalagi kalo tim nasional Indonesia yang main. Komennya bisa lebih sadis dibanding komentator yang di tivi!

Gile, sekeluarga suka bola. Haha.

Hahaha, ya gitu deh.

Dari pertama udah suka Liverpool?

Iya! Kakak gue dulu suka Liverpool. Kalo adek gw sukanya Inter Milan.

Kenapa Liverpool? Kenapa ga Inter Milan, Bayern Muenchen, Persija atau PSBL Bandar Lampung gitu?

Gara-garanya tuh poster pemain Liverpool ditempel di deket tembok dan kalo gue mau bobo segaris gitu sama muka gue.

Jadi kayak terhipnotis ya? Hahaha.

Iya, jadi tiap malem kalo mau bobo ya itu gue liatin line up pemain Liverpool. Kalo gak salah itu jamannya Stan Collymore, Robbie Fowler, ama Steve McManaman.

Tahun 95-96! Sama tuh, gua juga suka Liverpool dari jaman itu!

Iya, iya. Jaman segituanlah.

Rutin nonton bola tiap minggu?

Kalo dulu sih rutin nonton setiap Liverpool maen. Tapi seiring dengan waktu, sekarang paling kalo pertandingan-pertandingan bagus aja. Kalo di tipi gak ada acara rame, gue lebih milih nonton bola sih. Dan sekarang tiap malem pasti nonton bola karena suami pasang tivi kabel khusus bola di kamar.

Kenapa sampe sekarang masih dukung Liverpool? Kan masa jayanya udah lewat dan sekarang naik turun banget prestasinya?

Masih dong. Biarin jarang menang, yang penting susah senang dinikmatin bersama.

Cieee…

Kayak pacaran gitu. Hehehe.

Sebagai seorang perempuan, sering dapet pertanyaan, “kok cewe suka nonton bola?” Apalagi tahun segitu kayaknya belom banyak perempuan yang suka bola.

Gak juga, karena mungkin keluarga gue juga suka nonton bola. Terus temen-temen gue juga rata-rata suka nonton bola karena para pasangannya juga suka bola.

Ngomong-ngomong soal pasangan, suami lu kan penggemar Arsenal ya?

Yoi!

Waktu pacaran ga suka ribut-ribut soal bola?

Hahaha. Paling rebut-ribut kalo Liverpool lagi lawan Arsenal. Yang kalah diceng-cengin.

Pernah ada kejadian lucu ga selama pacaran atau menikah gara-gara fans beda klub?

Yang lucu justru bukan karena pertandingan, Roy. Jadi gini ceritanya.

Dulu ada temen gue dan dia yang namanya Ben. Kebetulan si Ben ini mau pergi ke London. Berhubung si ben juga Gooner, gue tanya lah, dia mau mampir ke stadion Emirates. Karena kalo mampir, gue mau nitip oleh-oleh buat suami (tapi dulu masih pacaran). Si Ben nyanggupin terus nanya ke gue mau dibeliin apa.

Entah kenapa, waktu itu gue cuma kepikiran beliin suami tumbler yang ada lambang Arsenal aja. Jadilah si Ben cuma beliin tumbler Arsenal doang. Pas dapet, gue kasi dong ke suami dengan tampang bangga, “Nih tumbler dari Arsenal. Asli dari London.”

Dianya sih seneng. Cuma pas tau yang ke London itu si Ben, langsung deh gue ditanya, “Lah kalo Ben yang ke London, kenapa gak sekalian nitip jersey asli?”

Dengan oonnya gue jawab, “Kagak kepikiran”

:|

Hahahaha. Katro deh pokoknya itu.

Kalo lagi Liverpool lawan Arsenal kan suka ceng-cengan tuh. Pernah sampe ngambek-ngambekan sama marah ga?

Kagak laaah.

Paling kalo ada yang kalah gak bisa tidur aja. Laki gw sih yang biasanya begitu. Kalo gue mah kalo udah kalah ya mau gimana lagi. Hahahaha.

Nah, kalian kan sekarang udah punya anak. Bakal jadi pendukung siapakah anak ini nanti?

Hahahaha, kagak ada tau deh ntar anak gue dukung siapa. Tapi ya secara nama anak gue Arshava, itu aja uda terinspirasi sama Andre Arshavin. Jadi ya kayaknya sih bakal dukung Arsenal.

Waktu namain anak ga ada debat-debat tuh? Kok dinamain Arsenal banget?

Gak sih. Abis kalo dinamain Gerrard kayaknya kok bule banget :\

Hahaha

Dari dia kecil, kita udah menanamkan jiwa bola. Gue dan bapaknya kadang rebutan ngedandanin pake kostum bola apa. Dari sebelum lahir, suami udah pesen kostum Arsenal untuk bayi 6 – 12 bulan. Tapi begitu udah gedean, gue yang beli jersey Liverpool untuk anak usia 1 – 2 tahun.

Wah sengit nih persaingannya!

Ya gitu deh. Hahaha.

Apa pendapat lu tentang penggemar klub yang saling cibir-cibiran bahkan sampe berantem atau musuhan?

Hadeeeh, gue paling sebel kalo abis nonton bola, baca timeline Twitter, terus isinya berantem ngebahas hasil pertandingan. Susah amat ya hidup ngana ampe klub bola aja diberantemin sampe segitunya. Menurut gue ya sportif aja lah sama hasil pertandingan. Kalo kalah ya terima, kalo menang ya Alhamdulillah. Gak usah dipikirin.

Eh ini apa pemikiran gue yang cewe aja ya? Soalnya suami gue klo Arsenal kalah biasanya juga gak bisa tidur.

Gua kalo Liverpool kalah, kadang juga susah tidur :\

Hahaha.

Balik lagi ke lu dan Liverpool. Apa momen / pertandingan Liverpool paling berkesan buat lu?

Final liga Champion yang sama AC Milan dong. Gue nonton live tuh, meski sendirian. Niat banget! Untung menang. Hahaha.

Apa arti sepakbola dan Liverpool buat seorang Anna Kania?

Kalo menurut gw sih, sepakbola itu ngajarin untuk hidup sportif sama strategi gimana cara membuat satu tim solid untuk bisa mencapai tujuan tertinggi yaitu kemenangan (halah, berat banget ya omongan gue).

Liverpool sendiri ngingetin gue kalo “once in a lifetime you certainly have the greatest memories” . Yaaa, meski sekarang belum lagi juara EPL tapi kan dulu dia jaya banget. Sama kayak kehidupan kita, toh gak selamanya di atas. Ada proses untuk naik turunnya juga kan.

Terakhir nih, Ni. Kata-kata penutup dong buat para penggemar Liverpool yang lagi baca ini?

Yang namanya fans pasti dukung klub kesayangan, baik di saat lagi puncak ataupun di bawah. Yakin aja suatu saat pasti jaya lagi.

You’ll never walk alone!


Yuk, ke Negeri di Atas Awan!

$
0
0

DISCLAIMER: Postingan di bawah ini ditulis oleh teman pembaca saputraroy.com; Raudha Salsabila secara sukarela tanpa todongan senjata tajam, tumpul, ataupun kondisi di antara tajam dan tumpul. Untuk membaca tulisannya yang lain, bisa main ke raudhasalsabila.blogspot.com atau follow @raurauwwrr. Terima kasih.

Kalau disuruh menyebutkan satu mata pelajaran yang paling gue benci waktu di sekolah jawabannya adalah mata pelajaran olahraga. Atau dalam bahasa kurikulum disebut Penjaskes. Ketika semua teman-teman bergembira menyambut hari di mana ada jadwal pelajaran olahraga, gue adalah satu-satunya murid yang berusaha mencari alasan supaya dibolehin gak ikut olahraga sama bapak/ibu guru. Karena gue perempuan, alasan yang paling sering dipakai pastinya “lagi dapet”.

Entah kenapa gue gak suka banget sama pelajaran olahraga. Tiap kali penilaian lari, gue jadi yang paling terakhir. Penilaian shoot bola basket, gak ada satu pun bola yang berhasil gue masukin ke dalam ring. Penilaian bola voli, passing yang gagal gak sebanding sama lengan yang udah lebam merah. Renang? Well, gue cuma bisa renang gaya batu, nyemplung dan gak bakalan ngambang ke permukaan.

Track record mata pelajaran olahraga yang sangat buruk membuat gue senang bukan main setelah lulus SMA, karena gue gak bakal ketemu lagi sama pelajaran yang satu itu!

Duduk di bangku kuliah semester satu, gue menjalani kehidupan kampus sebagaimana mestinya mahasiswa baru. Nenteng jas almamater ke mana-mana (peraturan di kampus gue, maba wajib menggunakan jas almamater selama satu semester), jalan bergerombol sama temen–temen sekelas, atau jalan nunduk kalau ngelewatin kumpulan mahasiswa semester tingkat atas. Pokoknya cupu banget dah.

Kegiatan gue juga cuma kuliah-pulang-kuliah-pulang. Dengan jadwal kuliah yang tiap harinya rata-rata cuma satu mata kuliah, fix kehidupan semester satu gue sangat suram.

Menginjak semester 2, gue bertekad pengen melakukan perubahan. Gue gak mau masa-masa suram di semester satu terulang lagi. Gue gak mau kalo hidup gue cuma dipenuhi oleh tugas-tugas kuliah. Demi membangun kehidupan yang lebih bervariasi dan tidak membosankan, gue akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan organisasi Pecinta Alam (PA) yang ada di kampus.

Gue tau kalau anak PA itu kegiatannya naik gunung. Yang gak gue tau, tiap kali mau naik gunung itu salah satu persiapannya adalah latihan fisik. Yang gak gue sadari adalah bahwa hiking itu juga termasuk olahraga! Dan kenapa ujung-ujungnya gue melibatkan diri sendiri pada suatu hal yang gak gue suka?

Mungkin benar ketika ada pepatah yang mengatakan bahwa ketika lo membenci sesuatu, maka semesta akan berkonspirasi mendekatkan lo pada hal tersebut.

Ketika kita akan bergabung dengan sebuah organisasi di kampus, biasanya bakal ada acara Diklat (Pendidikan dan Latihan) untuk anggota baru. Begitu juga halnya dengan organisasi PA yang ada di fakultas gue, ada semacam prosesi untuk menyambut kelahiran anggota baru setiap tahunnya, acara tersebut bernama Diklatsar.

Gue masih inget gimana dulu gue menjalani yang namanya Diklatsar I. Empat hari yang tidak akan terlupakan seumur hidup gue. Awalnya para senior gak ngasih tau kemana adik-adik calon anggota yang masih unyu ini akan dibawa. Yap, lokasi Diklatsar I memang dirahasiakan. Angkatan gue yang waktu itu jumlahnya 16 orang, disuruh membawa perlengkapan seabrek, yang telah ditentukan oleh senior.

Mulai dari baju ganti untuk 4 hari, jaket gunung, sleeping bag (kantung tidur), makanan dan minuman, obat-obatan, sandal, sepatu gunung, kaos kaki, sarung tangan, masker, senter beserta baterai cadangan, matras, dan printilan lainnya. Dengan barang bawaan yang segitu banyak, alhasil carier gue beratnya naudzubillah. Coba aja bayangin gimana rasanya ketika koper lo jadiin ransel? Kurang lebih seperti itu beratnya. Sekitar 15-25 kilo, bahkan bisa lebih.

Gue yang masih newbie dalam dunia pendakian pastinya shock dan stres ketika pertama kali ngangkat carier gue sendiri. “Gak mungkin bisa jalan dengan beban seberat ini”, batin gue waktu itu. Gue dan temen-temen seangkatan berjalan selangkah demi selangkah, dengan track yang 70% nanjak dengan kemiringan kira-kira 10-45 derajat, dan beban di punggung yang semakin lama semakin berat. Cucuran keringat membasahi tubuh. Baju dan celana pun mulai berubah warna. Kelelahan yang luar biasa terpancar dari wajah kami.

Setelah berjalan kaki kurang lebih 13 jam, masuk keluar hutan, akhirnya gue dan teman-teman sampai di sebuah sabana yang luas banget. Waktu itu kita sampainya udah malem, jadi gak terlalu keliatan pemandangannya. Tapi setelah pagi, waktu gue keluar dari tenda, sejauh mata memandang terlihat rumput bergoyang-goyang. Tenyata gue lagi ada di tengah sabana yang keren banget!

Sabana itu diapit oleh bukit-bukit kecil. Pinus berjejer mengelilingi seolah membentuk pagar. Matahari mengintip malu-malu dari balik bukit memendarkan sinarnya yang berwarna jingga. Hawa dingin menyentuh kulit gue yang udah dibalut jaket gunung, dinginnya berasa kayak lagi di kutub utara! Udara bersih masuk ke paru-paru gue, seolah menyapu bersih semua kotoran yang berasal dari udara kota yang gue hirup tiap hari.

awesome kan?

Gimana pemandangannya malam harinya? Keren abis!

Waktu itu kebetulan lagi supermoon, dan langit isinya taburan bintang! Walaupun suhu udara di malam hari menurun drastis, rasanya rugi aja kalau buru-buru masuk tenda tanpa menikmati lautan bintang itu berlama-lama. Pemandangan yang sangat jarang bisa gue nikmati.

Semua rasa lelah yang gue rasakan kemaren, terbayar lunas ketika gue udah nyampe di Cemoro Kandang, bagian dari pegunungan Kawi yang membentang dari Malang Selatan hingga Blitar. Semua pengorbanan dari segi materi, tenaga, mental, emosi yang gue keluarin, sebanding dengan apa yang bisa gue lihat dan rasakan di Cemoro Kandang.

di atas awan!

Gak disangka, gue bisa jatuh cinta sama hiking. Sekarang kalau ditanya olahraga favorit, jawaban gue pasti naek gunung! Olahraga yang menyehatkan lahir batin. Badan sehat karena udah mengeluarkan keringat, hati juga bahagia karena bisa melihat pemandangan yang gak semua orang bisa lihat.

Senior gue pernah bilang bahwa semua filosofi kehidupan itu ada waktu kita naik gunung. Membawa beban berat, melewati jalan yang terjal, dan berbagai macam rintangan, demi satu harapan yaitu bisa berdiri di puncak.

Sama seperti kehidupan di mana ada banyak masalah, cobaan, rintangan yang kita hadapi, semuanya pasti akan terbayar oleh apa yang akan kita dapat di kemudian hari. Percayalah bahwa pengorbanan selalu berbanding lurus dengan apa yang  kita dapatkan. Walaupun mungkin gak kita terima hari ini, tapi suatu hari nanti. Pasti!


Seperti Pemain Jagoan

$
0
0

Yang namanya suka sepakbola, pasti punya klub dan pemain jagoan.

Biasanya, orang akan ngejagoin mereka yang bisa nyetak banyak gol atau jago menggocek bola. Gua juga begitu. Di Liverpool, gua suka Robbie Fowler, striker yang ga hanya mencetak banyak gol, tapi juga mencetak banyak rekor. Saking ngefans-nya sama Fowler, gua nyaris traveling ke Bangkok demi bisa dapetin tanda tangan Fowler yang kebetulan lagi jadi pelatih di klub lokal Thailand. Iya, gua se-ngefans itu.

Ketika Robbie Fowler udah pensiun dan banyak orang mengidolakan Steven Gerrard, gua menemukan sosok idola baru pada seorang pemain belakang.

Kurang lebih 16 tahun pemain belakang ini mendedikasikan dirinya sebagai pemain Liverpool, melakoni 737 partai dan mencetak 5 gol di sepanjang kariernya. Di tengah persaingan pemain-pemain baru yang terus berdatangan, dia ga pernah kehilangan tempat dan malah diplot sebagai wakil kapten. 

Di akhir musim 2013 kemarin, pemain belakang ini memutuskan untuk pensiun sebagai pemain sepakbola profesional. Begitu banyak yang memuji kontribusinya sebagai pemain Liverpool, baik itu dari rekan setim, mantan pelatih, ataupun media. Berita mengenai pensiunnya bahkan lebih banyak ketimbang Michael Owen, pemain Inggris lainnya yang berposisi sebagai striker dan pernah dijuluki The Phenomenon!

Gua ngefans banget sama pemain belakang ini. Tapi awalnya, gua benci banget sama dia.

Cara mainnya kasar, lamban, ga bisa baca permainan, dan badannya pun ga gede-gede banget untuk ukuran pemain belakang. Ditambah lagi, dia sering bikin blunder. Bukan, dia bukan sarjana teknik yang rakit mesin buat ngehalusin buah atau sayur. Itu bikin blender. Blunder adalah kesalahan mendasar yang bisa membuat jalur permainan berubah total.

Blunder terburuknya adalah ketika melakukan own goal saat melawan rival besar, Manchester United, di musim 1999/2000. Ga cuma sekali, tapi dia bikin own goal sebanyak dua kali! Dua kali! Ternyata ga cuma isi Sarimi dan minum Yakult, tapi bikin gol bunuh diri pun bisa sampe dua!

Sejak saat itu, dia pun ga pernah diposisikan lagi sebagai center back. Houllier, pelatih Liverpool musim itu, melemparnya ke posisi bek kiri. Pas main sebagai bek kiri pun dia ga jago-jago amat. Larinya ga kenceng, umpannya jelak, dan sama sekali ga bisa ngebantu serangan. Sering kali dia jadi titik lemah yang jadi incaran musuh untuk diserang. Bener-bener cupu. 

Rekan 1 tim-nya, Jamie Redknapp, pun pernah bilang bahwa di musim pertamanya naik ke tim senior, pemain belakang ini sering menjadi bulan-bulanan. Ketika sesi satu lawan satu, semua ingin memilihnya sebagai pasangan latihan. Itu karena dia begitu mudah dilewati.

Tapi dia ga patah arang.

Setiap habis latihan, ia selalu pulang paling belakang, berlari kecil untuk melatih staminanya. Ia latihan beban lebih banyak dari yang lain untuk memperbesar badannya. Di saat rekan yang lain udah istirahat, dia malah duduk di depan tivi, nonton pertandingan sepakbola untuk meningkatkan kemampuannya membaca permainan.

Hasilnya?

Di musim kedua, ga ada lagi yang mau berpasangan sama dia. Badannya mulai gede dan sulit untuk dilewati. Kemampuannya membaca pertandingan meningkat pesat. Pemain yang lain mulai menghormati kehadirannya sebagai pemain belakang.

Tapi dia ga berhenti di situ. Tahun demi tahun, ia terus belajar dan berlatih lebih keras dari yang lain. Pujian dari pelatih dan rekan setim ga membuatnya cepat puas dan mengendurkan semangat. Pemain belakang ini ga menyerah. Itu yang gua suka darinya.

Saat dia di-bully sama temen-temen setimnya, bisa aja dia pulang, lalu sambil mandi di bawah pancuran, dia menangis bak Yati Octavia di film Rhoma Irama. Atau ia bisa aja mampir ke tukang DVD, rental film Titanic, dan bernyanyi My Heart Will Go On dengan lantang sambil berurai air mata.

Tapi dia ga begitu. Dia tetap tenang sambil mempelajari apa yang kurang darinya, apa yang mesti ditambal dan diperbaiki dari tekniknya bermain bola.

Jika akhirnya ia menjadi legenda, itu semua karena dirinya sendiri. Bukan karena bakatnya, bukan karena pelatihnya, apalagi karena jumlah follower Twitter-nya. Tapi semua itu karena jam pulang yang ia undur agar bisa latihan lebih lama, karena jam tidur yang ia korbankan agar bisa nonton pertandingan lebih banyak, dan karena jam latihan yang ia perbanyak agar bisa menjadi lebih baik.

Semua karena kerja kerasnya.

Kalo sampe sekarang kita masih merasa ada di bawah, mungkin karena kita berpegang pada bakat tanpa berjuang untuk mengasahnya. Kalo sampe saat membaca tulisan ini kita masih merasa di situ-situ aja, mungkin karena lebih banyak keluhan yang keluar dari mulut daripada keringat yang keluar dari dahi. Kalo sampe detik ini kita masih belum mampu naik ke level berikutnya, mungkin karena kita terlalu mengandalkan belas kasihan orang lain. Mengemis-ngemis peluang dan kesempatan. Padahal seringnya, kesempatan itu ada karena dicipta.

Kalo sampe hari ini kita masih merasa menjadi bulan-bulanan kehidupan, mungkin ini saatnya buat kita untuk duduk tenang dan bertanya ke diri sendiri.

“Apa gue udah berlatih lebih lama?”
“Apa gue udah berlari lebih jauh?”
“Apa gue udah belajar lebih banyak?”

Jika jawabannya belum, inilah saat yang tepat untuk belajar seperti pemain jagoan gua.

goodbye Carra

Jadilah seperti Jamie Carragher.

“Hard work beats talent when talent fails to work hard.” ― Kevin Durant


Edisi September 2013!

$
0
0

Bulan Agustus kemarin, gua dan keluarga melakukan jalan-jalan ke Surabaya dan sekitarnya. Kesempatan gua untuk traveling bareng mereka hanya setahun sekali dan itu jatuh di hari raya Idul Fitri. Kami sekeluarga selalu menunggu-nunggu momen Lebaran karena hanya di minggu-minggu itu bokap gua bisa lowong dan diajak traveling.

Ritual ini udah berjalan dari gua kecil. Destinasinya mungkin ga variatif, tapi kami pasti jalan-jalan di momen lebaran. Tujuan paling sering adalah puncak dan Bandung. Tapi yang namanya traveling sama keluarga, kadang destinasi ga jadi masalah, karena kebersamaanlah yang jadi tujuan utama.

Nah, makdarit (maka dari itu), di bulan ini gua akan membahas 2 hal yang udah lumayan sering gua tulis di blog ini: keluarga dan traveling. Cerita tentang jalan-jalan ke Surabaya kemarin akan jadi artikel utama dan tentu saja, kolom wawancaur masih akan menemani kalian semua di blog ini. Di bulan ini gua akan ngobrol seru bareng biang blogger yang juga sering ngajak keluarganya jalan-jalan. Siapa doi? Tungguin aja di minggu ketiga bulan September ini.

Di bulan ini ada beberapa momen penting buat gua. Yang pertama, dua project menulis yang udah tertahan lumayan lama, akhirnya akan rilis juga di bulan ini. Yang kedua, rencana pengejawantahan salah satu buku gua ke bentuk kreatif lain akan mulai bulan ini. Dan yang terakhir, gua akan berulang tahun! Nantikan beberapa postingan terkait hal-hal di atas di bulan ini. Melenceng dari tema? Bodo amat! Behehehek.

Bulan lalu gua juga mengadakan kuis ‘Wawancaur Favorit’ via Twitter. Dari sekian banyak jawaban yang masuk, ada 3 wawancaur yang paling sering muncul di tab mention gua. Ada wawancaur bareng Romeo Gadungan, ngobrol seru sama Travel Couple, dan diskusi asik dengan Life Enthusiast. Pemenangnya adalah Fairus dan berhak diganjar 1 buku #DestinASEAN, sebuah kumpulan catatan perjalanan yang baru rilis bulan Juli kemarin. Selamat!

Sebelum gua menutup postingan ini dengan menampilkan cover bulan September ini, ijinkan gua untuk merekap perjalanan saputraroy.com di bulan Agustus 2013:

  • Ada 10 postingan di bulan Agustus yang semuanya publish di jam cantik 11:11 WIB
  • Jumat, 23 Agustus 2013 adalah hari dengan traffic tertinggi sejumlah 820 views, di mana pada hari itu dipublish postingan Wawancaur: Banter Lover!
  • Referrers paling rame itu datang dari search engine (Google, Yahoo, Bing, dll) yaitu sebanyak 1,450 dan peringkat kedua diduduki oleh Twitter sejumlah 1,222
  • Total traffic untuk bulan Juli kemarin mencapai 9,955 views, dengan rata-rata 321 views per harinya.

Semoga dengan tema bulan ini kalian makin betah main di sini dan bersama-sama kita pecahkan pencapaian bulan-bulan lalu.

Jadi, ini dia tema saputraroy.com bulan September 2013, combo traveling dan keluarga:

“It’s a Family Trip!”

cover sep copy


Landmark Surabaya!

$
0
0

Jika kalian hanya punya 1 hari untuk mengunjungi Surabaya, mungkin kalian bisa mengikuti rute gua di liburan kemarin.

Tanggal 16 bulan lalu, gua, pacar, dan keluarga, jalan-jalan ke Surabaya. Gua dan keluarga memang punya ritual rutin untuk traveling setahun sekali di libur lebaran. Kesibukan bokap memaksa kami hanya bisa traveling setahun sekali. Makanya tiap libur lebaran tiba, kami ga pernah melewatkan kesempatan itu. Dan kali terasa lebih spesial, karena pacar pun ikut serta.

Tiket ke Surabaya udah dibeli jauh-jauh hari. Waktu itu, pilihan destinasi kami antara Surabaya atau Medan. Jika ke Surabaya, maka tujuan utamanya adalah Jatim Park yang ada di Batu. Sedangkan kalo ke Medan, danau Toba akan menjadi pusat itinerary. Setelah menimbang, memasak, dan menyajikannya selagi hangat, maka pilihan pun jatuh ke Surabaya. Karena keputusannya dibuat di bulan April, gua masih ada waktu untuk nyari-nyari tiket murah di deket libur Lebaran.

Akhirnya gua dapet tiket dengan harga yang lumayan, sekitar 700ribu per orang untuk pulang pergi. Ga murah-murah amat, tapi lumayanlah. Sebenernya ada tiket dengan harga yang sangat murah, kira-kira 300ribu pulang pergi. Namun jadwalnya mengharuskan kami untuk tinggal di Surabaya selama 24 hari. Jika lebih lama lagi, bisa aja gua memutuskan untuk mencalonkan diri untuk jadi lurah setempat.

Gua sengaja memesan penerbangan berangkat paling pagi dan penerbangan pulang paling malam biar ga rugi. This is an Indonesian-Chinese family trip, what else can you expect?

Kami take off jam setengah 6 pagi. Itu artinya, kami harus sampai bandara jam setengah 5 karena ada tas yang harus masuk bagasi. Itu artinya lagi, kami harus berangkat dari rumah jam setengah 4 agar bisa sampai bandara tepat waktu. Dan itu artinya lagi, kami harus bangun jam setengah 3.

OMG.

Nyaris aja gua memutuskan untuk ga tidur malam sebelumnya dan main halma sama genderewo agar ga tidur kebablasan. Namun akhirnya niatan itu dibatalkan karena gua tersadar bahwa genderewo ga bisa main halma. Main congklak lebih mungkin.

Hari yang dinanti pun tiba. Gua sekeluarga bangun jam setengah 3, mengusir genderewo, dan bersiap untuk pergi ke bandara. Kami bangun tepat waktu namun terlambat berangkat. Mobil yang membawa kami ke bandara berpacu dengan kecepatan di atas rata-rata yang telah ditetapkan Asosiasi Mobil Pengantar Ke Bandara Seluruh Dunia belum lama ini.

Namun berkat kecepatan itu, kami bisa tiba di bandara beberapa menit sebelum check in desk tutup. Dengan keadaan masih sangat ngantuk, kami check in dan setengah berlari untuk boarding. Di tengah kesibukan itu, nyokap sempet melambatkan kakinya dan menegur seseorang.

“Eh, ada Olga,” kata nyokap sambil senyum-senyum. Melihat reaksi nyokap, gua menerka bahwa yang disapa itu Olga Syahputra, MC acara musik Dahsyat, atau yang lebih dikenal sebagai banci temen Raffi.

Ingin memastikan, gua melihat ke arah orang yang disapa, menunduk malas, lalu memegang pundak nyokap sambil berkata, “Ma, itu Ruben.”

“Oh.” Nyokap mengeluarkan kata ‘Oh’ sama seperti yang seorang siswa biasa katakan saat baru aja tau jawaban ulangan karena terinspirasi teman sebelahnya.

Ruben Onsu hanya bisa cengar-cengir sambil terus berlalu. Nyokap salah mengira. Sama-sama banci sih, tapi kan beda. Tanpa ingin membahas siapa yang lebih banci, kami melanjutkan ketergesaan untuk bisa naik ke dalam badan pesawat. Duduk berderet dan kurang lebih satu jam kemudian, kami sampai di Surabaya.

Satu kata yang pertama melintas di kepala saat menginjakkan kaki di Surabaya: panbro! Panas, Bro!

Gua rasa kalo Lucifer lagi traveling ke Surabaya, dia pun cuma pake kutang ama celana pendek. Bukan cuma panas, tapi mataharinya terik banget. Panasnya sebelas dua belas sama panas ngeliat mantan yang baru putus tapi langsung jadian lagi sama orang lain. Bagi yang mau traveling ke Surabaya, disarankan untuk memakai pakaian yang nyaman dan jangan membawa mantan.

Begitu semua urusan di bandara beres, kami langsung bergegas menuju beberapa landmark kota Surabaya. Dan seperti yang gua bilang di atas tadi, kalo kalian cuma punya 1 hari untuk berkeliling Surabaya, mungkin kalian bisa ngikutin trayek liburan gua kali ini.

Yang pertama adalah jembatan Suramadu.

suramadu

Jembatan yang melintasi selat Madura ini merupakan jembatan terpanjang di Indonesia. Dengan total panjang 5,438 meter, jembatan ini menghubungkan kota Surabaya di pulau Jawa dan kota Bangkalan di pulau Madura.

Sebenernya jembatan ini adalah jalan tol, jadi untuk melintasinya, kita perlu membayar sebesar 30ribu sekali jalan atau 60ribu pulang pergi. Terhitung mahal untuk sebuah perjalanan yang habis ditempuh dalam durasi ga nyampe setengah jam.

Karena ini jalan tol, kita ga diperbolehkan untuk berhenti seenaknya dan berfoto-foto. Namun ada ruas untuk mobil bermasalah (mogok, bukan mabuk-mabukan dan suka nempeleng orang lain), yang bisa dimanfaatkan untuk berhenti sejenak dan mengambil gambar. Ingat, ngambil gambarnya pake kamera, bukan pake kanvas dan kuas. Nanti kelamaan.

Jembatan ini lebih cantik pada malam hari. Lampu-lampu yang aktif menyala akan membuat jembatan ini sebagai landmark yang ga boleh dilewatkan untuk berfoto ria. Namun jika mau foto malem-malem, usul gua sih mending jangan foto di jembatannya, mengingat jembatan itu adalah jalan tol dan kebiasaan arek Suroboyo untuk ngebut. Jadi biar amannya sih, mending foto entah di luar sana yang bisa keliatan satu jembatan penuh.

Setelah dari jembatan Suramadu, landmark berikutnya yang kami tuju adalah sebuah museum tentang rokok. House of Sampoerna (HOS).

HOS

Begitu masuk HOS, aroma cengkeh dan tembakau khas Dji Sam Soe langsung menyambut kami. Ga cuma itu, seorang pemandu dengan sigap menghampiri dan siap mendampingi kami selama perjalanan kami di dalam museum.

Di HOS, kita bisa mendengar kisah perjalanan sukses pendiri Sampoerna; Lim Seeng Tee dan penerus bisnis rokoknya. Menariknya, karena HOS ini terintegrasi dengan pabrik rokok, kita juga bisa melihat gimana sih cara bikin rokok. Sayangnya, waktu gua ke sana, pabriknya ga beroperasi karena masih dalam rangka libur kemerdekaan.

Kata sang pemandu, dalam sehari pabrik yang di HOS ini bisa memproduksi sampai 500ribu bungkus! Kalo 1 bungkus harganya 10ribu, maka dalam sehari omset mereka adalah sebesar 5 milyar! Sehari 5 milyar! Ajegile! Kalo semua duit itu dibeliin kerupuk, mungkin kita bisa berenang di antara kerupuk!

Namun jangan khawatir, para pelancong kere. Untuk bisa menikmati cerita dan memorabilia Sampoerna ini, kita ga perlu mengeluarkan uang sepeser pun, alias gratis. Kantong aman, hati pun tenang.

Puas dengan sejarah Sampoerna, kami memutuskan untuk bergegas ke titik sejarah berikutnya. Tugu Pahlawan.

tugu pahlawan 2

Terletak di jalan Pahlawan, dekat kantor gubernur Jatim, tugu ini menjulang 45 meter dari atas tanah. Uniknya, tugu ini memiliki 10 lengkungan dan 11 ruas. Jadi, angka-angka tadi akan membentuk kombinasi 10-11-45. 10 November 1945, tanggal di mana terjadi pertempuran arek-arek Suroboyo melawan Belanda dan sekutu yang ingin kembali menjajah Indonesia. Untuk memperingati hebatnya perjuangan tadi, maka tugu ini pun didirikan.

Masih di area yang sama, ada museum yang berbentuk piramida terbenam. Kata pemandunya, museum ini sengaja dibangun di dalam tanah agar ga lebih tinggi dari tugu pahlawan.

Seperti halnya museum kebanyakan, di dalam museum ini ada foto dan memorabilia perjuangan pahlawan pada tanggal 10 November 1945. Yang paling menarik, ada rekaman pidato Bung Tomo yang dulu disiarkan via radio untuk membakar semangat para pejuang sehari sebelum pertempuran dilangsungkan. Kebayang ga sih kalo perang itu terjadi di era sekarang? Bukannya pidato via radio, mungkin Bung Tomo bakal kultwit.

Setelah wara-wiri ke titik klasik Surabaya, kali ini kami memutuskan untuk berkunjung ke landmark kota yang lebih modern: Mall Ciputra World.

ciputra world

Eits, jangan bingung dan bertanya-tanya kenapa gua naro foto tangga jalan. Karena tangga jalan ini bukan tangga jalan biasa. Ini adalah tangga jalan terpanjang yang ada di Indonesia yang melintasi 3 lantai sekaligus. Saking panjangnya, begitu sampai di lantai 3, gua berasa jet lag.

Sebagai kelas menengah ngehe, ga lengkap rasanya kalo belom main ke mall. Di Surabaya sendiri ada beberapa mall yang bisa ditonkrongi bak anak MTV. Selain Ciputra World, masih ada Tunjungan Plaza yang berjejer dari mall 1 sampai 4.

Puas bermain tangga jalan (norak!), gua memutuskan untuk mengunjungi landmark terakhir. Ibarat Singapura, ini Merlion-nya: patung Sura dan Baya.

patung surabaya

Sebetulnya ada beberapa patung Sura dan Baya yang tersebar di seluruh penjuru kota. Namun kali ini gua berkunjung yang ada di depan kebon binatang Surabaya.

Konon (jangan dibalik), kota Surabaya berasal dari kata Sura (ikan hiu) dan Baya (buaya) yang berkelahi memperebutkan teritorial kekuasaan. Perkelahian antara 2 makhluk ini berlangsung sengit dan diceritakan keduanya meninggal. Katanya, hikayat tentang jangan serakah ini begitu melekat ke rakyat Surabaya sampai-sampai dijadikan nama kota. Karena ini adalah lambang kota, rasanya sayang kalo sampe melewatkan kesempatan untuk berfoto di depan patung Sura dan Baya. Jadi, kalo kalian hanya punya 1 hari untuk berkeliling Surabaya, pastikan menyempatkan diri untuk menjejakkan kaki di depan patung ini dan bergaya bak wisatawan kota.

Nah, itu tadi landmark-landmark yang berhasil gua kunjungin selama berada di Surabaya. Total ada 5 tempat yang bisa kalian datengin dengan durasi 1 hari. Kalo kalian lelah dan lapar karena berkeliling mencari landmark tadi, berbahagialah, karena Surabaya juga terkenal akan wisata kulinernya.

Penasaran sama makanan dan jajanan khas Surabaya? Tunggu di postingan berikutnya ya!


Kuliner Surabaya!

$
0
0

Jika kalian hanya punya 1 hari untuk menggemukkan badan di Surabaya, mungkin kalian bisa mengikuti rute wisata kuliner gua di liburan kemarin.

Di tengah lelah mencari landmark-landmark kota Surabaya, gua, pacar, dan keluarga menyempatkan diri untuk mengisi perut dengan makanan dan jajanan khas kota pahlawan itu. Surabaya memang terkenal akan kulinernya yang banyak menggunakan petis dan berani bermain bumbu. Kebayang dong enaknya kayak apa?

Kebetulan, selama jalan-jalan ke Surabaya bulan lalu itu, gua ditemenin oleh kerabat jauh. Jadi, dia ini nyokap gua punya kakak, punya suami, punya kakak, punya anak. Jauh bener. Kalo naik angkot, bisa nyambung 2 kali. Tapi berkat teknologi, hubungan nyokap dan kerabat jauh ini masih terjaga dan hasilnya, dia mau nemenin kita selama di Surabaya.

Begitu semua urusan di bandara beres, kami langsung bergegas menuju beberapa landmark kota Surabaya sambil mencari kuliner yang pas di perut. Dan seperti yang gua bilang di atas tadi, kalo kalian cuma punya 1 hari untuk menggemukkan badan di Surabaya, mungkin kalian bisa ngikutin trayek wisata kuliner gua kali ini.

Keluar dari area bandara, kami langsung diboyong ke Depot Madiun Bu Rudy untuk sarapan. Kami semua pesan makanan khas depot Bu Rudy: nasi udang spesial. Nasi putih panas dengan taburan udang kering dan suwiran empal ga terasa berlebihan meski hari masih pagi. Dan siapa yang ga kenal dengan sambel Bu Rudy? Sambel bawang yang ga cuma pedes tapi gurih ini, bukan hanya jadi pelengkap, tapi juga primadona di makanan yang wajib dicoba ini.

Pagi-pagi makan sambel? Bodo amat!

Perjalanan menggemukkan badan berlanjut ke Madura. Setelah melewati jembatan terpanjang di Indonesia, kami tiba di Bangkalan hanya dalam waktu ga nyampe 1 jam. Tujuan utama kami di Madura hanya 1: makan siang dengan nasi bebek Sinjay. Tak sudah gundah juga gulana dalam mencari bebek Sinjay ini. Keluar tol Suramadu, ikutin jalan utama dan lurus aja terus. Nanti kalo udah liat keramaian di sebelah kanan jalan, hampir bisa dipastikan itu adalah warung nasi bebek Sinjay.

Warung nasi ini luas namun sederhana. Alasnya hanya dari semen gelar dan gentengnya terdiri dari susunan asbes. Asbes ditambah guyuran teriknya matahari Surabaya? Selamat, Anda baru saja masuk ke sauna gratis! Suasananya panbangbro! Panas banget, Bro!

Tempatnya ga terasa nyaman untuk berlama-lama. Makanya begitu makanan keluar, kita langsung melahap makanan sampai ludes. Nasi bebek Sinjay sesederhana tempatnya. Hanya ada nasi panas, bebek goreng, dan sebagai pelengkap, ada lalapan dan sambel mangga. Yang pertama ter-highlight dari nasi bebek Sinjay adalah ukuran porsinya. Banyak banget! Ini seperti porsi untuk supir truk antar kota antar propinsi yang belum makan 2 hari. Nasi putih yang menggunung membuat gua sampai menelan ludah sebelum memakannya. Pikiran ‘habis ga nih ya?’ sempat bermain beberapa kali di kepala. Tapi bebek yang renyah dan sambel asem pedasnya yang menggigit, membuat gua lupa dan menyantapnya sampai habis. Endang bambang!

sinjay

Berbeda dengan bebek goreng yang pernah gua makan di Jakarta, bebek goreng Sinjay ini berukuran lebih kecil. Tapi inilah yang membuat dagingnya terasa lebih garing dan renyah. Ga hanya itu, bumbunya pun meresap sampai ke tulang. Ga heran, antrian untuk membeli bebek Sinjay ini begitu panjang. Sampai-sampai mereka menyediakan beberapa counter untuk menanggulangi membludaknya minat warga sekitar.

Selain nasi bebek, makanan khas Surabaya lainnya yang patut dicoba adalah rujak cingur; semacam rujak tapi ada cingurnya (mulut sapi). Awalnya gua sempet geli sendiri, gimana sih rasanya mulut sapi. Tapi ternyata ga semenyeramkan yang sering kita tonton di Fear Factor. Tekstur dan rasanya kayak otot atau kikil sapi. Kenyal-kenyal gitu.

Kata kerabat gua, rujak cingur yang paling enak di Surabaya ada di restoran Rujak Cingur di Delta Plaza. Yang asik adalah, di restoran ini juga banyak jajanan khas Surabaya lainnya. Ada Tahu Campur, Lontong Mie, dan Lontong Gomek. Eits, jangan mikir yang macem-macem dulu pas denger kata Lontong Gomek. Ini adalah lontong yang sering dinyanyikan oleh Blair.

Have fun gomek! Do what I say!
Have fun gomek! Guilty of what I do!
Have fun gomek! Come on!
Have fun livin in the city!

Tolong itu yang udah megang-megang gayung buat nyambit, tolong jangan ada kekerasan di antara kita. Gua boleh lanjut cerita lagi? Ga boleh? Iya, janji deh ga maen plesetan lagi. Emang maen plesetan udah ga Muksin. Sekarang udah boleh? Oke, lanjut!

Karena di sini segala ada, maka gua, pacar, dan keluarga memesan semuanya serba satu lalu saling tukeran. Jadi kita bisa nyobain semua dengan budget yang tetap teririt. We are a truly verified Indonesian-Chinese family.

Dari semua jajanan tadi, gua paling suka tahu campur. Meski baunya sangit, kuah petis pada tahu campur itu berhasil membuat gua memesan piring kedua untuk gua nikmati sendiri. Gurih dan manisnya pas untuk menggoyang lidah. Gua sangat menganjurkan kalian untuk nyobain tahu campur di restoran Rujak Cingur Delta Plaza ini jika sedang traveling ke Surabaya. Endang bambang gentolet! Enak banget!

tahu campur

Masih belom puas dan merasa kurang gemuk? Mari kita ke tujuan berikutnya, yaitu sate klopo Ondomohen Ibu Asih yang ada di jalan Walikota Mustajab.

Pas pertama kali menginjakkan kaki di warung ini, ada pemandangan yang menarik perhatian gua. Semua pekerjanya itu perempuan. Mulai dari pelayan sampai yang bakar sate semuanya perempuan. Felix Siauw pasti ga suka ke sini.

Dari segi makanan, sesuai namanya, sate klopo ini adalah sate daging yang dibaluri parutan kelapa (klopo). Teksturnya jadi unik karena kekenyalan daging berpadu dengan renyah dan gurihnya parutan kelapa. Dagingnya ga keras dan bumbunya pun terserap padat. Bumbu kacangnya juga juara banget. Ketika satenya udah habis, gua masih sibuk mencocol bumbunya dengan kerupuk, timun, dan nyaris dengan pisang. Kelezatan kayak gini sayang kalo ga diabisin.

ondomohen 2

Persis di sebelah warung sate ini, ada warung nasi goreng Jawa Ondomohen. Nasi yang digoreng bareng dengan mie dan sayuran ini juga layak untuk dicoba. Potongan dagingnya besar-besar dan perpaduan bumbunya pun pas. Cobain deh.

Meski sama-sama bernama Ondomohen, tapi warung sate dan nasi itu bukan berada di satu induk pemilik yang sama. Nama jalan tempat mereka berdagang itu dulunya bernama Ondomohen, sebelum diganti menjadi jalan Walikota Musjatab. Biar ga ngebingungin pelanggan lama dan setia mereka, nama tempatnya pun ga diganti. Sate klopo dan nasi goreng Jawa Ondomohen.

Meski perut udah penuh, selalu ada tempat tersisa untuk pencuci mulut. Mari kita menuju ke destinasi terakhir penggemukan kurban edisi kali ini: es tidar.

Bertempat di warung makan mie tidar (oh, you should try the noddle too), awalnya es tidar terlihat biasa aja. Es serut dengan buah, cendol, cingcau, dan agar-agar yang tertimbun di dalamnya. Namun begitu dicoba, baru terasa spesial. Itu semua karena sirupnya. Sirup jeruk kental membuat perpaduan isi dan es serutnya menjadi berbeda dari es-es campur yang pernah gua makan di Jakarta. Buah dan isi lainnya masih segar, dan yang paling penting, porsinya banyak!

es tidar

Setelah sukses menggemukkan badan dengan nasi udang Bu Rudy, nasi bebek Sinjay, tahu campur Delta Plaza, sate klopo dan nasi goreng Jawa Ondomohen; es tidar menjadi penutup sempurna panduan wisata kuliner Surabaya gua kali ini.

Jika kita hanya punya 1 hari untuk menggemukkan badan di Surabaya, makanan dan jajanan yang gua bahas di atas tadi sepertinya bisa menggeser jarum timbangan minimal 2-3 garis ke arah kanan.

Salam buncit.



Harga Budget, Rasa Jetset

$
0
0

Ketika traveling, baik sama keluarga ataupun sama teman-teman, gua selalu menginap di hotel yang enak di hari terakhir sebelum pulang. Ga cuma nginep, makanpun begitu. Kalo hari-hari sebelumnya gua makan sepotong sosis so nice buat sarapan, maka di hari terakhir gua akan makan lebih enak. Satu toples sosis so nice. Siapa tau pulang-pulang ke Jakarta, gua bisa angkat besi atau minimal bisa joget a la SMASH.

Taktik ini bertujuan untuk menciptakan kenangan yang baik tentang petualangan ataupun destinasi traveling kali itu. Tidur dan makan enak di hari terakhir pastinya akan meninggalkan kesan yang baik untuk diingat.

Jadi kalo ditanya, “Gimana kemaren traveling ke Zimbabwe?”

Karena hanya punya ingatan jangka pendek, gua akan menjawab, “Zimbabwe? Enak! Hotelnya bagus, makanannya juga enak-enak!”

“Meski cuacanya kayak di neraka dan orang-orangnya ada yang kanibal, enak?”

“Enak! Hotelnya bagus, makanannya juga enak-enak!”

Ga terkecuali saat tanggal 16-20 Agustus kemarin, saat gua, pacar, dan keluarga jalan-jalan ke Surabaya. Di hari terakhir, kami menginap di sebuah hotel yang lumayan berkesan. Namanya Artotel. Hotel ini adalah rekomendasi kerabat yang tinggal di Surabaya. Katanya, lokasi hotel ini berada di pusat kota, dekat dengan titik-titik keramaian Surabaya, jadi kalo malam-malam mau jalan bisa dengan mudah ke sana kemari. Letaknya di jalan Dr. Soetomo No. 79-81. Kalo penasaran, bisa juga telpon ke (031) 568-9000.

Begitu sampai di depan hotel, perasaa gua ga enak. Tebakan gua, harga nginep di sini akan juta-jutaan per malamnya. Dilihat dari konsep dan penampilannya, sepertinya kejadian saat gua salah masuk hotel di Filipina bakal terulang lagi (Belum tau ceritanya? Baca deh di #DestinASEAN).

Hotelnya emang ga gede sih. Ga kayak Grand Hyatt atau JW Marriot. Bentuknya mirip dengan hotel budget pada umumnya: susunan ruko-ruko yang dijebol jadi satu. Tapi begitu kita membuka pintu lobby-nya, gua berasa serem. Ga ada bau-bau budget sama sekali!

lobby

Lobby-nya ditata asimetris. Kursi-kursi dengan bentuk yang ga kongruen, lukisan-lukisan nyentrik, serta ornamen yang jarang terpajang pada hotel budget, menyambut gua yang penuh decak kagum. Karpet yang tersusun dari bahan-bahan bekas digabung dan coretan-coretan pada dinding ga membuat lobby menjadi kumuh, malah menjadi seru dan beda banget. Satu kata untuk menggambarkan kesan pertama gua akan hotel ini: seni. Kini gua paham apa arti nama Artotel; gabungan antara Art dan Hotel. Pantas aja ada slogan ini di depan pintu masuk.

slogan

Selesai check in, gua langsung menuju kamar pesanan. Hotel ini hanya berlantai 6. Kami memesan 3 kamar dan semuanya berada di lantai 5. Begitu pintu lift terbuka, lagi-lagi gua berkata dalam hati, “Ih, keren banget deh.”

Konsep seni mereka berhasil membuat gua berdecak kagum sekali lagi. Pintu-pintu kamar dibentuk seperti pada film kartun. Goresan cat dan pilihan huruf membuat kita seakan lagi di dunia anak-anak yang ceria. Ditambah lagi lukisan-lukisan nyentrik yang berjajar di sepanjang lorong. Sungguh, Artotel ini hotel yang berbeda.

lorong

Tapi gua menahan keinginan untuk mereviewnya jika kekaguman gua terhenti sampai di lobby dan lorong. Yang namanya hotel, semua kesan berpusat di kamar. Jika kamarnya ga nyaman dan senyentrik ornamen lainnya, maka hampir bisa dipastikan gua ga akan mau mereview hotel ini.

Namun saat ini, kalian sedang membaca review Artotel. Itu artinya, kamarnya pewe banget, Bro!

Kasurnya empuk banget. Yang punya masalah sakit pinggang dan punggung akan termanjakan dengan kasur hotel ini. Seprainya pun adem dan nyaman banget. Ga cuma itu, mereka menyediakan empat bantal di satu kamarnya! Bagi gua yang susah tidur kalo ga ada guling, ini sebuah berkah tersendiri.

Dan mereka masih konsisten dengan konsep seni di dalam kamarnya. Setiap kamar memiliki wallpaper yang berbeda-beda yang berwarna-warni. Ga usah khawatir akan kesan kusam, yang ada malah ceria dan seneng mulu bawaannya. Apalagi jendelanya besar, jadi cahaya bisa masuk sempurna ke dalam kamar. Sirkulasi udara dan cahaya jadi terjaga dengan apik.

kamar

Bagi yang pergi rombongan dan pengen kamar yang punya connecting door, jangan khawatir. Meski Artotel ga punya tipe kamar seperti itu, sebagai gantinya, mereka punya 2 kamar di setiap pojok gedung yang memiliki fasilitas pintu lorong. Jadi, kita bisa mengunci pintu lorong ini dan membuka pintu kamar masing-masing tanpa perlu merasa khawatir. Satu lorong jadi milik kita sendiri.

Setelah tidur dengan pulas dan puas, besoknya gua buru-buru ingin merasakan breakfast experience di Artotel.

Meski ruang gerak untuk sarapannya ga besar, namun jangan ragukan kelengkapannya. Mulai dari bubur, omelette, sereal, sandwich sampai dengan makanan berat semua ada di sini. Berbagai jenis bakery ada di sini. Kue-kue modern sampai tradisional juga tersedia di ROCA, nama restoran yang terintergrasi dengan lobby Artotel ini.

Puas tidur, puas makan. Puas banget.

sarapan

Memang harganya sedikit di atas hotel bugdet kebanyakan, namun kesan yang didapatkan seperti kita sedang menginap di sebuah hotel mewah, setidaknya untuk gua. Dari hasil ngobrol-ngobrol dengan pegawai setempat, katanya sih hotel ini dikelola langsung oleh manajemen yang juga mengelola JW Marriot. Pantes. Harga budget, tapi rasa jetset!

Jadi, punya rencana traveling ke Surabaya dan bingung mau menginap di mana? Artotel Surabaya bisa jadi pilihan yang layak mendapat prioritas.

depan

Cobain deh.


5 “Jangan Lupa” Jika ke Batu

$
0
0

Liburan kemerdekaan kemarin, gua traveling ke Surabaya bareng pacar dan keluarga. Ga hanya Surabaya, tapi kita juga mampir ke kota wisata terdekat dari Surabaya: kota wisata Batu.

Disebut kota wisata karena memang sebagian besar penghasilan kota tersebut berasal dari industri pariwisata. Mulai dari penginapan dan restoran, semuanya dibangun demi mendukung suksesnya pariwisata di Batu. Udara kota yang sejuk cenderung dingin memang sangat menopang status Batu sebagai kota wisata. Sejak tiba di Batu, tulang punggung gua menjadi lembek dan bawaannya pengen rebahan mulu.

Nah, bagi yang mau traveling ke Batu, baik sendiri, bareng pasangan, atau rame-rame sama keluarga, di postingan kali ini gua mau berbagi “jangan lupa” apa aja yang perlu diingat versi Roy Saputra. Seperti yang selalu gua bilang kalo gua ngepost tips begini, anggap aja ini sebagai bentuk sumbangsih gua buat bangsa dan negara.

Auwo.

1. Jangan lupa mampir ke restoran H. Sholeh!

Jika kita ke Batu dari arah Surabaya, maka hampir bisa dipastikan kita akan melewati restoran ayam goreng dan ikan bakar H. Sholeh. Kecuali jika kalian ke Batu naik burung rajawali sama Mantili.

Restoran ini terletak di jalur utama Malang – Batu, kawasan Karangploso, tepatnya di jalan Kertonegara. Nanti adanya di sebelah kanan jalan. Cari aja spot yang rame di jalur sana, pasti itu restoran H. Sholeh… ya atau bisa juga yang rame-rame itu lagi pada nontonin kecelakaan lalu lintas.

Jangan lupa untuk mampir ke sini, dan tentu saja, makan. Jangan cuma mampir, foto-foto, lalu upload ke instagram. Pesanlah ayam goreng 1 ekor untuk porsi 2-3 orang. Ayam dengan ukuran sedang ini digoreng garing dengan bumbu yang meresap di setiap suwir dagingnya. Gurih dan menggoyang lidah banget!

Kalo kita pesen 1 ekor, kita ga hanya dapet komponen utama seperti paha dan dada, tapi kita juga dapet leher, ceker, sampe ati dan ampelanya. Lengkap banget. Jika kalian ada waktu luang, mungkin bisa sekalian maen puzzle nyusun ayamnya jadi utuh lagi.

h sholeh 1

Harganya pun sangat terjangkau. Untuk 1 ekornya, kita hanya perlu merogoh kocek sedalam 40ribu-an. Dan jangan lupa memesan makanan pedampingnya, seperti tempe tahu bacem, serta sambel terong.

Semuanya dijamin enak!

2. Jangan lupa ke Batu Night Spectacular!

Batu Night Spectacular, atau yang biasa disingkat dengan BNS, adalah pasar malam yang berisi wahana, atraksi, dan toko segala rupa.

Terletak berdekatan dengan Jatim Park 2 dan Eco Green Park, BNS menawarkan sensasi nongkrong malem-malem di cuaca yang sejuk menjurus dingin. Dengan uang 20ribu rupiah, kita bisa masuk dan melihat betapa serunya suasana malam di BNS. Eits, tapi hanya liat-liat aja. Karena kalo mau main, kita diharuskan untuk membayar 10-20 ribu per wahananya. Bagi yang bawa mobil, jangan khawatir. Parkir yang luas dan aman tersedia di 2 titik dekat BNS dengan biaya parkir yang sangat bersahabat.

Ada banyak wahana di dalam BNS yang patut dicoba. Kalo kalian pecinta adrenalin, coba masuk ke rumah hantu yang berada ga jauh dari pintu masuk. Bagi penggiat foto dan pengidap narsis akut, bisa masuk ke area lentera yang ada di sebelah kiri dari pintu masuk. Dengan uang 15ribu, kita bisa foto-foto seperti ini:

lampion 1

lampion 2

lampion 3

Yang jangan dilupakan lagi dari BNS adalah, jangan ke sini saat hari biasa. Usahakan ke BNS saat weekend atau tanggal merah lainnya. Kata penduduk lokal sana, suasana BNS akan sepi dan cenderung membosankan di hari biasa. Meski biasanya gua ga gitu suka keramaian, tapi rasanya bermain sendirian di BNS jelang tengah malam memang akan terasa ga menyenangkan.

3. Jangan lupa bawa jaket!

Seperti yang gua bilang di atas, kota wisata Batu berudara sejuk menjurus dingin. Siapkan pakaian tebal atau jaket apalagi jika mau keluyuran malam-malam. Daripada sakit dan bisa merusak suasana liburan, mending siapin deh alat-alat pemenuh kehangatan dari rumah.

Sweater tebal hadiah ulang tahun? Bawa! Jaket keren menang kuis? Bawa! Pacar yang mau meluk 24 jam? Bawa! Kompor yang baru dimatiin? Bawa! Semua deh dibawa!

4. Jangan lupa paket ekonomis!

Jika pusat keramaian di malam hari adanya di BNS, maka ada 3 titik atraksi yang menarik untuk didatangi dari pagi sampai sore: Jatim Park 1, Jatim Park 2, dan Eco Green Park. Jatim Park 1 berisi mainan yang mirip dengan BNS. Jatim Park 2 dan Eco Green Park mayoritas berisi koleksi binatang dan tanaman yang menarik untuk dilihat.

Maka, jika kalian adalah rombongan remaja atau keluarga tanpa anak kecil, gua menyarankan agar ke Jatim Park 2 dan Eco Green Park aja. Kalian jangan main wahana di Jatim Park 1 karena bisa menikmati wahana yang mirip langsung di BNS saat malam. Dan jangan lupa, ambil paket ekonomis!

Pihak manajemen Jatim Park dan teman-teman itu bikin paket-paketan. Jika mau ke 2 atau 3 wahana sekaligus, manajemen menyediakan paketan dengan harga yang lebih murah daripada jika kita membeli satuan. Waktu itu gua mengeluarkan uang 110ribu untuk paket Jatim Park 2 dan Eco Green Park.

5. Jangan lupa menginap!

Karena banyaknya atraksi dan wahana yang harus dikunjungi, gua sangat menyarankan untuk menginap. Main Jatim Park 2 dan Eco Green Park di pagi sampai sore, lanjut BNS di malam hari, pasti ga menyisakan tenaga lagi untuk pulang ke Surabaya dengan durasi 3-4 jam.

Dengan menginap, kita juga bisa merasakan dinginnya kota Batu, yang kalo lagi musim hujan, bisa terasa sangat menusuk ke tulang. Cocok buat pasangan yang baru menikah. Lalu kelilinglah malam-malam ke alun-alun kota buat makan jagung bakar atau bakwan malang. Akan jadi sebuah pengalaman baru yang menyenangkan deh.

Jangan lupa memesan hotel atau vila beberapa minggu sebelum biar ga keabisan. Saran gua, coba deh nginep di Batu Suki. Letaknya yang agak jauh dari pusat keramaian membuat Batu Suki tempat yang cocok untuk mendapatkan ketenangan bagi warga kota yang udah penat sama kebisingan. Vilanya bersih, stafnya ramah, dan sarapannya pun enak. Dengan harga 1.8 juta kita bisa mendapat vila dengan 3 kamar. Buat informasi lebih lanjut, bisa telpon ke (0341) 502 5351 atau main-main ke webnya di sini.

Dan ga cuma vila, tapi Batu Suki juga menyediakan kamar-kamar hotel yang langsung menghadap ke kolam renang.

batu suki 1

Asoy.

Nah, itu tadi 5 “jangan lupa” yang gua sarankan untuk jangan dilupakan jika ingin traveling ke kota wisata Batu, Jawa Timur. Jangan lupa nyobain restoran H. Sholeh, ke BNS, bawa jaket, ambil paket ekonomis, dan menginap. Semoga bisa membantu kalian yang lagi bingung mau ngapain jika traveling ke kota wisata Batu.

Ada yang pernah ke Batu dan ingin menambahkan? Sok atuh, bebas kasih tambahan di kolom komentar di bawah :D


Nama Tiga Huruf

$
0
0

Ga banyak yang tau, kalo gua terlahir hanya dengan nama Roy.

Iya, cuma kata ‘Roy’. Tiga huruf aja. R, O, dan Y. Hanya ‘Roy’, tanpa embel-embel ‘Saputra’ yang tertera di akta kelahiran. Kalo gua main game dingdong dan berhasil memecahkan top skor, saat orang bernama Tito bingung mau nyingkat namanya jadi TIT atau TTO, maka gua hanya perlu menuliskan nama gua secara utuh. ROY.

Keuntungan bernama pendek bukan hanya saat jadi top skor main dingdong. Waktu ngarsir nama di kolom SPMB pun, pendeknya nama gua membawa keuntungan. Gua udah mengerjakan soal nomor 5 saat orang bernama Jalesveva Jayamahe masih sibuk mengarsir buletan nama.

Bukan sok sok Nicholas atau Surya, tapi karena nama belakang bokap itu Saputra, maka gua pun menambahkan nama Saputra di belakang nama yang super pendek ini. Tujuannya ya biar ga bingung dan membedakan gua dari Roy-Roy yang lain.

Semua kejadian akibat nama super pendek ini berawal di hari gua lahir. Saat itu, gua sempat berganti nama sampai 2 kali!

Saat gua lahir, awalnya bokap nyokap memberi gua nama Bobby.

Entah kenapa, setiap kali denger nama ‘Bobby’, yang terbayang di kepala gua adalah orang berkulit hitam, kepala plontos, jenggotan, dan bicara dengan dialek dari Indonesia Timur. Sedangkan gua adalah orang dengan ras Cina, bermata sipit, dan berkulit putih kuning. Agak janggal kalo tiba-tiba gua diberi nama Bobby dan ngomong, “E do do e, beta tak suka punya nama begini.”

Untung aja, nenek gua datang sebagai penyelamat. Dia berkomentar, dalam bahasa Cina, nama yang berawalan Bo itu artinya ga bagus. Bokek artinya ga punya uang. Boceng artinya ga tau terima kasih. Kata-kata yang berawal Bo, selalu berarti ga bagus. Nenek gua menganjurkan untuk mengganti nama gua. Sebagai anak yang berbakti, orang tua gua pun menuruti. Maka nama Bobby pun gugur.

Masih di hari lahirnya gua, bokap dan nyokap kembali berembug untuk menentukan nama bagi anaknya yang baru lahir ini. Atas nama kemudahan dan kecepatan, maka bokap nyokap hanya menghapus sedikit garis di bagian bawa huruf B pada Bobby, menjadikan gua bernama sebagai Robby.

Dan entah kenapa, nama ‘Robby’ pun terdengar kurang cocok buat gua. Yang di bayangan gua, nama Robby ini bertato, anak geng motor yang tiap malem minggu suka nongkrong di Seven Eleven minum bir. Yang mirip antara bayangan gua akan nama Robby dan diri gua hanyalah kami berdua sama-sama suka nongkrong di Seven Eleven. Tapi Robby ngebir, gua nge-Slurpy.

Kali ini bokap dan nyokap sepertinya udah sreg dengan nama Robby. Mereka pun ke kantor catatan sipil untuk membuat akta. Namun lagi-lagi, nenek gua datang sebagai penyelamat.

“What is it? It’s a bird! It’s a plane! No, it’s my grandma di catatan sipil!”

Nenek gua bilang, memberi anak dengan suku kata terakhir Bi akan membuat bingung karena nama panggilan bokap gua juga berakhir dengan suku kata Bi. Beliau khawatir, kalo ada yang manggil ‘Bi!’, maka gua dan bokap akan sama-sama nengok.

Berdasarkan petuah nenek tadi akhirnya nama Robby pun ga jadi dipake. Padahal nama Robby udah tertulis di atas akta. Bokap gua sampe beli tip ex buat ngapus nama Robby dari akta. Di tengah kebingungan dan tuntutan waktu dari petugas catatan sipil dan rumah sakit, akhirnya dipilihlah sebuah nama baru yang diyakini ga akan ditentang lagi oleh nenek gua. Roy.

Karena diburu waktu, hanya nama Roy yang tertera di akta. Nama belakang ga dicantumkan dengan alasan paling hakiki umat manusia ketika melakukan kesalahan. Lupa.

Pemilihan nama ‘Roy’ sebenernya juga asal ketemu. Kalo ditanya ke bokap dan nyokap kenapa akhirnya nama Roy yang dipilih, mereka akan lihat-lihatan, lalu dengan bijaksananya menjawab, “Dulu kenapa ya pilih nama itu? Hmmm. Lupa juga. Hahaha.”

Tapi kalo dikulik-kulik lagi, inspirasi nama Roy datang sesederhana ini: karena jaman itu, Roy Marten lagi ngetop-ngetopnya. Gua hanya bisa mengelus dada dan bersyukur karena aktor idola bokap nyokap bukanlah Darto Helm.

Namun setiap nama tetaplah sebuah doa. Setiap nama adalah sebuah harapan.

Mungkin harapan bokap nyokap ngasih gua nama Roy agar anaknya jadi ngetop kayak artis jaman dulu, atau bisa seganteng papanya Gading itu. Tapi yang jelas, harapan mereka ditularkan lewat apa yang mereka tanamkan. Mereka selalu mengajarkan anaknya ini untuk hidup sederhana. Tanpa embel-embel ambisi yang membebani di belakang, tanpa filosofi-filosofi berat yang malah bisa menjerat langkah dalam menggapai cita-cita, dan tanpa impian muluk akan masa depan yang bisa membius masa kini.

Mereka bukan hanya mengajar, tapi juga menjadi teladan. Mengedukasi kerajinan dan sikap pantang mengeluh, tanpa sekalipun coba menggurui. Hanya lewat perjuangan sehari-hari, lewat canda dan tawa yang dibagi, dan lewat rasa syukur yang dipanjatkan di sela obrolan tiap malam.

Mereka hanya ingin anaknya bisa hidup dengan sederhana. Sesederhana 3 huruf yang berjejer dan membentuk satu nama.

Roy.

Anyway,

Cerita bingung memberi nama itu terjadi tepat 28 tahun yang lalu. Dan untuk merayakannya, gua ingin berterima kasih kepada Tuhan atas segala kesempatan yang telah diberikan, untuk keluarga, pacar, serta orang-orang baik yang ditempatkan di sekitar, dan atas kesehatan yang masih dipercayakan. Serta untuk nenek gua yang telah berhasil membuat gua untuk ga bernama Bobby ataupun Robby.

I think Roy fits me well.

Harapan gua atas berulangnya cerita kebingungan pemberian nama ini masih ga berubah dari beberapa tahun yang lalu.

birthday-candles

Punya imajinasi seperti anak 10 tahun
Keberanian seperti pemuda 20 tahun
Kedewasaan seperti pria 30 tahun

Amin.

So, happy birthday to me.


Wawancaur: Birthday Boy!

$
0
0

Apa ya rasanya di-wawancaur?

Berawal dari pemikiran itu dan dalam rangka ulang tahun gua tahun ini, maka dengan bangga kurangan dikit, gua mempersembahkan: wawancaur bersama Roy Saputra!

Setelah tau siapa narasumbernya, maka pertanyaan berikutnya adalah, siapa yang akan ngewawancaur? Siapa yang akan duduk di kursi penanya dan melemparkan pertanyaan awur-awuran untuk gua? Bertanya dan menjawab sendiri akan terdengar seperti lagu dangdut. Nanya, nanya sendiri. Jawab, jawab sendiri. Nyuci, nyuci sendiri.

Pikiran gua langsung tertuju ke kantor Metro TV. Tujuan gua jelas, gua pengen diwawancaur Najwa Shihab. Dengan gagah berani, gua menyetop angkot terdekat dengan tujuan ke Metro TV. Namun apa mau di kata, ongkos gua kurang dan diturunin di tengah jalan. Sempat berpikir untuk meminta bantuan tv berita berwarna merah, namun gua mengurungkan niat itu karena gua ga mau hanya ditanya ‘bagaimana perasaan Anda?’ oleh reporternya. Pilihan pun jatuh ke teman-teman terdekat. Yang melilntas di kepala gua adalah meminta bantuan Andy Noya, namun akhirnya tersadar, Andy Noya dan gua ga saling berteman.

Karena kepikiran ini, tidur pun susah meski makan masih nambah. Di tengah kekalutan itu, akhirnya gua terpikir satu nama: Tirta Prayudha, si @romeogadungan.

Wawancaur dengannya di sini jadi salah satu wawancaur favorit teman-teman pembaca blog. Kata mereka, caurnya kami berdua kerasa banget saat saling tanya jawab. Maka dari itu, gua pun memutuskan untuk meminta bantuan Tirta. Mau tau kayak gimana hasilnya? Simak aja di wawancaur kali ini.

Wawancaur adalah proses wawancara yang dilakukan secara awur-awuran. Pertanyaan disusun semena-mena dan boleh dijawab suka-suka. Proses wawancaur antara gua dan Tirta ini benar-benar dilakukan via Whatsapp saat Tirta lagi galau-galaunya. Gambar adalah milik pribadi narasumber. Terima kasih.

birthday boy

Ta, sempet wawancaur gua sekarang ga?

Bentar. Lagi nonton Titanic.

Jeeee. Lagi ngegalau pake lagu My Heart Will Go On ya?

Give me five minutes. Lagi tanggung. Lagi adegan Rose telanjang.

Mau masturbasi nih anak kayaknya (  ._.)/||

Hahaha. Udah nih. Yok kita mulai sesi wawancaurnya.

Gua kira lu mau lanjut ke Titanic XXX.

Taeee. Lo ganggu aja sih Roy. Gue lagi nonton Titanic dan lo nge-whatsapp pas di bagian Rose lagi telanjang. Kampret emang lo.

Hahaha.

Oke, langsung aja ya. Pertanyaan pertama. Sekarang lagi sibuk apa Roy? Anjis, basi amat pertanyaan gue.

Anjis. Emang nih, basi banget. Lagi sibuk kerja, nulis, sama sesekali berdagang ginjal buat modal nikah.

Pertanyaan kedua. Masih jadian ama Sarah?

Masih.

Sarah belom sadar juga?

Alhamdulilah, belom. Mantranya belom kadaluarsa. Tiap malem gua tambahin jampi-jampinya. Bisa beli online kok tuh jampi-jampi. Tinggal mention. Bisa jadi re-seller juga. Gratis ongkir, Sist.

Hahaha. Padahal kan jadiannya duluan gue eh putusnya… ah sudahlah.

Ye, dia curhat.

Nah, di wawancaur kali ini, selain pertanyaan asal-asalan dari gue, gue juga akan ngasih pertanyaan dari beberapa narasumber yang pernah lo wawancaurin dulu-dulu. Siap gak?

Siap dong!

Ini ada pertanyaan dari Dendi Riandi, si Solo Backpacker: “Gue kan mengenal lo sebagai seorang penulis bergenre komedi, sebelum lo menelurkan beberapa cerpen berending twist bangke gitu. Nah menurut lo sendiri, aslinya Roy itu gimana sih? Lucu kah atau malah tipe yang serius?”

Wah, pertanyaan bagus nih.

Gimana tuh, Roy?

Gue ini sebenernya orang yang serius. Sangat serius malah. Kalo mau ngelucu pun gua teliti dulu apa orang yang gua ajak ngobrol ini bisa diajak bercanda apa ga, nyambung sama gua apa ga. Kalo ga nyambung kan bisa-bisa salah bercanda dan malah bikin ga enak. Makanya gua cenderung diem kalo baru ketemu orang pertama kali.

Karena menurut gua, modal untuk jadi penulis komedi itu perlu keseriusan. Serius mikirin materi apa yang bener-bener lucu berhari-hari, hanya untuk ditertawakan beberapa detik. Dan itu perlu keseriusan banget.

Setelah Dendi, sekarang ada pertanyaan dari backpacker yang lain. Adis Takdos si Gembel Backpacker nanya: “Kapan nikah, Bang?”

Segera! Calon udah ada, tinggal ngumpulin dana aja nih. Makanya beli dong buku-buku gua biar dananya cepet kekumpul. Ya kalo ga mau beli buku, gua juga jual ginjal. Minat, mention aja. Kan mayan buat nambah-nambah bayar catering-an.

Wuih! Dibantu doa dari sini, Roy!

Amin!

Berikutnya pertanyaan dari Betamia Permata, si Overseas Employee: “Dari sekian buku yang udah pernah lo tulis, mana sih yang jadi favorit lo?”

Hmmm. Pertanyaan sulit nih. Setiap buku itu kayak anak yang gua kandung dan lahirin. Jadi susah buat nentuin yang mana favorit gua. Jadi, gua jawabnya gini aja deh.

Kalo dari segi teknis penulisan dan cara berkomedi, gua paling puas sama Lontang-Lantung. Plot dan jokes yang ada di buku itu udah gua kumpulin beberapa bulan sebelumnya. Jadi secara overall, Lontang-lantung terbaca lebih mateng dari buku yang lain.

Tapi kalo dari segi cerita dan emosi, gua paling suka Doroymon. Doroymon itu buku kedua gua yang bergenre personal literature.

Isinya tentang apa tuh, Roy?

Ini tuh cerita non-fiksi tentang 4 tahun perjalanan hidup gua sebagai mahasiswa di Teknik Industri UI. Rentang waktu itu adalah favorit gua sepanjang masa, di mana gua dapet banyak banget pelajaran tentang hidup. Maka buku yang menceritakan rentang waktu itu, jadi favorit gua sepanjang masa juga.

Ngomong-ngomong soal Lontang-Lantung, gue denger-denger mau dicetak ulang dan dibikin film, Roy? Beneran? Ciyus?

Pertanyaan yang bagus! Dan perlu dicatat, ini bukan pertanyaan titipan nih. Bagus-bagus!

Gue emang mengerti lo, Roy.

Ho oh, beneran, Lontang-Lantung lagi dikemas ulang dan bakal difilmin. Bulan September ini, Lontang-Lantung edisi baru bakal rilis dan kalo ga ada halangan, filmnya bakal nongol akhir tahun ini. Bantu doa ya.

Lo kenapa nulis komedi, Roy? Kenapa gak pilih genre lain? Cara berternak bebek misalnya?

Pada dasarnya, gua menulis apa yang ingin gua baca. Gua suka baca komedi, jadi ya gua nulis komedi. Dan menulis itu kan proses tulis-baca-tulis-baca yang terus berulang. Akan sangat menyebalkan kalo gua menuliskan sesuatu yang ga ingin gua baca.

Oke, berikutnya ada pertanyaan dari Evan Januli, salah satu narasumber yang pernah lo kulik-kulik di Dear Boys: “Kenapa kalo ulang tahun biasanya malah dikerjain pake tepung sama telor terus disuruh bayarin makan-makan? Padahal ulang tahun kan bikin pendek umur dia.”

Ini kayak pertanyaan di buku-buku SMS Humor gini. Hahaha.

Hahaha. Iya nih. Ya udah, jawab aja.

Kenapa diminta bayarin makan-makan, karena kalo diminta bayarin SPP, gua bukan bapak lo!

Udah gitu aja deh jawabannya. Lanjut!

Ini ada pertanyaan lagi dari Mia Haryono dan Grahita Primasari, duo cewek yang pernah diwawancaur dengan judul Solemate: “Sebagai seorang cowok yang Virgo banget, apa sih yang dipertimbangin dalam beli sepatu?”

Karena Virgo itu orang yang setia (sedaaap!), maka gua beli sepatu kalo yang lama udah rusak. Kalo yang ada sekarang masih bisa dipake, gua belum akan beli yang baru. Kalo pun harus beli yang baru, biasanya gua akan milih sepatu yang nyaman dan tahan lama. Ga ngeliat brand atau harga. Asal nyaman dan tahan lama pasti gua beli. Gitu sih.

Okesip. Lanjut ya. Sekarang pertanyaan dari Acen Trisusanto, si Shaman Mountaineer: “Udah setua ini, lo gak mau nyobain naik gunung, Bang?”

Wah, pengen banget. Naik gunung ada di bucket list gua. Sampe sekarang masih mempersiapkan fisik, mental, serta waktu. Doain aja kekabul dalam waktu singkat. Amin.

Oiya, lo ulang tahun yang ke berapa sih ini? Gue yang wawancaur aja gak tau.

28.

Anjis tua banget lo.

Iye nih. Gua juga baru engeh.

Oke, berhubung ini postingan ulang tahun, jadi harus ada pertanyaan basa basi. Lo nulis novel udah, kumpulan cerpen juga udah banyak, bentar lagi bikin film. Pacar udah punya, cantik lagi. Masih ada mimpi atau target personal yang mau dicapai gak?

Kalo dari segi asmara, pengen nikahin pacar mumpung mantranya masih kenceng.

Udah ngebet ya lo? Hahahahaha.

Taeee.

#PrayForSarah

Dari segi ekonomi, karena udah jadi karyawan dan profesional, yang belom tinggal bisnis. Entah bisnis apa. Ternak tuyul kayaknya asik juga.

Iya tuh, lo harus punya usaha. Lo tuh Cina kok gak punya ruko?

Iya nih. Gua merasa tertekan.

Sebagai Cina, lo harusnya merasa gagal. Hahaha. Anjis gue rasis.

Hahaha.

Oke, kita rekap. Jadi nikahin Sarah dan punya ruko ya.

Ya ya ya. Kurang lebih begitu lah.

Sekarang masuk ke sesi pertanyaan bonus. Dari orang-orang terdekat yang belom pernah lu wawancaur.

Wuih, siapa aja tuh?

Yang pertama dari Dian Purwita Sari, pacarnya Dendi Riandi: “Denger-denger Roy ini seorang bankir. Bankir kan katanya sibuk pulang malem tuh. Bagi waktu antara kerjaan, nulis, sama pacar gimana tuh? Apalagi pacarnya cakep, kali-kali ntar diserempet orang.”

Good question nih.

Selama ini sih, gua cuma bener-bener memanfaatkan waktu yang ada. Karena waktu sehari kan cuma 24 jam, ga akan pernah nambah, jadi yang ada harus dimanfaatkan dengan baik.

Alhasil, gua jarang ke mana-mana kalo lagi jam istirahat kantor. Makan di meja sambil ngeblog, nulis naskah baru, atau review naskah lama. Pulang kerja, break sebentar, lanjut ngobrol sama pacar atau baca. Kegiatan nulis gua pusatin di hari kerja dan Minggu, sementara Sabtu full buat pacaran.

Intinya sih niat. Taruh hati lu di mana lu bekerja. Berdedikasilah. Karena kalo niat, pasti sempat.

Pertanyaan bonus kedua nih. Dari Sarah!

Wuo! Dia nanya apa?

Pertanyaannya: “Apa harapan di hari ulang tahun ke-28 ini?”

Di hari itu, pengennya sih menghabiskan waktu dengan orang-orang yang ingin dibahagiakan, yaitu keluarga dan pacar. Ga penting ke mana atau ngapainnya, yang penting sama siapanya.

Ahseg!

Yoi!

Terakhir. Pesan dan kesan buat pembaca wawancaur ini? Biar kayak buku diary jaman SD gitu. Pake makes dan mikes.

Pesannya: tetaplah berbagi hal positif, entah itu informasi penting atau nilai baik yang perlu diceritakan. Tetap rendah hati dalam berbagi karena ga setiap kita punya pikiran se-positif orang-orang baik. Dan tentunya, tetap baca saputraroy.com ya!

Oke deh sekian wawancaurnya. Happy birthday, Roy!

Pesen gue dua:

1. Gue harus masuk dalam film lo! Adegan disetrika juga boleh.
2. Kalo pas bikin film ada yg ikutan casting tapi cantik, tolong umpan lambung ke Abang.

Hahaha. Sip! Thank you, Ta!


Wawancaur: Family-Packed Traveler

$
0
0

Traveling sendirian itu menantang. Traveling dengan pasangan itu menyenangkan. Namun traveling dengan keluarga itu membahagiakan.

Keluarga gua sendiri rutin traveling bareng pas libur lebaran. Kesibukan bokap memaksa keluarga gua hanya bisa traveling setahun sekali. Meski tujuannya kadang hanya Puncak atau Bandung, tapi ketika traveling dengan keluarga, destinasi bukanlah poin yang terpenting. Bagi gua, berbagi waktu dan pengalaman yang sama adalah hal yang dituju.

Kalo ga percaya, coba kita tanya juga ke narasumber kita bulan ini: Mbok Venus.

Blogger kenamaan ini udah wara-wiri traveling membawa keluarga, baik itu anak-anaknya maupun ibu kesayangannya. Ngebayangin jalan-jalan 3 generasi ini pasti seru banget. Menempatkan diri sebagai ibu dan anak di waktu yang bersamaan dalam sebuah perjalanan tentunya ga mudah dan pastinya menghasilkan banyak cerita.

Kalo mau tau keseharian si Mbok, pantau aja akun @venustweets. Kalo mau baca pemikiran dan kisah jalan-jalannya, bisa mampir ke blognya venus-to-mars.com. Tapi kalo mau tau lebih dalam cerita perjalanan dengan keluarganya, simak di wawancaur kali ini.

Wawancaur adalah proses wawancara yang dilakukan secara awur-awuran. Pertanyaan disusun semena-mena dan boleh dijawab suka-suka. Proses wawancaur dengan Mbok Venus benar-benar dilakukan via Whatsapp. Wawancaur diedit sesuai kebutuhan. Gambar adalah milik pribadi narasumber. Terima kasih.

mbok venus

Halo, Mbok. Udah siap diwawancaur?

Halo, Roy. Siap dong!

Menurut kabar burung, si Mbok ini udah beberapa kali traveling bareng ibunya. Ke mana aja tuh, Mbok?

Iya, udah beberapa kali, Roy.

Pertama kali bisa ngajakin ibuku jalan itu tahun kemaren. Tujuannya ke Jogja. Tadinya cuma mau bertiga sama anak-anak. Tiba-tiba kepikiran, “Kenapa gak ngajakin ibuku sekalian yak?”

Ibuku tinggal di Probolinggo, Jawa Timur. Jadi waktu itu, aku dan anak-anak berangkat dari Cengkareng, ibuku naik bus dari Probolinggo, ketemuannya langsung di hotel di Jogja.

Terus kapan itu nemu tiket murah Jakarta – Bangkok PP. Impulsif beli tiket buat berempat lagi. Hahaha. Yang terakhir itu umroh bareng. Aaah! Itu pengalaman pergi-pergi bareng ibuku paling indah. Sebenernya, pergi umrohnya gak sengaja ngepas sama ulang tahun ibuku, tapi pas pulang, ibuku bilang gini, “Ini umrohnya hadiah ulang tahun ya? Makasih ya.”

:’)

Hiks.

Ada pengalaman menarik selama di Mekah?

Banyak banget. Salah satunya, ibuku sempet kepisah dari rombongan sampe ilang. Aku udah panas dingin. Ngeri kenapa-kenapa. Taunya dia ke mesjid sendirian, akunya ditinggal-tinggal. Pokoknya, selama di sana, ga ada capeknya dia itu.

Kalo boleh tau, ibunya umur berapa, Mbok?

Lahirnya tahun 46. Berarti…

67!

Dan masih sehat alhamdulillah.

Puji Tuhan.

Masih nyetir mobil sendiri ke mana-mana. Masih dandan, masih selalu pake kuteks. Hehehe.

Apa sih yang mendorong Mbok untuk ngajak ibunya traveling bareng waktu ke Jogja kemarin?

Ariev Rahman! Hahahahaha.

:O

Aku nangis waktu baca tentang mamacation di blognya. Jadi keinget kalo ternyata kalo aku emang belum pernah ngajak ibuku traveling. Padahal dari aku kecil sampe sekarang, aku tau banget ibuku itu doyan banget jalan-jalan. Gak pernah ada capeknya.

Sedoyan apa sih, Mbok?

Waktu tahun baru kemarin ini, misalnya. Dia sama temen-temen pensiunan kepala sekolah gank-nya dia. Mereka sewa bus dari Probolinggo ke Jakarta. Jalan delapan hari, road trip! Hahahaha.

Ajegile! Hahahaha!

Mereka dikit-dikit berhenti, nginep di kota yang mereka pengen nginep.

Malem tahun barunya di Puncak. Besokannya bus bergerak ke Monas. Ke Monas, Roy! Bayangin aja. Absurd banget itu rombongan.

Wuih! Ga cape tuh?

Pulang-pulang dia demam. Hahahah. Itu delapan hari full di jalan.

Nyampe Monas, ibuku sempet SMS, “Gak mampir Cileungsi gak apa-apa ya. Salam buat anak-anak. Abis ini langsung pulang ke Probolinggo.”

Huahahaha. Absurd!

Buset deh! :))

Jadi ya itu alesannya ngajak ibuku traveling. Pengen nyenengin dia.

Ada pengalaman lucu selama traveling bareng?

Oh, ini nih, Roy.

Sebagai orang Indonesia, ibuku itu terbiasa jalan pelaaan banget. Kayak yang menikmati setiap langkah. Tapi kan gak bisa begitu yak. Sekarang setelah beberapa kali traveling bareng, ibuku udah bisa ngebut. Udah ta’ jelasin kalo orang Indonesia di mana-mana terkenal lelet. Jalan gak bisa cepet. Jadi kita gak boleh kayak gitu. Sekarang udah bisa ngebut dong.

Kalo sama anak-anak udah sering traveling bareng? Paling seru pas ke mana?

Lumayan, sama anak-anak agak sering traveling bareng. Paling heboh waktu bertiga backpacking ke Singapura-Kuala Lumpur. Bener-bener backpacking. Nginep di dorm, makannya di pinggir jalan. Gitu-gitu deh. Hahahha. Anak-anak juga seneng.

Pantangan terbesar apa yang harus diinget kalo lagi jalan-jalan sama anak?

Gak ngajakin mereka ke spot-spot dewasa. Misalnya kawasan lampu merah yang gitu-gitu. Ke bar gitu juga gak. Itu aja sih.

Nah, kalo 3 hal yg harus bener-bener disiapkan kalo mau jalan-jalan sama orang tua?

Kalo sama orang tua ya? Hmm.

Yang pertama itu, tempat nginepnya harus nyaman. Bukan di hostel dan harus ada lift.

Makanan juga aku lebih hati-hati kalo jalan sama ibuku. Kasian kalo makannya sembarangan kayak kebiasaanku yang apa-apa dicobain.

Dan terakhir, durasi jalan-jalannya juga aku batesin. Kalo sendiri atau sama anak-anak bisa pulang hampir tengah malem, misalnya. Kalo sama ibuku ya nggak lah. Sebelum malem udah di hotel.

Apa arti traveling bareng keluarga buat seorang Mbok Venus?

Itu salah satu elemen penting. Penting banget malah.

Sebenernya ya, Roy, baru setahun terakhir ini aku bisa bawa anak-anakku traveling. Karena… yaaa, panjang ceritanya. Dulu gak pernah bisa ngajakin mereka traveling gini.

Sekarang setelah keadaan memungkinkan untuk traveling bareng, aku jadi semacam kesetanan. Kemarin ini kita ke Bali tiga hari. Rasanya seneeeng banget. Terus pulangnya aku tanya mereka, “Next pengen ke mana lagi? Ntar ta’ cariin tiket kalo lagi ada promo.”

Anakku yang kecil jawabnya lancar bener, “INDIA!”

Ebuset!

Hahaha.

Jadi ya, traveling bareng itu penting. Supaya mereka bisa liat ada orang yang kebiasaannya beda sama kita, ada dunia selain dunia yang kita tinggali sehari-hari.

Arti orang tua, khususnya ibu, buat seorang Mbok Venus?

Ibuku itu perempuan yang sangat sangat kuat. Udah jatoh, nyungsep, bangun lagi, jatoh lagi, dijorokin ke jurang lagi. She’s still standing. Kalo aku jadi dia, mungkin udah mimik racun.

Makanya sekarang pengen puas-puasin nyenengin ibuku. Mumpung beliau masih sehat dan kuat jalan. Kuat banget dia itu. Road trip tour de java delapan hari! Bayangin, Roy!

Hahahaha. Gua ngebayanginnya aja udah mabok.

Hahahaha.

Kalo destinasi impian traveling bareng keluarga ke mana, Mbok?

Pengen banget ngajakin mereka ke London kalo ada rejekinya. Hihihi. Anak-anakku dua-duanya doyan bola. Kebayang gimana senengnya kalo mereka diajakin ke Inggris nonton bola. Tapi mahal yak. Tapi ya, amin lah

Amiiin!

I’d do anything kalo buat mereka.

Pertanyaan terakhir, Mbok. Ada kata-kata buat mereka yang mungkin masih ragu mau ngajakin keluarganya traveling bareng?

Buat yang masih banyak mikir mau ngajakin keluarganya traveling atau gak, buat yang masih gak yakin kalo traveling bareng orang-orang terdekat itu rasanya luar biasa, try this:

You only live once. You live in the nows. Mumpung masih sempet, masih sehat jiwa raga dan dompetnya, sisihin dana dan waktu buat jalan bareng keluarga deh.

Belum tentu besok-besok bisa.


Viewing all 283 articles
Browse latest View live