Quantcast
Channel: 「ユース カジノ」 プロモーションコード 「ユース カジノ」 出金 「ユース カジノ」 出金条件
Viewing all 283 articles
Browse latest View live

#FilmLuntangLantung

$
0
0

“Bang, novel Luntang-lantung-nya lucu parah! Difilmin dong, Bang! Pasti seru deh!”

Kurang lebih begitulah bunyi satu mention yang masuk di sebuah siang pada tahun 2011. Gua tersenyum karena senang ada satu pembaca yang memberikan apresiasi positif. Namun senyum yang sama juga berarti mengabaikan harapannya untuk melihat Luntang-lantung dalam wujud film. Novel Luntang-lantung baru rilis beberapa minggu, sangat jauh untuk bisa dikategorikan layak diangkat ke layar lebar.

Memang, waktu itu udah ada beberapa novel yang diadaptasi menjadi film. Namun semuanya pastilah national best seller. Semua novel yang udah pernah diangkat ke layar lebar berlabel laris manis dari Sabang sampai Merauke. Jangankan nasional, waktu itu Luntang-lantung belum best seller di satu kelurahan pun.

Gua ga ada niatan untuk mengajukan novel ini ke mana-mana. Novel ini belum ada prestasinya. Banyak yang baca aja gua udah seneng. Gua ga berani masukin Luntang-lantung ke rumah produksi. Jangankan ke rumah produksi, rumah bordil aja gua ga berani.

Siang itu juga, gua membalas mention yang masuk tadi. Mengucap terima kasih atas komentarnya, tanpa sedikitpun membahas tentang kemungkinan novel gua menjadi film. Karena dalam hati gua tau, kemungkinan itu kecil sekali. Lebih kecil dari alat kelamin oknum YZ di video mesum bareng Maria Eva. Sangat-sangat kecil sekali.

Namun lucunya, mention bernada serupa masuk berulang kali dari beberapa pembaca yang berbeda. Apresiasi positif yang dibarengi dengan pertanyaan sejenis, “Bang, kok ga difilmin?” atau seruan seperti, “Jadiin film dong, Bang!” ga jarang muncul di tab mention.

Tapi jangankan difilmin, saat itu gua sedang berjuang sendirian menghidupkan Luntang-lantung di rak-rak toko buku. Gua sedang giat mendongkrak Luntang-lantung lewat kuis atau promo selintas di berbagai social media. Yang ada di pikiran gua saat itu hanya gimana biar buku ini bisa survive dan semangat yang gua usung dapat tersalurkan dengan luas.

Perjuangan itu menghasilkan. Luntang-lantung sempat naik ke rak best seller Gramedia-Gramedia besar di Jakarta. Gramedia Pejaten Village, Kelapa Gading, Matraman, Artha Gading, dan beberapa lainnya. Yang paling lama, Luntang-lantung menghiasi rak best seller Gramedia Pondok Indah Mall. Respon positif semakin mengalir ke kolom comment di blog, inbox email, ataupun tab mention. Gua bahagia karena akhirnya perjuangan ini menghasilkan.

Namun kenyataan berkata lain. Meski ludes dalam waktu 4 bulan di pasaran Jakarta, nasib Luntang-lantung berhenti ga lama setelahnya. Ga ada cetakan berikutnya, ga ada restock, dan ga ada kabar dari penerbit. Perjuangan gua selesai bersamaan dengan hilangnya Luntang-lantung di rak toko buku.

Gua sedih banget. Tapi di satu sisi, gua gregetan.

Novel ini banyak dapet apresiasi positif tapi kok udahan? Novel ini ludes di pasaran Jakarta tapi kok udahan? Novel ini sempet mendapat label best seller di Gramedia besar tapi kok udahan?

Tapi meski stock novelnya udahan, perjuangan gua ga akan udahan.

Tangan gua kepal kuat-kuat saat tekad tadi bermain dalam kepala. Jika buku ini ga muncul lagi di rak toko buku, gua akan memperjuangkan agar dia bisa lahir kembali lewat media lain.

“Bang, novel Luntang-lantung-nya lucu parah! Difilmin dong, Bang! Pasti seru deh!”

Iya. Lewat film.

Pemikiran ga berani mengirimkan novel ini ke rumah produksi pun gua hapus dari memori. Perasaan takut ditolak dan dicibir gua buang jauh-jauh. Naik Lion Air aja gua berani, masa masukin naskah ke rumah produksi ga berani?

Gua lalu mulai mengumpulkan novel Luntang-lantung yang masih tersisa. Menghubungi satu per satu beberapa teman baik untuk meminjam novel Luntang-lantung yang pernah mereka beli. Tekun mencari alamat rumah produksi dengan bantuan internet. Giat menyusun sinopsis Luntang-lantung untuk dikirimkan ke alamat rumah produksi yang berhasil gua temukan. Setelah semuanya siap, sinopsis dan buku itu pun gua sebar berbarengan ke beberapa rumah produksi sekaligus.

Berminggu-minggu gua menantikan datangnya kabar via nomor asing yang terpampang di layar handphone. Tapi handphone gua sepi dari panggilan. Berminggu-minggu, berbulan-bulan. Ga ada satupun kiriman gua yang mendapat kabar atau balasan. Hari itu gua seperti tertampar dan tersadar. Sepertinya perjuangan gua memang harus berhenti. Selesai sampai di sini.

Tapi semesta berkehendak lain.

Tahun berganti dan gua berkenalan dengan seorang teman bernama Kania Kismadi. Sebetulnya ini perkenalan yang agak jauh dan ga pernah disangka-sangka. Dari teman ke teman, ke teman satunya, ke teman satunya lagi, dan ke teman satunya satunya lagi. Perkenalan inilah yang membuat tekad gua kembali bergulir.

Kania adalah pemilik blog ngobrolinfilm.com. Dari blog itu, gua jadi tau kalo Kania penggemar film-film Indonesia. Hal itulah yang membuat gua nekad mengajaknya ikutan project setengah mimpi ini.

“Kan, lu mau bantuin gua ga?”

“Apaan?”

“Gua mau ngefilmin novel Luntang-lantung nih. Bantuin gua masukin ke rumah produksi dong.”

“National best seller ga?”

Gua menggeleng, “Ga, Kan.”

“Hmmm. Follower lu berapa?” tanya Kania dengan muka datar.

“800-an.”

“Waduh, berat kayaknya, Roy.”

“Tapi jalan ceritanya menarik, Kan,” bujuk gua sambil menyodorkan novel Luntang-lantung, “Ini, lu baca dulu deh.”

“Ya udah, gua baca dulu ya. Gue ga janji tapi gue coba bantu.”

Minggu dan bulan terlewati, tapi belum ada kabar sama sekali. Kania masih berusaha menjajakan sambil gua sesekali mem-follow up kiriman gua yang dulu. Namun semuanya seperti nihil. Semuanya terasa seperti usaha yang kosong dan sia-sia.

Sampai di akhir tahun 2012, nama Kania muncul di layar handphone. Dengan segera, gua menekan tombol hijau pada keypad. Suara di ujung satunya terdengar dengan bulat dan jelas. Kania membawa kabar yang telah gua nanti-nantikan hampir setahun lamanya.

“Roy, Bang Ody dari Maxima Pictures tertarik untuk ngangkat Luntang-lantung ke layar lebar.”

My heart skipped a beat.

Lutut lemes. Tangan gemeteran. Bulu kuduk pun merinding.

Rasanya pengen teriak, tapi kerongkongan seperti tercekik. Tertekan oleh pemikiran-pemikiran bahagia yang sedang surplus. Napas memburu satu-satu. Seperti orang lelah, padahal dari tadi gua hanya duduk dan mendengarkan. Hari itu jadi hari yang luar biasa buat gua.

Luar biasa karena Maxima Pictures adalah rumah produksi yang besar dan ternama. Luar biasa karena akhirnya project setengah mimpi ini bisa jadi satu lingkaran penuh. Luar biasa karena buku ini bukan national best seller. Luar biasa karena jumlah follower gua sama sekali ga bisa dijadikan bahan pertimbangan. Luar biasa karena Luntang-lantung cuma menjual jalan cerita. Cuma itu. Cuma jalan cerita.

Waktu berjalan dan di bulan Oktober 2013 kemarin, akhirnya produksi film Luntang-lantung dimulai. Film ini disutradarai oleh Fajar Nugros, sineas muda yang telah menyutradarai film-film remaja, seperti Queen Bee, Refrain, dan yang akan rilis 7 November besok, Adriana. Trio tokoh utama Luntang-Lantung diperankan oleh Dimas Anggara (sebagai Ari Budiman), Muhadkly Acho (sebagai Suketi Kuncoro), dan Nugroho Achmad (sebagai Togar Simanjuntak). Proses shooting akan berlokasi di Jakarta dan Medan.

My dream is happening.

film Luntang Lantung

Sumber gambar: akun Twitter @Demi_Istri (Demi Istri Production)

Perjuangan gua telah sampai di titik ini, namun gua belum mau berhenti. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Masih harus giat wara-wiri demi mendongkrak penjualan novel Lontang-lantung, sebuah kemasan ulang dan revisi dari edisi yang lama. Masih harus gigih mempromosikan film ini ketika udah tayang di bioskop-bioskop kesayangan kita semua. Masih harus terus berusaha. Masih harus terus berjuang.

Akhir kata, gua ingin mengutip sebuah kalimat yang seorang peserta benteng Takeshi sering ucapkan:

Doakan saya ya. Saya pasti bisa :)

PS: This post is dedicated to Kania Kismadi, who made the project happened. Thank you, Kan.



Kemudahan dengan Internet

$
0
0

Apa jadinya dunia tanpa internet?

internet

Bukan, bukan. Bukan indomie telor kornet. Tapi internet yang interconnection-networking. Benda yang belakangan ini udah seperti adiksi tersendiri buat kita semua.

Awalnya, internet merupakan jaringan komputer yang dibentuk oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat di tahun 1969. Melalui proyek ARPA, mereka membentuk ARPANET (Advanced Research Project Agency Network) yang berfungsi untuk melakukan komunikasi dalam jarak yang tidak terhingga melalui saluran telepon.

Tujuan awal ARPANET adalah untuk keperluan militer. Waktu itu, Departemen Pertahanan Amerika Serikat membuat sistem jaringan komputer yang tersebar yang menghubungkan daerah-daerah vital di Amerika Serikat. Jadi apabila terjadi perang, negara ga mudah untuk dilumpuhkan karena informasinya ter-desentralisasi.

Pada mulanya ARPANET hanya menghubungkan 4 situs aja, yaitu Stanford Research Institute, University of California, Santa Barbara, University of Utah. Namun, proyek ini berkembang pesat di seluruh daerah, dan semua universitas di negara tersebut ingin bergabung, sehingga membuat ARPANET kesulitan untuk mengaturnya. ARPANET pun akhirnya dipecah manjadi dua, yaitu “MILNET” untuk keperluan militer dan “ARPANET” baru yang lebih kecil untuk keperluan non-militer seperti, universitas-universitas. Gabungan kedua jaringan akhirnya dikenal dengan nama DARPA Internet, yang kemudian disederhanakan menjadi Internet.

Gara-gara itulah, saat ini kita bisa menikmati kemudahan-kemudahan yang internet tawarkan. Mulai untuk bikin tugas, nyari pekerjaan, atau bahkan, menemukan jodoh. Jadi, ga kebayang kan apa jadinya jika dunia tanpa internet?

Gua sendiri memanfaatkan banget yang namanya internet. Hampir 12 jam sehari, gua pasti bersentuhan dengan internet, meski belum muhrim. Nge-browse via laptop di kantor saat senggang, atau sekadar berjejaring sosial via smartphone dari atas kasur. Kalo lagi bosen, emang paling gampang itu main internet. Hanya modal smartphone, kursi, dan colokan, kita udah bisa terkoneksi dengan dunia luar dan bisa duduk tenang membaca berita atau tertawa bersama teman nun jauh di sana.

Internet adalah cara mudah mengisi waktu luang.

Nah, di postingan kali ini, gua mau share situs apa aja sih yang sering gua buka. Baik itu yang mendukung aktivitas gua, atau yang hanya untuk mengisi waktu di kala iseng. Siapa tau, informasi ini bermanfaat juga buat kalian. Seperti biasa, anggap aja postingan tips ini adalah sumbangsih gua buat bangsa dan negara.

Auwo.

1. Penggiat Traveling

Sebagai orang yang gemar jalan-jalan, internet memberi banyak kemudahan buat gua. Dari A sampe Z terkait traveling, semua bisa gua dapatkan via internet. Informasi tentang booking hotel sampe nyusun itinerary ada di dunia maya. Namun fungsi internet yang paling gua gunakan adalah buat beli tiket pesawat.

Situs yang paling sering gua tuju untuk beli tiket pesawat, udah pasti official website dari masing-masing maskapai low budget. Mulai dari yang ‘Asia’, ‘si macan’, ‘si singa’, sampe ‘penghubung kota’, semua gua kunjungin satu-satu. Ngecek tab promo atau iseng mencari tau harga tiket di hari-hari kejepit liburan jadi kegiatan yang sering gua lakuin di kala senggang.

Selain official website, gua biasanya juga buka tiket.com atau utiket.com untuk mendapatkan harga tiket paling ekonomis di periode tertentu. Kedua website tersebut mampu menyediakan informasi lintas maskapai dan disajikan dalam satu periode tertentu.

Misalnya, kita mau terbang di tanggal 7 November dan pulang tanggal 10 November. Kedua website tersebut dapat memberikan informasi, maskapai mana dan keberangkatan jam berapa yang bisa memberikan nilai ekonomi paling optimum. Informasi yang disajikan pun dalam bentuk grafik, jadi kita dengan mudah bisa menentukan kombinasi mana yang paling cocok buat kita.

Ga percaya? Cobain deh. Kurt Cobain.

2. Penikmat Olahraga

Sepakbola adalah olahraga nomor satu yang gua dukung. Liverpool adalah klub sepakbola favorit yang gua puja. Gimana, 2 kalimat tadi udah kayak perkenalan di acara kuis Berpacu Dalam Melodi belom?

Anyhoo,

Untuk mencari informasi tentang kompetisi sepakbola di Inggris, gua kurang suka mengandalkan situs lokal. Karena biasanya, situs lokal juga kebanyakan mencari sumber dari situs luar negeri, terutama situs negara di mana kompetisi tersebut dilaksanakan. Maka untuk urusan kecepatan mendapat informasi sepakbola Inggris, gua biasanya buka 2 website ini: dailymail.co.uk/sport/football/ dan telegraph.co.uk/sport/football/

Kedua situs ini gua tenggarai sebagai yang paling update soal kompetisi sepakbola di Ingrris. Waktu jendela transfer masih dibuka, kedua situs ini yang paling sering menyediakan berita-berita pembelian pemain terbaru di liga Inggris. Artikel-artikelnya juga ga hanya informatif, namun kadang juga nyeleneh dan mengusung sarkasme level tinggi. Serunya lagi, di Dailymail, ada beberapa kolumnis yang merupakan mantan pemain sepakbola. Jamie Redknapp, Martin Keown, dan yang paling anyar, Jamie Carragher.

Menarik deh membaca ulasan-ulasan mereka.

3. Pemerhati Gadget

Meski ga bisa dibilang gadget freak, tapi gua ini termasuk pemerhati gadget. Gua minimal tau gadget apa yang paling baru, kira-kira seperti apa spesifikasinya, dan yang paling penting, berapa harganya. Semua informasi itu bisa gua dapat dari akun twitter resmi produk yang bersangkutan atau bisa juga dari Lazada.co.id.

Lazada adalah pusat belanja online serba ada yang menawarkan kemudahan dan kenyamanan buat kita dalam membeli berbagai produk premium dengan bermacam-macam kategori; mulai dari elektronik, dekorasi rumah tangga, sampai produk kesehatan dan kecantikan.

Situs Lazada ini sendiri sangat gua andalkan untuk mencari gadget idaman. Itu karena di kolom bagian kiri, ada beberapa widget yang bisa diutak-atik untuk mempersempit hasil pencarian dan mengerucutkan pilihan. Gua bisa mengatur pencarian smartphone berdasarkan brand, harga, besar layar, kualitas kamera, kapasitas harddisk, RAM, bahkan sampai kecepatan CPU. Belanja di Lazada, berasa punya asisten pribadi yang bisa bantu nyortir dan milihin kira-kira smartphone kayak gimana yang cocok buat gua.

“Mbaaak!”

“Iya, Tuan!”

“Cariin smartphone yang layarnya di atas 4 inch!”

“Iya, Tuan!”

“Yang kameranya 3 megapixel juga ya!”

“Iya, Tuan!”

“Pokoknya harga ga masalah! Yang penting murah!”

“Ke laut aja, Tuan!”

Kayak waktu gua bantuin pacar nyari smartphone Samsung barunya tempo hari. Gua memanfaatkan betul features widget Lazada Indonesia ini. Widget brand gua ketik nama Samsung, harga gua atur biar sesuai dengan kapasitas dompet si pacar, besar layar juga gua pas-pasin dengan ukuran tangan si pacar, dan walah, keluarlah hasil Samsung Galaxy Core.

Selain features web yang ngebantu banget dan produk yang lengkap, asiknya belanja di Lazada adalah mereka membebaskan biaya pengiriman untuk area Jabodetabek. Udah gitu, mereka juga menerima segala macam jenis pembayaran, termasuk yang paling nyaman buat pembeli: cash on delivery (COD). Jadi, ada barang, ada uang.

Seperti halnya internet, Lazada telah memberi kemudahan ekstra dalam berbelanja online.

lazada

Jadi itu tadi, situs-situs yang gua buka untuk 3 jenis aktivitas yang berbeda. Internet udah mempermudah hidup gua sebagai penggiat traveling, penikmat olahraga, dan pemerhati gadget. Semoga postingan ini berguna buat kalian yang masih melakukan senam ritmik atau mencari kutu di rambut ketika sedang senggang. Mulai dari sekarang, kalo lagi lowong, ambil laptop atau smartphone kalian, dan telusurilah situs-situs di atas.

Kalo kalian sendiri, ada situs favorit yang sering dibuka kalo lagi luang? Share dong di kolom comment :D


Pacaran Era Sekarang

$
0
0

Pacaran ketika kita udah ngantor itu beda banget sama pacaran waktu masih kuliah. Percaya deh. Pacaran era kantoran kayak gua sekarang ini butuh perjuangan lebih dari yang dulu masih menyandang status mahasiswa.

Kayak gua dan si pacar. Kita sama-sama ngantor sebagai karyawan di sebuah perusahaan swasta. Kita berdua menghabiskan mayoritas waktu dalam satu hari di dalam cubicle menatap laptop dengan nanar demi uang yang masuk ke rekening di akhir bulan. Waktu buat gua pacaran sama si pacar pastilah ga sebanyak anak-anak SMA atau kuliahan. Kini, waktu gua dan si pacar bak angkot di lampu merah. Mepet.

Gua berangkat ke kantor dari jam 8 pagi dan baru bisa pulang paling cepat jam 6 sore. Pacar pun begitu. Nyaris setengah hari, kita beraktivitas di kantor. Kepala mumet dengan tumpukan laporan yang mesti diselesaiin, deretan email yang harus dibalas, atau permintaan bos yang ga bisa ditolak. Berulang begitu terus selama sembilan, sepuluh, atau bahkan dua belas jam. Bawaannya pengen memperbanyak diri pake mesin fotocopy atau menubrukkan diri ke gerobak tukang ketoprak depan kantor.

Badan lemes, otak juga lesu. Gua letih, pacar juga lunglai. Agak berat maksain ketemu untuk sekadar bercerita unek-unek di kantor tadi. Apalagi jalanan Jakarta makin hari makin mirip dengan bait pertama lagu Cinta Ini Membunuhku-nya D’Masiv. Berantakan dan ga karuan. Rasanya setiap pulang kantor pengen segera pulang dan bersilatuhrami dengan seperangkat alat tidur.

Kalo ga pinter-pinter ngakalin, hubungan gua sama si pacar bisa putus tengah jalan. Tingkat stres yang tinggi gara-gara kerjaan kantor ga jarang bikin mood kita sama-sama “senggol bacok”. Namun kunci sukses gua dan si pacar bisa terus awet sampe sekarang –walaupun dihadang tumpukan invoice dan berim-rim kertas ga jelas– adalah komunikasi.

Ka-o-ko-em-u-mu-en-i-ni-ka-a-ka-es-i-si. Iya, konstipasi. Eh, salah. Komunikasi.

Komunikasi ga cuma ngobrol via kata-kata aja lho. Interaksi lewat gaya bicara, intonasi, dan ekspresi adalah komunikasi yang diperlukan oleh pasangan yang terpisah oleh jarak dan kesibukan, kayak gua dan si pacar. Nah, untungnya nih, gua dan si pacar sama-sama pake WeChat.

Apa? Lu nggak tau? Oke, oke, biar gue jelasin dulu apa itu WeChat. WeChat adalah aplikasi komunikasi sosial khusus untuk pengguna smartphone. WeChat bisa lu download gratisan di berbagai operating system semua smartphone. Kalo ternyata lu ga ketemu aplikasi WeChat, mungkin karena handphone lu ga tergolong smartphone. Coba masukin bimbingan les Primagama.

Gua dan pacar sama-sama belom lama pake WeChat, tapi udah ngerasain banget manfaatnya. Misalnya, kalo bos lagi meleng, kita suka iseng nyolong waktu buat ngobrol via chats. Pesan yang terkirim tanpa pending jelas bikin obrolan kita ga terputus. Waktu yang sempit jadi bisa termanfaatkan dengan optimal.

Belum lagi, di chat ini gua bisa kirim emot dan stiker lucu-lucu. Kata-kata yang ga bernada jadi bisa diakalin dengan stiker-stiker yang bisa ngebantu kita menyatakan ekspresi. Dengan emot dan stiker, kita bisa memperminim kemungkinan salah paham deh. Stikernya pun kocak-kocak. Kadang gua suka ngikik sendiri ngebayangin si pacar melakukan gaya yang ditampilin si stiker. Mood yang tadinya “senggol bacok” jadi “toel peluk”.

Ibarat gawang, komunikasi itu harus dijaga terus. Selain menjaga ekspresi, kita juga mesti menjaga intensitasnya. Kejarangan bikin garing, keseringan bikin bosen. Alhasil, frekuensi mesti diatur sedemikian rupa (cailah) biar gregetnya tetep ada.

Nah, menurunkan intensitas bisa dengan komunikasi satu arah. Salah satu medianya adalah WeChat Moments. Lewat WeChat Moments, gua bisa share kejadian-kejadian seru dan lucu yang terjadi hari itu, bukan hanya ke si pacar, tapi ke temen-temen di contact WeChat gua. Gua juga jadi bisa tau hal seru apa aja yang si pacar alamin via WeChat Moments-nya. Kita tetap bisa saling tau tanpa harus komunikasi langsung. Ini termasuk komunikasi satu arah yang bisa membuat hubungan tetep greget.

Kalo di kantor bisanya cuma colongan, maka pas di rumah saatnya nge-geber komunikasi. Lagi-lagi WeChat jadi penolong. Gua biasa pake fitur hold to talk yang memungkinkan kita berkirim-kiriman suara. Atau, yang lebih cihuy lagi, video call! Cuma pake biaya internet doang, gua udah bisa ngeliat muka si pacar lengkap dengan ekspresinya. Lewat video call, gua dan si pacar berasa kayak lagi ketemuan, padahal aslinya kita sedang rebahan di kasur masing-masing sambil pelukan sama guling. Benar-benar fitur yang pas buat orang kantoran kayak gua dan si pacar.

Belakangan ini, gua dan pacar sering ngelakuin aktivitas baru ini malem-malem. Bukan, bukan ngepet dan jagain lilin. Tapi kirim-kiriman karikatur.

Kalian pasti tau dan pernah liat juga deh. Ada aplikasi yang bisa bikin muka kita jadi karikatur dengan pose-pose superkocak. Karikatur ini lagi nge-trend banget di sosial media. Di display picture messenger lah, avatar Twitter lah, sampe di WeChat Moments sendiri. Sebagai generasi yang selalu pengen up to date, gua dan pacar tentunya ga ketinggalan. Nih, liat salah satu hasil karikatur gua dan si pacar:

moman xiangji - roy

Abis liat karikatur ini, lu pasti pada mikir, “Kok ceweknya mau-mauan ya jadi pacar si Roy?”

Jawaban gua, “Tidakkah kalian tau kalau Tuhan itu Maha Adil?”

Anyhoo,

Nama aplikasi ini Moman Xiangji. Awal-awal aplikasi ini masih pake bahasa Mandarin, jadi agak ribet pas mau navigasi dan coba sana-sini. Tapi di update terbarunya, Moman Xiangji udah menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa utamanya. Jadi bebas ribet deh. Buat pengguna Android, bisa download langsung di http://goo.gl/qXOkp4, sementara bagi temen-temen yang pake iOS, bisa unduh di http://goo.gl/6Ihfso.

Eh iya, kemaren gua liat infonya di timeline, kalo udah unduh dan punya koleksi foto a la Moman Xiangji, ada kuis berhadiah 10 souvenir lucu dari WeChat lho. Caranya tinggal share foto terunik Moman Xiangji kita di Twitter atau Instagram. Jangan lupa mention @wechatid, dan pakein hashtag #MOMANWECHAT. Ikutan ah!

Nah, sebagai kesimpulan, gua akan menutup postingan dengan paragraf di bawah ini.

Sesibuk apapun, penting banget yang namanya membangun komunikasi. Karena dengan komunikasi yang baik, rasa percaya itu akan selalu ada. Rasa percaya akan menambah rasa cinta. Rasa cinta akan menambah rasa mesra. Dan pada akhirnya, rasa mesra akan menambah rasa… pengen buru-buru nikah

Ah, jadi kangen pacar. Video call dulu ah.


Kost Bahagia: Jendela

$
0
0

kost bahagia - jendela

…karena buku adalah jendala dunia. Eaaa.

TARAAA!

Ini dia segmen baru di saputraroy.com! Eh, ga baru-baru banget deh, karena sebenernya sempet ada segmen komik atau ilustrasi juga di awal-awal tahun 2013 ini.

Nah, kali ini segmen yang sama akan hadir lebih matang buat temen-temen pembaca semua. Kalo ga ada halangan, setiap bulannya akan ada dua ilustrator yang mengisi kolom di saputraroy.com secara bergantian. Yang serunya, tema dari setiap komik atau ilustrasi akan mengikuti tema bulanan saputraroy.com. Seperti ilustrasi di atas yang mengikuti tema saputraroy.com bulan November: “Jendela Dunia“.

Sambutlah sang ilustrator; Thoma Prayoga, tuan rumah segmen Kost Bahagia!

Setiap dua bulan sekali, teman-teman pembaca akan dihibur oleh goresan pinsil serta ide binal dari Thoma tentang dunia kos-kosan. Cerita tentang penghuni yang absurd, bapak kos yang galak, atau tetangga kamar yang aneh bakal menghiasi saputraroy.com dalam segmen Kost Bahagia ini. Buat mahasiswa atau pekerja perantauan pasti akan kena dengan jokes-jokes-nya dan terasa deket banget.

Oiya, Thoma ini adalah ilustrator di novel komedi Lontang-lantung lho! Kalo kalian suka dengan ilustrasi di novel itu, pasti kalian akan suka juga dengan segmen Kost Bahagia ini. Nantikan terus kehadirannya di saputraroy.com ya!

Untuk update terus keseruan Kost Bahagia, follow aja akun twitter @Kost_Bahagia. Atau follow langsung Thoma di @thoma_prayoga.

Ciao.

Ilustrator: Thoma Prayoga
Ide cerita: Thoma Prayoga


Wawancaur: Friendship Specialist

$
0
0

Dewasa ini (sedaaap), ada begitu banyak buku yang menceritakan cinta sepasang kekasih, namun hanya segelintir yang berani mengangkat tema persahabatan. Salah satu dari mereka yang ga gentar itu bernama Ryandi Rachman.

Penulis jebolan kaskuser ini biasa dipanggil Kundil oleh ibunya, dan kini, semua temannya pun memanggilnya begitu. Selain itu, ia juga bisa dipanggil dengan “hei!”, “woy!”, atau “maling!”. Si tampan dari pinggiran Depok ini bisa di-follow di @kundilisme atau dibaca lebih lanjut di http://ryandirachman.blogspot.com/

Setelah sukses dengan buku pertamanya yang berjudul Boys Will be Boys, pemuda ganteng harapan bangsa Namec ini kembali menelurkan buku bertema persahabatan lainnya: Satu per Tiga. Kalo Boys Will be Boys bermain di area non-fiksi, maka di Satu per Tiga Kundil mengejawantahkan kegilaannya di ranah fiksi.

Kayak gimana sih buku Satu per Tiga? Terus kenapa Kundil hobi banget bercerita tentang sahabat-sahabatnya yang abnormal? Temukan jawabannya di wawancaur bersama friendship specialist kali ini.

Wawancaur adalah proses wawancara yang dilakukan secara awur-awuran. Pertanyaan disusun semena-mena dan boleh dijawab suka-suka. Proses wawancaur dengan Kundil benar-benar dilakukan via Whatsapp. Wawancaur diedit sesuai kebutuhan. Gambar adalah milik pribadi narasumber. Terima kasih.

Kundilisme

Halo, Ndil. Udah siap nih ya di-wawancaur?

Ahzek diwawancara! Berasa tersangka kasus korupsi.

Sekarang lagi sibuk apa nih, Ndil?

Sekarang gue lagi sibuk banget. Biasa, sibuk mengubah oksigen jadi karbondioksida.

Ga sibuk promo buku, Ndil? Kan lu baru ngerilis buku baru tuh.

Kalo itu sih pasti, tapi yang lebih aktif ngepromoin buku gue itu, nyokap. Salahnya dia ngepromoin buku gue itu ke ibu-ibu pengajian.

Astaghfirullah!

:’(

Cerita dikit dong tentang buku terbaru lu: Satu per Tiga.

Satu per Tiga ini bercerita tentang persahabatan tiga cowok absurd bin ajaib bernama Kundil, Baim, dan Sambas. Oh iya, tokoh Kundil di buku ini ganteng loh, serius. Mirip Adam Levine tapi kawe.

Iya kawe. Kawe 74,354,983,274,314,392!

Hahaha. Bangke!

Buku Satu per Tiga berdasarkan kisah nyata?

Beberapa kejadian sih kisah nyata…

Ooo…

…sisanya kisah goib.

Taeee!

Hahaha.

Eh, tapi lu pernah terbesit untuk nulis dengan tema lain di luar persahabatan?

Pernah dong. Sebagaimana seorang penulis pada umumnya, gue pengen lebih mengeksplorasi tulisan-tulisan gue. Gue pengen nulis novel fantasi!

Fantasi? Fantasi bokep nih pasti!

Bangke! Kagaklah! Kagak salah lagi!

Ada kejadian lucu ga selama proses penulisan Satu per Tiga?

Ada, waktu gue lagi serius-seriusnya nulis bab kelima.

Eh, tapi lebih tepatnya bukan kejadian lucu sih, tapi kejadian naas. Ceritanya gue lagi konsen nulis, ditemenin secangkir kopi. Pas gue lagi nyeruput tuh kopi, kok berasa ada jelly. Pas gue lepehin, eh taunya lalet!

Bah! Hahaha!

Ada lalet lagi berenang di kopi gue! Faaak!

Satu per Tiga dikerjain berapa bulan, Ndil?

Satu per Tiga dikerjain sebulan lebih dikit, dikerjakan dalam keadaan galau. Iya waktu nulis buku itu, gue baru aja putus. Jadi gue setiap kali ngebaca ulang naskah gue. Keadaannya seperti ini, “Hahaha, ini bagian lucu nih, hahaha… ha.. hiks, semua cewek sama aja! Hiks.”

Pacar sempet komplen ga “kok fokusnya ke nulis mulu? Aku kapan difokusin?”?

Duh, gue bingung jawabnya. Jadi sebetulnya kita udah menjalin kasih cukup lama. Fokus ke pacar udah pasti, cuma ya emang kita lagi sibuk sama pekerjaan masing-masing. Gue sibuk nulis, Melody sibuk theater-an gitu.

Taeee! X))

But I love her so much :*

Kalo ga salah (yang artinya bener), buku lu yang sebelumnya juga ngangkat tema persahabatan kan ya? Kenapa lu suka ngangkat tema ini, Ndil?

Karena gue nggak suka tema cinta-cintaan seperti novel fiksi lain pada umumnya. For me, friendship is more important. Ga tau dah tuh bahasa Inggris gue bener atau salah.

Kisah persahabatan (yang nyata) yang paling epic apa yang pernah lu alamin?

Jawabannya… bakalan ketemu setelah lo baca buku Boys Will Be Boys atau Satu per Tiga :)

Kasih contekan dikit dong!

Jadi gini…

 

 

 

Gitu.

Dapatkan di gramedia terdekat! Uwoooh

Ya udah, kita lanjut dulu deh. Selain di Satu per Tiga, Baim dan Sambas kan temen-temen lu juga ya di dunia nyata. Apa arti Baim dan Sambas buat lu?

Mereka? Semacam malaikat yang dikirimkan Tuhan ke dunia untuk ngebuat hidup gue jadi lebih berwarna. Ini kalo dibaca mereka, pasti gue diludahin. Please jangan di-publish!

CUIH!

:’(

Misalkan pacar lu ga suka sama sahabat-sahabat lu. Lu bakal pilih lanjut pacaran dan ninggalin temen apa putus demi sahabat-sahabat lu?

Gue bakalan putusin pacar gue, karena pacar itu gampang dicari. Tapi sahabat? Langka bet kek badak bercula.

Ngomong-ngomong, cover Satu per Tiga kayak gimana sih?

Kayak gini nih:

satu per tiga

Ndil, sekarang kan lagi rame tuh penggiat twitter berfollower banyak yang bikin buku. Gimana menurut lu?

Buat gue gak masalah, asal isi bukunya nggak sama kayak isi tweetnya yang cuma :

“Cantik lagi apa?”

“Bidadari sarapan pake apa?”

“:*”

“Coba twitpict muka abis dislepetnya :3″

Kalo buat lu sendiri, apa sih arti Twitter dan follower?

Twitter adalah tempat buat buat ngeluarin unek-unek, tempat ingin mengatakan apa yang ingin kamu katakan. INI TWITTER APE UYA KUYA?!

Hahahaha. Rusuh bet nih bocah!

Hehehehe.

Lanjut ke soal buku lu. Kalo promo buku paling unik yang pernah lu lakuin apa, Ndil?

Gue dateng ke Gramedia, gue ambil buku gue, terus gue teriak, “WOY!”

Semua orang nengok, berjuta pasang mata menatap ke arah gue. Gue narik napas panjang.

“THIS IS SPARTAAAAAAAA!” gue teriak sambil angkat buku gue tinggi-tinggi! Kemudian gue ditarik satpam. Tamat.

Eh ini beneran? :)))

Beneran, tapi gak selebai itu juga sih. Intinya gue nawarin buku gue ke orang-orang di Gramedia, “Bu, beli buku saya, Bu, Pak. Udah 2 tahun belum cetak ulang” :(

Kalo respon pembaca paling unik? Ada yg pernah muji sampe neror, atau malah ngajakin kopdar gitu?

Nggak ada, mereka baik-baik semua kok sama gue. Ada yg ngajakin kopdar tapi di hotel, cewek cantik, sexy pula. Untung remaja masjid kayak gue nggak gampang tergoda. Pfffft.

MUKA LU REMAJA MESJID!

Astagfirullahaladzim, :(

Ada kalimat penutup buat temen-temen yang lagi baca wawancaur ini?

Terakhir, pesan dari gue. Buat cewek-cewek aja nih. Cari cowok itu nggak perlu yang ganteng, karena ganteng itu relatif, hamil itu positif. Kalo ngeliat orang mandi itu ngintif.

Udah ah, gue mau tadarusan dulu sama remaja komplek. Bye. Salam olahraga!


Perihal Gita Wirjawan

$
0
0

Beberapa hari terakhir ini, nama Gita Wirjawan banyak lalu lalang di timeline. Banyak penggiat Twitter yang menyebutkan nama Gita, baik itu terkait dengan sepak terjangnya di pemerintahan, atau hanya menyikapi aktivitas sehari-harinya. Pun banyak berkomentar tentang mereka yang mengomentari Gita. Kemudian, ada lagi yang mengomentari mereka yang mengomentari orang yang mengomentari Gita. Seperti halnya yang sudah-sudah, selalu ada pro kontra. Selalu ada aksi reaksi.

Lalu gua pun terpikir, apa ini terkait dengan keinginannya untuk maju sebagai calon presiden di tahun depan? Apa tim sukses beliau mulai bergerilya berkampanye lewat social media?

Sepertinya, iya.

Mungkin ini salah satu cara tim sukses beliau untuk mengenalkan nama serta wajah Gita Wirjawan ke masyarakat. Kalo bahasa kerennya, ningkatin awareness. Gimana mau jualan ide dan pemikiran, kalo nama dan kredibilitasnya belum banyak yang tau? Dibanding Jokowi atau Dahlan Iskan, nama Gita Wirjawan jelas kalah ngetop dibanding kolega sekaligus “pesaing”-nya tersebut.

Sejauh ini, udah ada beberapa tokoh baru yang mengacungkan jari saat ditanya apakah siap menjadi calon presiden tahun 2014. Dahlan Iskan dan Anies Baswedan adalah 2 kandidat selain Gita yang pernah menyatakan kesiapannya. Nama Jokowi sendiri udah sering disebut-sebut meski yang bersangkutan belum mendeklarasikan keinginannya untuk maju dan sang ketua umum partai masih enggan bersuara.

Menyikapi maraknya nama Gita Wirjawan di linimasa, gua hanya bisa bilang bahwa hal tersebut wajar dan dapat dimaklumi. Namanya juga usaha. Selama yang mempromosikan memang percaya pada kemampuan Gita Wirjawan dan kegiatannya ga merugikan siapa-siapa, beliau dan tim suksesnya berhak melakukan apa-apa yang menurut mereka baik. Berkampanye di dunia digital, salah satunya.

Gua sendiri tau nama Gita Wirjawan sejak beliau menjabat Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tahun 2009. Kebetulan ada seorang teman perempuan yang bekerja di sana dan sesekali menceritakan big boss -nya ini. Selain kegantengannya, teman ini juga suka bercerita tentang kebijakan yang pernah terbit selama kepemimpinan Gita. Salah satu yang paling menarik dan gua ingat adalah, setiap pegawai BKPM wajib memiliki nilai TOEFL minimum 600 agar bisa lebih luwes bernegosiasi dengan pihak asing. Kebijakan itu ga cuma buat keren-kerenan, tapi berdampak pada tingkat investasi yang meningkat di setiap kuartalnya.

Nama Gita Wirjawan semakin mengudara ketika beliau duduk sebagai Ketua Umum Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI). Prestasi tim bulutangkis yang sempat lesu, perlahan mulai menunjukkan kebangkitannya. Salah satu yang paling membanggakan adalah ketika ganda campuran kita, Tantowi Ahmad dan Liliana Natsir, berhasil menyabet gelar juara dunia Agustus lalu.

Hal itu tentunya ga terlepas dari kepemimpinan Gita sebagai Ketua Umum. Dari yang pernah gua baca, perubahan mendasar yang dilakukan oleh Gita pada PBSI itu ada dua. Pertama, merampingkan struktur organisasi, dan yang kedua, menelurkan kebijakan yang mengatur pihak sponsor dapat berurusan langsung dengan atlet terkait. Selain semakin menyejahterahkan para atlet, hal ini juga bisa memacu persaingan positif di antara mereka.

Namun menurut gua, fase hidup Gita Wirjawan yang paling menarik bukan saat beliau menjabat sebagai Ketua Umum PBSI. Tapi saat dirinya ditunjuk untuk memangku jabatan Menteri Perdagangan.

Posisi ini sangat krusial dan banyak mendapat sorotan karena kementerian beliau lah yang menentukan besaran ekspor-impor yang nantinya berimbas ke harga barang-barang di pasaran. Namanya pasti akan selalu tersebut setiap ada kenaikan harga barang-barang. Terbukti saat harga bawang putih, jengkol, dan kedelai melonjak beberapa waktu lalu, dirinya dihujani komentar dan kritik, baik oleh media ataupun para pengamat ekonomi dan politik. Langkah mengamini tawaran posisi Menteri Perdagangan ini terbilang sangat berani.

Seberani saat beliau menyatakan kesiapannya menjadi seorang calon Presiden Republik Indonesia.

Keberanian dan keseriusannya bukan hanya isapan jempol. Itu terbukti dari lahirnya situs gitawirjawan.com dan halaman “Cara Dukung” yang ada di pojok kanan atas. Di sana, ia menjelaskan kalo setiap orang bisa menjadi donatur kampanye pencalonan dirinya sebagai Presiden. Jumlah donasi per orangnya pun dibatasi dan semua dana yang masuk akan dilaporkan ke KPK. Pembatasan ini bertujuan agar ga ada pihak-pihak tertentu yang merasa berjasa besar atau punya kendali selama jalannya kampanye. Cara yang sama pernah dipakai oleh Obama pada persaingan Presiden Amerika Serikat tahun 2008 dan juga oleh Faisal Basri pada saat kampanye calon Gubernur DKI Jakarta tahun 2012 lalu.

Pertanyaan yang muncul adalah, lewat mana ia akan mencalonkan diri menjadi Presiden? Bukankah ia orang non-partai?

Nah, dari yang pernah gua baca, Gita Wirjawan akan coba maju menjadi capres melalui konvensi partai Demokrat. I know, sekarang ini banyak kasus korupsi yang melibatkan petinggi partai warna biru tersebut. Namun undang-undang negara kita saat ini hanya memberikan kesempatan jadi capres bagi mereka yang berasal dari partai politik. Dan konvensi adalah satu-satunya cara bagi orang non-partai, agar dapat didukung oleh partai tertentu, untuk maju menjadi capres. Dan saat ini, hanya partai Demokrat yang membuka peluang tersebut.

So be it.

gita-wirjawan

Anyway,

Postingan ini ga bertujuan memaksa teman-teman pembaca untuk mendukung Gita Wirjawan atau tokoh-tokoh tertentu dalam konstelasi politik tahun 2014 nanti. Sama sekali tidak. Tapi lewat postingan ini, gua ingin mengajak teman-teman sekalian untuk berhenti sejenak dan melihat berbagai alternatif pemimpin yang akan bersaing tahun depan.

Rasanya tahun 2014 besok adalah saat yang tepat untuk perubahan. Saatnya bagi politikus-politikus lama untuk tutup buku dan menikmati hari tuanya. Saatnya untuk berkata “cukup” terhadap cekokan janji-janji yang sama oleh orang yang itu-itu aja. Saatnya bagi yang baru untuk duduk di kursi orang nomor satu. Saatnya bagi tokoh-tokoh muda untuk maju dan berani bersaing.

Karena berani, lebih baik.


Versus: Ter-Anak Gunung!

$
0
0

Selamat datang di segmen Versus! Teng teng teng! Segmen paling baru di saputraroy.com yang hadir satu kali setiap bulannya!

Setelah sukses dengan Versus: Ter-Orang Kantoran bulan lalu, di bulan ini gua kembali menggelar segmen versus lagi. Kali ini, dua kontestan terpilih akan memperebutkan gelar paling anyar: Ter-Anak Gunung!

Masih sama dengan edisi sebelumnya, gua akan melemparkan 10 set pertanyaan random yang sama ke dua kontestan. Masing-masing akan menjawab secara terpisah, sehingga lawannya ga akan tau jawaban apa yang ia berikan.

Nah, sebentar lagi gua akan memperkenalkan dua kontestan terpilih bulan ini. Dua orang cowok pendaki yang tangguh dan ulet kayak buruh minta kenaikan upah. Mari kita sambut keduanya!

Kontestan pertama! Pemuda tampon (tidak typo) ini adalah seorang pendaki newbie. Lulusan Universitas Indonesia ini baru naik gunung sejak tahun 2013 dan merupakan Ketua Dewan Pembina dari blog jalanpendaki.com. Mari kita sambut, dari sudut biru, Acen Trisusanto!

Kontestan kedua! Cowok ganteng kata ibunya ini telah malang melintang di dunia pendakian sejak ia masih duduk di bangku SMA. Bersama-sama dengan Acen, lulusan Politeknik Jakarta ini baru aja menelurkan buku kumpulan cerita pendakian berbau horor yang berjudul Penunggu Puncak Ancala. Dengan jangkauan lengan 100 centimeter, dari sudut merah, Indra Maulana!

Siapakah yang layak diganjar gelar ter-anak gunung? Siapa yang lebih trengginas dalam mendaki gunung, lewati lembah? Temukan jawabannya di versus edisi bulan ini.

Versus adalah proses tarung tanya jawab asal-asalan. Penilaian dan pemberian poin dilakukan secara sepihak dan semena-mena oleh Roy. Hasil versus tidak boleh diganggu, apalagi digugat cerai. Tanya jawab dengan Acen dan Indra benar-benar dilakukan via email. Versus diedit sesuai kebutuhan. Picture is courtesy of http://oivindhovland.blogspot.comThank you.

versus

=======

ACEN: 0
INDRA: 0

=======

1. Gunung paling pendek yang pernah didaki?

A: Gunung Papandayan. 2,665 mdpl (meter di atas permukaan laut). Itu pun gak pernah sampe puncak. Syalalalala~

I: Gunung di Serang. Tingginya 1,364 mdpl. Mulai nanjak pagi, siang sampe puncak, sore ketemu babi, malam sudah sampe bawah.

Indra ketemu babi. Babi dipanggang enak. Indra wins!

=======

ACEN: 0
INDRA: 1

=======

2. Paling lama, berapa hari ga mandi selama pendakian?

A: Hm, sehari paling lama. Motto gue: kalau bisa mandi di gunung, kenapa gak? Jadi gue selalu mandi di gunung mana pun yang ada sumber airnya. Meskipun biasanya abis itu gue meriang. Airnya dingin bener, bok!

I: Satu setengah minggu.

Indra Maulana, duta hemat air PDAM! Indra wins!

=======

ACEN: 0
INDRA: 2

=======

3. Ke mana pendakian paling murah yang pernah lu jalanin?

A: Ke Gunung Gede. Seringnya digratisin temen!

I: Ke Gunung Gede. Gratis! Dan sering pulak. Mau tau caranya? Modusnya adalah, Jadi panitia! Haha.

Puk puk Gunung Gede. Draw!

=======

ACEN: 1
INDRA: 3

=======

4. Sakit paling parah selama jadi pendaki?

A: Encok.

I: Gue penah dihajar badai di Pangrango dan pada waktu itu sendirian. Hampir hypothermia. Kepala mulai pening, badan mengigil hebat, dan tangan sampai jari sudah mati rasa. Gue butuh kehangatan! #eh #kode

Encok lawan hypotermia? Encok wins! Acen wins!

=======

ACEN: 2
INDRA: 3

=======

5. Makanan paling miris yang pernah dimakan selama pendakian?

A: Setengah bungkus kacang dan setegah liter Fanta rasa stroberry buat 9 orang di gunung Merbabu. Gara-gara nyasar.

I: Di Merbabu gue terpisah dari rombongan di tengah hutan. Logistik makanan dibawa temen gue. Kondisi udah malam dan harus bikin tenda. Besoknya gue sarapan hanya dengan kacang tanah dan sisa sisa fanta merah. Miris gan!

Wah, makanannya dan gunungnya sama. Jangan-jangan kalian jodoh. Draw!

=======

ACEN: 3
INDRA: 4

=======

6. Pendakian paling lama berapa hari?

A: 3 hari 2 malam. Itu mendaki Gunung Rinjani. Masih pake ngebut segala. Treknya YA TUHAAAN! Panjang banget! Sepanjang penantian gue akan jodoh yang gak kunjung datang.

I: 5 hari naik dan turun di Gunung Tambora, Pulau Sumbawa. Ngetrek udah kayak gak ada ujungnya. Dan selama 5 hari itu juga kulit-kulit kaki gue dikulum sama pacet (lintah gunung) karena di Gunung Tambora memang sarangnya makhluk begituan.

Lima hari pake ekstra diisep lintah. Indra wins!

=======

ACEN: 3
INDRA: 5

=======

7. Posisi boker paling unik selama pendakian?

A: Di Gunung Semeru, gue kebetulan mendaki pas bebarengan sama pendakian massal. 3000 orang. 3000 ORANG! Walhasil, spot buat boker makin berkurang dan perasaan was-was kena ranjau darat semakin besar. Saking gak tahannya, gue BAB di balik semak-semak yang cukup tinggi. Tapi sayangnya semak-semak itu deket sama jalan pulang menuju Ranu Kumbolo, walhasil, pas lagi ngeden pertama, ada orang lewat. Kami saling tatap menatap dan melengos karena malu. Habis itu gak mau keluar lagi.

V: Pernah boker di celah pasir pada waktu turun dari Mahameru. Jongkok sambil merosot-rosot, bok! Coba deh.

3000 ORANG! THIS IS SPARTA! ACEN WINS!

=======

ACEN: 4
INDRA: 5

=======

8. Peralatan pendakian paling mahal yang pernah dimilliki?

A: Tenda tentunya. Dan jaket anti badai. Gue sampe nyicil 3 kali. Udah kayak kredit panci.

I: Carriel (tas punggung) dan sepatu gue. Yang Carriel mereknya Deuter dan sepatu mereknya Vaude. Kenapa dua? Karena harga per-item keduanya sama. Iya, sama kaya gaji pertama gue jadi karyawan kantor.

Kasian yang gara-gara beli jaket jadi ga bisa beli panci. Acen wins!

=======

ACEN: 5
INDRA: 5

=======

9. Kejadian paling cabul selama naik gunung?

A: Malu ah. Kata ibu, gak boleh buka aib sendiri.

I: Kegiatan cabul di gunung kalo bisa dihindari deh. Apapun bisa terjadi di gunung soalnya.

Dua-duanya alim. Anggota lima monyet. Draw!

=======

ACEN: 5
INDRA: 5

=======

10. Kejadian paling horor selama naik gunung?

D: Hampir kesurupan di Gunung Sindoro. Kata temen gue, kepala gue sampe muter-muter dan melototin doi! HIH!

I: Di Gunung Tampomas di mana gue… ah, silahkan baca Penunggu Puncak Ancala.

Indra sok misterius, kayak cewek yang chatting di mIRC dengan nickname ce_lucu17. Acen wins!

=======

ACEN: 6
INDRA: 5

=======

Versus edisi anak gunung dimenangkan oleh Acen Trisusanto, si pemuda tampon! What a comeback from Acen! Sempat tertinggal 2 poin, namun Acen pantang menyerah dan akhirnya bisa menyusul di pertanyaan-pertanyaan akhir untuk membalikkan keadaan menjadi 6-5!

Sekali lagi, selamat kepada Acen Trisusanto yang berhak mendapatkan gelar Ter-Anak Gunung di versus saputraroy.com edisi bulan ini. Semoga gelar ini bisa dicantumkan ke dalam riwayat hidup dan menjadi bekal untuk masa yang akan datang.

Kalo lu sendiri ikut siapa, #TimAcen apa #TimIndra?


What Makes Me Happy

$
0
0

Jumat, 22 November 2013. Langit di balik jendela udah gelap. Dua jarum jam di dinding kantor kian merapat ke angka 6 tapi belum ada tanda-tanda kerjaan gua akan selesai dalam waktu dekat. Memang begini nasib masuk kerja setelah cuti 5 hari berturut-turut. Tumpukan kerjaan udah kayak cucian kotor. Pengen rasanya gua kiloin di penjualan barang bekas biar dituker sama cabe, tapi gaji yang masuk tiap bulannya ke rekening melarang gua untuk melakukan itu.

Kepala pusing, leher pegel, dan mata mulai perih.

Hanya laptop dan tumbler jadi teman gua berlembur ria. Sesekali, jempol dan jari manis tangan kiri menekan tombol alt-tab secara cepat untuk mengubah layar ke situs-situs berita. Oke, oke, situs berita selebritis, lebih tepatnya. I mean, siapa sih yang ga pengen tau berita ter-update soal batalnya pernikahan Asmirandah? Semua cowok di Indonesia harus tau dan peduli akan hal itu.

Ketika jari kembali menekan alt-tab dan akan lanjut kerja, lampu notifikasi smartphone Android berkedap-kedip di pojok kanan atas. Ternyata itu nyokap yang mengirimkan pesan lewat sebuah messenger. Pesannya singkat, hanya tiga kata.

Makan rumah ga?

Bukan, bukan. Gua bukan rayap yang suka makan rumah dan menjadikan daun pintu sebagai lalapan. Tapi memang begini istilah nyokap ketika mau mengonfirmasi apakah anaknya yang ganteng maut ini mau makan di rumah atau ga. Karena jika iya, nyokap akan menyisakan sayur dan menunggu kepulangan gua.

Buru-buru gua membalas karena nyokap ini tergolong orang yang ga sabaran. Jika dalam hitungan menit gua ga jawab, bisa-bisa rentetan PING! akan masuk ke kolom chat. Maka dengan cekatan, gua bilang akan makan di rumah namun entah jam berapa.

Ga perlu menunggu lama, kotak berwarna biru dengan judul “Mama” muncul dari bawah. Sebuah respon “Ok” dengan bentuk yang sealay-alaynya alay. Tersusun dari berbagai emot dan karakter-karakter yang bisa muncul dengan mudah berkat autotext.

autotext nyokap

Dulu, gua ngelarang nyokap buat ganti handphone.

Karena tebakan gua, teman messenger-nya pasti ga akan banyak. Paling hanya gua, kakak gua, dan beberapa keponakan. Semua komunikasi dengan mereka bisa digantikan dengan SMS atau telpon. Belum lagi gua menyangsikan kemampuan nyokap untuk mengoperasikan handphone ini. Menurut gua, nyokap ganti handphone itu buang-buang uang.

Tapi diam-diam, nyokap tetep beli handphone baru. Gua misuh-misuh sendiri karena merasa uangnya bisa digunakan untuk yang lain. Untuk hal-hal yang pasti lebih terpakai dan nyokap pasti suka. Jalan-jalan atau makan-makan, misalnya. Tapi nyokap tetep kekeuh untuk beli. Kepalanya banyak menunduk menatap layar di hari-hari setelah tangannya memegang handphone barunya. Bersosialisasi, itu yang jadi alasannya tiap kali ditanya lagi ngapain.

Lampu notifikasi kembali berkedap-kedip di pojok kanan atas. Pesan dari nyokap masuk sekali lagi. Gua menepikan tumpukan pekerjaan sejenak untuk membalas pesan yang rutin mengisi obrolan kami setiap gua pulang malam.

Jangan pulang malem-malem ya. Hati-hati.

Sejak punya handphone jenis ini, gua dan nyokap memang jadi lebih intens berkomunikasi. Jika dulu segala pembicaraan lewat media seperti SMS dan telepon, nyokap jadi lebih sering menghubungi via messenger karena jauh lebih mudah dan murah. We’re a truly Indonesian-Chinese family, aren’t we?

Pembicaraan antara gua dengan nyokap bisa segala macam. Mulai dari yang serius seperti berdebat tentang apa warna langit hari ini, sampai ke yang lebih serius seperti kenapa Asmirandah batal menikah. Semua pembicaraan tadi sesekali diselingi koleksi autotext nyokap yang lengkap. Mulai dari “Ok” yang penuh dengan emot, “Hahaha” yang panjang banget, atau ketawa ala WKWKWK dengan emot yang melingker-lingker.

Yes, my mom’s laugh is wkwkwkwk. How cool is that?

Selain autotext maut, nyokap juga gemar ngirim broadcast message (BM). Diancam sedikit contact-nya akan hilang, maka sebuah pesan se-ga-logis apapun bakal nyokap teruskan ke semua orang. Berita sengawur apapun dengan atau tanpa link, pasti nyokap kirimkan ke seluruh contact-nya.

Saat ini RIM sudah over capacity. Teruskan ke 10 orang dan menarilah jaipongan jika tidak ingin contact Anda hilang semua!

Broadcast!

Mau sukses dan punya uang? Kirim ke seluruh contact Anda dan bekerjalah secara giat! Jangan lupa berinvestasi dan bayar zakat!

Broadcast!

Cicaheum akan rusuh karena harga cabe makin melonjak dan Ibas masih pakai baju lengan panjang. Sebarkan pesan ini ke seluruh contact Anda! Sekarang!

Broadcast!

Nyokap gua layak diganjar sebagai Duta BM tingkat regional. Minimal tingkat kelurahan.

Kelar dengan kebiasaan nge-BM, nyokap menemukan keasikan lagi di handphone ini lewat group chat. Nyokap punya banyak group di messanger-nya. Ada kali belasan. Mulai dari keluarga, teman masa SMA, teman masa SMP, atau teman sepermainan. Ga heran, batre handphone nyokap sering banget nge-drop.

Namun gara-gara group chat, nyokap jadi seperti terhubung kembali dengan pergaulan masa lalunya. Ini seperti acara Tali Kasih dengan teman-teman lamanya. Imbasnya, nyokap jadi sering pergi bareng temen-temen di group chat-nya itu untuk sekadar melepas penat dari kerjaan. Yang biasanya di rumah ngurusin garmen, jadi punya aktivitas di luar rumah. Ga jarang, sepulang dari jalan-jalan, nyokap bercerita panjang lebar tentang betapa seru sorenya hari itu.

Gua hanya bisa tersenyum mengingat semua itu. Sejenak, gua melepaskan napas panjang karena bersyukur akan satu kegagalan yang pernah gua alamin.

Bersyukur karena gua gagal menghalangi nyokap untuk ganti handphone. Bersyukur karena masukan gua sama sekali ga dipertimbangkan oleh nyokap. Bersyukur karena dengan handphone barunya itu, nyokap terlihat jauh lebih ceria.

Pemikiran gua pecah saat lampu notifikasi berkedap-kedip sekali lagi. Satu kotak berwarna biru muncul dari bawah, membawa pesan susulan yang nyokap kirimkan.

Masih lama ga? Malem-malem amat sih pulangnya?

Cepat-cepat gua membalas pesan itu. Meminta nyokap untuk tidur lebih dulu, ga usah nunggu kepulangan gua. Hanya perlu beberapa detik untuk sebuah pesan balasan dari nyokap mengisi obrolan kami malam itu.

Udah, gapapa. Mama tungguin.

Senyum kembali terkembang. Napas panjang terlepas sekali lagi.

Hampir aja gua menghambat keceriaan seseorang yang rela menunggu gua pulang lembur hanya untuk menyiapkan makan malam. Hampir aja gua menghalangi tumbuhnya senyum seseorang yang sudi menyisihkan waktu istirahatnya untuk menanyakan kabar anaknya. Hampir aja gua gagal membuat nyokap bahagia.

Mungkin selama ini gua salah.

Mungkin memang ketawa wkwkwk dengan emot melingker-lingker yang dapat melambangkan ketawa lepasnya. Mungkin memang ngobrol dengan belasan group chat yang mampu mengukir senyum di wajahnya. Mungkin memang bersosialisasi via handphone yang bisa membuat hatinya senang.

Mungkin. Karena gua belum tau pasti apa yang membuatnya benar-benar tersenyum. Benar-benar bahagia.

Tapi yang jelas, kini gua ga akan melewatkan setiap kesempatan untuk menumbuhkan rasa bahagianya. Karena yang jelas, gua tau apa yang membuat gua bahagia.

Seeing her happy, is what makes me happy.

I love you, Ma.

“God could not be everywhere. Therefore, He made mothers.” ― Jewish Proverb



Edisi Desember 2013!

$
0
0

Dan tibalah kita di bulan terakhir tahun 2013.

2013 rasa-rasanya jadi tahun yang paling cepat terlewati buat gua. Perasaan baru kemarin jadian sama si pacar, eh ternyata udah 10 bulanan. Perasaan baru Februari kemarin main tema-temaan di blog, eh tau-tau udah bulan Desember. Perasaan baru kemarin tahun baruan di Bogor, eh sekarang udah mau ganti tahun lagi. Bener-bener 2012 kayak baru kemarin.

Untuk menutup tahun yang super kilat ini, gua akan banyak bercerita tentang kisah jalan-jalan gua yang super ekspress juga. Di awal bulan November lalu, gua traveling selama 7 hari 6 kota ke Jepang! Tokyo, Kyoto, Osaka, Kawaguchiko, Hiroshima, dan Nara! Ekspres!

Meski beberapa cerita sempat gua share di Twitter dengan hashtag #JalanJapan, rasanya kurang afdol kalo belom diceritain panjang lebar di blog. Masih ada beberapa kejadian seru buat diceritain di sini yang semoga bisa jadi bacaan di kala makan siang. Perbedaan budaya dan cuaca yang mencolok membuat traveling kemarin tuh berkesan banget. Kecepatan penduduk lokal dalam beraktivitas dan suhu yang mencapai delapan derajat celcius adalah kenangan tersendiri yang bakal gua ceritain buat anak cucu nanti. Ah, pokoknya Jepang seru deh.

Nah, di postingan ini gua bakal banyak bercerita ini itu terkait Jepang. Mulai dari cerita perjalanan itu sendiri, foto-foto selama di sana, sampai ke tips-tips ngawur yang mungkin bisa bermanfaat buat yang mau traveling juga ke Jepang.

So, it’s all about Japan!

Segmen wawancaur dan versus masih akan tetap hadir dong di bulan Desember. Tentunya kedua segmen ini masih akan dibungkus dengan tema bulanan Jepang. Akan hadir pelancong yang pernah ke Jepang pada segmen wawancaur. Sementara di versus, gua akan seru-seruan bareng penggemar Jejepangan. Kayak gimana hasilnya? Tungguin aja deh.

Blog gua juga kini merambah ke Facebook, seperti yang bisa dilihat di widget sebelah kanan blog ini. Segala informasi terkait blog bakal gua post di sana. Baik itu postingan terbaru, kuis atau hal-hal seru lainnya. Misalnya info tentang event-event yang sejalan dengan tema bulanan, yang mungkin cocok buat kalian. Nah, kalo teman-teman sering mampir dan suka dengan blog ini, di-like ya Facebook page-nya. Terima kasih! :D

Dan seperti biasa, bulan lalu gua bikin kuis bulanan di hari Minggu minggu ketiga November. Kali ini, gua nantangin teman-teman pembaca buat bikin pantun yang mengandung kata saputraroy.com. Yang paling kreatif dapet 1 buku DestinASEAN serta 1 buah notes bergambar jembatan Ampera, oleh-oleh saat gua ke Palembang tempo dulu. Dan ini dia pemenangnya:

Pemenang kuis november

Selamat kepada Novia! Semoga hadiahnya bermanfaat dan tetap sering mampir ke saputraroy.com!

Nah, sebelum gua menutup postingan ini dengan menampilkan cover bulan Desember, ijinkan gua untuk merekap perjalanan saputraroy.com di bulan November 2013:

  • Ada 10 postingan di bulan November yang semuanya publish di jam cantik 11:11 WIB
  • Postingan dengan traffic tertinggi di bulan November adalah Perihal Gita Wirjawan dengan total traffic sampai dengan hari ini sebesar 3,828 views.
  • Referrers paling rame itu datang dari Twitter yaitu sebanyak 5,310 dan peringkat kedua diduduki oleh search engine (Google, Yahoo, Bing, dll) sejumlah 1,772
  • Total traffic untuk bulan Oktober kemarin mencapai 19,477 views, dengan rata-rata 649 views per harinya.

Semoga dengan tema bulan ini, kalian makin betah main di sini dan bersama-sama kita pecahkan pencapaian bulan-bulan lalu.

Jadi, ini dia tema saputraroy.com bulan Desember 2013:

“Jalan Japan!”

cover des copy

Gambar latar adalah milik pribadi Roy Saputra yang diambil saat #JalanJapan. Terima kasih.


#JalanJapan: Pengalaman Pertama

$
0
0

Selalu ada cerita dari sebuah pengalaman pertama. Begitu pun dengan pengalaman pertama gua menginjakkan kaki di Tokyo, Jepang.

Bulan lalu, kebetulan gua ada rejeki lebih untuk bisa jalan-jalan ke Jepang. Traveling kali ini masih bareng Tirta yang pernah berkelana bareng gua juga ke Filipina akhir tahun lalu. Rencananya kami akan berkunjung ke 5 kota selama 7 hari. Ekspres banget.

Bicara tentang pengalaman pertama, di postingan kali ini gua akan berbagi salah satu pengalaman pertama paling berkesan selama gua traveling ke Tokyo. Yaitu, pengalaman pertama boker di Jepang.

Iya, iya. Ini cerita tentang gua buang hajat di negara orang.

Awalnya gua sempet parno dengan toilet-toilet Jepang. Gua curiga toilet di Jepang ini berjenis toilet kering, toilet yang ketika mau cebok cuma dikasih tisu. Toilet jenis ini selalu membuat gua berpikir, “Kok cuma dikasi tisu? Ini mau cebok apa mau nangis?”

Sebagai orang Indonesia, gua paling ga bisa berhadapan dengan toilet model begini. Gua lebih suka toilet basah yang menyediakan air untuk membasuh bokong yang telah selesai menunaikan tugas. Toilet basah membuat gua lebih leluasa dan jauh dari rasa khawatir. Memang, kadang toilet basah mirip-mirip sama cicilan bunga 0%.

Untungnya, kecurigaan gua salah. Toilet Jepang ga berjenis toilet kering. Itu terbukti saat gua boker di bandara internasional Haneda.

Penerbangan yang memakan waktu 7 jam sukses bikin perut gua mules ga karuan. Menahan hasrat untuk buang hajat selama beberapa jam membuat pramugari yang bohai jadi terlihat seperti demit. Boker di pesawat jelas ga gua lakukan karena ga pewe. Dengan tubuh yang besar dan ukuran toilet yang minimalis, mobilisasi gua saat ngeden bisa terganggu. Meski gua naik Air Asia X yang memiliki badan ekstra panjang, tapi toilet di pesawat ini berjenis Y. Y U NO GEDEIN TOILETNYA?

Makanya, begitu turun dari pesawat, gua langsung ngibrit. Ngebut nyari toilet terdekat. Sepuluh menit setelah kaki menginjak tanah Jepang, pantat gua udah ga sabar mau ikutan eksis. Dia mau boker di Tokyo.

Begitu sampai di area terminal, jauh sebelum masuk imigrasi, gua berhasil menemukan toilet. Perasaan gua bahagia banget, mungkin sebahagia Alexander Graham Bell waktu menemukan telepon. Buru-buru gua melangkah masuk ke dalam ruang yang berlogo manusia biru tanpa rok yang sedang berdiri.

Kesan pertama gua terhadap toilet Haneda: bersih banget!

Tapi mari lupakan sejenak betapa gua ingin guling-gulingan di lantai toiletnya. Pikiran gua saat ini fokus mencari lobang jamban. Kaki gua langsung berlari mendekat ke arah bilik nomor satu. Ketika badan hanya berjarak 2 langkah dari pintu bilik, tiba-tiba muncul kejadian yang membuat gua norak. Lampu biliknya nyala sendiri!

Tekanan dari dalam perut sejenak menghilang. Gua malah seru maju mundur-maju mundur, ngetes lampu yang tiba-tiba bisa nyala sendiri. Kenorakan ini ga berjalan lama. Desakan usus besar kembali minta diperhatikan. Gua langsung duduk di dalam toilet dan menutup pintu.

Saat pantat bertemu alas jamban, mata gua langsung tertuju kepada panel di sebelah kiri.

toilet Jepang

INI JAMBAN APA MESIN ATM? TOMBOLNYA BANYAK BENER!

Tepikan sejenak tentang panel di atas. Mari kita awali kisah kenorakan gua akan jamban ini dengan menceritakan alasnya. Di alas jamban ini, ada penghangat yang bikin gua betah berlama-lama duduk. Menjadi obat bagi cuaca dingin yang menerpa gua di area lepas landas beberapa menit yang lalu.

Bukan cuma alasnya yang anget, tapi air yang buat cebok pun air hangat. Gua sempet mikir, ini jamban apa dispenser?

Di dinding sebelah kiri bilik, ada panel dengan 4 tombol besar dan 4 tombol kecil. Yang paling kiri dengan tulisan ‘STOP’, berfungsi untuk menghentikan fungsi 3 tombol besar lainnya. Tombol besar berwarna biru berfungsi untuk menyemprotkan air ke pantat. Kalo kekencangan semprotannya dirasa kurang sesuai, bisa diatur lewat tombol water pressure yang ada di bawahnya. Kalo posisinya ga pas, bisa diatur lewat tombol posisi yang ada di kanan bawah.

Keren banget kan?

Ada satu tombol yang gua ga tau apa fungsinya. Tombol berwarna pink yang bertuliskan ‘BIDET’. Kalo dipencet, sensasi yang pantat gua rasain mirip dengan tombol dengan fungsi spray. Sempet terpikir, jangan-jangan kalo gua teken tombol bidet ini, bakal keluar almarhum Michael Jackson sambil moonwalk dan nyanyi.

Just Bidet, Bidet, Bidet, Bidet!
No one wants to be defeated
Showin’ how funky strong is your fight
It doesn’t matter who’s wrong or right
Just Bidet, Bidet!

Guys, jangan pergi dulu. Ini ceritanya belom selesai lho. Guys, tolonglah. Guys? Guys?

Oke, lanjut cerita ya?

Jika lu masih merasa jamban ini ga canggih, coba pencet tombol terakhir yang berwarna kuning. Tombol itu bakal memberikan instruksi pada mesin untuk meniupkan angin hangat sepoi-sepoi. Fungsinya untuk ngeringin pantat lu yang sebelumnya udah dicuci lewat spray dan bidet. Rasanya? Semriwing!

Saking noraknya, gua sempet ngelongok ke lobang buat tau gimana mekanisme angin hangat ini. Jangan-jangan, sebenernya ada mbak-mbak yang keluar dari lobang jamban sambil bawa-bawa kipas sate.

Canggih banget ga sih? Bisa bersihin, bisa ngeringin, bisa ngatur posisi dan tekanan juga. Saking canggihnya, gua curiga jangan-jangan kita bisa pesen makanan dari jamban ini.

“Mban, ketoprak dua ya. Yang satu pedes, yang satu ga pake toge. Yang satu bihunnya banyakan.”

Terus tiba-tiba nongol tukang ketoprak sama gerobak-gerobaknya dari dalam lobang. Karena takut kita kehausan, nongol juga tukang teh botol sama payung-payungan Sosro-nya. Pas kita mau bayar ketoprak, eh dia ga punya kembalian. Akhirnya dia panggil tukang ojek buat nukerin uang. Lalu keluarlah tukang ojek sama pangkalan-pangkalannya dari dalam lobang.

Chaos.

Kayaknya, ini adalah pengalaman boker gua paling lama tanpa melibatkan mencret atau cepirit. Bener-bener cuma duduk menikmati kecanggihan jamban superior ini. Usus besar udah ga ngeluarin apa-apa lagi pun gua tetep masih duduk. Mengulang spray, bidet, dan dry berkali-kali, meski sempet khawatir jika gua menekan tombol dengan kombinasi tertentu, jangan-jangan pantat gua bisa di-abuget. Minimal kamehameha.

Prosesi pembuangan feses pun gua sudahi ketika gua mulai merasa ini udah terlalu lama. Tokyo masih luas untuk ditelusuri, dan beberapa belas menit dari itinerary udah gua curahkan di toilet dalam bandara. Sebelum keluar, gua mem-flush dengan menggunakan sensor gerakan tangan. Membuka pintu, tanpa lupa untuk memakai celana terlebih dahulu.

Resmi sudah. Ini adalah toilet tercanggih yang pernah pantat gua bokeri. Halah, apa pula itu bokeri?

Mules-mules udah kelar. Perut jadi enak. Badan kembali prima. Hanya ada satu kalimat yang kini melintas dalam kepala.

“Saatnya menjelajah Jepang.”


#JalanJapan: Foto Fuji!

$
0
0

Hari kedua di Tokyo, Jepang.

Setelah mengalami nikmatnya boker di jamban canggih, hari ini gua bakal menunaikan salah satu agenda wajib di itinerary gua: berfoto dengan latar gunung Fuji.

Makanya, kita memutuskan untuk ga berkunjung ke gunungnya, tapi hanya ke danau Kawaguchiko; danau yang terletak ga jauh dari gunung Fuji dan lokasi yang pas untuk berfoto dengan latar gunung Fuji.

Selama di Jepang, rencananya kita akan menggunakan kereta sebagai transportasi utama. Dari Jakarta, kita udah beli JR Pass yang memungkinkan kita untuk menggunakan segala jenis kendaraan yang berada di bawah naungan perusahaan JR. Kita beli JR Pass di Jakarta masih dalam bentuk kwitansi. Untuk mendapatkan tiket aslinya, kwitansi tersebut harus ditukarkan di loket-loket yang tersebar di titik-titik transportasi Tokyo, seperti bandara dan stasiun.

Sialnya, loket penukaran JR Pass yang ada di bandara Haneda baru buka jam 11 siang. Daripada waktu terbuang nungguin loket buka, akhirnya kita berinisiatif beli tiket kereta untuk menuju stasiun Shinagawa, loket JR Pass terdekat dari bandara Haneda. Dengan semangat 45 mau foto dengan latar Fuji, berangkatlah kita ke stasiun Shinagawa.

Jam masih menunjukkan pukul delapan pagi saat pantat duduk dengan manis di atas kereta menuju Shinagawa. Hanya butuh beberapa menit sampai akhirnya kita sampai di stasiun tujuan. Dan pagi itu, gua mengalami apa yang gua cari ketika traveling. Culture shock.

Stasiun Shinagawa rame banget! Riuh oleh orang-orang dengan langkah kilat dan tatapan mata yang kosong. Bahu ketemu bahu. Tangan bergesekan. Padat, penuh. Tapi uniknya, ga ada satupun suara orang ngobrol, atau bahkan, bergumam. Satu-satunya suara yang muncul hanya derap langkah kaki-kaki yang berjalan cepat.

Orang Jepang itu gesit banget dalam bermobilisasi. Kecepatan yang membuat gua sempat berpikir, jangan-jangan orang Jepang terlahir dengan rasa kebelet boker yang permanen. Dan seperti yang gua bilang di atas, tatapan mata mereka kayak menerawang jauh, seakan hanya melihat titik tujuan tanpa memperdulikan benda-benda yang lalu lalang di depannya. Mereka fokus, dan cepat. Sangat cepat.

ramai

Gua, Tirta, dan Siti akhirnya sampai di depan loket penukaran JR Pass sekitar jam 9 kurang 15 menit. Ternyata loket penukaran masih tertutup oleh rolling door. Tulisan yang dicoret di rolling door bilang kalo loket ini baru buka jam 9 pagi.

Sambil nunggu loket di buka, gua ambil satu peta jalur kereta yang disediakan di sepanjang stasiun. Gua sempet nge-browse di hyperdia.com dan jadi tau kalo mau ke danau Kawaguchiko itu kita mesti ke stasiun Shinjuku dulu, terus naik jalur Chuo dengan kereta jenis Rapid Service, lalu turun di stasiun Otsuki. Dari Otsuki, kita naik Fujikyu Railway untuk sampai ke stasiun Kawaguchiko.

“Jadi tugas kita itu nyari stasiun Kawaguchiko,” jelas gua sambil membuka peta jalur kereta. Asiknya, peta JR bagian timur ini menggunakan bahasa Inggris, jadi friendly buat turis. Tapi sialnya, karena banyaknya jalur kereta yang ada di Tokyo, agak pusing juga pas pertama kali baca. Rusuh banget jalur keretanya!

Nih, liat aja gambar di bawah ini:

TokyoJRMap

Klik gambar untuk memperbesar.

“Tukerin JR Pass dulu deh. Udah jam sembilan kurang dikit kok belum buka-buka ya?” Tirta bolak-balik melihat jam di tangannya. Tapi pertanyaan Tirta terjawab ga lama setelahnya. Dan bagi gua, loket JR Pass ini lagi-lagi memberikan apa yang gua cari dalam perjalanan. Culture shock.

Pukul 8:59, seorang petugas berseragam hijau keluar dari pintu utama stasiun menuju loket JR Pass. Ia lalu menekan tombol yang ada di kanan bawah. Rolling door naik dengan pelan saat petugas tadi terus-menerus memperhatikan jam tangannya. Tepat pukul 9:00, rolling door terbuka penuh dan udah ada seorang petugas yang bertugas di dalam. Jam sembilan pas! Ga lewat barang semenit! Dan ini bukan cuma jam sembilan udah dibuka, tapi tepat jam 9 mereka udah siap untuk melayani. Very very very punctual.

Kebayang ga sih kalo lu orang Jepang dan mau janjian sama temen?

“Cuy, ntar kita ketemu ya di tempat biasa. Jam 9:57 ya!”

“Wah, gua ga bisa. Mau beli kuaci dulu di warung. Gimana kalo jam 9:59?”

Sadis ga tuh?

Setelah menukarkan kwitansi dengan tiket JR Pass dan mendapat penjelasan cara penggunaannya, kami pun berangkat menuju stasiun Kawaguchiko. Untuk mempercepat pencarian, Siti bertanya ke salah seorang petugas, “Where is Kawaguchiko station?”

“Here, here!” tunjuknya pada sebuah nama stasiun di jalur Keihin-Tohoku, sebelah utara pusat kota.

Seinget gua, gunung Fuji berada di sebelah kiri bawah pusat kota. Kok ini di utara ya? Dan kok nama jalurnya beda ya sama yang dijelasin situs hyperdia? Tapi karena nama stasiunnya bener, gua percaya aja sama arahan petugas stasiun. Bergegaslah kita bertiga ke jalur yang dimaksud petugas tadi. Dan perjalanan menuju danau Kawaguchiko pun dimulai.

menuju kawaguchiko

Sepanjang perjalanan, mata gua fokus ke pemandangan di balik jendela. Kalo emang bener kereta ini ke danau Kawaguchiko, harusnya dari jauh udah keliatan gunung Fuji-nya. Tapi kok ini sama sekali ga keliatan gunung? Yang ada malah gedung-gedung tinggi, ga kayak di pinggiran kota. Kalo di Jakarta mah gampang. Kita tau kita udah deket daerah wisata gunung kalo udah banyak tukang gemblong.

“Ta, Ti,” panggil gua ke Tirta dan Siti, bak anak kembar, “Ini kayaknya nyasar deh. Kok gunungnya ga keliatan sih?”

“Kehalang gedung itu kali tuh,” tunjuk Tirta, “Ntar juga keliatan kali pas nyampe di stasiun Kawaguchiko-nya.”

Lima menit kemudian, sampailah kita di stasiun Kawaguchiko. Nama stasiunnya sih bener: Kawaguchiko. Namun jangankan gunung, bukit belakang sekolah Nobita aja ga keliatan. Ini pasti salah. Ini pasti nyasar.

“Ini pasti salah. Ini pasti nyasar,” kata gua, yang membuat kalimat di atas menjadi redundant, “Mending ikutin petunjuk hyperdia aja deh. Cari stasiun Otsuki terus lanjut pake Fujikyu Railway. Gimana?”

“Tapi stasiun Otsuki di mana tuh?” Mata Tirta menjelajah ke sepenjuru peta. Kepala kita bertiga mendekat ke arah peta. Seakan-akan kita adalah para jendral yang akan memutuskan negara mana yang akan di-bom.

“Tuh, tuh!” tunjuk Siti ke titik biru di paling kiri.

“NAH IYA! INI DIA OTSUKI!” jerit gua bak menang lotre, “YUK, KE SANA!”

Gara-gara salah jalur, rute kita jadi memutar. Yang tadinya bisa lurus ke arah timur dari Shinjuku ke Otsuki, maka ini jadi melingkar ke utara baru ke timur. Alhasil, kami harus meneruskan perjalanan dengan jalur Keihin Tohoku dan turun di stasiun Omiya.

Di stasiun Omiya ini, gua menemukan lagi perbedaan budaya yang gua cari. Saking cepatnya mobilisasi dan buru-burunya orang Jepang, di stasiun Omiya ada warung ramen, tapi tanpa meja! Jadi yang mesen, dikasih mangkok lewat celah jendela kecil, lalu harus makan sambil berdiri! Ini stasiun apa kondangan?!

Serunya lagi, Omiya adalah stasiun transit dari 4 jalur dan berbentuk lorong-lorong dengan langit-langit atap yang rendah. Jadi kalo kita teriak, akan ada sedikit gaung yang menyusul membuat gaduh. Nah, kebayang dong apa jadinya jika kaki-kaki penumpang dari 4 jalur kereta yang berderap cepat di-combo dengan gaung di lorong-lorong? Inilah yang gua alamin ketika mampir ke Omiya.

Pas gua turun dari kereta jalur Keihin Tohoku, suasana stasiun Omiya masih sepi. Tapi begitu kereta dari 2 jalur yang beda juga menurunkan penumpang, terdengarlah derap langkah yang seperti memburu dari belakang.

Druk, druk, druk!

Akibat gaung, suara derap dari puluhan orang jadi terdengar ratusan pasukan yang marah dan buru-buru. Karena cepatnya langkah mereka, suara-suara derap itu menyusul dan terasa semakin mendekat. Mengiringi detak jantung gua yang semakin deg-degan karena berasa lagi dikejar-kejar!

DRUK, DRUK, DRUK, DRUK, DRUK, DRUK!

Saat kaki-kaki itu hanya berjarak 4-5 langkah di belakang, gua menarik napas dan melakukan tindakan paling heroik dan berani:

Tutup kuping terus jongkok di pojokan. Ngeri, bro.

Puluhan orang berjalan berbondong-bondong dan terburu-buru, meski itu hari Minggu pagi. Jika di rumah kita sedang santai nonton Doraemon, mungkin mereka malah sibuk… mau nyiptain Doraemon. Sungguh perbedaan budaya yang kental dan sangat gua nikmati.

Anyway,

Sekitar satu jam kemudian, kami pun sampai di stasiun Otsuki. Sempet makan siang ramen enak banget (dan pake duduk), sebelum melanjutkan perjalanan dengan Fujikyu Railway. Untuk menggunakan kereta jenis ini, kita ga bisa menggunakan JR Pass dan harus membayar lagi. Total biaya pulang pergi untuk naik Fujikyu yang ekspres (ga berhenti di semua stasiun) itu sekitar 2,800 yen.

Butuh kurang lebih 30 menit perjalanan, sebelum akhirnya kami sampai di stasiun tujuan. Stasiun yang kita cari sedari pagi. Kawaguchiko. Kesan pertama: dingin banget, bro!

Cuaca mendung ditambah angin kencang membuat jumper yang gua bawa rasa-rasanya ga cukup untuk menahan dingin. Setiap kali ngerasain angin dingin begini, gua selalu teringat ucapan seorang teman bernama Gelaph beberapa waktu sebelum kami berangkat.

“Jepang dingin ga sih pas bulan November, Laph?”

“Kagak. Palingan sejuk-sejuk doang.”

Sejuk-sejuk dengkulmu.

stasiun Kawaguchi

Meski udah sampai, perjalanan untuk memfoto gunung Fuji belum usai. Persoalan kita ga berhenti sampai di sini. Pertanyaan berikutnya yang muncul di kepala adalah: ini gimana cara ke danaunya?

Tapi ga ada masalah yang ga kelar selama ada peta. Dari peta yang terpampang di depan stasiun, terlihat kalo ada jalan pintas lewat gang-gang perumahan untuk bisa sampai ke danau. Nekad, kita pun mengambil jalur itu. Rasa percaya diri pun bertambah tinggi saat beberapa turis yang jalan mendahului kita. Jadi kalo ternyata nyasar, gua bisa dengan kasual menoyor kepala si turis dan bilang, “Lo sih…”

Untuk menuju danau dari arah stasiun, menurut peta, kita hanya perlu berjalan lurus. Sepuluh menit kemudian, akan ada gapura yang menyambut dan membenarkan bahwa kita sedang berjalan ke arah danau Kawaguchiko. Hanya butuh berjalan kaki lima menit lagi untuk sampai ke danau yang kita cari-cari selama ini. Danau Kawaguchiko.

foto danau

Saat mata bertemu danau biru yang membentang luas, gua hanya bisa menahan napas, mengagumi keindahan panorama yang tampak bak lukisan. Bukit hijau dengan pohon mapel berwarna merah dan oranye menjadi latar yang sangat kontras dengan birunya danau Kawaguchiko. Pemandangan ini seakan mengusik mata untuk mengucap terima kasih ke betis dan kaki yang telah jauh-jauh menuntunnya ke sini.

Kita lalu menyusuri pinggir danau. Andai bawa pasangan, tempat ini pas banget untuk berjalan bergandengan dan berbincang tentang hal-hal manis. Gula pasir, permen, atau pemanis buatan. Hal-hal manis. Sialnya, saat gua menengok, di sebelah gua hanya ada Tirta. Gua memilih untuk mengaitkan tangan sendiri dan berdoa. Semoga suatu hari, bisa kembali ke sini bersama istri.

pinggir danau

Suasana danau Kawaguchiko tenang sekali. Hanya ada tawa-tawa kecil dari para wisatawan yang nekad makan es krim di cuaca sedingin ini. Juga suara-suara penjaja atraksi yang berusaha meyakinkan turis yang lalu lalang. Salah satu atraksi yang dijual berhasil menarik perhatian Tirta.

“Mau naik Ropeway ga?” tawar Tirta.

Gua berpikir sebentar, “Ayo deh!”

ropeway

Dengan membayar 700 yen, kita akan diantar kereta gantung untuk naik-turun ke atas gunung. Sedikit mahal, tapi ternyata ide Tirta itu berbuah manis. Dari atas bukit, kita bisa berfoto dengan latar gunung Fuji dengan puas. Namun sayangnya, hari udah sore dan kabut udah sigap menutup gunung Fuji. Membuat figur salju abadi pada puncak yang masyur itu ga bisa diliat kasat mata.

“Ta, Ta. Fotoin gua dong.” Smarphone gua berpindah tangan ke tangan Tirta. Dengan pose yang sederhana, gua membelakangi gunung Fuji dan ingin mengabadikan momen ini bukan hanya lewat kata-kata. Mencoba mencoret satu agenda wajib di itinerary gua kali ini.

Klik.

foto fuiji

Foto dengan latar gunung Fuji di Jepang? Checked!


#JalanJapan: 3 Cara Berhemat Traveling di Jepang

$
0
0

Awal November kemarin, gua, Tirta, dan Siti melakukan #JalanJapan selama 7 hari. Total pengeluaran gua selama di sana sekitar 4.1 juta atau kurang lebih 600 ribu per harinya. Ini udah termasuk makan, jajan, penginapan, dan beberapa transportasi (di luar oleh-oleh).

Menurut gua, jumlah di atas tadi masih under budget. Karena dari yang gua pernah denger dan baca, biaya hidup di Jepang bisa mencapai 1 juta per harinya. Tapi total biaya hidup selama
7 hari gua kemarin itu hanya setengahnya lebih dikit. Empat jutaan. Nominalnya mirip dengan 7 kali malam mingguan anak Jakarta. Jadi, sepulang dari sana, skip aja 7 kali malam minggu biar bisa balik modal. Untuk para jomblo, tentu hal ini bukanlah suatu masalah. Laptop dan lotion cukup untuk mengisi sepinya malam. Namun untuk yang pacaran, tinggal mengganti nongkrong di mall dengan duduk-duduk manis di sofa ruang tamu sambil nyemil chiki bareng pacar. Meski menggunakan laptop dan lotion juga bukan suatu pantangan.

Nah, di postingan kali ini gua mau ngasih kiat-kiat gimana berhemat selama traveling di Jepang. Tiga kiat di bawah ini udah gua coba sendiri selama di sana. Maklum, namanya juga pelancong kere.

Semoga tips-tips ini bisa bermanfaat buat kalian yang lagi bersiap traveling ke negara Sakura ini. Dan seperti yang biasa gua tulis tiap bikin postingan model begini, anggap aja kiat-kita di bawah ini sebagai sumbangsih gua buat bangsa dan negara.

Auwo.

1. Bento, Bento, Bento! Asik!

Siapa yang membaca kalimat di atas dengan nada lagu Iwan Fals? Anyone? Anyone? No?

So, anywaaay, kata temen gua yang pernah ke sana, biaya sekali makan (plus minum) selama di Jepang itu sebesar 1,000 yen, atau sekitar 100 ribu rupiah. Jumlah yang sama akhirnya gua tulis di budget plan dan itinerary. Namun kenyataannya berkata lain. Gua bisa menghemat 50% lebih dari budget makan.

Semua berkat frozen bento!

Frozen bento adalah nasi kotak yang disajikan lengkap dengan lauk dan sayur. Biasanya, bento-bento dingin kayak gini bisa kita temuin di minimarket-minimarket kesayangan kita semua: Lawson, Seven Eleven, atau Family Mart. Tapi abis beli bento, jangan jongkok depan Lawson sambil berdebat apa warna langit. Di sana, Lawson dan teman-temannya itu minimarket, bukan tempat nongkrong.

Karena ini frozen (sebenernya ga beku kok, cuma dingin aja), jangan lupa untuk minta diangetin dulu. Bilangnya gimana? Gampang! Petugas minimarket di sana memang ga lazim berbahasa Inggris, jadi langsung tunjuk-tunjuk aja microwave yang biasanya ga jauh dari mesin kasir.

Harga frozen bento di 3 minimarket ini berkisar di antara 350-500 yen, atau sekitar 35-50 ribu. Apa? Masih kurang murah?

Kalo budget sekali makan lu cuma di angka 300 yen, belilah frozen bento di tempat-tempat berikut: Daily-in atau Heart-in. Dua nama tadi bukan minimarket, tapi kios-kios yang tersebar hampir di seluruh stasiun besar di kota-kota utama Jepang. Dengan menu dan rasa yang hampir mirip, kita bisa dapet frozen bento dengan harga 250-300 yen doang!

Bener kata Iwan Fals. Ternyata bento itu… asik!

2. Ojek Gendong JR

Kereta adalah sarana transportasi nomor wahid di Jepang. Titik-titik penting, baik itu distrik perkantoran atau objek wisata, biasanya bisa dijangkau oleh sarana transportasi tersebut. Serunya lagi, kereta di Jepang ga hanya menghubungkan titik-titik dalam kota, tapi juga antar kota. Dan pasti lu pernah denger dong jenis kereta super cepat khas Jepang? Iya, Shinkansen!

Nah, kalo lu mau melakukan perjalanan lintas kota dan mau nyobain naik Shinkansen, gua saranin lu beli JR Pass biar hemat.

JR Pass adalah kartu yang memungkinkan lu untuk naik segala moda transportasi di bawah bendera JR secara cuma-cuma. Baik itu kereta atau bus, selama di bawah naungan JR, bisa lu tumpangin tanpa bayar. Kalo aja ada ojek gendong dengan logo JR, itu pun juga gratis. Dengan kartu JR Pass ini, lu bisa lalu lalang, mondar-mandir, berkali-kali dengan bebas, tanpa takut kena charge tambahan.

Di Indonesia, JR Pass hanya bisa dibeli di Bali dan Jakarta. Detail gerai-gerainya ada di sini. Untuk yang di Jakarta, gua saranin beli di Jalan Tour. Karena meski menjual juga, Japan Airlines hanya menyediakan JR Pass bagi penumpangnya. Dan menurut seorang teman, jika beli di H.I.S Tour, ada biaya tambahan sebesar 10%.

JR Pass hanya bisa dibeli oleh turis dengan visa yang telah disetujui. Harga JR Pass sebesar 28,300 yen atau sekitar 3.2 juta rupiah untuk masa aktif 7 hari. Untuk harga paket lainnya bisa dicek di sini. Sebaiknya pas ke gerai pembelian JR, lu bawa uangnya udah dalam yen, dan kalo memungkinkan, uang pas. Karena jika lebih, mereka akan kasih kembalian dalam rupiah dan rate di gerai pembelian JR Pass itu kurang sehat bagi kantong para pelancong kere.

Menurut gua, pake JR Pass itu menguntungkan. Shinkansen dari Tokyo ke Hiroshima aja udah 11,340 yen sekali jalan. Bolak-balik udah 22,680 yen. Sisa 6,000-an yen lagi yang bisa dipake untuk keliling-keliling di setiap kota, yang gua yakin pasti bakal lebih. Belom lagi kalo tiba-tiba lu pengen re-route kayak waktu gua yang lagi di Kyoto, tiba-tiba berkunjung ke Nara. Ga usah pusing ada biaya tambahan di transportasi, karena semuanya bisa gratis pake JR Pass.

JR map

3. Haneda Inn & Resorts

Kalo kepepet banget, tips terakhir ini patut dicoba: menginaplah di bandara!

Dua malam pertama di Jepang gua habiskan dengan tidur di Haneda Inn & Resorts, alias bandara Tokyo. Di sana ada banyak kursi panjang yang bisa dipake untuk rebahan sampe ketiduran. Banyaknya tuh banyak banget. Bandara ini terdiri dari 3 lantai dan di setiap lantainya ada belasan bahkan puluhan kursi panjang. Satpamnya juga ga bakal negur atau ngusir, karena sepertinya tidur di Haneda itu udah lumrah banget. Terbukti banyak turis yang memutuskan untuk bermalam di Haneda Inn & Resorts. Termasuk kami bertiga.

Lu ga bisa kalo ga mandi? Tenang! Di Haneda Inn & Resorts ada kamar mandi… tapi bayar. 1,000 yen untuk bebersih selama 30 menit.

Kalo kalian memutuskan untuk kembali nginep di Haneda Inn & Resorts di malam berikutnya, simpen aja tas dan bawaan di loker. Di lantai paling atas, ada loker yang memang disewakan untuk umum. Harganya bervariasi tergantung ukuran. Biasanya sekitar 300-800 yen. Jadi kalian ga perlu berat-berat bawa barang sepanjang hari dan ga perlu khawatir barangnya hilang ditinggal di bandara.

Jadi, total pengeluaran untuk mandi dan loker di bandara maksimal sebesar 1,800 yen. Ini lebih murah dibanding pengeluaran untuk menginap di dorm atau hostel yang bisa mencapai 2,500-3,500 yen per malamnya.

Gimana, mau nyobain Haneda Inn & Resorts?

Nah, itu tadi 3 kiat-kiat praktis untuk berhemat saat traveling di Jepang. Mulai dari makan, transportasi, dan akomodasi, semua ada di postingan kali ini. Semoga postingan ini bisa bermanfaat bagi teman-teman yang kepengen banget buat ke Jepang tapi ragu karena biaya. Percayalah, Jepang sangat layak untuk setiap rupiah yang lu habiskan.

Kalo ada yang pernah ke Jepang dan punya tips berhemat juga, share di kolom comment ya :D


Seenak Doodle: Otaku in a Nutshell

$
0
0

Halo!

Setelah bulan lalu kolom ilustrasi saputraroy.com diramaikan oleh Kost Bahagia binaan Thoma Prayoga, di bulan Desember ini blog gua kedatangan ilustrator berbakat lainnya.

Mari kita sambut: Doobeedoodle, dewan pembina segmen Seenak Doodle.

Sesuai dengan tema bulan Desember ini, Doobee bakal menggambar hal-hal yang berbau Jepang. Nah, di postingan kali ini, Doobee ngebahas soal Otaku lewat goresan pinsilnya. Apa itu Otaku? Buat lebih jelasnya, langsung aja kita menuju ke coretan pertama Doobeedoodle di saputraroy.com. Enjoy!

Apa itu Otaku? Buat kamu yang ga familiar sama istilah ini, sana cari di google! Sambil nunggu loading (terutama kamu yang internetnya paket hemat), mendingan kamu ikut kuis mini di bawah ini:

doobeedoodle-2013-11-otaku in a nutshell

Kalo jawaban kamu kebanyakan YA

Selamat! Kamu adalah seorang otaku sejati! Dedikasi kamu terhadap dunia manga dan anime memang tidak bisa diragukan lagi. Meskipun begitu kamu jangan terlalu terlena dengan imajinasi kamu yang subur. Ingat selain curhat sama Hatsune Miku yang berpose manis di desktop wallpaper, kamu juga perlu bersosialisasi dengan sesama manusia.

Kalau jawaban kamu kebanyakan BISA JADI

Selamat! Kamu adalah seorang yang netral. Kamu ga kesulitan menempatkan diri antara hobi dan pergaulan di masyarakat. Hobi jalan terus gaul juga lancar jaya, peace love and gaul!

Kalau jawaban kamu kebanyakan TIDAK

Selamat! Kamu adalah rakyat biasa dengan hobi yang standar seperti mancing, shopping, nge-gym, ngupil, dan lain-lain. Mungkin kamu punya satu atau dua temen otaku yang absurd bin ajaib kelakuannya. Ga ada salahnya kamu mencoba mengenal mereka lebih dekat dan belajar memahami dunia dari kacamata mereka. Lumayan buat menambah wawasan. Iye gak?

Notes:

Kuis ini dibuat berdasarkan pengalaman pribadi illustrator yang pengetahuannya soal dunia otaku cuman sebatas kulitnya aja (itu juga udah susah payah dibantu mbah google). Jadi harap maklum kalau deskripsinya kurang tepat ye!

Ilustrator: Doobeedoodle
Ide cerita: Doobeedoodle


Akhir #PawaiLontangLantung

$
0
0

Terima kasih, terima kasih, terima kasih.

Tidak ada kata yang lebih pas gua ucapkan untuk menutup rangkaian #PawaiLontangLantung selain terima kasih. Dengan segala kerendahan hati, gua mengucapkan banyak terima kasih buat teman-teman blogger dan penggiat Twitter yang telah yang mau diribetin untuk ikut meramaikan edisi pawai tiap minggunya. Terima kasih untuk penerbit yang telah membagikan buku ke para pengisi pawai. Tapi yang utama, terima kasih untuk kalian yang rutin membaca dan mendukung selama #PawaiLontangLantung berlangsung.

Terima kasih, terima kasih, terima kasih.

#PawaiLontangLantung sendiri udah meramaikan blog serta linimasa dari akun favorit kalian selama kurang lebih 2 bulan. Sesekali… well, seringkali, gua sampe spamming membanjiri timeline di jam sibuk dengan twit-twit berbau Lontang-lantung. Untuk segala ketidaknyamanan yang pernah gua timbulkan selama berjalannya pawai, gua ingin mengucapkan mohon maaf. Semoga bisa dimaklumi.

Ide #PawaiLontangLantung muncul dari #VirtualBookTour Lontang-lantung yang tak kunjung lahir. Ibarat bayi, maka #PawaiLontangLantung adalah #VirtualBookTour yang dioperasi cesar. Agak terburu-buru, terbirit-birit, menyusul momentum rilis novel yang udah berlari beberapa langkah di depan. But hey, akhirnya gua bisa mendapat kesempatan promosi selama 2 bulan, ketimbang #VirtualBookTour yang habis hanya dalam 2 minggu. It’s blessing in disguise.

Perjalanan masih panjang. Saat postingan ini publish, umur novel Lontang-lantung baru 3 bulan 3 hari. Masih ada minggu dan bulan untuk gua perjuangkan lewat jerih payah dari tangan sendiri dan bantuan dari teman-teman yang sangat dapat diandalkan. Seperti teman-teman yang udah terlibat di #PawaiLontangLantung.

Terima kasih untuk Dyaz Afryanto,

“Gaya bahasa yang digunakan sangat sederhana dan ringan. Disuguhkan dengan alur cerita yang sangat luar biasa dan unik.

Yang sangat aku suka dalam novel ini adalah novel ini juga memberikan sebuah pembelajaran tentang kehidupan, persahabatan dan juga cinta. Novel Lontang-lantung tak hanya membuat kita tertawa, namun juga membuat kita merenung tentang arti kehidupan. Asal kalian tahu, aku merinding (bukan karena takut) waktu baca bagian yang sangat menyentuh.”

http://dyazafryan.wordpress.com/2013/11/01/review-novel-lontang-lantung-roy-saputra/

Untuk Syafial Rustama,

“Ide dasar buku ini terdengar sederhana; susahnya mencari pekerjaan di zaman sekarang. Dan Roy menuliskannya tepat seperti itu; sederhana. Tidak berusaha pintar, romantis, ‘berat’, atau kontemplatif.

Jokes Lontang-lantung terasa pas dan mengundang tawa. Tidak ada adegan seseorang yang sedang kayang di jamban di novel ini, tapi kita disuguhkan kekonyolan yang masih bisa ditemui di sekitar dalam kehidupan sehari-hari.”

http://bukune.tumblr.com/post/66237652673/lontang-lantung

Untuk Mia Haryono,

“Dari awal, Roy memperkenalkan tokoh utama yang bernama pasaran saja sudah bikin nyengir. Gue ketawa terus setiap membalik halaman demi halaman. Sesuai judulnya, sudah bisa diduga jalan ceritanya mengisahkan susahnya cari pekerjaan.

Lontang-lantung adalah salah satu buku yang dengan tuntas gua baca beberapa jam saja dan enggak ada satu bagian pun yang gua skip. Komplit karena bahasa yang mudah dimengerti dan alur cerita yang enggak ngebosenin.”

http://myaharyono.com/2013/11/08/curriculum-vitae-pernah-melontang-lantung/

Untuk Anita Prabowo,

“Roy menuliskan buku ini dengan perasaan yang membuat seolah-olah kita diceritakan sebuah cerita oleh kawan lama. Gaya penulisan Roy yang sederhana dengan jokes yang tidak biasa, membuat visual saya tergelitik untuk membayangkan hal-hal lucu yang ditulis Roy.

Saya suka sekali buku ini. Saya suka cara Roy menulis. Saya suka jalan cerita yang disusun. Saya suka tokoh-tokohnya yang walaupun memiliki karakter kuat, tapi tidak memaksa.”

http://www.tealchick.com/2013/11/lontang-lantung-by-roy-saputra-review.html

Untuk Connie W.,

“Membaca Lontang-lantung adalah membaca tentang pikiran kita sendiri. Menertawakan seorang Ari Budiman adalah menertawakan diri kita sendiri.

Buku ini sukses menjadi penghibur bagi siapapun kita, pengangguran atau sudah menduduki posisi tinggi dalam suatu perusahaan, jomblo maupun sudah mempunyai pasangan, laki-laki dan juga perempuan – kalau saja kita semua mau jujur. Membaca soal Ari Budiman adalah semacam bercermin dan melihat bayangan kita sendiri di sana.”

http://poeticonnie.tumblr.com/post/67023748282/kita-ari-budiman

Untuk Si Juki,

si juki

Untuk Godeliva Olivia,

“Ari Budiman, berumur 20 something, baru lulus kuliah dan masukin lamaran kerja berbarengan sama temen-temennya. That sounds like me, few years ago.

Baca Lontang-Lantung, secara automatically dan naturally membawa gue kembali mengingat masa saat baru lulus dan mesti cari kerja. Ditambah dengan footnotes yang Roy bikin, Lontang-Lantung bikin gue senyum-senyum dan cekikikan. Kadang ketawa ngakak, penuh dengan rasa kangen dan syukur karena gue sudah melewati masa itu.”

http://godelivaolivia.wordpress.com/2013/11/22/lontanglantung/

Untuk Kevin Anggara,

“Isinya tentang apaan tuh?

Lontang-lantung itu berkisah tentang Ari Budiman, seorang sarjana baru lulus, yang lagi lontang-lantung nyari kerjaan, wara-wiri ke sana kemari bawa map coklat berisi curriculum vitae (CV). Tentang sebuah fase dalam hidup yang hampir semua orang pernah alamin: lontang-lantung nyari kerjaan.”

http://www.kevinanggara.com/2013/11/interabsurd-life-enthusiast.html

Untuk Fico Fachriza dan BankirSesat yang review dan kolaborasi twittalk-nya telah meramaikan linimasa.

Untuk Cupahul,

“Buat yang lagi nyari kerjaan, buku ini rasanya pas buat menemani lo bahwa ternyata elo ga berusaha sendiri, ada banyak ratusan atau mungkin ribuan orang yang sedang berusaha mencari pekerjaan yang diinginkan juga.

Buat yang masih kuliah dan bentar lagi lulus, buku ini juga patut buat dibaca, karena lo bisa siap-siap dengan apa yang akan elo hadapi nanti.

Buat yang sekarang udah bekerja, buku ini bisa jadi ajang nostalgia masa lalu. Mungkin lebih tepatnya menertawakan diri sendiri, “Eh iya ya. Dulu gue juga gini”.”

http://cupahul.wordpress.com/2013/12/03/review-lontang-lantung/

Untuk Ridu,

“Gue suka cara penulis bikin alur ceritanya, gak dipaksakan dan bikin penasaran sama ending-nya. Beberapa halaman sebelum ending pun gue masih bertanya-tanya. Dan setelah baca ending-nya, gue gak hanya ketawa tapi juga mau nangis bahagia.”

http://ridu.web.id/2013/12/15/review-buku-lontang-lantung/

Dan, last but not least, untuk Sarah Puspita,

“Lontang-Lantung juga menjadi teman yang seru untuk bernostalgia tentang masa-masa putus asa saat mencari kerja dan saat-saat mendebarkan di ruang interview. Membuat gue terbahak-bahak di beberapa bagian dan bergumam pelan, “Anjir, gue tau banget nih rasanya.”

Lontang-Lantung juga menyelipkan nilai-nilai kehidupan yang dapat dipelajari dengan cara yang mengasyikan. Membuat kita menyadari bahwa pribadi yang lebih baik, terkadang justru terbentuk melalui konflik. Membuat kita merenungkan bahwa berhasil tidak melulu ditilik dari titleatau jumlah 0 dalam slip gaji, tapi lebih kepada bagaimana kita menghidupi hidup kita sendiri. Membuat kita tersenyum saat bersama-sama menyadari fakta bahwa nilai dari persahabatan justru terlihat saat kita berada dalam kesulitan.”

http://www.sarahpuspita.com/2013/12/lontang-lantung-di-mata-saya.html

Terima kasih, terima kasih, terima kasih.

Terima kasih juga untuk teman-teman yang udah baca dan mengapreasiasi secara spontan. Untuk Dian Mega, Rido Arbain, Disty Julian, Rahmi Sofyati, Wahyu Purnomo, dan teman-teman lainnya. Semoga novel Lontang-lantung menghibur dan pesannya bisa tersampaikan dengan baik.

Bagi teman-teman yang telah dan ingin mereview novel #LontangLantung juga, tulis aja link blog kalian di kolom comment postingan ini. Pasti akan gua baca dan apresiasi balik. I can guarantee you that.

Akhir kata, tanpa pernah bosan, gua ingin mengucapkan terima kasih. Dan salam lontang-lantung.


Wawancaur: Culture Seeker

$
0
0

Jepang adalah negara yang memberikan apa yang gua cari selama traveling. Culture shock. Gua memang bukan pecinta alam, apalagi Vety Vera. Daripada ke gunung atau laut, gua lebih menikmati pasar atau gedung-gedung bertingkat. Ngobrol dengan penduduk lokal untuk tau apa yang mereka prioritaskan dan reaksi-reaksi mereka terhadap suatu aksi.

Hal yang sama ternyata juga digemari oleh traveler mungil asal Bekasi ini: Puty.

Ahli Geologi lulusan ITB ini udah pernah berkelana ke 14 negara di 2 benua. Dan hari ini (Jumat, 20 Desember 2013), Puty akan berangkat untuk menginjakkan kakinya di benua ketiga; Australia. Spanyol dan Jepang adalah 2 negara favoritnya sejauh ini. Patut disimak, apakah akan berubah ketika ia selesai ngetrip dari negeri kangguru nanti.

Kegemarannya akan budaya menuntunnya untuk berbaur dengan penduduk lokal untuk mengetahui bagaimana mereka hidup dan apa-apa aja yang mereka anggap penting. Saat ke Italia misalnya, Puty sengaja ke kafe lokal untuk memperhatikan kebiasaan penduduk sana dalam memesan kopi dan bersosialisasi. Terdengar seru kan?

Untuk tau lebih banyak tentang keseruan lain yang dialami Puty, bisa main-main ke blognya di byputy.com. Untuk tau kesehariannya, cukup follow akun Twitternya di @puty. Untuk tau secuplik pengalaman serunya selama mencari budaya di negara orang, simak aja wawancaur kali ini.

Wawancaur adalah proses wawancara yang dilakukan secara awur-awuran. Pertanyaan disusun semena-mena dan boleh dijawab suka-suka. Proses wawancaur dengan Puty benar-benar dilakukan via Whatsapp. Wawancaur diedit sesuai kebutuhan. Gambar dipinjam dari blog narasumber. Terima kasih.

puty

Hi Puty! Ceritain dong tentang pengalaman pertama traveling lu!

Hmm. Kalau traveling yang direncanain sendiri itu euro trip setelah student festival di Trondheim, Norwegia bulan Februari 2011. Jadi setelah festival 10 hari, gue dan beberapa teman merencanakan jalan-jalan ke negara-negara Eropa dari utara sampai ke Belanda Setelah Trondheim, kita ke Oslo, lalu mampir Gotherburg (Swedia), Copenhagen (Denmark), baru ke Amsterdam dan Brussels, dengan kereta api. Sok sok-an beli eurail pass ternyata tepos juga berjam-jam duduk di kereta. Hahaha.

Wuih, Eropa Utara. Jarang kayaknya ya denger orang Indonesia traveling ke sana. Apa yang paling menarik selama trip ke Eropa bagian utara, Put?

DINGIN!

Wogh. Berapa derajat?

Gue ke sana pas dingin-dinginnya winter. Suhunya sampai -16 derajat celcius!

Ajegile!

Sebagai wanita eksotik daerah tropik yang di ruang ber-AC aja suka kedinginan, tentu gue gentar waktu lihat penunjuk suhu.

Mana gue kan pelit ya, jadi berhubung gue pikir seumur hidup sekali ke sana, ya gue beli baju hangat yang bekas gitu di Gede Bage, Bandung. Rencananya entar gue tinggalin aja pas pulang. Ternyata baju hangatnya kurang hangat. Jadi gue pake long john-nya dobel X”D

Udah gitu, rumah host gue selama di Trondheim di atas bukit gitu. Jadi kalau pulang acara festival malem-malem, dari halte bis masih harus jalan beberapa ratus meter. Nah tiap saat jalan itu, gue rasanya kaya pengen nulis surat wasiat.

Langsung keinget dosa-dosa gitu ya, Put? X))

Terus pernah gue nunggu bis kedinginan, gue sok sok masuk Seven Eleven.

Beli Slurpy?

Ya kagaklah. Kan dingin, Roy. Mau beli kopi murah gitu aja. Tapi di Norwegia itu ya beli kopi instan aja bisa 60ribu. Besokannya gue langsung kapok sok-sok beli kopi di Sevel. Mending pasrah kedinginan aja!

Hahahaha.

Namanya juga mahasiswa :P

Selain long john dobel, kiat apalagi yang lu pake buat nanggulangin dingin -16 derajat?

Yang pasti telinga harus terlindungi. Entah pake kupluk atau penutup kuping. Terus ga boleh diem lama-lama di luar. Harus bergerak terus. Makan juga harus banyak, jangan sampai kelaperan!

Selain cuaca, culture shock apalagi yang lu alamin selama ke Eropa Utara?

Harga, Roy. Di sana apa-apa mahal! Sekali makan fast food aja bisa 80ribu-an. Harga segitu tuh udah paket super hematnya.

Di luar Eropa Utara tadi, ada pengalaman lucu atau memalukan ga gara-gara culture shock?

Hmmm. Pernah waktu gue ke Spanyol. Sebagai orang yang sok-sok mau nge-blend sama local cuisine, gue berdua sama temen gue mesen paella di kedai lokal. Pelayannya ga ada yang bisa bahasa inggris. Jadi kita nunjuk dan bicara dalam bahasa tarzan.

Paella itu apa sih, Put? “Paella lu peyang” gitu ya?

Eaaa. Semacam nasi isi seafood gitu, Roy.

Oo, oke. Lanjut!

Nah, akhirnya berhasil tuh pesen paella. Setelah nunggu beberapa menit, si pelayan dateng bawa piring gede, tapi isinya cuma remah-remah kremes gitu. Gue sama temen gue bingung, jangan-jangan paella daerah sini bentuknya emang begini.

Karena masih laper, gue bilang ke temen gue, “Mbak, kalo makan ginian mana kenyang. Udah deh, kita pesen yang pasti-pasti aja.” Kemudian kita pesen lagi lah roti dan scrambled egg. Pas kita pesen lagi, pelayannya kayak kaget gitu.

Ternyata setelah 10 menit, paella yang sebenernya dateng. Gede bangeeet! Disajiinnya di piring segede wajan penggorengan!

Ternyata si remah-remah tadi cuma pembuka. Kitanya masih kaget, eh datanglah kemudian roti dan scrambled egg. Membuat kami berdua terlihat seperti sepasang babon ngidam yang baru keluar hutan.

Laper ya, Put? #GerakanKoinUntukPutyMakan

X”D

Nah Put, lu kadang nulis dan ngesketsa hal-hal yang lu temuin selama perjalanan. Apa sih yang jadi kriteria, “Ah ini nih gue tulis. Nah ini nih yang gue mau gambar”?

Biasanya sketsa kalau gue lagi ada waktu Roy. Kalau itinerary lagi gak padat atau nunggu bis atau kereta. Kalau nulis biasanya gue setelah pulang. Tapi above all, pasti gue motret.

Objek favorit untuk dipotret atau digambar?

Bangunan!

Gue suka motret surrounding. Rumah, jalanan, beserta orang-orangnya. Kalo buat sketsa sih gue suka makanan. Soalnya pas makan kan pasti diem. Jadi bisa sekalian istirahat.

Kenapa sketsa, Put? Kan sebenernya bisa foto aja?

Karena sketsa itu personal, Roy. Subjektif.

Kita pasti akan menggambar sesuatu sesuai dengan persepsi kita dan detail pada hal yg paling kita perhatikan. Kalau foto itu lebih objektif.

Tapi dua duanya sama-sama untuk mengabadikan sih.

Ah I see. Menurut lu sendiri, kenapa sebuah perjalanan perlu diabadikan, Put? Baik itu lewat tulisan, foto, atau sketsa?

Hmm, sebetulnya menurut gue ini bukan soal mengabadikan, tapi lebih ke merasakan. Waktu gue motret & nge-sketch, gue fokus ke perjalanan gue. Memperhatikan  detail-detail, bukan hanya sekedar memperhatikan.

Nah, sekarang pertanyaan santai dikit nih.

Apaan, Roy?

Sebagai wanita normal di usia matang dan udah traveling ke beberapa negara, kalo bisa milih, lu bakal milih nikah sama cowo dari negara mana?

PERTANYAAN JEBAKAN!

XD

Hmm, Italia kayanya ya. Eh wait. Norwegia aja deh. Soalnya tinggi-tinggi, jadi bisa buat perbaikan keturunan.

Kalo cowok Italia tadi, kenapa, Put?

Kalau cowok Eropa selatan itu lebih agresif. Jadi kesannya agak playboy gitu. Kayak cowok Italia. Kalau tertarik ama cewek bisa langsung diajakin ngopi.

Wah, Puty suka cowo agresif. Pasti naksir supir metromini yang suka nyodok-nyodok nih. Agresif.

Agresifnya cowok Italia itu kayak lihat 10 menit, tertarik, ajak kenalan, bilang cantik, ajak ngopi. Selangsung itu.

Sekarang pilih, cowo dari benua mana untuk: 1) kerja bareng 2) traveling bareng 3) nikah 4) diajak berantem.

Nomor satu udah pasti Asia, soalnya rajin. Kalo buat traveling bareng, enaknya Amerika, soalnya mereka toleran dan asik. Untuk nomor tiga itu Eropa, soalnya… pilihannya tinggal Eropa ama Afrika X”D

Dan yang nomer 4 udah pasti Afrika X”D

Hahaha. Selamat bertarung sama orang Zimbabwe ya, Put.

Roy.

Ya?

Gue pernah beneran berantem ama orang Zimbabwe lho. Literally.

Eh?

Jadi ya, waktu gue di Norwegia, gua tinggal bareng orang Zimbabwe di host gue. Namanya Jimmy. Gara-gara dia lelet dan menunda-nunda, gue jadi ketinggalan bis yang cuma dateng sejam sekali!

Gara-gara kesel, seharian gue panggil di Jimbrong. Tapi ya, guenya udah marah-marah, eh dianya tetep santai, “Don’t worry, sistaaah. It’s just a buuus.”

BAH! HAHAHAHAHAHA. A story to tell banget tuh.

Hahaha. Iya, Roy

Lu jadi bisa cerita ke anak cucu lu, “Nak, kamu tau ga? Dulu ibu pernah berantem lho. Sama orang Zimbabwe.” Pasti anak lu mengira kalo lu itu atlet UFC.

Hahahaha. Dulu, gue kira segala berita tentang Zimbabwe itu hoax atau imajinasi aja. Ternyata negara nyata! XD

Pertanyaan terakhir nih. Sekian banyak budaya udah lu temuin selama traveling. Gimana hal-hal itu mempengaruhi hidup lu saat ini, Put?

Gue belajar banyak banget dari traveling. Gue bisa melihat budaya barat yang bebas. Memang mereka ‘bebas’, tapi mereka nggak pernah ngurusin urusan orang lain. Tapi yang paling membuat gue terkesan itu budaya Jepang. Bagaimana mereka disiplin, tepat waktu, teratur, kreatif, rajin, kerja keras, sederhana. Bisa modern banget tanpa melupakan budaya tradisional.

Dari taveling juga, gue jadi bisa melihat dari berbagai sudut pandang. Lebih terbuka dalam melihat orang-orang yang sok sok kebarat-baratan karena udah pernah lihat aslinya.

Tapi yang paling utama itu, gara-gara traveling gue jadi lebih toleransi dan selalu mencoba untuk mengerti.



Review: Mesakke Bangsaku Jakarta

$
0
0

Malam itu, gua datang ke Mesakke Bangsaku bukan sebagai fans Pandji.

Kebetulan, si pacar adalah penggemar berat Pandji, dan sebagai pacar yang baik gua pun menemaninya untuk nonton stand up special bertajuk Mesakke Bangsaku itu. Gua bukan ga suka sama Pandji, tapi jika ditanya apa gua rela mengeluarkan uang 400 ribu untuk menonton Pandji, dengan cepat gua akan menjawab tidak. Karena dari penampilannya di konser Glenn Fredly, Stand Up Fest, atau Mentertawakan Indonesia, bagi gua, Pandji hanya di tahap menghibur. Belom ada penampilannya yang bisa meyakinkan gua untuk bergadang dan menyisihkan uang ratusan ribu demi tiket show-nya.

Satu-satunya special Pandji yang pernah gua tonton sebelumnya adalah Bhineka Tunggal Tawa lewat DVD. Stand up special show pertama di Indonesia itu gua tonton sekitar satu tahun setengah dari acara sesungguhnya berlangsung. Lagi-lagi pendapat gua sama. Pandji hanya sampai di tahap menghibur. Satu-satunya alasan gua ga menyesal meminjam DVD itu adalah penampilan para opener-nya yang lebih cocok untuk masuk ke dalam kategori lucu.

Singkatnya, Pandji is not my cup of tea.

Jadi, datanglah gua malam itu ke Teater Jakarta, TIM, dengan tanpa ekspektasi dan tiket kelas Silver seharga seratus ribu di tangan. Hadir ke sebuah stand up special show yang menjadi final dari tur dengan nama yang sama. Dan seperti yang Pandji janjikan di postingan H-1 Mesakke Bangsaku Jakarta, acaranya mulai tepat pukul 8 malam.

Mesakke berarti “kasihan” dalam bahasa Jawa. Dan malam itu, Mesakke Bangsaku dibuka oleh komika dengan muka yang paling messake se-Indonesia; Arief Didu. Musik lenong Betawi dan riuh tepuk tangan penonton mengiringi langkah Arief Didu masuk ke panggung Teater Jakarta yang megah. Sumpah, dia kocak banget. Bit-bitnya terdengar tulus dan jujur. Meski intonasinya terdengar seperti orang marah-marah, tapi sebetulnya ia sedang mengundang penonton untuk mentertawakan dirinya. Self depreciation.

Bit Arief Didu favorit gua adalah cerita ketika ia jadi figuran di film Make Money. Betapa sedikit kemunculannya di layar lebar dan tanggapan istrinya tentang proses syuting membuat gua ketawa ngakak. Bener kata Carol Burnett, comedy is tragedy plus time. Dan Arief Didu berhasil menceritakan ulang tragedinya untuk menjadi komedi yang sangat lucu. Sangat-sangat lucu.

Selesai dibuat empuk oleh Arief Didu selama kurang lebih 20 menit, masuklah tuan rumah Mesakke Bangsaku; Pandji Pragiwaksono.

Dengan jas dan kemeja warna gelap, Pandji membuka malam itu dengan sedikit berisiko: menggoblok-gobloki penonton karena ga datang di dua pertunjukan special dia sebelumnya. Berisiko, karena bagi yang malam itu datang pertama kali, bisa aja mereka memasang pagar tawa mereka, defensif karena dibilang goblok. Persona arogannya tampak jelas di beberapa menit awal, membuat gua penasaran seberapa “pintar” si tuan rumah. Namun semua itu terjawab ga lama kemudian. Di bit pertamanya, dengan cerdik, Pandji merangkai bit-bit yang sepertinya lepas ke dalam satu benang merah: minortas di Indonesia.

Bit tentang masyarakat difabel, pengusaha, keturunan Tionghoa, gay, dan perempuan dijabarkan bukan hanya dengan lucu, tapi juga informatif. Ada hal-hal baru yang selalu bisa gua dapatkan setiap Pandji mengelaborasi pandangannya. Perpindahan dari satu bit ke bit lainnya juga halus banget. Sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh performer dengan materi yang matang dan latihan yang giat.

Ga cuma lewat kata-kata, kemampuan act out Pandji juga sangat baik. Jarak pandang dari balkon paling atas ga jadi masalah karena ada layar besar yang sanggup menangkap setiap kelucuan yang coba ia dapat dari gerakan serta mimik wajahnya. Sesekali, Pandji wara-wiri di atas panggung, membuat panggung yang besar jadi ga terasa sia-sia. Malam itu jadi pembuktian, Pandji ialah seorang performer yang cerdik memainkan luas panggung.

pandji mesakke bangsaku

Di kuartal kedua, Pandji mengangkat topik yang menurut gua paling menarik malam itu: pendidikan. Dengan jelas, Pandji menjabarkan pengamatan serta pendapatnya tentang sistem pendidikan Indonesia. Tentang sulitnya menjadi beda karena akan dicap salah, bodoh, atau aneh. Tentang penyeragaman terhadap bakat yang kadang membuat anak-anak menjadi tertekan. Semua itu dijabarkan dengan analogi yang lucu, dan membuat penonton bukan hanya tertawa, tapi juga bergumam dan mengangguk setuju.

Bagian favorit gua dari Mesakke Bangsaku ketika memasuki kuartal terakhir. Pembahasan tentang keharusan kita untuk membedakan opini dan fakta dielaborasi dengan menarik. Media massa yang seharusnya menyajikan fakta, kini malah asik beropini demi kepentingan pihak tertentu. Di tengah derasnya arus informasi, kita jadi seperti malas mencari fakta, cenderung kenyang disuapi opini. Pandji mengajak para penontonnya untuk harus lebih cerdik dan kritis.

“Selain itu, kita juga harus bisa membedakan bodoh, sama guoblok! Iya, iya, guoblok yang B-nya delapan, K-nya enam belas.”

Nah, ini adalah bit favorit gua, dan sepertinya, jadi bit favorit semua penonton. Cerita tentang keisengan Pandji mencari beberapa berita pencurian mesin ATM yang gagal. Cerita paling epic adalah pencurian gagal yang terjadi di Bogor. Sang pencuri udah berhasil mencungkil mesin ATM dari bank, lalu udah berhasil membawanya kabur, dan hebatnya lagi, udah berhasil membawa mesin ATM-nya selamat sampai di rumah. Tapi sang pencuri malah membanting barang-barang di rumahnya sampai tetangga bangun dan melaporkannya ke polisi. Ternyata sang pencuri sedang kesel banget sampai harus membanting-banting barang.

“Dia kesel karena yang dia curi… ternyata ATM non-tunai!”

Sontak seisi Teater Jakarta gaduh oleh tawa dan tepuk tangan penonton. Gua sendiri ketawa ngakak sampai mukul-mukul pegangan kursi. Bener-bener guoblok dengan delapan B dan enam belas K.

Namun sesungguhnya sangat sulit untuk mereview penampilan Pandji malam itu lewat kata-kata. Karena ketika ditulis ulang plek-plekan, kadang bitnya ga selucu sebagaimana yang gua rasakan ketika ada di Teater Jakarta malam itu. You have to be there.

Tapi biarlah gua menutup review kali ini dengan kalimat seperti ini. Malam itu gua datang bukan sebagai fans Pandji, namun pulang dengan catatan kecil ini di kepala, “Lain kali, nonton di kelas Gold ah.”


Jempolku Sayang, Jempolku Malang

$
0
0

Selalu ada kejadian nyeleneh tiap gua traveling. Gua pernah naik angkot bareng orang gila di Filipina, hampir berantem sama nenek-nenek yang mau judi di Singapura, lalu tanpa sengaja ngeliat adegan mesra 5 orang gay beretnis India di dalam kereta di Malaysia. Selalu ada pengalaman absurd. Ga terkecuali saat gua jalan-jalan ke Kyoto, Jepang, awal November kemarin.

Sore itu, gua baru balik ke hostel dan memperhatikan wajah yang udah beberapa hari ga kena sentuhan cukuran. Kumis tumbuh bak ilalang dengan tingkat kelebatan yang berbeda di kedua ujungnya. Kumis gua jadi mirip kumis lele dan tiap ngaca gua jadi pengen nge-pecel muka sendiri. Biar gantengan dikit, gua memutuskan untuk beli cukuran di resepsionis hostel malam itu juga.

“How much is the razor?” tanya gua.

“100 yen.”

“11 ribu? Buat cukuran sekali pake? Buset,” kata gua, dalam hati. Pengen rasanya gua tawar, tapi karena ini di Jepang, gua bingung gimana caranya bilang “kurang goceng lagi dah”. Dengan sedikit kurang ridho, gua akhirnya merogoh uang 100 yen. Setelah mendapat cukurannya, gua menuju wastafel terdekat untuk mengeksekusi sesi cukur kumis. Tanpa ba bi bu, gua langsung menempelkan cukuran ke atas bibir.

Eh, tapi kok ga kepotong?

“Oh, ternyata ada plastik penutup yang melapisi mata cukuran,” kata gua dalam hati sambil dengan santai coba membuka penutup plastiknya, “Eh, kok susah?”

Tutup plastiknya gua coba angkat dari bawah, tapi ga bisa. Dorong ke kanan kiri, juga ga bisa. Analisa gua, kayaknya ada plastik pengganjal di bagian bawah sehingga harus ditekan pakai tenaga agar bisa terbuka. Tanpa pikir panjang lagi, gua menekan plastik ke arah atas lebih kencang lagi. Tapi masih ga kebuka. Gua tekan lebih keras lagi. Masih ga kebuka. Gua tekan lebih ker…

PRAK!

Plastiknya kebuka. Tapi memakan korban. JEMPOL TANGAN KIRI GUA BERDARAH!

Jempol gua kena pisau cukur. Dan ini bukan cuma kegores, tapi jempol gua terpotong cukup dalam. Pisau cukurnya tajem banget. Ini yang ngasah ahli samurai apa gimana sih? Cuma kesabet sekali, lukanya sampe dalem. Darahnya terus ngucur, ga mau berhenti. Dalam hitungan detik, wastafel di hostel udah kayak di film-film horor. Arus darahnya bercucuran di sekeliling wastafel, melarut bersama air ke lobang pembuangan. Horor.

Apa gua berhenti nyukur? Ya ga dong. Sayang 100 yen-nya. Udah beli ga pake nawar masa ga dipake? Mubazir. Dengan muka meringis, gua mencukur kumis sampe bersih.

Meski darahnya lumayan banyak, gua tetep positive thinking. Paling ditempelin hansaplast gitu juga udah berhenti dan sembuh. Maka baliklah gua ke resepsionis yang tadi dan minta hansaplast. Karena darah yang terus mengucur, proses menempelkan hansaplast ke jempol gua udah kayak mau nerbangin roket. Gua harus teken lukanya kenceng-kenceng dan begitu darahnya udah mendingan, si resepsionis harus nempelin hansaplastnya buru-buru. Semua itu dilakukan dengan menghitung 3, 2, 1.

“3, 2, 1! Tempel!”

Proses penempelan hansaplast ini baru berhasil di tempelan yang ketiga. Apakah cerita berhenti sampai di sini? Oh, tentu tidak. Hansaplast tadi ga berhasil menghentikan darahnya. Masih ngucur!

Gua mulai panik. Gua takut mati kehabisan darah. Ya masa gua mati gara-gara keabisan darah kena pisau cukur? Bisa malu nanti kalo ditanya di akhirat.

“Kamu yang dadanya bolong, mati kenapa?” tanya malaikat.
“Saya mati kehabisan darah. Karena tertembak saat perang.”
“Kamu patriotik sekali. Sana, masuk surga.”
“Makasih, Om.”

“Kamu yang tangannya buntung, mati kenapa?”
“Saya mati kehabisan darah. Karena terbacok saat melawan maling.”
“Kamu membanggakan. Sana, masuk surga.”
“Makasih, Om.”

“Nah, kalo kamu mati kenapa? Kayaknya ga kenapa-kenapa. Badan masih utuh gitu.”
“Kehabisan darah juga, Om.”
“Ketembak? Kebacok?”
“Bukan, Om.”
“Terus?”
“Jempol kecukur, Om.”
“JANGAN BECANDA. AKHIRAT PENUH. SANA, HIDUP LAGI!”

Daripada malu ditolak akhirat, gua coba berhentiin darahnya sekali lagi. Bilas berkali-kali, tapi darahnya masih mengalir dengan deras. Tekan keras-keras pake tisu juga sama aja hasilnya. Ide liar pun mulai tumbuh dalam kepala. Gimana kalo jempol gua dililit softex? Terserah lah yang bersayap atau ga, tapi daya serap softex sepertinya lebih bagus ketimbang hansaplast. Eh, tapi ini kan kejadiannya udah malam Jadi apa gua mesti pake softex yang model malam hari? Yang lebih panjang di bagian belakang? Terus apa gua bakal PMS? INI KOK JADI NGELANTUR?!

Anywaaay,

Sebelum ide softex ini semakin liar, gua terpikir sebuah ide lain yang lebih netral dan berbudaya. Dengan buru-buru, gua ngehubungin Tirta dan Siti dan minta mereka untuk menemui gua di lobby hostel. Lalu sambil menunggu kedatangan mereka, gua bertanya ke resepsionis kembali.

“Is there any clinic around here?”

Iya, gua mau ke klinik. Gua cuma mau jempol gua dibalut dalam damai. Dililit oleh materi yang sepantasnya dan oleh tenaga profesional. Tapi ide ini juga ga berjalan lancar. Kata si mbak resepsionis, di sekitar sana ga ada klinik. Adanya rumah sakit. Gua pun mengiyakan dan si mbak resepsionis menggambar peta dari hostel ke rumah sakit.

Singkat cerita, gua, Tirta, dan Siti udah sampe di rumah sakit.

Sialnya, berbeda dengan resepsionis hostel, petugas rumah sakit di sini ga bisa bahasa Inggris. Mereka cuma bisa bahasa Jepang dan satu-satunya bahasa Jepang yang gua tau adalah aishiteru, yang artinya “aku sayang kamu”. Itu pun dari lagu Zivilia Band yang ga sengaja gua denger di acara musik pagi. Oh, terima kasih Inbox SCTV.

Pengen bilang aishiteru ke petugas rumah sakitnya tapi kita kan baru kenal. Akhirnya gua dan doi cuma bisa kode-kodean pake bahasa Tarzan. Dia sesekali ngomong pake bahasa Inggris seadanya, gua pake bahasa Jepang seasalnya.

Setelah ngasih tau apa yang gua mau, dia ngasih gua beberapa form untuk diisi. Ada dua kertas yang harus gua lengkapi. Pertama, form data diri. Nama, umur, warga negara, hobi, cita-cita, dan kata mutiara. Yang kedua, form dengan gambar badan manusia. Gua diminta melingkari bagian tubuh yang sakit. Mengikuti instruksi, gua pun melingkari bagian tubuh gua yang luka. Di ujung jempol sebelah kiri. Kertas segede gaban, yang dilingkerin cuma jempol. Mubazir.

Setelah gua kembalikan dua form tadi, si petugas masukin database gua ke komputer dengan cekatan. Sesekali, ia telpon sana-sini. Sibuk banget deh. Tapi tiba-tiba gua teringat satu kendala, “Ini berapa ya biayanya?”

Sebelum si petugas beraksi lebih jauh dan lebih sibuk lagi, gua menanyakan sebuah pertanyaan sakti, ”Mbak, ini kira-kira berapa ya biayanya? Soalnya saya ga bawa duit banyak.”

Mukanya kaget. Mungkin baru kali ini dia ketemu turis kere dengan jembol kecukur kayak gua. Dengan muka datar, si petugas cuma bilang oke terus kembali ketak-ketik dan telpon sana-sini. Sementara gua memilih untuk duduk sambil menunggu prakiraan biaya membungkus jempol gua ini.

Setelah menunggu 5 menit, gua dipanggil kembali sama si petugas. Ini dia the moment of truth. Berapa biaya untuk membungkus jempol gua yang malang ini?

Ketika gua udah sampai di depan mejanya, si petugas menulis dua gambar dan beberapa kata dalam bahasa Jepang ga jauh di sebelahnya. Sepertinya ada dua pilihan harga. Atas dan bawah. Mungkin yang satu a la carte, yang satu plus minum sama kentang.

“Yang ini,” tunjuknya ke bagian atas, “Ga pake jahit.”

“Ooo,” jawab gua sambil manggut-manggut, “Berapa?”

Dia lalu menulis sebuah angka di sebelahnya, “5,000 yen.”

“500 RIBU? AISHITERU? INI MAH AI SI ANYING!”

Untuk menjaga hubungan bilateral Indonesia dan Jepang, gua pun hanya meneriakkan kalimat di atas hanya dalam hati. Jangan sampai hubungan kedua negara ini terputus gara-gara seorang turis berkata kasar di rumah sakit. Jika sampai terputus, nanti apa kabarnya supply bokep Jepang ke Indonesia?

Gua hanya bisa menelan ludah pelan-pelan. Gile, ongkos ngebungkusnya mahal bener. Gua beli cukuran aja pengen nawar, ini lagi ngebungkus jempol sampe 500 ribu. Dibungkusnya pake kain sutra apa gimana sih ini? Kok bisa mahal gitu? Pilihan pertama jelas ga bakal gua ambil. Tapi untungnya, ada pilihan kedua di kertas yang dia coret tadi. Gua masih optimis.

“Kalo yang ini?” tanya gua sambil menunjuk pilihan yang di bawah.

“Yang ini pakai jahit,” dia kembali menulis sebuah angka, “13,000 yen.”

“AI SI ANYING! 1.3 JUTA KALO DIJAIT! INI SEKALIAN DIPAYET APA GIMANA SIK?! MAHAL BENER!”

Ngejait jempol aja 1.3 juta. Dengan duit segitu, gua bisa jait taplak mejanya Dumbledore di film Harry Potter. Udah gitu, Dumbledore-nya masih bisa gua ongkosin pulang naik taksi, Silver Bird pula. Biaya ngebungkusnya mahal bener, Nyet. Dibungkus 500 ribu, dijahit 1.3 juta. Ga ada yang lebih murah lagi apa nih? Jempol gua ditiup-tiup aja sampe kering juga ga apa-apa deh.

Tapi ya udah, karena gua ga ada duit segitu, apa mau dikata. Dengan lempengnya, gua bilang, “Sori, Mbak. Gua ga bawa duit banyak. Jadi gua cancel ya. Kthxbye.”

Dengan tanpa dosa, gua melengos berjalan keluar dari rumah sakit dengan latar si petugas repot ketak-ketik komputer lagi. Kayaknya sih doi ngapusin database gua yang udah terlanjur kesimpen. Gua-nya mah stay cool banget. Jalan terus tanpa sekalipun nengok belakang. Udah kayak tokoh utama di film-film yang jalan ngebelakangin mobil kebakar terus meledak-ledak. Sades.

“Terus jempol lu gimana, Roy?” tanya Tirta begitu kita keluar dari rumah sakit.

“Udah mendingan nih. Abis denger biaya ngebungkusnya 1.3 juta, tiba-tiba aja jempol gua udah mendingan. Jempol gua prihatin kayaknya ama gua. Pengertian banget.”

Sepulang dari rumah sakit, gua mampir ke apotek dan nyari plester ukuran jumbo. Dengan keahlian bungkus paket JNE, jempol gua bisa terlilit dengan lumayan. Akhirnya, gua bisa menikmati malam ini dengan damai dan tanpa pengalaman aneh-aneh lagi.

jempol berdarah

Selesai dengan urusan jempol berdarah ini, gua kembali ke kamar. Merebahkan badan dan coba ngeluarin smartphone dari kantong.

BLETAK!

Smartphone gua jatuh ke lantai dan layarnya mati. Hadeh. Aisianying.

“You can not create experience. You must undergo it.” ― Albert Camus


Januari 2014!

$
0
0

HAPPY NEW YEAR!

kembang api!

Ga kerasa, tahun 2012A udah berakhir dan sekarang tiba lah kita di tahun 2014. Bisa dibilang, tahun kemarin adalah tahun yang paling cepat dan ga kerasa yang pernah gua alamin selama ini.

Banyak pencapaian namun ga sedikit juga tantangan yang gua hadapin di sepanjang tahun lalu. Tahun 2013 kemarin menjadi tahun paling produktif gua dalam berkarya sejauh ini, mengalahkan pencapaian tahun 2012 dengan total 3 bukunya. Tercatat 3 buku keroyokan yang melibatkan gua berhasil rilis di tahun lalu: Setahun Berkisah, The DestinASEAN, dan Trave(love)ing 2. Ga ketinggalan, novel Luntang-lantung dikemas ulang dan dirilis ulang dalam rangka menyambut filmnya awal tahun 2014.

“Apa? Luntang-lantung mau difilmin?”

Iya, kalo ga ada halangan, #FilmLuntangLantung bakal muncul di bioskop kesayangan kita semua awal tahun ini. Film ini diproduksi oleh Maxima Pictures, rumah produksi yang pernah merilis film Air Terjun Pengantin, Refrain, dan yang paling kini, 99 Cahaya di Langit Eropa. Fajar Nugros menjadi sutradaranya, seorang sineas muda yang pernah mengarahkan film Queen Bee, Manusia Setengah Salmon, dan Adriana.

“Pemainnya siapa aja, Kak?”

Ari Budiman, tokoh utama di cerita ini, diperankan oleh si ganteng Dimas Anggara. Duo Suketi Kuncoro dan Togar Simanjuntak dimainkan dengan apik oleh duet komika; Mukhadkly Acho dan Nugroho Achmad.

Setelah muncul di Cinta Brontosaurus dan Adriana, Soleh Solihun kembali nimbrung di film garapan Fajar Nugros. Kali ini, dia berperan sebagai tokoh antagonis, yaitu sebagai Bento Sasmito. Peran Bella Putri akan dimainkan oleh Kimberly Ryder. Bukan, bukan. Ini bukan Kimberly yang Ranger Pink. Kimberly Ryder tuh yang ini.

“Kak, mau nanya lagi.”

Apa tuh?

“Folbek ica kaleee…”

Ya udah, ya udah, gua folbek deh. Nomor NPWP-nya berapa?

Nanti kalo #FilmLuntangLantung udah tayang, pada nonton ya. Kalo suka, jangan lupa rekomendasiin ke temen-temennya dan suarakan juga apresiasinya di semua social media kalian. I need all of your support. Karena tanpa dukungan kalian, film ini ga akan ke mana-mana.

Selain soal film, tahun lalu gua juga makin aktif berkarya via blog. Total ada 116 blog post selama tahun 2013. Main tema-temaan bikin tenaga gua terpacu untuk terus menulis. Dukungan teman-teman pembaca sekalian lewat kunjungan dan komentar juga jadi bahan bakar beroktan tinggi. Tanpa kalian, blog ini ga akan ke mana-mana. Terima kasih ya.

Tahun lalu, blog ini juga melebarkan sayapnya dengan membuat Facebook Page. Bukan, bukan Facebook Fan-page. Ini hanya halaman untuk wadah teman-teman pembaca, bukan kipas angin ataupun penggemar. Jika teman-teman nge-like Facebook page tersebut, teman-teman akan dapet info terkait blog ini, seperti update postingan terbaru, share jadwal event yang gua datengin dan mungkin bakal gua review, atau hal-hal seru lainnya.

Namun pencapaian paling menyenangkan tahun lalu bukan terjadi di buku, film, atau blog.

Pencapaian tahun lalu yang paling menyenangkan adalah ketika salah satu resolusi 2013 paling penting gua akhirnya tercapai juga: dapet pasangan yang serius buat jenjang berikutnya. Di akhir tahun 2012, gua ketemu dia, dan di awal 2013 kemarin, akhirnya kita sepakat buat menjalin hubungan. Doain ya semoga lancar sampek kakek nenek. Amin.

Hmm, apa lagi ya?

Tantangan? Salah satu titik terendah gua terjadi ga lama setelah novel Lontang-lantung rilis. Gua menyatakan untuk berhenti menulis buku. Iklim pasar yang lagi bias dan keberpihakan penerbit yang sangat timpang adalah 2 pertimbangan terbesar yang membuat gua memutuskan untuk rehat sampai batas waktu yang belum ditentukan. Selain itu, kesibukan pekerjaan dan keasikan ngeblog jadi pertimbangan ketiga dan keempat.

Ngomong-ngomong soal kerjaan, pertengahan tahun lalu gua ditawari untuk pindah divisi dengan penyesuaian posisi. Divisi baru, kerjaan baru, bos baru, dan tantangan baru. Sempet menguras energi juga di awal-awal sampai akhirnya gua menyesuaikan pace kerja di sini. Fyuh. Semoga gua bisa kerja semakin baik di tahun yang baru ini.

Anyway,

Di awal tahun 2014 ini, buku terbaru gua akan hadir. Sebuah kumpulan cerita yang udah diproses jauh sebelum gua menyatakan untuk mundur dari industri menerbitkan buku. Sebuah buku tentang cinta di masa kini, tentang rasa lewat dunia maya. Judulnya DigitaLove.

Selain gua, ada Ariev Rahman, Jenny Jusuf, Twelvi Febrina, Aditya Nugraha, dan Adelina Fitriyani yang akan berbagi cerita. Gua sendiri menyumbang 3 cerita; tentang Youtube, Twitter, dan Foursquare. Kalo penasaran, buruan beli deh di toko buku terdekat atau toko buku online langganan kalian. Cus!

Akhir kata, yuk kita sambut tahun yang baru dengan lebih ceria, rendah hati, dan positive thinking. Mari kita sambut 2014!

Januari 2014

Gambar latar adalah hasil kerjasama dengan sarahandhercloset.wordpress.com dengan tema pink, black, and purple. Untuk tau lebih banyak tentang fashion dan make up, langsung aja berkunjung ke website-nya. Terima kasih.


Kaleidoskop 2013

$
0
0

Mari menyambut tahun yang baru ini dengan napak tilas kejadian-kejadian seru sepanjang tahun 2013 lalu.

Januari 2013

Tahun baru 2013. Pertama kalinya diadakan Jakarta Car Free Night. Jalan Thamrin dan Sudirman ditutup untuk mobil dan masyarakat tumpah ruah di jalan protokol Jakarta untuk menikmati kembang api dan momen pergantian tahun.

Sementara ribuan orang asik menghabiskan malam tahun baru dengan orang-orang tersayang, seorang anak menteri menabrakkannya mobilnya ke sebuah mobil milik orang lain. Dua orang tewas dan beberapa orang luka. Sang anak menteri, sebut aja Rasyid, ditenggarai mengantuk. Meski sempat dirawat karena depresi, akhirnya Rasyid divonis hanya 6 bulan masa percobaan.

Ya, namanya juga anak menteri.

Februari 2013

Sebuah meteor melewati kawasan pegunungan Ural, Rusia dan meledak di langit kota Chelyabinsk. Akademi Sains Rusia menyatakan bahwa meteor itu seberat 10 ton dan memasuki atmosfer bumi dengan kecepatan 54.000 kph. Sekitar 1,200 orang dilaporkan cidera, terutama akibat pecahan kaca jendela yang disebabkan gelombang kejut. Hampir 3,000 bangunan di enam kota di seluruh negara dilaporkan mengalami kerusakan akibat ledakan dan jatuhan meteor.

Dan di bulan yang sama, gua jadian sama seorang perempuan yang cantik jelita. Apakah dua kejadian ini memiliki korelasi? Biarlah hal ini menjadi misteri Ilahi.

Maret 2013

“KONLO TERORITA!”

Akhir Februari sampai minggu-minggu awal bulan Maret 2013, dunia maya ramai dengan ratusan bahkan ribuan video ini. Video yang dimulai dengan adegan satu orang berkepala dibungkus (biasanya dengan helm atau topeng absurd) mengikuti dentaman musik di tengah orang-orang yang cuek dan asik dengan kesibukan masing-masing. Dan setelah musik jeda beberapa detik, seluruh ruangan tiba-tiba jadi chaos dan bergaya serandom-randomnya random. Yup, my friend, this is Harlem Shake!

Tut, tut, tut, tut! Tut, tut, tut! Tut, tut, tut, tut, tut, tut!

April 2013

Bulan April, bulannya Eyang Subur. Heboh-heboh dimulai saat Adi Bing Slamet melaporkan Eyang Subur yang merasa dirinya tertipu setelah menjadi pengikutnya selama 17 tahun. Terkuak juga kalo ternyata Eyang Subur punya istri delapan, yang membuat para jomblo merasakan ketidakadilan yang teramat sangat. Yang kerennya lagi, kedelapan istrinya akur dan kalo ke mana-mana pake seragam. Ini istri apa buruh pabrik sih?

Eyang Subur disebut-sebut sebagai seorang pengajar, seorang guru. Ajarannya banyak menyimpang dari agama Islam, maka MUI pun turut serta dalam kehebohan ini. Dan sebagaimana guru baik menghasilkan murid baik, maka guru maut pun menghasilkan murid maut. Nama murid tersebut ialah Arya Wiguna.

Kalian pasti pernah liat dong videonya? Video konferensi pers di mana Adi Bing Slamet duduk bersebelahan dengan Arya Wiguna yang lagi marah-marah. Marahnya itu marah buanged, pake U sama D. Marah sampe gebrak-gebrak meja dan berteriak kalimat “Demi Tuhan” dengan pemenggalan “Tu” dan “Han” yang sangat fenomenal.

Tapi gara-gara gebrak meja, Arya Wiguna jadi ngetop buanged, pake U sama D. Tiada hari tanpa Arya Wiguna, baik itu video aslinya, parodinya, bahkan pembahasan tentang gerak-geriknya. Infotainment di Indonesia memang suka mengeksploitasi hal yang lagi happening. Semua diberitain. Arya Wiguna pacaran lagi lah, Arya Wiguna ganti warna kemeja lah, Arya Wiguna beli bakso ga pake nawar lah. Semua-semua diberitain.

Yang paling random, Arya Wiguna hampir diajukan untuk menjadi calon bupati Kolaka, kabupaten yang sama yang pernah nyaris mencalonkan Farhat Abbas sebagai bupati.

Go home, Kolaka. You’re drunk.

Mei 2013

Nah, ngomong-ngomong soal Farhat Abbas, di bulan Mei ia mengajukan uji materi Undang-Undang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden ke Mahkamah Konstitusi, agar perseorangan tanpa dukungan partai politik seperti dirinya, bisa mengajukan diri sebagai presiden atau wakil presiden.

Memetwit banget ga sih?

Juni 2013

“Sodara, sodara. Sodara, sodara. Anda masih bersama-sam-sama-sam saya, Jeremy Teti.”

Kepiawaian Eka Gustinawa mengolah potongan berita menjadi sebuah lagu, sempet ramai dibicarakan semua orang. Uniknya, lagu ini bukannya menaikkan pamor Eka, malah melambungkan nama Jeremy Teti ke kancah dunia hiburan. Wajah Jeremy Teti jadi wara-wiri di televisi untuk alasan yang beda dengan kenapa teman-teman anchor berita seangkatannya muncul di televisi.

Saat Arif Suditomo udah jadi pimpinan redaksi Seputar Indonesia dan Desi Anwar sibuk ngewawancara Dalai Lama serta Richard Gere, Jeremy Teti masih asik memperingatkan kita untuk berhati-hatilah mengisi BBM agar kendaraan yang kita isi tidak, tidak, tidak BBM campuraaan…

Juli 2013

Si Otong ulang tahun (saking kagak nemu hal yang seru di bulan Juli 2013).

Agustus 2013

Geliat jendela transfer sepakbola musim 2013-2014 membuat satu rekor. Perpindahan Gareth Bale dari Totenham Hotspur ke Real Madrid menelan biaya 100 juta Euro, mengalahkan Cristiano Ronaldo yang perpindahannya pada tahun 2009 memerlukan kucuran dana “hanya” sebesar 90 juta Euro.

September 2013

Dul, anak dari musisi Ahmad Dhani, mengalami kecelakaan lalu lintas, menabrak mobil berpenumpang padat. Kecelakaan terjadi di KM 8 ruas tol Jagorawi, arah Cibubur. Korban tewas 7 orang, sementara korban luka 9 orang. Dul sendiri mengalami patah tulang kaki.

Yang gua heran, kok si Dul bisa kecelakaan. Padahal nih si Dul, anak Betawi Asli, kerjaannya sembayang mengaji. Tapi jangan bikin dieee... eh? Guys, jangan pergi dulu. Ini masih ada 3 bulan lagi. Guys? Guys?

Oktober 2013

Di bulan ini, di ten of the month, kita masih merindukan apresiasi karena basically harmonisasi hidup tidak perlu dikudeta oleh kelabilan ekonomi demi konspirasi kemakmuran. Tapi biar kontroversi hati tidak mempersuram statusisasi kehidupan… anjirlah, gua ga tau nulis apaan tadi.

Dari akhir September sampai awal Oktober, semua orang ramai membicarakan pria yang satu ini; Vicky Prasetyo. Dengan gaya bahasa yang unik cenderung goblok, Vicky merajai layar televisi. Ia juga berhasil menciptakan kata-kata yang membuat Kamus Besar Bahasa Indonesia jadi tampak seperti ganjelan untuk kaki meja yang goyang.

Herannya, dengan kosakata alien begini pun, Vicky punya banyak pacar. Kebayang ga sih gimana cara Vicky dan gebetannya ngobrol waktu kencan pertama?

“Vick, nonton yuk!”

“Saya confident bahwasanya untuk selamanya gambar-gambar yang bergerak hanyalah sebuah media semata tanpa aba-aba.”

“Eh?”

“Saya cinta kamu. Kamu mau pacaran sama saya?”

“Eh? Hm? Ya udah, boleh deh.”

Namun nasib Vicky Prasetyo ga semujur kisah percintaannya. Setelah muncul di infotainment karena bertunangan dengan Zaskia Gotik, akhirnya dia dilaporkan ke polisi oleh seorang rekan bisnis yang merasa tertipu. Yang gua heran ya, dia kan buron, lagi dicari-cari orang, ya kok malah tunangan sama artis, nongol di televisi, terus pake ngomong aneh-aneh gitu? Lah pan jadi ketauan!

November 2013

Labil ekonomi Indonesia semakin menjadi. Nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing semakin melemah. God bless Indonesia.

Desember 2013

Langit mendung menggantung di akhir tahun.

Kereta Commuter Line nomor 1131 jurusan Serpong-Tanah Abang terbakar setelah menabrak truk tangki pembawa BBM di perlintasan Bintaro Permai. Insiden terjadi di jalur arah Pondok Ranji menuju Kebayoran Lama, sekitar pukul 11.20 WIB.

Berita duka juga datang dari dunia internasional. Nelson Mandela, tokoh dunia asal Afrika Selatan, penggagas revolusi anti apartheid, dan pemilik quotes-quotes bagus di Goodreads, meninggal dunia pada usia 95 tahun akibat sakit yang berkepanjangan. Dunia kehilangan salah satu putra terbaiknya.

Nelson Mandela

Nah.

Selain kaleidoskop tahun 2013, gua juga mau ngajak teman-teman pembaca seru-seruan bikin kaleidoskop nih di Kaleidoksop saputraroy.com 2013!

Teman-teman bisa milih postingan terbaik saputraroy.com yang dipilah menjadi 8 kategori. Ada artikel terngikik, wawancaur terpecah, postingan traveling paling kece, dan lain sebagainya. Nantinya, postingan dengan pilihan terbanyak dari setiap kategori bakal gua kumpulkan dan satukan. Untuk apa?Untuk gua jadikan e-book!

Yes, people, I will publish an e-book!

Di dalam e-book itu, bukan hanya akan ada 9 postingan terbaik saputraroy.com tahun 2013 pilihan teman-teman pembaca, tapi gua juga bakal nyelipin beberapa tulisan baru yang belum pernah gua publish sebelumnya. Jadi total akan ada 10-11 tulisan di dalam e-book yang nantinya bisa diunduh secara cuma-cuma. Yes, people, it’s gonna be free of charge! GRETONGAN!

Jadi, mohon bantuannya mengisi survey ini ya, teman! ^^


Membeli Pengalaman

$
0
0

Tahun 2013 jadi tahun kedua gua menaikkan intensitas traveling, setelah pada tahun sebelum-sebelumnya, gua hanya menargetkan 2 kali melakukan perjalanan dalam setahun. Di tahun kemarin, gua diberi umur dan rejeki lebih untuk bisa jalan-jalan ke Bali-Lombok-Gili Trawangan, Surabaya-Batu, Palembang, Jepang, dan Bangkok-Pattaya.

Meski berbeda jumlah, tapi yang gua cari saat traveling setiap tahunnya tetaplah sama: culture shock.

Bagi teman-teman yang rutin bermain di blog ini, pasti engeh deh kalo tulisan perjalanan gua itu ya tentang perjalanannya, bukan destinasinya. Meski gua sesekali ngebahas seberapa biru lautan atau tinggi gunung yang gua lihat, tapi seringnya, yang jadi pusat atensi cerita gua adalah perjalanan dan kejutan-kejutan akan budaya yang gua temui di sepanjang jalannya. Bisa cerita tentang apesnya gua duduk bersebelahan dengan orang Nepal bau kari di pesawat, atau noraknya gua ngeliat toilet canggih yang lampunya bisa kedap-kedip sendiri.

It’s all about the journey, not the destination.

Ada beberapa hal yang bisa membuat kita dengan mudah merasakan culture shock selama lagi traveling. Lewat postingan kali ini, gua mau bagi beberapa tips tentang hal itu. Cekidot.

1. Makan

Sebagai gerombolan perut buncit, gua selalu nyobain makanan khas daerah setempat. Misalnya kalo lagi jalan-jalan ke Palembang, ya masa makan nasi goreng telor ceplok? Itu mah depan rumah juga ada. Kalo ke Palembang, ya kudu nyobain Pempek, dan jika memungkinkan, cari restoran Pempek yang enak dan ga buka cabang di kota lain biar makin terasa khas-nya.

Yang perlu diingat juga, jangan cuma nyobain 1 makanan khas. Kita kudu nyicip 2-3 makanan khas lainnya. Dari situ, kita bisa menarik kesimpulan, bahan apa yang mereka prioritaskan dalam memasak, rempah macam apa yang sering mereka gunakan, atau lauk apa yang kudu ada di setiap hidangan. Contohnya di Palembang, berbagai jenis makanan banyak menggunakan cuka. Apa-apa dicukain, apa-apa dicukain. Terserah lah, cuka-cuka yang masak.

Selain nyobain makanan khas setiap traveling ke luar negeri, gua juga selalu menyempatkan diri untuk nyicip cheese burger salah satu restoran cepat saji. Di saat para traveler seperti mengharamkan makan fast food saat jalan-jalan, gua malah bersedia suka rela untuk makan burger. Karena dengan makanan yang sama, diproduksi oleh restoran yang sama, maka yang jadi variabel pembeda hanyalah bumbu dan cara penyajian. Perbedaan semakin terasa saat komponen lain dibuat sama.

Di Kuala Lumpur misalnya, daging cheese burger di sana terasa seperti obat batuk. Sementara di Thailand, yang terasa seperti obat batuk justru minuman bersodanya. Di Jepang, daging cheese burger jauh lebih lebar daripada rotinya. Membuat harga yang lumayan mencekik menjadi dapat dimaklumi.

Satu restoran cepat saji, belasan variasi. Menarik bukan?

2. Tanya

Selain mengandalkan peta dan gadget, gua juga sering ngobrol dengan orang lokal untuk menanyakan lokasi sebuah tempat. Bertanya di mana letak toilet terdekat adalah salah satu pembuka yang biasa gua gunakan. Dari situ, jika orang yang ditanya cukup terbuka, tanyalah di mana letak keriaan yang asik atau objek-objek wisata yang unik. Siapa tau kita bisa pergi ke titik-titik yang belum banyak dikunjungi oleh turis lain.

Salah satu kebiasaan gua saat traveling adalah berbelanja di toko lokal. Melihat barang apa yang mereka jajakan, media apa yang mereka pakai untuk membungkus, dan bagaimana keuletan mereka menghadapi pembeli yang hobi nawar, jadi keasikan tersendiri buat gua.

Jangan khawatir kalo bahasa asing kita ga begitu bagus. Kebanyakan orang luar ga grammar nazi terhadap turis kok, jadi jangan malu apalagi galau. Selama mereka ngerti apa yang kita maksud, mereka akan bantu untuk jawab.

Dan ingatlah, saat semua bahasa ga berhasil, selalu ada opsi terakhir yang pasti sukses. Bahasa Tarzan. Auwo.

3. Lakukan

Setelah makan dan bertanya, gua juga biasa melakukan hal-hal yang menjadi kebiasaan orang lokal. Naik kendaraan umum bersama penduduk setempat adalah hal paling mudah dan paling sering gua lakukan. Nyobain gimana cara beli tiket, melihat kebiasaan penumpang, dan menebak-nebak omset satu hari mereka, jadi objek wisata yang seru buat gua.

Menurut gua, hal-hal kayak gini bisa jadi pembelajaran yang menarik. Siapa tau bisa dipelajari dan diterapkan saat kita kembali ke Indonesia.

Selain segi modern-nya, gua juga selalu menyempatkan diri untuk nyobain kegiatan tradisionalnya. Kayak di Kyoto, gua ikutan lempar koin ke mangkuk kuil, yang konon katanya, jika berhasil masuk, semua doa kita bisa terkabul. Meski ada bau-bau “konon katanya” di belakang kegiatan tadi, gua sih tetep ngelakuin tanpa mempedulikan mitos itu. Simply, because I don’t have to believe it and I do it for fun.

Just for fun.

Nah, ngomong-ngomong soal culture shock saat traveling…

Beberapa waktu lalu, pas lagi main-main ke blog Takdos, gua nemu sebuah situs baru yang kayaknya bakal mempermudah para traveler untuk menikmati perbedaan budaya. Nama situsnya withlocals.com. Situs ini dikembangkan oleh Belanda namun basis destinasi yang mereka sediakan saat ini berfokus di Asia, khususnya Asia Tenggara, dan tentu saja, Indonesia.

Sesuai namanya, withlocals.com memungkinkan kita untuk bersinggungan langsung dengan penduduk setempat di destinasi yang kita tuju. Serunya lagi, withlocals.com menggawangi 3 hal yang gua sebutkan di atas: kuliner, perjalanan, dan aktivitas. Dan withlocals.com menyediakan kesempatan bagi kita untuk melakukan ketiga hal tadi bersama penduduk lokal.

Dengan bantuan withlocals.com, lu bisa nyobain makanan khas yang dimasak dan disajikan langsung oleh penduduk setempat. Lu bisa juga jalan-jalan ke objek menarik dan diantar langsung oleh warga lokal. Atau lu bisa melakukan aktivitas unik bareng-bareng masyarakat sana. Pastinya seru, fun, dan memorable.

Menariknya lagi, situs ini peer-to-peer, jadi berfungsi mempertemukan pihak yang membutuhkan (demand) dengan pihak yang menyediakan jasa (supply). Jadi, situs ini ga hanya bermanfaat buat para traveler yang nyari kearifan lokal, tapi juga menyediakan peluang bagi mereka yang ingin menjadi host untuk mendapatkan dana tambahan.

Misalnya lu bisa masak, lu bisa jadi host di withlocals.com ini dan menjajakan makanan khas lokal versi lu ke pengunjung yang berminat. Atau kalo lu tau spot-spot menarik yang jarang orang tau, jangan ragu buat ikutan di withlocals.com dan tunjukkan pada turis mancanegara sisi lain dari kota lu. Mayan lho, penghasilan dari sini bisa buat nambah-nambah uang bulanan. Ya kan?

bali

Salah satu aktivitas lokal yang dapat diperoleh di withlocals.com: The Mystical Martial Art of Mepantigan

Menurut gua, withlocals.com itu situs yang unik dan bermanfaat. Sebuah media yang bisa ngebantu para pencari kejutan budaya kayak gua. Sebuah alat yang bisa mendukung para traveler untuk jalan-jalan dengan senang dan mendapatkan pengalaman baru yang ga terlupakan.

Sebuah konsep baru yang memungkinkan para pelancong bukan hanya membeli barang, tapi juga, membeli pengalaman.


Viewing all 283 articles
Browse latest View live