Quantcast
Channel: 「ユース カジノ」 プロモーションコード 「ユース カジノ」 出金 「ユース カジノ」 出金条件
Viewing all 283 articles
Browse latest View live

Cukup

$
0
0

Gua ga pernah pede dengan fisik gua, terutama saat PDKT sama cewek.

Saat remaja, satu-satunya yang bisa gua andalkan dari fisik gua adalah postur gua yang tinggi. Itupun postur tinggi ini gua dapet karena faktor keturunan, bukan karena gua atlet andelan sekolah atau suka debus nyemilin sumpit. Dengan tinggi di atas rata-rata, biasanya gua akan lebih mudah diingat daripada temen-temen cowok lain saat berhadapan dengan lawan jenis.

Minimal kalo ada yang bilang ke seorang cewek, “Si Roy titip salam tuh.”

Biasanya akan dijawab dengan, “Oh, Roy yang tinggi ya?”

Stop sampai di situ. Karena setelah kalimat yang tadi, respon selanjutnya yang diberikan oleh cewek itu ga seindah yang dibayangkan. Jangan bayangkan kalimat seperti, “Salam balik ya” atau “WUOGH!” lalu lari-lari keliling lapangan karena kegirangan disalamin gua.

Tapi biasanya berupa, “Oh, Roy yang tinggi ya? Ehe he he he he.”

Atau mungkin, “Oh, Roy yang tinggi ya? Kebetulan, layangan gue nyangkut.”

Bisa juga, “Oh, Roy yang tinggi ya? HUEK CUH!”

Atau, “Oh, Roy yang tinggi ya? Lho, ini di mana? Tanggal berapa? Aku siapaaa?”

Karena selain postur tinggi, yang tersisa pada fisik gua bisa dibilang jauh dari kata menarik. Perut besar, paha tebal, dan wajah yang sering cengar-cengir ga jelas membuat kisah cinta masa remaja gua jauh dari yang manis-manis.

Saat gua duduk di bangku SMA, masalah ini coba gua tanggulangi dengan pake baju yang modis. Berkat internet, gua dan teman-teman SMA gua punya referensi berpakaian yang baru. Situs-situs luar negeri jadi bacaan setiap hari. Tujuan kami hanya satu, mampu menarik perhatian semua cewek yang ada di sekolah.

“Wah, ini keren nih. Rapih dan formal banget,” kata temen gua sambil membaca situs gosip tentang Brad Pitt.

“Yang ini juga keren nih. Edgy,” kata temen gua satunya, seraya ngasih liat situs fashion.

“Guys, yang ini bagus banget nih!” seru temen gua yang berhasil memancing perhatian kami semua, “Bugil!”

“Bro, itu situs bokep, bro!”

Pikir gua waktu itu, setidaknya, biarpun ga ganteng, gua masih bisa keren lah. Maka masa SMA gua adalah masa di mana gua mencari barang dengan brand-brand yang lagi in. Semua demi bisa mendapat perhatian lebih dari sekedar “Oh, Roy yang tinggi ya?”

Tapi karena proporsi bentuk badan gua yang agak anomali, baju sekeren apapun jatohnya ya biasa aja gitu di badan gua. Pake baju lengan panjang, ketika bahunya pas, lengannya kependekan. Sekalinya lengannya pas, eh bahunya melorot.

Gua selalu iri dengan mereka dengan badan proporsional, yang kalo pake baju apa aja rasanya pas aja gitu di badan. Ada kan orang-orang yang kayak gitu. Yang pake baju dua puluh ribu jadi bisa kelihatan mahal banget. Lah kalo gua pake baju mahal, yang ada malah ditanya dapet baju sumbangan dari yayasan mana.

Ganteng ga bakat, mau keren pun gagal. Dukun, mana dukun?

Namun seiring bertambahnya usia, strategi gua dalam PDKT ke cewek pun berubah. Yang pasti masih jauh dari perihal fisik atau kekerenan. Saat kuliah dan di awal-awal kerja, yang gua andalkan untuk menarik perhatian cewek adalah obrolan dan wawasan. Rasa ingin tau gua yang sebesar lingkar pinggang membuat kepala gua terisi oleh informasi-informasi ga penting yang kadang bisa jadi pencair suasana. Ini gua yakini bakal bisa jadi senjata ampuh untuk menarik minat lawan jenis.

Jadi gua melepas semua pakaian keren yang sempat jadi andalan. Gua hanya akan pake baju ketika bersih dan nyaman di badan. Lupakan juga soal kegantengan, karena emang modal gua ga ada di sana. Gua hanya akan mencari pasangan yang emang mau dan nyambung diajak ngobrol. Karena jika udah tua nanti, yang akan kami lakukan, ya hanya ngobrol. Cuma itu.

Tapi nyatanya, sulit untuk ngajak seorang cewek duduk berjam-jam lalu ngobrol, apalagi di kencan pertama. Kalo gua mau ngajak jalan saat weekend, kebanyakan dari mereka menolak di kesempatan pertama. Karena apa? Baca lagi kalimat pertama.

Pengen rasanya gua bawa obat bius ke mana-mana, just in case, you know, ada cewek manis di tengah jalan dan mendadak gua pengen ajak ngobrol. Tapi nyatanya warung deket rumah gua ga jual obat bius. Yang paling mendekati, cewek-cewek itu bisa gua cekoki dengan makanan ringan ber-MSG tinggi, lalu di tengah kebingungan akibat MSG tadi, gua akan ngajak mereka kencan lalu ngobrol panjang lebar.

Tapi gua ga mau nyerah dan mengandalkan MSG. Biarkan perjalanan mencari lawan jenis yang berminat pada wawasan terus bergulir tanpa keterlibatan zat-zat kimia. Dari hari ke hari, bulan ke bulan, sampai tahun ke tahun. And in the end, I met her.

Di ulang tahun kemarin, dia ngasih gua sebuah rangkaian hadiah yang berkesan. Sebuah kejutan kedatangannya saat gua masih tidur (dan ngiler), kartu ucapan yang dibuat sendiri, email konfirmasi pemesanan tiket sebuah konser impian, serta belasan surat yang ditulisnya untuk gua buka di momen-momen tertentu. Namun dari semua rangkaian hadiah yang dia berikan, sebuah twit darinya berhasil membuat gua tertegun.

Screenshot_2014-09-17-08-02-02-1

Mungkin selama ini gua salah. Gua selalu berlomba untuk bisa mencuri perhatian semua lawan jenis dan menaklukan satu di antaranya. Gua berusaha sekuat tenaga mencari cara agar menjadi menarik bagi semua perempuan.

Lewat twitnya kemarin malam, gua jadi tersadar bahwa gua hanya perlu menjadi menarik bagi satu orang saja. Gua hanya perlu menjadi ganteng di mata satu perempuan saja. Karena itu sudah lebih dari cukup.

And gladly, I already found the one.



Konser Idola Nomor Wahid

$
0
0

Ga ada band Indonesia yang bisa membuat gua sebegitu jatuh hatinya, selain Sheila on 7. Dan Jumat 19 September kemarin, akhirnya gua bisa mencoret salah satu item dalam bucket list gua: nonton konser Sheila on 7 secara langsung!

Sekitar jam tujuh, gua dan si pacar udah sampai di area Istora Senayan, tempat konser Radja Sephia dilangsungkan. Sekitar pukul setengah delapan, konser pun dimulai. Bukan oleh Sheila on 7, tapi oleh /rif. Malam itu, Sheila on 7 diplot untuk berbagi panggung dengan band rock Bandung yang juga besar di pertengahan tahun 90-an.

Tapi malam itu, gua datang bukan untuk /rif. Meski sempat bersenandung di beberapa nomor andalan mereka seperti Radja, Bunga, dan Lo Tuh Ye, malam itu gua datang untuk band yang tampil 1.5 jam setelahnya. Gua datang untuk Sheila on 7.

sheila on 7

Malam itu, Sheila on 7 membuka penampilan mereka dengan Pejantan Tangguh, single pertama dari album keempat yang berjudul sama. Lengkap dengan 4 orang di brass section, Sheila on 7 langsung menggebrak panggung yang berada tepat di tengah kerumunan penonton kelas festival.

Dan tepat saat itu, gua merinding.

Sebuah band yang biasanya gua saksikan di televisi dengan volume maksimal, kini ada di hadapan gua. Menyanyikan tembang-tembang yang menemani masa paling labil dalam hidup gua. Membawa gua ke jaman ketika ada embel-embel kata monyet pada cinta. Menghidupkan kembali memori masa muda.

Hentakan drum Brian, betotan bass Adam, distorsi gitar Eross dan lengkingan vokal Duta menjadi suara yang ga asing di telinga gua. Puluhan lagu dari sembilan album mereka udah gua lahap semua. Bagi gua, mereka berempat adalah idola nomor wahid.

Begitu selesai dengan Pejantan Tangguh, sang idola nomor wahid langsung membawakan single bertempo cepat lainnya: Sahabat Sejati. Dan seketika, Istora berubah jadi Inul Vista raksasa. Semua ikut bernyanyi dari awal sampai akhir. Bahkan sampai ke uwo iye-uwo iye khas Duta di bagian akhir lagu.

Kelar diajak menarik urat di Sahabat Sejati, masuklah lagu ketiga. Sebuah lagu yang semua anak 90-an pasti tau. Whether you love it or hate it, you definitely know it. Terbukti, baru genjrengan gitar pertamanya aja, semua penonton udah bersorak. Seperti ga sabar pengen nyanyiin bareng sebuah single yang kemungkinan besar pernah dinyanyikan anak 90-an di momen pesta perpisahan sekolah. Sebuah lagu yang mengantarkan Sheila on 7 masuk ke gerbang musik Indonesia.

Yes, baby. It’s Kita.

Dan kau bisikan kata cinta
Kau telah percikan rasa sayang
Pastikan kita seirama
Walau terikat rasa hina

Setelah lagu Kita, akhirnya Sheila on 7 membebaskan penonton dari keinginan untuk bernyanyi. Kita dibiarkan mengambil napas sejenak. Gua menggunakan kesempatan ini untuk meluruskan tenggorokan yang mulai serak karena bernyanyi setengah teriak di 3 nomor awal tadi. Gua harus baik-baik menyimpan suara karena ada satu momen yang ga ingin gua lewatkan dari konser ini.

Namun istirahat hanya sesaat, karena Sheila on 7 tau penikmatnya udah menantikan lagu berikutnya. Pemuja RahasiaAnugrah Terindah yang Pernah Kumiliki, Itu Aku, serta Hariku Bersamanya menjadi 4 tembang bertempo sedang-lambat yang dibawakan dengan jeda singkat-singkat.

Menurut gua, medley dengan jeda singkat ini sebuah langkah yang cerdas. Karena sebagai penggemar , gua ga perlu mendengar satu lagu full untuk mengobati kekangenan akan lagu-lagu Sheila on 7. Ibarat kerongkongan yang kering, kita hanya butuh seteguk untuk dilegakan. Begitu juga dengan konser kali ini. Hanya perlu sepenggal lagu aja.

Bahkan ada satu momen di mana Eross hanya memetik gitar dengan halus untuk memancing penonton bernyanyi. Lagu Waktu yang Tepat untuk Berpisah dibawakan cuma di bagian reft satu kali, lalu langsung dilanjutkan dengan single lainnya.

Pun dengan aransemen. Dengan cermat, Sheila on 7 berhasil mengutak-ngatik 4 lagu untuk dibawakan secara semi akustik. Sepanjang sesi akustik ini, penonton dibuat seperti rumput yang terkena angin. Tanpa sadar, kepala diajak bergoyang ke kiri dan kanan, sambil mulut ga berhenti mendendangkan lagu-lagu kenangan mereka. Mulai dari Temani Aku, Jadikan Aku Pacarmu, Terima Kasih Bijaksana, dan Yang Terlewatkan, berhasil membius penonton dari rasa haus dan lelah.

Ga terasa, satu jam udah berlalu dan Sheila on 7 kembali mengajak penonton bermain di tempo cepat. Single pertama dari album kedua dan ketiga ditampuk jadi nomor berikutnya. Lewat Bila Kau Tak di Sampingku dan Seberapa Pantas, penonton yang duduk pun beranjak dari kursi dan bernyanyi dengan lantang.

Lagi-lagi, gua harus menyimpan suara baik-baik. Masih ada satu momen yang memerlukan suara gua dan ga ingin gua lewatkan. Jadi ada baiknya gua menahan diri dari bernyanyi setengah teriak meski keinginan dalam dada begitu tinggi.

Waktu berjalan cepat ketika kita menikmati apa yang sedang dilakukan. Ga terasa, konser ini udah mau masuk jam ke-4. Selesai Sephia dan Melompat Lebih Tinggi, Sheila on 7 membawakan lagu yang membawa mereka ke puncak tangga lagu di jamannya: Dan. Eross mengajak penonton untuk gantian menyanyikan lagu ini untuk Duta. Tanpa perlu usaha lebih panjang, dengan sukarela, penonton mendendangkan single kedua dari album pertama mereka itu.

Caci maki saja diriku
Bila itu bisa membuatmu
Kembali bersinar dan berpijar
Seperti dulu kala

Dan akhirnya, Sebuah Kisah Klasik untuk Masa Depan menutup perjumpaan gua dengan sang idola. Hujan konveti dan tepuk tangan penonton mengantarkan 4 personil Sheila on 7 masuk ke ruang ganti. Ingin teriak ‘we want more’ tapi rasanya suara ini masih harus terus disimpan untuk momen yang sedari tadi gua tunggu-tunggu.

Konser ini adalah kali pertama gua secara langsung menyaksikan Sheila on 7 beraksi di panggung. Dan semua itu terjadi berkat si pacar karena ini adalah hadiah ulang tahun darinya. Sebuah kejutan yang sangat manis karena beberapa minggu sebelumnya, dia menolak untuk nonton konser ini meski gua udah setengah merengek.

sarah dan tiket

Di perjalanan pulang, saat jam udah menunjukkan pukul setengah dua belas malam, dengan getar suara yang mulai serak, gua membisikkan sebuah kalimat yang sedari tadi ingin gua ucapkan ke telinga si pacar. Delapan buah kata yang membuat gua mengirit-ngirit suara.

“Thank you for making my dream came true.”


Tanggal Baik

$
0
0

kata sarah

Lahir dari keluarga Chinese, bikin gue dan Roy nggak bisa tutup mata terhadap rentang umur pasangan. Dalam kepercayaan Cina kuno, perbedaan umur sering jadi pertimbangan dalam menentukan pasangan hidup.

Konon katanya, pasangan dengan jarak umur 4 tahun adalah yang paling ideal. Empat tahun diibaratkan sebagai empat kaki meja yang akan berdiri kuat dan kokoh. Harapannya, pernikahan pasangan dengan jarak umur 4 bisa sekuat dan sekokoh meja.

Sedangkan pasangan yang berbeda umur 3 tahun dan 6 tahun harus dihindari. Karena jarak ini mengundang ketidakcocokan (atau disebut ciong). Tiga tahun artinya ciong kecil, sedangkan 6 tahun artinya ciong besar. Dan selisih umur gua dan Roy… tepat 6 tahun.

Actually, gue dan Roy nggak percaya sih sama takhayul macem itu. Lha wong yang bedanya empat tahun banyak yang cerai juga kan?

Tapi kan, kalo bisa main aman, kenapa enggak? Toh kami nggak nyari tanggal baik. Menurut himbauan orang tua, kami cuma musti menghindari bulan buruk, yang mana udah berakhir beberapa hari sebelum ulang tahun gue di tahun depan. Dengan kata lain, nikahnya mah kapan aja bebas, asal nggak di dalem area bulan buruk itu.

Jadilah gue mengusulkan sebuah tanggal di antara ulang tahun gue dan Roy. Tujuannya tentu saja ngakalin perbedaan umur tadi. Karena kalo gue udah ulang tahun dan Roy belum, otomatis selisih umur kami jadi… LIMA TAHUN!

Pinter kan?

Enggak.

Iiih!

Anyway, palu akhirnya diketuk. Ultah gue 24 Agustus, sedangkan ultah Roy 14 September. Kami berdua dan keluarga udah sepakat resepsi akan digelar di tanggal 5 September. Letaknya bener-bener persis di tengah. Tanpa ragu, kami booking gedung tanggal segitu, lalu bayar DP sebagai tanda jadi.

calendar1

Namun, beberapa hari kemudian, tiba-tiba kami berdua dapet kabar kalo tanggal 5 September 2015 itu masih termasuk bulan Cit Gwee.

Cit Gwee itu apa sih?

Orang Chinese nyebutnya bulannya orang mati, dan HARUSNYA, nggak ada yang nikah di bulan tersebut, karena Cit Gwee adalah bulan jelek, seperti yang dihimbaukan oleh orang tua kami sebelumnya.

Lho emang kemaren pas DP belom ngitung?

Pas nentuin tanggal 5 September 2015, Mama-nya Roy udah ngitung. Menurut hitungan beliau, Cit Gwee itu udah kelar di pertengahan Agustus, sebelum ulang tahun gue, seperti yang gue bilang sebelumnya. Harusnya sih nggak masalah dong ya awal September.

Lha trus kok tiba-tiba bisa berubah?

Setelah dikulik lagi, ternyata di tahun 2014 ini ada Lun (bulan kembar). Karena itu, otomatis perhitungan tahun depan nambah 30 hari. Yang tadinya Cit Gwee kelar di pertengahan Agustus, jadinya mundur ke pertengahan September. Tepatnya tanggal 14 September 2015, yang mana adalah ulang tahun Roy. DAAAR!

Hilang sudah seluruh kesempatan buat milih tanggal resepsi di antara ultah gue dan Roy. Empat minggu (24 Aug – 14 Sept) di antara dua tanggal itu semuanya masuk bulan Cit Gwee. Buyar semua rencana gue. Omongan tentang tanggal kembali mentah, dan mau nggak mau gue dan Roy akan nikah dengan perbedaan umur enam tahun.

Trus piye? Jadi kawin taun depan gak?

Mengingat dari awal 2015 udah mundur ke akhir 2015 dan kayaknya kalo mundur sekali lagi ke awal 2016 kemungkinan Roy batal nikahin gue (hoahahahaha), jadi kami stick to the plan. Tetep akhir 2015, tapi sebelum masa-masa ujan deres & banjir. Sehingga pilihan tanggalnya maju ke awal Agustus (sebelum Cit Gwee) atau ke akhir September (setelah Cit Gwee). Berhubung kedua keluarga udah sepakat hari Sabtu, maka tanggal yang available adalah: 1-8-15, 8-8-15, 19-9-15 dan 26-9-15.

Tadinya, gue maunya 19-9-15, tapi masalahnya, itu tanggal tua. Memperhitungkan nominal angpao yang kemungkinan juga akan menyusut, gue langsung geleng-geleng kepala. Tanggal lain!

Yang September satu lagi, tanggal 26. Pas sama ulang tahun (calon) kakak ipar gue. Nah udah nih. Pas. Pokoknya maunya September, biar sempet ulang taun ke-24 dan masih dapet angpao. YES!

Tapi ternyata Roy maunya tanggal 8-8-15. Lah, belom ulang taun udah kewong dong gue? HANJER masih umur 23 dong! Under-age marriage gak nih?

Sempet debat karena gue kekeuh mau angpao ultah dulu, tapi akhirnya gue kalah suara. Bokap nyokap gue setuju 8-8-15. Yaudin lah, gue manyun. Roy langsung ngabarin ke catering, minta jawaban dari mereka masalah availability gedung.

Sayangnya, cobaan nggak berenti sampe di sana. Ternyata, ke empat tanggal yang kami siapkan sebagai pengganti 5 September 2015, full. Ke empat-empatnya. Full booked. Gile! Masih setahun lebih lho. Buseeet.

Akhirnya, jadi pusing lagi deh masalah tanggal. Berhubung nggak mungkin maju (gue kekeuh mau nyiapin kawinan MINIMAL setahun), akhirnya terpaksa mundur. Either Oktober atau November. Pokoknya mundur terus sampe ada tanggal kosong, dengan resiko udah mulai masuk musim hujan.

Gue sempet ketar-ketir awalnya. Tapi berhubung nggak ada pilihan lain, akhirnya gue ngangguk setuju. Ntar kuat-kuatin doa aja deh pas hari H. Lagian cuaca jaman sekarang mah, mau bulan Mei aja bisa tiba-tiba ujan deres, kok. Jadi yaudah, Oktober, tanggal berapa aja sekosongnya gedung. Cuaca dan lainnya, gue sama Roy pasrahin yang Maha Kuasa. Semoga dikasih yang terbaik di hari H nanti.

Kemaren, waktu nungguin kabar dari vendor, gue sampe udah mulai mempertimbangkan bangun tenda depan rumah. Just in case semua gedung full, gue mau ngerayu Roy buat bikin dangdutan di tengah jalan aja. Tinggal ijin RT RW setempat, taro bangku buat malang jalan, kelaaar!

Untungnya, beberapa hari kemudian, vendor nyampein kabar gembira untuk kita semua. Ternyata ada tanggal kosong di Oktober. Tanggal cantik pula. Setelah rembukan keluarga, akhirnya sepakat deal di tanggal tersebut. Leganya luar biasa. Drama panjang penentuan tanggal ini akhirnya kelar. Dan gue jadi tau, bad things do happen for a good reason.

Coba kalo nggak ada bulan kembar? Atau gedungnya nggak fully booked di Agustus & September? Mungkin gue dan Roy nggak bakalan dapet tanggal cantik. Tambah lagi, belakangan juga gue baru tau, bahwa tanggal nikahan kami berjarak tepat sebulan dengan tanggal pernikahan kakaknya Roy. Jadi rayainnya bisa patungan deh, horeee!

Berkat mundur ke Oktober juga, gue dan Roy punya lebih banyak waktu buat nyiapin semua-muanya. Mental, duit, dan seterusnya. Milih vendor pun bisa bertapa dan berembuk dulu karena kami nggak dikejar waktu.

So practically, it’s a blessing in disguise.

At the end, ganti tanggal nikahan bukan masalah besar kok. Daripada ganti mempelai? Ya kan?

PS: Tulisan ini dibuat oleh Sarah Puspita untuk segmen “Kata Sarah” pada blog saputraroy.com. Untuk membaca tulisannya yang lain dapat berkunjung ke sarahpuspita.com.


Anekdot Favorit

$
0
0

Anekdot di bawah ini bukanlah karya gua. Gua hanya pernah mendengarnya dan ingin meneruskannya ke teman-teman semua. Alasan gua ingin meneruskannya adalah, karena meski hanya pernah mendengarnya satu kali, namun sampai hari ini, anekdot ini masih membekas di hati.

Jadi, selamat membaca anekdot favorit gua.

asiong

Sebutlah Asiong, seorang anak warga negara Indonesia keturunan Cina yang berusia 8 tahun. Saat ini, Asiong menginjak bangku kelas 2 Sekolah Dasar, yang membuat ia kadang dimarahi gurunya. Bangku kok diinjak-injak?

Diceritakan Asiong sangatlah perhitungan. Mungkin karena darah Cina yang mengalir dalam darahnya, mungkin juga karena Asiong sering membantu Mama-nya di toko, atau karena sejak kecil Asiong hobi nyemil tombol kalkulator. Ga heran, nilai pelajaran menghitung Asiong selalu bagus di sekolah.

Suatu pagi, sebelum Asiong berangkat sekolah, menulislah ia di secarik kertas. Selesai menulis, kertas itu ia lipat rapih dan tinggalkan di atas meja belajar dalam kamarnya. Sebelum beranjak keluar, Asiong membubuhkan besar-besar di bagian atas kertas yang terlipat. ‘Untuk Mama’, begitu tulisnya.

Sekitar jam 10 pagi, setelah Asiong berangkat sekolah, masuklah Mama Asiong ke dalam kamar. Saat sedang asik menyapu, Mama Asiong menemukan selembar kertas yang ditinggalkan Asiong tadi pagi. Hampir saja Mama Asiong membuang kertas itu, sampai matanya menangkap tulisan yang dibubuhkan dengan jelas di bagian atas. Dengan harap-harap cemas, Mama Asiong membuka kertas dan membacanya dalam hati.

“Mama.

Kemarin Asiong bantuin Mama nyapu. Mama hutang Asiong jasa nyapu. Mama hutang Asiong 10 ribu.

Dua hari lalu, Mama minta Asiong beli telur di warung. Mama hutang jasa jalan ke warung. 10 ribu.

Satu minggu yang lalu, waktu Mama sakit, Mama minta Asiong beli obat di apotek. Mama hutang Asiong 10 ribu.

Jadi, total, Mama hutang Asiong 30 ribu. Ditunggu ya, Ma. Asiong mau beli mainan.”

Mama Asiong hanya bisa tersenyum geli, merogoh saku, menaruh uang, mengambil pinsil dan kertas, lalu menuliskan pesan balasan untuk Asiong. Setelah beberapa menit, Mama selesai menulis, melipat kertas menjadi 2 bagian, dan meletakkannya di atas meja belajar. Agar tidak salah dan terbuang, Mama membubuhkan catatan di bagian atas kertas, persis seperti yang Asiong lakukan tadi pagi: ‘Untuk Anakku Tersayang’.

Siangnya, sepulang dari sekolah, Asiong kembali ke rumah dengan perasaan senang. Asiong tau Mama-nya pasti membayar hutang dan ia bisa membeli mainan yang sudah ia incar dari beberapa minggu lalu itu. Begitu masuk rumah, Asiong berlari menghamburkan diri ke kamarnya. Dengan cekatan, Asiong melempar tas ke lantai dan mencari uang hasil pembayaran hutang Mama-nya.

Harapannya terkabul. Di atas meja, tergeletak dengan manis tiga lembar uang 10 ribu. Asiong senang bukan kepalang. Ia melompat ke kanan dan ke kiri sambil terus menggenggam uangnya kencang-kencang. Di bayangan Asiong, mainan impiannya akan segera hadir, menghiasi rak kayu di pojok kamarnya.

Di tengah rasa senang yang menggelinjang, mata Asiong menangkap kehadiran selembar kertas di atas meja belajarnya. Tanpa berpikir apa-apa, Asiong segera mengambil kertas itu tanpa sedikitpun melepaskan uang dari genggamannya. Begini isi pesan Mama kepada Asiong.

“Asiong.

Ini uang 30 ribu dari Mama. Jadi, hutang Mama ke kamu sudah lunas ya. Nah, sekarang giliran Mama yang mau nagih daftar hutang Asiong ke Mama.

Sembilan tahun lalu, Mama mengandung Asiong. Mama selalu mual dan tidak enak badan. Beberapa kali Mama sampai harus seharian berbaring di kamar. Jadi, Asiong hutang mama jasa mengandung. Hutang Asiong ke Mama, 0 rupiah.

Delapan tahun lalu, waktu Mama akan melahirkan Asiong, Mama sakit luar biasa dan harus bolak-balik ke dokter. Asiong hutang Mama jasa melahirkan. Hutang Asiong ke Mama, 0 rupiah.

Waktu Asiong masih kecil, Asiong suka menangis tengah malam dan Mama harus nimang-nimang serta jaga Asiong sampai Asiong tertidur kembali. Jadi, Asiong hutang Mama jasa menjaga. Hutang Asiong ke Mama, 0 rupiah.

Terus ingat ga waktu Asiong jatuh dari tangga dan kakinya berdarah? Mama yang gendong Asiong ke dokter dan beli obat setelahnya. Hutang Asiong ke Mama, 0 rupiah.

Jadi, total hutang Asiong ke Mama… 0 rupiah.”

Begitu selesai membaca pesan itu, Asiong berlari ke luar kamarnya. Tiga lembar uang 10 ribu masih tergenggam di tangannya, namun surat dari Mama-nya tertinggal, jatuh di lantai kamar. Asiong berlari dengan kencang. Di pikirannya kini hanya satu, ia ingin mencari dan memeluk Mama-nya.

“Mamaaa!” teriak Asiong.

Mama Asiong menoleh ke arah datangnya suara, “Ya, Nak?”

“Ini 30 ribunya,” ujar Asiong dengan berlinang air mata sambil menyerahkan uang ke tangan Mama-nya. Mama Asiong membiarkan uang itu jatuh di lantai. Ia memilih untuk memeluk anaknya dengan erat dan hangat.

“Kenapa? Katanya kamu mau beli mainan?” Giliran mata Mama Asiong yang mulai berkaca-kaca.

“Asiong… Asiong ga jadi beli mainan. Huhuhu. Mama… Mama ga hutang apa-apa sama Asiong.” Dengan sesengukan, Asiong melepaskan pelukannya dan menatap mata Mama-nya yang kini sudah berlinang, “Asiong sayang Mamaaa!”

Dengan pelan, Mama Asiong berbisik, “Mama apalagi.”

“Hanya memberi, tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia.” – Kasih Ibu


Oktober 2014!

$
0
0

September has ended! Someone, please wake Green Day up!

Anyway, ga terasa, 3 bulan lagi tahun 2014 akan selesai dan berganti jadi tahun 2015. Gimana, resolusi udah kelar? Badan masih sehat? Status udah berubah? Kerjaan beres semua?

Gua sendiri sangat disibukkan dengan kerjaan kantor 2 bulan belakangan ini. Pun dengan Toko Bahagia dan FMB Consultant. Aktivitas dan persiapan kedua usaha sampingan itu ga jarang menyita waktu gua. Tapi di balik hujan besar, pasti ada pelangi. Harapannya di bulan Oktober ini, semua bisa berjalan normal dan hasilnya udah bisa mulai dipetik. Jadi, gua bisa lebih punya waktu mengisi blog ini dengan postingan-postingan seru.

Kalo kalian perhatikan, di tahun 2014 ini gua lagi belajar untuk lebih sering bikin postingan yang bisa bikin ngikik. Karena harus gua akui, jumlah postingan-postingan ngawur terus berkurang, terutama di tahun 2013 kemarin.

Dulu, sebelum gua memutuskan hiatus menulis bloh selama tahun 2010-2011, blog ini penuh sama cerita-cerita absurd yang entah kepikiran dari mana. Baik itu pengalaman pribadi yang sedang apes atau cerita fiksi yang dibuat super ngasal. Buat temen-temen yang udah baca blog ini dari tahun 2010 ke bawah, pasti tau kegemaran gua akan cerita ngawur dengan tokoh utama setan atau parodi film horor yang lagi tayang di pasaran. Semua gua tulis dengan lepas dan tanpa ekspektasi apa-apa.

Untuk mengobati rasa kangen menulis random itu, gua akan coba nulis yang ngawur-ngawur lagi di blog ini. Entah kisah si Pocong dan di Kunti, catatan perjalanan yang ngasal, atau cerita harian yang kadang ngaco juga.

Kalo ga ada halangan, gua mau cerita soal pengalaman gua berobat bulan lalu, catatan perjalanan saat ke salah satu kuil paling masyur di Jepang, serta pemikiran acak yang terjadi saat gua nonton konser Sheila on 7 bulan lalu. Semoga semua calon tulisan tadi bisa membuat temen-temen semua nyengar-nyengir pas baca ceritanya nanti.

Tapi ga semua postingan gua di bulan ini bakal ngawur. Seperti biasa, tetap ada postingan-postingan santai tentang kehidupan yang bakal gua bahas di blog ini. Kolom-kolom tetap pun bakal masih ada untuk menghibur teman-teman semua. Jadi, tungguin ya.

Oiya, untuk reminder, kalian bisa jadi yang pertama tau postingan-postingan paling baru dari blog ini dengan beberapa cara. Satu, follow blog ini dengan meng-klik kata “Mau!” di sidebar sebelah kanan (desktop view only). Dua, like Facebook page blog ini di facebook.com/saputraroydotcom. Atau tiga, follow akun Twitter gua di @saputraroy yang sering nge-share link tulisan terbaru dari blog ini. Oke?

Dan seperti biasa, sebelum gua menutup postingan kali ini dengan cover edisi Oktober 2014, ijinkan gua untuk merekap perjalanan saputraroy.com pada bulan September 2014:

  • Ada 8 postingan di bulan September yang semuanya publish di jam cantik 11:11 WIB.
  • Postingan bulan September dengan traffic tertinggi adalah Konser Idola Nomor Wahid dengan total view sampai dengan hari ini sejumlah 574 views.
  • Referrers paling rame datang dari search engine (Google, Yahoo, Bing, dll.) yaitu sebanyak 4,973 dan peringkat kedua diduduki oleh Twitter sejumlah 643.
  • Total traffic untuk bulan September kemarin mencapai 14,535 views, dengan rata-rata 485 views per harinya.

Semoga dengan tema bulan ini, kalian makin betah main di sini dan bersama-sama kita pecahkan pencapaian bulan-bulan lalu.

Jadi, ini dia tema saputraroy.com bulan Oktober 2014:

“Let’s be happy”

cover oktober

Gambar adalah milik pribadi yang diambil saat photo session #KaosBahagia edisi kedua. #KaosBahagia bisa dibeli di toko-bahagia.com.


Curcong Part II

$
0
0

Pernah baca postingan ini? Jika udah pernah, maka anggap aja postingan ini sebagai kelanjutan kisah si Pocong dan Kunti yang mulai kehilangan job di dunia entertainment Indonesia. Jika belum pernah baca postingan yang tadi, baca dulu dong ah.

kuburan

Alkisah, hiduplah sebungkus Pocong. Semasa jayanya, dia adalah seorang pemain film papan atas. Hampir setiap film horor Indonesia pasti menggunakan jasanya sebagai bintang utama. Bermacam rumah produksi dan belasan sutradara berebut untuk kerja sama dengannya. Mereka sampai harus antri jika ingin memasang namanya di credit title film. Aktingnya yang begitu meyakinkan dianggap dapat membius penonton pada masanya.

Tapi, itu dulu.

Kini Pocong udah jarang keliatan di layar lebar. Belakangan dia mengisi hari-harinya hanya dengan nge-gym dan masih berharap suatu hari nanti, tawaran main film akan datang lagi. Rambut ia potong dengan model hipster ala anak Brightspot. Kain kafan pun dia beli yang model slim fit. Biar ngebentuk badan, begitu katanya.

Di masa sulit ini, Pocong berbagi kontrakan dengan Kuntilanak. Dulu, dia dan Kunti –begitu panggilan mesranya– berbagi kamar apartemen. Namun karena ga kunjung dapet kerja, apartemen itu terpaksa dijual ke Fenny Rose di hari Senin. Sebagian uang hasil penjualan digunakan untuk ngontrak rumah di Bekasi, sementara sisanya dipakai untuk usaha percetakan. Kebetulan Pocong seorang lulusan Design Komunikasi Visual sebelum ia menemukan passion di bidang seni peran.

Bagai sudah jatuh tertimpa tangga, Pocong gagal dengan usahanya dan uangnya ludas tertelan inflasi. Kini yang Pocong punya hanya Kunti.

Meski sama-sama terpuruk kariernya, Kunti menanggapi hal itu dengan lebih santai. Kini Kunti jualan capucino cingcau di Bekasi. Jualannya ternyata cukup digemari. Saking ramainya, Kunti punya visi untuk memasyarakatkan capucino cingcau dan meng-capucino cingcau-kan masyarakat. Entah apa artinya, namun jargon itu terdengar cukup ambisius di telinga Kunti.

Usulan pindah ke Bekasi pun datang dari Kunti. Ide ini sempat ditolak oleh Pocong. Karena menurutnya, Bekasi itu jauh banget. Kalo Pocong naik ojek ke Bekasi, tukang ojeknya sampai harus pamitan dulu ke istri dan anaknya. Namun karena tuntutan ekonomi, mau ga mau, Pocong harus mengikuti usulan Kunti dan Bekasi kini jadi domisili mereka.

Di suatu sore yang naas, di teras kontrakannya di Bekasi, Pocong curhat sama Kunti. Tadinya mau curcol alias curhat colongan. Tapi karena topiknya seru, si Pocong akhirnya memilih untuk curpandik, alias curhat panjangan dikit.

“Kun,” panggil Pocong, “Kok tawaran main film ga dateng-dateng ya?”

“Perasaan dulu lu pernah curhat kayak gini deh,” kata Kunti seraya membuka laptop dan mengetik keyword curhatan pocong di tab search Google.

“Yang lalu biarlah berlalu, Kun,” potong Pocong, “Si Gurita aja ampe bisa bikin film Rumah Gurita. Padahal terakhir gua ngeliat dia di Sushi Tei, dia masih jadi lauk.”

“Mungkin mereka bosen kali ama lu, Cong,” jawab Kunti sambil menutup layar laptopnya, “Dulu kan film lu sering banget tuh. Dari yang horor beneran, horor komedi, sampe horor setengah bokep. Genre yang belum dicoba cuma tinggal horor syariah aja kayaknya.”

“Iya juga sih ya. Genre horor romantis dulu hampir jadi tuh. Gua masih inget tuh script-nya. Ceritanya gua sama Sundel Bolong jalan-jalan ke Paris. Mesra banget deh. Ciuman, gandengan tangan…”

“Cong.”

“Ya, Kun?”

“Gini ya. Pegangan tangan? TANGAN LO KAN KEBUNGKUS KAFAN, SETAN.”

“Nah makanya gagal jadi film, Kun. Kayaknya gandengan tangan di Paris itu secara sinematik kurang berasa ya?”

“Intinya sih,” ujar Kunti sambil memijat dahinya yang mulai berdenyut, “Film lu dulu tuh udah banyak banget. Malah ada yang sampe trilogi. Masa lu lagi-lu lagi?”

“Ah, anak jaman sekarang disuguhin Raditya Dika lagi-Raditya Dika lagi aja ga bosen-bosen. Masa mereka bosen sih ngeliat gua.”

“Eh, kalo ga lo coba bikin kayak si Raditya Dika aja tuh. Bikin webseries di Youtube dulu. Kalo udah banyak yang nonton, baru dah lo bikin film. Kayak Malam Minggu Miko. Ntar gue bantuin, Cong.”

“Nah, bisa tuh kayaknya! Gua langsung kepikiran nih webseries yang bakal beda dan baru banget! Yang orisinil abis!”

Kunti terdengar antusias, “Apa, Cong? Apa?”

“Malam Jumat Miko.”

“…”

“Ceritanya kayak Malam Minggu Miko cuma banyak adegan makan oroknya aja. Gimana?”

“Iya, Cong. Orisinil abis,” kata Kunti, sarkas.

Kunti memotong sebentar perbincangan ini dan menggonta-ganti televisi, mencari acara yang bermutu di saluran televisi lokal. Tiba-tiba Kunti dapat ide cemerlang.

“Mau nyoba sinetron ga, Cong?” tanya Kunti.

“Sinetron?”

Sepanjang hidupnya, ga pernah terbayangkan kalo Pocong harus main sinetron. Pocong sangat anti dengan sinetron. Menurutnya, sinetron di Indonesia di era sekarang udah sedikit sekali yang bermutu. Sinetron Indonesia terakhir yang bisa membuat Pocong menangis adalah sinetron dengan naga-naga. Sebagai lulusan Design Komunikasi Visual, Pocong menangis saat menonton sinetron itu sambil berujar dalam hati, “Kok ya naganya jelek amat sih?”

“Iya, sinetron,” lanjut Kunti, “Lu coba ikut casting Ganteng-Ganteng Srigala aja.”

“Ganteng-Ganteng Srigala? Sinetron macam apa itu? Judulnya aja udah aneh begitu. Jalan ceritanya…”

“Striping, Cong.”

“…pasti bagus sekali. Wah boleh lah gua coba, Kun. Ada kenalan orang dalem ga?”

“Ye, katanya judulnya aneh?”

“Ga apa-apalah Ganteng-Ganteng Srigala. Daripada Jelek-Jelek Miskin.”

Kunti menggaruk-garuk jidatnya, “Nanti gue coba telpon si Asiong deh. Kayaknya dia lagi ngurusin casting beberapa sinetron deh.”

“Iya, tolongin ya, Kun. Jadi naga yang terbang-terbang di belakang juga ga apa-apa deh.”

Tiba-tiba, di tengah percakapan yang membutuhkan intelejensia tinggi itu, Kunti kepikiran sebuah sinetron lain. Sebuah sinetron yang ga kalah happening-nya sama Ganteng-Ganteng Srigala.

“Gimana kalo lu ikutan casting sinetron CHSI juga, Cong?”

“CHSI? Itu semacam Crime Scene Investigation gitu kah?”

“Bukaaan,” balas Kunti, “CHSI tuh Catatan…”

“…Hutang Sang Iblis?” potong Pocong.

“Bukaaan!” jawab Kunti setengah teriak, “Catatan Hati Seorang…”

“…Ibunda Dorce?”

“BUKAAAN!” denyut di dahi Kunti makin mengencang, “Catatan Hati Seorang Istri. Sinetron yang lagi happening banget deh, Cong. Itu lho yang ada Mas Bram, Hana, sama Hello Kitty.”

“Wah, cocok lah. Kalo ada Hello Kitty, gua bisa lah kebagian peran pasangannya Hello Kitty.”

“Siapa, Cong?”

“Hellowin.”

“…”

“Kun? Marah ya?”

“…”

“Kun?”

“…”

Kunti memutuskan untuk rebahan di lantai dan pura-pura mati demi menghindari curhatan Pocong lebih lanjut. Perbincangan yang menggugah IQ itu pun akhirnya harus berhenti.

Beberapa bulan setelah obrolan itu, kabar terakhir mengatakan Pocong sempat ikutan casting beberapa sinetron berkat bantuan Asiong. Pocong gagal saat casting Ganteng-Ganteng Srigala, namun ia menemukan bahwa masih ada sinetron dengan judul berbau binatang lainnya, yang anehnya, juga ber-rating tinggi. Tapi lagi-lagi ia gagal di casting Manusia Harimau. Keluar dari ruangan casting terakhir, ia berharap masih ada sinetron berbau binatang lainnya yang membuka lowongan untuk dirinya. Entah itu Cinta Bocah Anoa, atau Unyu-Unyu Babi Rusa.

Namun sampai saat itu tiba, Pocong akan sering curhat ke Kunti dan berharap suatu hari nanti, curhatannya bisa dijadikan postingan oleh seorang blogger yang kurang kerjaan.

Amin.


Funny Things to be Told from Dracula Untold

$
0
0

DISCLAIMER: Buat yang belum nonton film Dracula Untold (rilis 2014), postingan ini akan berbau-bau spoiler. Jadi kalo udah baca ini terus merasa kok gua ngebocorin ceritanya, jangan marah-marah lalu bawa-bawa bambu ke depan rumah gua ya. I’ve warned you.

Hari Rabu kemarin, gua dan pacar memutuskan untuk nonton film Dracula Untold. Pemainnya ga ada yang gua kenal, sinopsisnya pun belom pernah gua baca. Dengan bermodal review singkat dari beberapa orang yang bilang kalo film ini bagus, gua dan pacar nekad untuk nonton.

Ternyata filmnya… bagus juga.

Dracula Untold bukanlah film horor, tapi film action drama yang berlatar perang kolosal antara bangsa Turki dan Transylvania. Inti cerita Dracula Untold sendiri tentang asal-usul kenapa Vlad alias Dracula, yang awalnya manusia, bisa berubah jadi vampire. Menariknya, film ini menceritakan sisi lain dari Vlad si Dracula yang ga pernah disorot sebelumnya.

Dracula di film ini ga digambarkan pake mantel merah-item dan berambut klimis kayak figur Dracula yang ada di film selama ini. Tapi Vlad dicitrakan macho dan laki banget. Kagak gliteran kayak Cullen bersaudara.

Selain karakter, di sepanjang film kita akan disuguhkan dengan scene-scene yang ga cuma membuat kita menarik napas, tapi juga memanjakan mata. Di beberapa adegan, si Vlad divisualisasikan heroik banget, entah dengan keluar dari kobaran api, atau dengan mantel yang tertiup-tiup angin.

Anyway, di luar kekerenannya, ternyata gua menemukan aspek kelucuan di beberapa adegan Dracula Untold. Entah emang adegannya yang membuka lobang begitu besar untuk diimajinasikan, atau fantasi gua aja yang terlalu liar. Eh tapi bukan berarti filmnya jelek lho. Seperti yang gua bilang di atas, filmnya bagus. Pas buat ditonton saat weekend bareng pacar atau rame-rame sama temen.

Lewat postingan ini, gua hanya ingin menceritakan kembali hal-hal lucu yang gua temukan selama nonton Dracula Untold. Semoga bisa menghibur.

Here we go.

Dracula-Untold-Wallpapers

1. Perjalanan ke gunung

Film dibuka dengan adegan Vlad menemukan helm tentara Turki di hilir aliran sungai. Vlad menerka bahwa ada tim pengintai Turki lain yang nongkrong di gunung itu. Mungkin di sana ada Seven Eleven, dan beberapa tentara Turki lagi asik duduk-duduk sambil makan chiki pake keju.

Karena penasaran, Vlad pergi ke gunung ditemani oleh 2 orang ajudannya. Diceritakan, tau-tau mereka bertiga nyampe di depan goa gunung itu tanpa usaha yang berarti. Di sanalah, dia ketemu vampire generasi pertama. Masih gres, kotaknya aja masih ada.

Beberapa adegan berikutnya, Vlad kepingin ketemu lagi sama vampire generasi pertama tadi. Vlad bertujuan mau minta kekuatan si vampire demi bisa melawan pasukan Turki. Lucunya, di adegan kali ini, dia harus susah payah manjat gunung yang berbatu-batu biar bisa sampe ke goa yang tadi.

Perasaan pertama kali ke sini gampang banget nyampenya, kok yang kedua kali ini ribet banget ya? Ini si Vlad salah nge-set Waze apa salah naik angkot sih?

2. Seribu tentara pertama

Diceritakan Mehmed, sultan Turki, minta Vlad untuk menyerahkan 1,000 anak cowok agar bisa dijadikan tentara, termasuk anak Vlad sendiri. Awalnya Vlad terlihat tenang dan akan mengikuti kemauan Mehmed. Gua sempet mikir, diminta anaknya kok malah tenang? Jangan-jangan si Vlad salah paham?

“Sultan Mehmed meminta 1,000 anak.”

“Anak ayam?”

“Anak laki-laki, TAPIR!”

“Ooo, anak tapir…”

“…”

Ternyata Vlad sepenuhnya sadar. Meski di awal sepertinya ia mau bekerja sama, tapi belakangan baru diketahui kalo Vlad ga mau ngasih 1,000 anak cowok ke Mehmed. Hal ini tentunya bikin Mehmed naik pitam. Untuk menunjukkan kemarahannya, dikirimlah 1,000 pasukan untuk menyerang kerajaan Vlad.

Di titik ini, Vlad udah menerima kekuatan vampire yang ratusan kali lebih kuat dari manusia biasa. Karena udah berasa jago, Vlad nekad menghadapi 1,000 tentara sendirian. Iya, sendirian, Bro.

Kebayang ga sih, seribu lawan satu? Waktu kuliah, gua kerja kelompok bersepuluh ngerjain 1 topik aja udah bingung gimana bagi tugasnya. Saking anggotanya kebanyakan, di kelompok tugas kuliah gua dulu, ada yang kerjaannya cuma bikin daftar isi sama ngejilid proposal!

Lah ini seribu lawan satu? Gimana coba bagi tugasnya?

Pasti ada 1-2 orang dari seribu itu yang ga tau mesti ngapain. Mungkin mereka anak management trainee yang baru masuk 2 hari di pasukan Turki terus langsung disuruh nyerbu Transylvania. Ketika 998 orang lainnya sibuk ngepung Vlad, bisa aja yang 2 ini malah asik ngobrol di tengah pertempuran.

“Bro, kita ngapain nih enaknya? Magabut gini.”

“Cari kerja baru aja apa nih? Mumpung probation belom lewat. Coba lu buka LinkedIn.”

“Lah kita kan ada ikatan dinas 2 tahun, Bro. Kagak boleh resign. Kalo mau berhenti, mesti bayar pinalti. Lu ga baca kontraknya ya?”

“Ah, tau gitu gue abis lulus kuliah langsung kawin aja!”

“Bro, bro, itu si Vlad ngedeketin kita nih. Mati dah! Aaak!”

“VLAD! GUE BELOM KAWIN, VLAAAD! AAAK!”

Bisa aja kan?

3. Seratus ribu tentara berikutnya

Setelah gagal di penyerbuan yang pertama, Mehmed berikrar untuk menyerang Vlad kembali. Kali ini dengan 100,000 tentara. Tentaranya banyak banget deh. Gua sempet curiga jangan-jangan si Mehmed ngumpulin tentara sebanyak itu pake sistem multi level marketing. Bisa aja kan di situ sore yang cerah, dengan kasualnya Mehmed nyamperin 2-3 orang terus membuka pembicaraan dengan kalimat, “Bro, mau punya kapal pesiar?”

Kocaknya lagi, karena tersebar kabar burung kalo si Vlad ini udah jadi monster, maka Mehmed memakai strategi maut. Dia menutup mata semua tentaranya!

“You can not fear something you can not see,” begitu kata Mehmed Teguh. Salam super.

Lalu berbarislah seratus ribu tentara dengan mata ditutup kain. Seratus ribu itu banyak banget lho. Pasti ada 1-2 orang yang ngedumel kenapa mereka mesti perang sambil ditutup matanya.

“Bro, kok mata kita ditutup sih? Perasaan dulu di kontraknya kagak ada klausul tutup mata deh.”

“Iya nih. Tau gini gua ikut ODP Bank Mandiri aja deh. Ketzel.”

“Lah jadi tentara kan PNS, Bro. Lu mau lepas status PNS? Apa kata calon mertua lu nanti?”

Dan kalo seribu aja udah bingung bagi tugasnya, apalagi seratus ribu?

“Ya, kamu yang pake Wakai beli 2 gratis 1. Kamu sama 200 yang berdiri di sebelah kamu bertugas untuk serang sebelah kanan biara.”

“Siap, Pak!”

“Nah kamu yang rambutnya pirang ngecet sendiri. Kamu sama 100 orang lainnya jadi tim penyemangat ya. Bikin yel-yel atau apalah. Yang penting bisa bikin semangat. Nah, yang duduk di pojokan, kamu bagian doa, nah yang sebelahnya bagian bilang amin.”

“Pak, saya ngapain, Pak?”

“Kamu tarik napas aja lah.”

“Siap, Pa–“

“Tapi jangan dihembus! Nah, kamu yang di sebelahnya! Kamu yang hembusin!”

Yang lebih bikin gua ngikik adalah ketika si Mehmed Teguh salam super ini berkoar-koar membakar semangat pasukannya. Karena semua mata pasukannya ditutup, Mehmed berjanji akan berjalan di depan, menuntun mereka supaya ga takut. Setelah teriakan tanda setuju, maka bergeraklah 100,000 tentara dengan gagah perkasa. Lalu kamera menyorot keseluruhan pasukan, dan nampaklah si Mehmed naik kuda… di barisan paling belakang.

Si kampret ngemeng doang ternyata.

Mungkin ini alasan kenapa mata para pasukannya ditutup. Kalo pada melek, bisa-bisa si Mehmed diarak pake bambu.

4. Mirena jatuh

Di bagian akhir, diceritakan Vlad udah hampir berhasil menaklukkan kutukan vampire-nya. Syarat dan ketentuan kutukannya bilang, jika dalam 3 hari Vlad mampu menahan hasrat minum darah manusia, Vlad bisa kembali menjadi manusia.

Saat dikit lagi matahari hari keempat terbit dan kutukan itu hilang, Mirena (istri Vlad) terjatuh dari puncak biara tempat mereka bersembunyi. Jatuhnya kayak ratusan meter gitu deh. Jauh banget. Saking jauhnya, kalo di Kapten Tsubasa, jatuhnya Mirena bisa jadi 1 episode sendiri kayaknya.

Akhirnya, sekian menit berikutnya, Mirena mendarat di tanah. Dengan sisa-sisa napas terakhir, Mirena bilang, demi bisa menyelamatkan anaknya yang diculik Mehmed, Vlad harus minum darahnya biar bisa jadi vampire lagi. Atau dalam kata yang lebih singkat, Mirena bilang ke Vlad,

“Bro, lembur, Bro.”


46 Hal yang Jangan Dilakukan Ketika Ketemu Pocong di Tengah Jalan

$
0
0

1. Mengajaknya berjabat tangan. Kan tangannya kebungkus, cuy.

2. Menyapanya, lalu bertanya, “Anak sevel mana lo?”

3. Menawarinya MLM. Karena percayalah, meski diiming-imingi bisa dapet kapal pesiar, si Pocong ga bakal bisa nyetirnya. Lihat poin 1.

4. Mencegatnya di tengah jalan lalu bilang, “Sore, Kakak. Bisa bicara sebentar? Dua menit aja kok. Kita ga jualan kok, Kak.”

5. Curhat.

6. Membaca ayat kursi. Lalu sesaat sebelum amin, mengarahkan mic ke arah Pocong sambil berkata, “Mana suaranyaaa?”

7. Melambai-lambaikan tangan ke kamera. Hanya lakukan ini jika sebelumnya udah bertemu Harry Panca, Toro Margens, atau tim Pemburu Hantu. Jika belum, lupakan.

8. Menatapnya dari atas ke bawah lalu berkata, “Kamu tuh ga cocok kerja di air.”

9. Mengendus-ngendus lalu bilang, “Bro, tau teknologi terkini yang bernama deodorant?”

10. Membaca doa yang salah. Misalkan abis doa kok tiba-tiba terasa laper, itu artinya salah doa. Itu doa buka puasa.

11. Atau abis doa kok tiba-tiba konak. Itu doa sebelum senggama.

12. Berteriak, “Ada kuntilanaaak!” Kasian, nanti dia minder berasa kehilangan jatidiri.

13. Langsung nelpon mantan dan bilang, “Eh, gue ngeliat cowok baru lu nih.”

14. Minta korek.

15. Atau minta folbek.

16. Atau combo keduanya.

17. Saat si Pocong melompat-lompat mendekat, malah teriak, “Yak, kiri, terus, terus, terus, balas dikit, yak, stop! Pre ya, Bang. Jangan rem tangan.”

18. Berteriak, “Pait! Pait! Pait!” Ini bukan lebah, cuy.

19. Saat Pocong semakin mendekat, malah bertanya, “Mau ketemu saya? Sebelumnya udah bikin appointment sama sekretaris saya?”

20. Atau bertanya, “Pap selfie dong, Kak!” Ini bukan ask.fm.

21. Teriak, “Setaaan!” Kalo Pocong-nya nyaut, “Ya, saya?” kan bingung gimana nanggepinnya.

22. Berdiri di tempat dan saat si Pocong semakin mendekat, malah bilang, “Maaf, aku sudah ada yang punya. Kita temenan aja ya?”

23. Gagal mengeluarkan jurus mustika. Mustikabur.

24. Minta dianterin ke Bekasi. Kasian Pocong-nya. Jauh. Mending ke akherat. Lebih deket kayaknya.

25. Pas teriak ketakutan, bawa-bawa perasaan. Baper deh.

26. Menebar ranjau paku.

27. Mengajaknya untuk sama-sama stalk timeline mantan. Dan di tengah kegalauan yang teramat sangat, kepencet favorite. Mamam.

28. Mencoba mengobati nanah dan borok pada pipi Pocong. Lalu berkomentar, “Kulitmu kok ya begini amat sih, Cong? Mau coba Mastin?”

29. Mengajaknya bermain cang-kacang-panjang. Udah pasti menang, soalnya. Lihat poin 1.

30. Saat si Pocong udah dekat, malah komentar, “Wuih, kafannya bagus. Beli di mana nih? Tanah Abang?”

31. “Atau online shop? Gratis ongkir ga?”

32. Foto si Pocong, lalu twitpic dengan caption, “Kasian udah meninggal. Padahal waktu berangkat dari Bekasi masih hidup.”

33. Memberi usul untuk memodifikasi kain kafan Pocong seperti yang sedang nge-trend dilakukan oleh beberapa orang belakangan ini. “Cong, gimana kalo kain kafan lu, ditempelin stiker Hello Kitty?”

34. Mencari-cari Komeng, sambil berharap ternyata hanya lagi masuk acara Spontan Uhuy di SCTV.

35. Bertanya apa kabar rekan-rekannya yang lain, seperti Kuntilanak, Tuyul, Babi Ngepet, Genderewo, dan Suster Ngesot, sambil mesen kopi dan pisang goreng.

36. Mengajaknya untuk nonton sinetron hidayah. Saat adzan. Di masjid. Bareng ustad.

37. Menasehati Pocong supaya jangan terlalu sering keluar malam. Ga bagus buat kesehatan dan image-nya nanti.

38. Ketika Pocong lagi lompat-lompat, berinisiatif untuk mengambil karung dan ikutan lompat di sampingnya. Meski jiwa kompetitifmu sangat tinggi, tapi ga gitu-gitu amat kali.

39. Mencoba membuka iketan Pocong dan berharap ada lemper di dalamnya.

40. Atau arem-arem.

41. Saat Pocong selesai melompat, diam sejenak, mengamatinya dengan seksama, lalu berkomentar, “Kalo saya sih No. Ga tau deh gimana Mas Dhani.”

42. Menanyakan apa hak-hak anggota DPR.

anang

43. Menutup mata, mengambil kanvas, lalu melukis penampakan kayak tim Pemburu Hantu.

44. Atau berusaha memasukkan Pocong ke dalam botol.

45. Botolnya botol yakult.

46. Memikirkan 46 hal yang jangan dilakukan ketika bertemu Pocong di tengah jalan sambil mengambil langkah seribu. Dan saat udah tiba di rumah, memutuskan untuk menuliskannya di blog beberapa Kliwon kemudian.



Gerakan Senyum Massal

$
0
0

Udah lama juga gua ga nonton stand up comedy special secara langsung. Acara terakhir yang gua tonton adalah Stand Up Fest sekitar bulan Juni lalu. Makanya begitu Aethra Learning Center mengadakan stand up special Gerakan Senyum Massal, gua dan pacar ga ingin melewatkannya.

Setelah sukses dengan Mentertawakan Indonesia tahun lalu, Aethra Learning Center kembali menggelar acara serupa di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki. Namun berbeda dengan pergelaran sebelumnya, kali ini banyak kursi yang masih kosong. Entah karena harga tiketnya yang semakin mahal atau karena animo akan stand up comedy itu sendiri yang semakin berkurang.

Acara ini sendiri diliput oleh Kompas TV dan rencananya akan disiarkan. Jadi, bagi kalian yang kelewatan, bisa nonton siaran taping-nya di Kompas TV nanti.

Sekitar pukul setengah delapan malam, acara yang ditunggu-tunggu pun dimulai dan dibuka oleh juara 2 Stand Up Comedy Indonesia season 2 yang digadang-gadang sebagai seorang komika yang pintar, Gilang Bhaskara.

Ini adalah kali pertama gua menonton Gilang secara penuh, dari awal sampai selesai. Terakhir kali gua nonton Gilang adalah ketika Stand Up Fest, tapi itupun hanya setengah karena gua udah jenuh dengan performa line up sebelumnya dan memutuskan untuk pulang aja.

Dari penampilannya di Gerakan Senyum Massal, gua mengamini yang selama ini dikatakan orang-orang tentang Gilang. Gilang memang seorang komika yang pintar. Premis-premisnya beda dan banyak banget lubang yang bisa dihajar dengan punchline. Topik yang diangkatnya ga umum tapi tetap dekat dengan keseharian kita.

Namun sayang, dengan set up yang sekaya itu, kadang delivery-nya nanggung dan kurang ekspresif. Gua yang mau ketawa lepas jadi agak tertahan karena punchline-nya ga semenonjok yang gua harapkan.

Tapi overall, malam itu Gilang udah jadi pembuka yang cukup berhasil. Bit favorit gua adalah ketika Gilang bercerita tentang penerbangan tersingkat di dunia, antara pulau Inggris dengan sebuah pulau yang berada di utaranya. Dari take off sampai landing hanya perlu 2 menit dan lama di udaranya hanya 47 detik!

“Penerbangan kayak gini cuma ada di luar negeri. Kalo di Indonesia, bisa-bisa lamaan delay-nya daripada terbangnya.”

Bayangan akan seberapa cepatnya pramugari menyapa penumpang dan aktivitas buka tutup kabin yang seolah sia-sia, menjadikan bit itu sepertinya favorit semua orang.

Selesai dengan Gilang, dengan dijembatani Pandji Pragiwaksono sebagai MC, masuklah komika kedua: Ernest Prakasa.

Malam itu Ernest tampil sebagaimana Ernest biasanya. Materinya masih seputar pengalaman dan pengamatannya akan hubungan antar manusia. Bapak anak, suami istri, atau teman-teman sepergaulan. Cara penyampaiannya masih sama. Santai dan kayak orang lagi ngajak ngobrol. Ga terburu-buru dan artikulasinya pun jelas. Tekniknya juga lengkap. Jika dibandingkan head to head dengan Gilang, terlihat jelas bahwa jam terbang memang ga akan bohong.

Bit favorit gua malam itu adalah perbedaan hukuman yang diberikan oleh orang tua jaman dulu dengan jaman sekarang.

“Hukuman paling berat buat gue dulu itu dipukul sama sapu. Kalo sekarang, hukuman terberatnya anak gue tuh gue kunciin di kamar mandi. Dulu mah dikunci di kamar mandi itu hukuman yang paling ringan.

Ernest, kamu masuk kamar mandi!

YES! Cuma kamar mandi! Kamar mandi, kamar mandi!

Tunggu Papa di situ sambil Papa nyari sapu dulu!

Sekitar jam setengah sembilan malam, giliran Sammy Notaslimboy yang ditampuk untuk mengocok perut penonton. Sama seperti Ernest, Sammy tampil sebagaimana Sammy biasanya. Sammy melempar opini-opininya sambil setengah “marah-marah” namun tetap berhasil menggoyang Graha Bhakti Budaya.

Topik-topik Sammy masih berkutat di sekitar sosial politik. Meski begitu, bit favorit gua justru ketika Sammy bercerita tentang dinamika keluarganya. Hubungan Sammy dengan anaknya yang diperlakukan seperti orang dewasa berhasil membuat gua tertawa geli beberapa kali.

Malam itu, Sammy tampil dengan liar. Entah dorongan kadar alkohol dalam darah atau kegelisahan yang ga kunjung selesai yang membuatnya begitu lepas dan tanpa batas. Mungkin Sammy lupa kalo acara ini nantinya akan ditayangkan di televisi nasional. Dan entah di pojokan mana, ada seorang editor Kompas TV yang sedang merengut kebingungan gimana menyensor bit-bit Sammy nanti.

Kelar dengan keganasan Sammy, masuklah komika penutup malam itu: Ryan Adriandhy.

Penampilan Ryan malam itu seolah mengingatkan semua penonton kenapa dia layak jadi juara 1 kompetisi Stand Up Comedy Kompas TV season 1. Jika Ernest banyak mengamati hubungan manusia, maka Ryan membawa hal tentang pengamatan ini ke level berikutnya. Ryan mengamati benda.

Dengan cermat, Ryan ngebahas hal-hal yang ada di kehidupan sehari-hari namun sering terlewatkan. Contohnya ketika Ryan ngebahas tulisan “sobek di sini” pada sambel sachet.

“Kalo ketemu yang buat tulisan itu, gue pengen bilang makasih. Soalnya kalo ga ada dia gue ga akan pernah tau gimana cara buka sambel sachet. Gue pikir selama ini mesti diledakin pake petasan.”

Sarkasme level Ryan terus berlangsung ketika ia membahas tulisan “buat antrian di sini” di bioskop atau “pintu harus selalu dalam keadaan tertutup” di rumah sakit. Pembahasan yang terus menerus membuat gua ngakak dan berkata dalam hati, “Eh, iya juga ya.”

Dan saat kepala gua sedang menyimpulkan bahwa Ryan adalah komika terbaik malam itu, lagi-lagi Ryan memberi kejutan. Seolah ingin menantang dirinya sendiri, kali ini Ryan membawakan bit-bitnya dengan metoda yang belum pernah gua lihat sebelumnya: papan sketsa.

Ada belasan bit singkat tentang pengamatannya akan hal-hal kecil yang sukses mengocok perut penonton. Mulai dari pribahasa tong kosong, lipstick warna nude, serta lomba antonim dengan Cakra Khan.

“Jangan pernah lomba antonim dengan Cakra Khan.

Ku berlari?

Kau terdiam!

Ku menangis?

Kau tersenyum!

Ku berduka?

Kau bahagia!

Ku pergi?

Kau kembali!”

Ketika bit itu selesai dijabarkan, gua nyaris terjungkal dari kursi karena tawa yang terlalu hebat. Malam itu, bukan hanya jadi yang terbaik, tapi Ryan seperti berada di level yang berbeda dengan 3 komika sebelumnya. Sebuah penampilan yang membuat gua menanti-nantikan kapan Ryan bikin stand up special lagi di Jakarta.

gerakan senyum massal

Sekitar pukul sepuluh malam, rangkaian acara pun usai. Sesaat sebelum penonton meninggalkan ruang pertunjukan, Pandji menutup dengan menyampaikan 3 cara mudah untuk bahagia. Gua lupa poin pertama dan keduanya, tapi poin ketiga yang disampaikan Pandji adalah untuk selalu tersenyum setiap hari. Karena siapa tau, ada orang di luar sana yang menjadikan senyum kita sumber kebahagiaan mereka.

Dan siapa tau, acara ini bisa jadi sumber senyum kita semua. Itulah mengapa stand up special kali ini diberi tajuk Gerakan Senyum Massal.

Gua sih ga setuju dengan namanya. Karena jika melihat reaksi penonton malam itu, sepertinya ada nama yang lebih cocok untuk disematkan bagi acara ini. Sebuah nama yang lebih pas ketimbang Gerakan Senyum Massal.

Gerakan Ngakak Massal.


November 2014!

$
0
0

Ga terasa, sekarang udah bulan November 2014 aja. Itu artinya, udah nyaris 2 tahun gua main tema-temaan gini di saputraroy.com.

Bagi yang belum tau, blog gua punya tema bulanan yang jadi benang merah postingan utama di bulan tersebut. Misalnya tema bulan ini tentang cinta, maka akan ada 2-4 postingan utama yang bercerita seputar cinta dan keluh kesahnya. Buat yang ketinggalan, kalian bisa liat rekap tema bulanan yang pernah gua angkat di halaman Edisi Bulanan.

Dan seperti yang gua bilang di atas, ga kerasa udah hamper 2 tahun blog ini punya tema setiap bulannya. Semua bermula di bulan Desember tahun 2012. Waktu itu, gua lagi mikirin apa yang bisa membuat blog gua berbeda dibanding blog lainnya. Di hari entah yang ke berapa, tercetuslah ide ini. Blog gua akan jadi blog personal pertama di Indonesia yang menganut konsep e-magazine: ada tema dan cover bulanannya.

Gara-gara ditemain gini, hasrat gua untuk menulis makin tinggi. Ide-ide di kepala yang tadinya acak, jadi tersusun rapih karena dipagari oleh tema bulanan. Kadang, gua seperti ditantang untuk menulis dengan batasan-batasan tema yang malah membuat gua semakin terpacu. Sebagai bonusnya, penghasilan tambahan yang dihasilkan blog ini juga sedikit banyak melecut gua untuk terus menulis.

Tapi dua bulan terakhir ini, konsistensi menulis gua teruji oleh kondisi kesehatan yang lagi drop. Udah 2 bulan terakhir ini badan gua lagi ga bisa diajak kompromi, sampai-sampai gua harus bed rest dan ga masuk kantor beberapa hari.

Alhasil, bulan kemarin gua hanya publish 5 postingan, rekor jumlah postingan tersedikit dalam sebulan sejak gua main tema-temaan di blog ini. Rencana gua buat nulis tentang cerita berobat, konser musik, dan perjalanan ke kuil jadi buyar semua gara-gara kesehatan gua ini. Bahkan gua gagal menyajikan postingan akhir bulan yang biasa gua publish untuk menutup tema bulanan.

Semoga bulan-bulan ke depan kesehatan gua udah kembali seperti semula dan bisa menulis lagi dengan rutin di sini. Doakan saya ya. Saya pasti bisa.

Nah di bulan November ini, sambil menunggu kondisi kesehatan gua kembali prima, gua akan lebih banyak bernostalgia. Cerita-cerita yang pernah gua angkat secara komersil, akan gua tuangkan cuma-cuma lewat blog ini. Cerita perjalanan gua yang dulu-dulu akan gua ceritakan di bulan ini. Semua tentang kisah jaman dulu. Semua tentang nostalgia. Nostalgia yang gila-gilaan.

On a lighter note, gua ada pengumuman kecil nih terkait blog ini. Segmen tetap wawancaur, dengan berat hati, akan gua pensiunkan untuk sementara waktu. Gua akan nyari segmen tetap baru yang bisa ngasih kesegaran baru buat teman-teman pembaca. Segmen “beberapa hal yang jangan dilakukan” juga ga akan gua keluarkan ga setiap bulan, biar teman-teman pembaca ga bosen juga. Doakan gua ketemu format segmen baru yang ga kalah serunya dengan 2 segmen di atas ya!

Dan seperti biasa, sebelum gua menutup postingan kali ini dengan cover edisi November 2014, ijinkan gua untuk merekap perjalanan saputraroy.com pada bulan Oktober 2014:

  • Ada 5 postingan di bulan September yang semuanya publish di jam cantik 11:11 WIB.
  • Postingan bulan September dengan traffic tertinggi adalah Funny Things to be Told from Dracula Untold dengan total view sampai dengan hari ini sejumlah 873 views.
  • Referrers paling rame datang dari search engine (Google, Yahoo, Bing, dll.) yaitu sebanyak 5,245 dan peringkat kedua diduduki oleh Twitter sejumlah 508.
  • Total traffic untuk bulan September kemarin mencapai 15,290 views, dengan rata-rata 493 views per harinya.

Semoga dengan tema bulan ini, kalian makin betah main di sini dan bersama-sama kita pecahkan pencapaian bulan-bulan lalu.

Jadi, ini dia tema saputraroy.com bulan November 2014:

“Nostagila!”

cover november

Gambar latar adalah milik pribadi yang diambil saat #JalanJalanKemiskinan ke Belitung tahun 2011 lalu.


Dua Tangkup Cinta

$
0
0

Tik tok. Tik tok. Tik tok.

Lampu sen sebelah kiri berkedap-kedip. Sesekali gue memberi lampu dim, melempar kode ke tukang parkir yang sedang berdiri agak jauh. Sambil setengah berlari, ia melambai-lambaikan tangannya, menunjukkan slot kosong, tidak jauh dari posisi gue sekarang.

Suara klakson terdengar riuh di belakang. Para warga Jakarta yang terkenal tidak sabaran itu mulai menunjukkan jati dirinya. Maklum, sih, Jalan Sabang ini memang sempit untuk ukuran jalan tujuan wisata. Apalagi ini hari Sabtu. Sudah banyak rentetan mobil yang ingin bermain di Jalan Sabang atau sekadar ingin lewat.

“Cerewet,” ujar gue sambil memasukkan mobil ke spasi yang tukang parkir tadi tunjukkan. Rem tangan gue tarik. Jendela gue turunkan untuk melihat posisi parkir. Miring. Ah, bodo deh. Gue sudah tak sabar untuk masuk dan makan. Perut ini manja, minta diisi cemilan ringan sedari tadi.

Tempat yang gue tuju adalah sebuah kedai kopi. Cukup ramai karena pemiliknya itu seorang pembaca berita di salah satu televisi swasta dan, kebetulan juga, seorang selebriti Twitter. Kedai ini ramai dibahas di timeline, maka tak heran banyak orang penasaran dan ingin mencoba. Gue salah satunya. Berawal dari penasaran, kini jadi pengunjung rutin karena satu alasan.

Bukan, bukan karena kopinya. Tapi, karena setangkup roti panggang berisi selai srikaya. Kaya toast. Begitu kedai ini menamainya di buku menu.

Krincing!

Suara lonceng kecil berbunyi setiap pintu kedai itu terbuka. Mata gue langsung menyisir isi kedai, mencari kursi kosong. Ah, itu ada satu. Gue langsung menuju ke sana dan menaruh pantat di sofa merah, meja paling pojok.

“Mau pesan apa, Mas Aji?” tanya pelayan yang langsung mendekat ke arah meja gue. Dia hafal nama setiap pelanggan yang sering kemari.

“Kayak yang biasa,” jawab gue singkat.

“Satu kaya toast dan soda botolan?”

“Iya.”

Si Mbak tersenyum seraya mengambil menu dari atas meja. Mata gue kembali menyisir isi kedai. Sebetulnya tempat ini cenderung kecil. Hanya berukuran 3 x 7 meter. Pemiliknya mengakali dengan memasang cermin di satu sisi kedai dengan sofa merah yang membujur panjang di bawahnya. Sedang di sisi satunya ada kursi dan meja kayu kecil untuk ukuran 2 orang.

“Ini kaya toast-nya, Mas Aji,” seru pelayan sambil meletakkan piring dengan kaya toast pesanan gue di atasnya. Yummy.

kaya toast

Kaya toast ini sebetulnya sederhana. Hanya dua lembar roti tawar yang menjepit selai srikaya di tengah, lalu dipanggang. Namun yang membuat gue terus-menerus kembali ke sini adalah rotinya. Roti yang mereka pakai lebih tebal dari roti biasa. Tingkat kematangan rotinya pun pas. Tidak terlalu cepat diangkat sehingga tetap garing, namun juga tidak terlalu gosong sehingga tidak pahit. Pokoknya pas. Itu terbukti dari suara yang terdengar ketika roti digigit.

Kress!

Hm… ini enak. Enak banget.

Ketika gue menarik gigitan, selai srikaya langsung membuncah keluar dari bagian tengah kaya toast. Hampir saja menetes dan jatuh, sebelum gue sigap menjilat dan mengigit lagi.

Kress!

Hm… Do I have to repeat myself?

Saking enaknya, gue tak ingin buru-buru menghabiskan. I know, roti panggang akan lebih enak selagi panas. Tapi, gue benar-benar tak ingin menghabiskan dengan segera. Rasanya terlalu cepat menghabiskan roti itu akan menjadi sebuah kesalahan yang akan gue sesali nantinya. Gue pun mengeluarkan laptop dari dalam tas. Ada beberapa tulisan yang harus diselesaikan. Kedai ini sudah seperti kuil buat gue. Suasananya pas-aja-gitu untuk mengalirkan ide-ide binal yang tak bisa keluar di tempat lain. Di sini hening… hm, biasanya, sih. Tapi, sore itu, hening sedang tidak menjadi tuan rumah.

“Jujurlah padaku!” teriak seorang yang persis duduk di meja sebelah.

Hampir saja gue menebak ada Ian Kasela dan teman-temannya di sini. Tapi, suara berintonasi tinggi itu datang dari seorang wanita, dan ia tidak berkacamata hitam.

“Dimas! Kamu jangan diem aja, dong!” teriak wanita itu lagi. Tapi, si pria masih tak bergeming.

Oh my, kayaknya ini bakal seru. Gue memasang kuping untuk mencuri dengar sambil pura-pura menatap layar laptop yang belum gue nyalakan.

“Dimas!”

“Kamu mau aku bilang apa?” Orang yang dipanggil Dimas itu akhirnya angkat bicara dengan nada yang sangat lembut.

“Aku mau kamu jujur, Dim! Aku denger dari temen-temen kalo kamu itu…,” intonasinya tiba-tiba menurun, “…gay.”

Gue mencuri pandang dengan ekor mata. Iya, sih, si Dimas-Dimas ini terlalu sempurna untuk seorang laki-laki. Gue selalu percaya bahwa Tuhan itu maha adil. Si Dimas-Dimas ini berwajah ganteng, berbadan oke, dan bergaya keren. Pasti gay.

“Aku…,” Dimas sedikit terbata, “Aku memang gay, Yanti.”

Tuh kan…

Sekarang giliran si Yanti-Yanti ini yang tak bergeming. Hanya mimiknya yang berubah jadi jelek. Pasti bentar lagi mau nangis.

“Dimas, kamu kok tega sih? Hiks….”

Tuh kan…

“Maafin aku, Yan,” lanjut Dimas, “Aku juga baru tau kalo aku kayak begini setelah ketemu pria yang….”

“Kamu selingkuh?! Sama… sama cowok?!” potong Yanti sambil bangkit dari kursi.

“Yan, please… duduk dulu. Gak enak diliatin orang kalo kamu teriak-teriak gitu,” Dimas dengan telatnya menenangkan Yanti, “Aku ngajak kamu ke sini memang untuk ngejelasin ini.”

“Dim… Dimas, kamu….”

“Duduk, ya, Yan? Please. Biar aku jelasin,” bujuk Dimas sambil sesekali melirik sekitar.

“Gak usah. Kamu mau jelasin apa?”

Mata Dimas kembali ke Yanti, “Aku ingin… aku ingin kita udahan, Yan.”

“Putus, Dim? Putus?!”

“Yan, please… duduk dulu.”

“Gak perlu duduk! Jadi kamu mau putus?!”

Dimas menunduk sesaat sebelum memberanikan diri menatap mata Yanti dan berkata, “Iya. Aku gak mau bohongin kamu terus-terusan. Aku… aku cintanya sama cowok itu.”

PLAK!

Setangkup kaya toast mendarat dengan pas di wajah Dimas. Selai srikayanya mulai berjatuhan menetes ke baju. Tanpa banyak kata, Yanti membersihkan tangan dari remah roti yang tersisa, bangkit dari kursi, mengambil tas, dan berjalan cepat menuju pintu kedai. Kakinya yang jenjang mengantarnya keluar. Bunyi lonceng kecil memastikan kepergian Yanti dari kedai itu.

Beberapa pengunjung merasa tak nyaman dengan keributan tadi. Mereka memilih untuk meminta tagihan, membayarnya, dan pergi dari sana. Kedai jadi sepi, hanya ada gue yang tersisa. Kaya toast gue masih setengah. Sayang untuk ditinggal atau dimakan terburu-buru.

Pelayan membawakan beberapa lembar tissue untuk Dimas. Dengan ekspresi malu, ia mengambil tissue itu dan berjalan pelan ke arah toilet yang ada di pojok. Bercermin sejenak, kemudian kembali ke arah meja. Ia lalu duduk. Di meja gue.

“Puas?” tanya Dimas.

Gue hanya tersenyum.

“Aku ngelakuin itu semua buat kamu, Ji. Sebagai bukti cinta aku ke kamu.” Dimas coba meraih tangan gue. Ada rasa risih sebetulnya, namun gue membiarkan tangan ini digenggamnya.

Dimas coba memberi tatapan termelas yang ia bisa. Gue melempar pandangan ke potongan kaya toast yang belum juga habis.

“Sebetulnya,” giliran gue angkat bicara, “ada yang ingin aku omongin juga ke kamu.”

“Apa, Sayang? Apa?” Suara Dimas berubah manja.

“Aku tuh… hm, gimana, ya, bilangnya? Hm….” Gue bingung mencari kata yang tepat untuk dilontarkan.

“Bilang aja, Sayang. Bilang,” rajuk Dimas.

“Jadi begini, Dim. Aku tuh udah gak… hm, udah gak kayak kamu lagi.”

Air muka Dimas berubah bingung, “Gak kayak aku lagi? Maksud kamu apa, Ji?”

“Sekarang aku lurus. Straight. Lempeng.”

Dimas terpukul. Kumis dan jenggot tipis menggawangi mulutnya yang melongo lebar. Poni dari rambutnya yang tersisir dengan klimis bahkan jatuh ke jidatnya. Entah apa hubungannya, yang jelas itu cukup monumental untuk gue deteksi.

“Maksud kamu… orientasi kamu udah… gak….”

“Iya,” potong gue, “Udah enggak.”

“Tapi, Dim, percaya, deh. Perasaan aku ke kamu itu nyata.”

“Beneran?” Mata Dimas kembali berbinar.

“Bener, Dim. Tapi itu dulu.”

Dimas tertunduk lesu. Dengan niat baik, gue berbasa-basi dan memberinya semangat bahwa ia cukup ganteng untuk bisa dengan cepat mendapat cowok yang lebih baik. Semakin berbasa-basi dengan mengucapkan bahwa ia terlalu baik buat gue. The common lie we tell.

Setelah cukup bertenaga dan bersemangat kembali, Dimas pamit pulang dan meninggalkan gue dengan kaya toast yang masih separuh. Akhirnya, gue bisa makan dengan tenang.

Ketika gigi dan lidah kembali ingin bercumbu dengan kaya toast, sebuah pesan singkat masuk ke handphone yang gue pasang mode getar. Sebuah pesan singkat dari dia. Gue segera memanggil pelayan.

“Mbak, mau pesan dong. Buat cewe saya yang mau datang bentar lagi.”

“Apa, Mas?”

“Hm, kaya toast aja, deh. Tadi dia belum sempat habisin.”

Pelayan menulis pesanan lalu berjalan kembali ke belakang counter. Gue kembali menikmati kaya toast sambil menunggunya datang.

Krincing!

“Hai, Ji. Gimana? Sukses?” tanyanya terburu-buru begitu duduk di depan gue.

“Sukses, dong. Sesuai dengan rencana kita,” jawab gue sambil tersenyum. Pelayan datang memotong pembicaraan dengan membawa setangkup kaya toast.

“Tuh, udah aku pesenin. Kaya toast,” kata gue, “Lagian kamu nimpuk roti segala ke mukanya. Lebay.”

“Hahahaha. Drama, Ji. Drama. Biar makin meyakinkan aja.”

“Iya deh, iya. Kamu emang drama queen banget!” goda gue yang dibalas dengan tawanya yang semakin gaduh.

“Hahaha. Kamu juga. Dari tadi aku perhatiin dari luar, acting kamu oke banget!” balasnya.

“Kita memang serasi banget, ya?”

“Iya. Aku memang lebih cocok sama kamu daripada sama Dimas. Hahahaha.”

Tawa gue dan Yanti pecah bersamaan. Seakan kami adalah musuh Ksatria Baja Hitam yang sedang menyiapkan rencana jahat untuk menguasai dunia. Bedanya, kami berhasil. Karena rencana kami berlapis-lapis, bertangkup-tangkup. Gue yakin, bahkan Gorgom pun belum tentu punya rencana seedan ini.

“Jalan yuk,” ajak Yanti sambil melirik jam tangannya.

“Bentar, aku abisin dulu kaya toast-nya,” buru-buru gue gigit dan telan potongan terakhir, “Kamu gak mau makan? Udah aku pesenin, lho.”

“Di-take away aja, deh. Mbak!” Tangan Yanti memberi tanda agar pelayan membungkus kaya toast yang masih tersisa dan meminta bill setelahnya.

Gue merogoh-rogoh kantong dan saku, mencoba mencari dompet, “Duh, Yan, kayaknya aku lupa bawa dompet nih. Kamu dulu, ya, yang bayarin.”

“Tenang aja, Ji. Selama ada aku, kamu tenang aja,” ujar Yanti sambil mengeluarkan purse Gucci-nya dari dalam tas. Beberapa lembar dua puluh ribuan ia taruh di atas nampan tagihan lalu berdiri dari tempat ia duduk. Gue membututi Yanti yang sedang beranjak keluar.

Krincing!

Berbarengan dengan bunyi lonceng yang berbunyi, handphone gue bergetar. Sebuah pesan singkat masuk. Sebuah pesan yang menjadi alasan kenapa sore ini ada dan begitu ramai.

Bagus! Dia masuk perangkap kita. Sekarang giliran kamu buat morotin dia, Ji. Sukses ya! Love you! Muach!

Dimas

Dua Tangkup Cinta merupakan cerita pendek fiksi yang menjadi salah satu bab pada buku kumpulan cerita bertajuk Rasa Cinta (Bukune, 2012).


Apa yang Akan Gua Katakan pada Rangga Jika Gua Menjadi Cinta

$
0
0

Sebagian besar orang di Indonesia pasti punya kenangan tersendiri sama film “Ada Apa dengan Cinta?” (AADC).

Mungkin nonton film ini jadi ajang kencan pertama bareng gebetan waktu SMP dulu, atau ada yang first kiss di bioskop waktu pacaran masa SMA, atau ada yang udah kuliah dan merasa rindu sama dinamika cinta masa muda gara-gara nonton film ini.

Dan minggu lalu, sebagian besar orang di atas tadi diajak bernostalgia oleh sebuah aplikasi messenger yang dengan briliannya membuat iklan pendek dengan tema AADC. Mereka merilis sebuah mini drama yang viralnya masih terasa sampai minggu ini. “Ada Apa dengan Cinta 2014″

Buat yang belom sempet nonton, ini dia mini drama “Ada Apa dengan Cinta 2014″.

Setelah menonton mini drama AADC, sontak pikiran gua menerawang ke masa SMA. Memori-memori gita cinta dan liarnya masa SMA terbang sekelibat di dalam pikiran, terutama saat petikan gitar lagu Bimbang melatari adegan Rangga dan Cinta.

That’s the thing about memories. Sometime, all they need is one tiny note to release themselves in your head and screw your day.

Dan sepertinya hal itu juga yang coba diangkat sama mini drama ini. Cukup jatuhnya buku puisi “Aku” untuk membuat Rangga kocar-kacir diacak kenangan. Cukup satu kata “Cinta?” untuk membuat Cinta susah tidur, ga enak makan, dan bimbang luar biasa.

Kenangan memang brengsek.

Tapi kali ini, gua ga akan bahas tentang kenangan lebih jauh lagi. Biarkan si brengsek itu mengambil panggung di blog orang lain karena kali ini gua ingin menulis tentang hal lain.

Gua hanya ingin menerka-nerka, apa jadinya jika gua yang jadi Cinta? Apa jadinya jika gebetan maut yang 12 tahun ga ada kabar, tiba-tiba ngehubungin gua lagi? Apa jadinya jika seseorang yang udah mati-matian gua lupain, kembali menyapa?

Mungkin, jika gua jadi Cinta, ini yang akan gua katakan pada Rangga.

4:00 AM Rangga: Cinta?

4:05 AM Cinta: Ya?

4:07 AM Rangga: Saya akan ke Jakarta besok, selama 2 hari. Bisa ketemu?

4:18 AM Cinta: Maaf, ini siapa ya?

4:22 AM Rangga: Ini saya. Rangga. Yang kriwil-kriwil. Yang pernah kamu kejar-kejar di bandara gara-gara saya mau ke New York. Yang pernah ke Kwitang bareng buat nyari buku puisi. Kamu ingat?

4:25 AM Cinta: Mas kayaknya salah orang deh.

4:27 AM Rangga: Lho, kamu bukan Cinta yang mirip Dian Sastro itu?

4:30 AM Cinta: Bukan, Mas.

4:32 AM Rangga: Lalu kamu siapa?

4:33 AM Cinta: Saya Cinta. Cintami Atmanegara.

4:50 AM Rangga just left the chat room.

5:00 AM Rangga: Cinta?

6:20 AM Cinta is typing…

7:15 AM Cinta is eating…

7:47 AM Cinta is doing handstand from Cicaheum to terminal Ledeng…

12:00 PM Cinta is ignoring…

12:35 PM Rangga: Cinta?

1:10 PM Cinta: Test contact. Please ignore.

1:12 PM Rangga: Cinta?

2:50 PM Cinta sends you Line Get Rich invitation.

2:52 PM Rangga: Cinta?

3:10 PM Cinta: Halo, Rangga, apa kabar?

3:12 PM Rangga: Akhirnya kamu bales juga.

3:20 PM Cinta: Kamu tuh ya, message digantungin 10 jam aja bete. Perasaan aku digantungin kamu 12 tahun fine-fine aja tuh. Mang enak?

3:21 PM Rangga: Kamu kok dendaman gitu sih, Cinta? Yang boleh dendaman kan cuma Nyi Blorong. Dendam Nyi Blorong.

3:40 PM Rangga: Cinta? Kok diem aja?

3:50 PM Cinta: Abis kamu jayus.

3:53 PM Rangga: Ya udah. Saya ga akan ngelucu lagi. Saya akan fokus bikin puisi saja. Jadi gini. Saya akan ke Jakarta besok, selama 2 hari. Bisa ketemu?

4:02 PM Cinta: Hmm.

4:05 PM Cinta: Kamu mau nanya apa kabar aku? Terus dengan timpangnya tiba-tiba berganti topik pembicaraan soal passive income? Lalu kamu mau nunjukin foto-foto kamu di depan kapal pesiar entah punya siapa? Kemudian dengan kasualnya kamu memintaku untuk cari dua, cari dua, cari dua terus sampai gempor?

4:10 PM Rangga: Eh? Ga kok.

4:15 PM Cinta: Kamu bukan mau nawarin MLM?

4:18 PM Rangga: Bukan kok.

4:20 PM Cinta: Asuransi?

4:21 PM Rangga: Bukan juga.

4:22 PM Cinta: Pakai daging? Sayur oyong?

4:23 PM Rangga: BISA JADI! BISA JADI!

4:30 PM Cinta: Maaf, aku jadi nuduh kamu yang bukan-bukan. Soalnya sekarang aku curigaan kalo ada temen lama yang tiba-tiba ngehubungin aku lagi. Biasanya kalo ga nawarin asuransi, mau minjem duit karena kalah judi.

4:35 PM Rangga: Hidup kamu keras ya, Cinta.

4:40 PM Cinta: Kamu besok ke Jakarta? Dalam rangka apa?

4:41 PM Rangga: Ada kerjaan kantor. Kita bisa ketemu?

4:43 PM Cinta: Di mana?

4:51 PM Rangga: Di Stadium gimana?

5:00 PM Cinta: Ini kita mau reuni ama bachelor party sih? Lagian Stadium udah ditutup sama Ahok.

5:15 PM Rangga: Yah, sudah ditutup ya. Ternyata setelah saya tinggal 12 tahun, Jakarta sudah banyak berubah.

5:20 PM Cinta: Iya, udah 12 tahun kamu ninggalin Jakarta, Rangga. Itu artinya, udah 12 tahun juga kamu ninggalin aku ga ada kabar, tau ga? Sakitnya tuh di sini.

5:21 PM Cinta sends you a sticker.

5:23 PM Rangga: Saya kan kerja di New York, Cinta. Banting tulang. Bener-bener sibuk. Dua puluh empat jam sehari sampai terasa kurang buat saya. Saking sibuk dan lelahnya, saya bahkan pernah dioperasi. Sakitnya tuh di kidney.

5:30 PM Cinta: Kamu sakit ginjal?

5:31 PM Rangga: Iya.

5:32 PM Cinta: SUKURIN.

5:40 PM Rangga: Kamu kok sekarang kejam sih, Cinta? Dulu aja kamu lari-lari ngejar saya ke bandara.

5:42 PM Cinta: Sampai sekarang aku masih nyesel kenapa aku lari-lari ngejar kamu ke bandara. Mestinya aku jalan jongkok aja ke bandara, biar telat sekalian dan ga ketemu kamu.

5:44 PM Cinta: Duh, kamu nih ya, bawaannya menguak luka lama aja.

5:52 PM Cinta: Kamu tau ga selama 12 tahun itu aku udah nolakin puluhan cowo yang mau nembak bahkan nikahin aku, cuma gara-gara aku nunggu kabar dari kamu. Apa susahnya sih ngehubungin aku dari New York? Jaman udah canggih. Ada Skype, email, aplikasi messenger juga berjibun. Kenapa kamu ga inisiatif ngehubungin aku? Kamu ga tau apa aku selama ini nungguin kabar dari kamu? Setahun, dua tahun, tiga tahun, sampai dua belas tahun. Sepucuk surat pun ga ada yang dateng ke rumahku. Kamu ke mana aja sih selama ini?

5:55 PM Cinta sends you a sticker.

5:57 PM Rangga: Saya sudah coba hubungi kamu beberapa kali. Tapi kamunya sama sekali ga ada respon.

5:59 PM Cinta: Ngehubungin aku? Pake apa, Rangga? Pake apa?

6:03 PM Rangga: Bendera semapur.

6:04 PM Cinta just left the chat room.

6:05 PM Rangga: Cinta?


Review Big Hero 6

$
0
0

What makes a hero a hero?

Setiap kali nonton film superhero, gua selalu melemparkan pertanyaan yang sama ke kepala. Apa yang membuat seorang pahlawan itu pahlawan? Apa karena mutasi gennya, kemampuannya untuk terbang, atau baju super canggihnya?

Dan setelah beberapa film superhero, akhirnya gua menemukan jawaban gamblangnya di film yang gua tonton hari Rabu kemarin bareng si pacar: Big Hero 6.

big hero 6

Sebelum memulai reviewnya, gua ingin menginformasikan bahwa kalian ga perlu nonton Big Hero 1 sampai 5 dulu untuk ngerti Big Hero 6… guys? Mau ke mana, guys? Ini reviewnya baru mulai lho. Guys?

Anyway,

Big Hero 6 bercerita tentang kehidupan sepasang kakak adik yang tinggal di kota San Fransokyo, gabungan antara San Fransisco dan Tokyo. Diceritakan mereka tinggal di masa yang udah sangat maju dan modern, di mana melihat robot gendut wara-wiri di tengah jalan bukan suatu yang asing lagi bagi orang-orang di jaman itu.

Sang kakak, Tadashi, adalah anak kuliahan yang lempeng dan baik. Sementara adiknya, Hiro, diceritakan sebagai anak baru gede yang jenius namun berbeda 180 derajat dengan kakaknya. Hiro bandel banget dan skeptis dengan dunia akademis. Sampai suatu hari, berkat kunjungan ke laboratorium universitas tempat Tadashi kuliah, sang kakak berhasil meyakinkan Hiro bahwa kuliah ga semembosankan yang dia kira selama ini. Dan sinilah ceritanya bergulir.

Karena satu dan lain hal (gua mencoba untuk ga spoiler), Hiro terjebak bersama Baymax, sebuah robot perawat yang diciptakan dalam bentuk chubby, imut, dan hugable banget. Yang jadi musuh utama mereka adalah seorang penjahat bertopeng yang mencuri mikrobot Hiro.

Awalnya Hiro ga berharap banyak pada Baymax dapat ngebantu dia melawan si penjahat bertopeng. Dengan fungsi utama sebagai robot perawat, jelas Baymax dibuat bukan untuk berkelahi. Tapi karena ga ada pilihan, mau ga mau Hiro meng-upgrade Baymax habis-habisan. Bikin kostum tempur, senjata maut, sampai skill bertarung pun diunggah ke sistem Baymax. Didukung oleh 4 teman Tadashi, Hiro dan Baymax bahu membahu bertarung dengan si penjahat bertopeng.

Overall, Big Hero 6 adalah film keluarga yang seru nan manis. Film ini cocok banget buat ditonton sekeluarga rame-rame. Akan cocok buat anak-anak karena figur 6 jagoan dengan kemampuan yang berbeda pasti jadi ingatan tersendiri buat mereka. Yang remaja juga bisa menikmati sambil ketawa-ketawa ngeliat sosok Baymax yang imut dan lugu. Sementara young adult bisa pulang dengan hati yang hangat karena ada nilai-nilai subtle yang tersebar di sepanjang film.

Yang jadi figur sentral di film ini tentu saja Baymax. Dengan tubuh tambun dan wajah tanpa ekspresi, Baymax itu robot yang ngegemesin banget. Ditambah lagi, komen-komen polos khas Baymax bisa membuat gua senyum-senyum geli sampe ngakak ga berhenti. Salah satu adegan yang bikin gua nyaris jatuh dari kursi karena tawa adalah ketika Baymax sedang low bat. Kombinasi tingkah laku bodoh ditambah komen lugu bikin seisi ruang teater ngakak berjamaah.

Menurut gua, Baymax jadi seperti Minions di film Despicable Me 2. Dia mau ngapain aja, kita pasti ketawa. Bahkan adegan semenegangkan kejar-kejaran dengan penjahat di gudang tua, malah jadi lucu banget gara-gara kelakuan bodoh si Baymax.

Dengan cerdiknya, Disney berhasil membentuk satu karakter yang bisa dipastikan bakal menghasilkan income bukan hanya dari filmnya, tapi juga penjualan mainan atau merchandise. Itu karena figur Baymax yang berhasil bikin orang-orang (setidaknya pacar gua) berujar, “Mau ih punya Baymax. Gemes!”

Yang bikin film makin menarik adalah durasi antar kejadiannya singkat. Adegannya ga ada yang terbuang. Semua emang diperlukan untuk menyusun cerita. Membuat filmnya menjadi intens dan ga terasa kalo ternyata durasinya itu sepanjang 105 menit.

Adegan favorit gua sendiri adalah ketika Hiro menonton cuplikan video tentang Tadashi via perut Baymax. Meminjam istilah si pacar, this scene makes my tears get mixed up with laugh. This scene is so good, even when I’m typing it in this post, I still feel its emotion and vibe.

Satu-satunya kekurangan di film ini adalah ending-nya yang seharusnya ga dipanjangin lagi. Harusnya berhenti di titik tertentu (lagi, gua mencoba untuk ga spoiler) biar lebih manis dan semenyentuh ending film Monster Inc., misalnya. Namun karena ada adegan tambahan tentang jagoan-jagoan yang melindungi kota, gua jadi keluar bioskop dengan perasaan, “Duh, mestinya sampe situ aja tuh.”

Tapi setidaknya, malam itu gua keluar dari ruang teater dengan membawa jawaban atas pertanyaan gua tentang superhero selama ini. Apa yang membuat seorang pahlawan itu pahlawan? Dan Big Hero 6 menjawabnya dengan gamblang.

Untuk menjadi superhero, kita ga butuh mutasi gen. Untuk menolong seseorang, kita ga perlu jubah sakti. Dan demi melindungi orang yang kita sayang, kita ga harus punya kekuatan super. Karena sepertinya halnya Baymax, skill petarung bisa dilatih, kostum canggih bisa dibuat, dan senjata maut bisa dibentuk.

Yang kita perlu, cuma keinginan yang kuat untuk membantu. Yang kita butuh, hanya hati yang baik.

baymax

Because with a good heart, you can be a hero. A big white chubby one.


#GakSmartBanget Comedy Night

$
0
0

Hari Rabu malam kemarin, setelah berhasil menerjang kemacetan dan hujan deras di selatan Jakarta, gua dan pacar berkesempatan untuk nonton sebuah stand up show, #GakSmartBanget Comedy Night, yang dipersembahkan oleh Holiday Inn Express, bekerja sama dengan komunitas Stand Up Comedy Jakarta Pusat.

Stand up show ini merupakan bagian dari kampanye #GakSmartBanget yang beberapa minggu terakhir wara-wiri di lini masa. Dari 6 komika yang diplot untuk tampil malam itu, 3 di antaranya bener-bener baru buat gua. Berbekal rasa penasaran dan perut yang sedikit lapar, datanglah gua ke restoran Eatology, tempat berlangsungnya acara.

Setelah kenyang dengan makanan yang disajikan (pastanya enak banget lho, by the way), gua dan pacar langsung bergegas ke area acara. Sekitar pukul setengah 8, acara dimulai dengan bincang santai bareng narasumber Ibu Noeke Dewi Kusuma, Area DOSM dari Holiday Inn Express.

Holiday Inn Express sendiri adalah hotel masa kini yang sesuai bagi wisatawan yang berorientasi pada value. Hotel menengah (bukan hotel budget) dengan harga terjangkau namun memberikan kualitas layanan yang jauh di atas rata-rata. Salah dua layanan yang beda banget sama hotel sekelas lainnya adalah sarapan yang bisa di-grab and go sama fleksibilitas dalam memilih jenis bantal dalam kamar.

Buat pelancong dengan itinerary padat macam gua, sarapan model grab and go ini jelas membantu banget. Kalo lagi traveling, gua jarang berlama-lama di dalam hotel. Dengan sarapan yang diperbolehkan untuk dibawa pergi ini jelas sangat pas buat gua yang sangat memperhatikan waktu. Bener-bener cara yang smart.

Gara-gara acara semalam, gua jadi tau kalo ternyata jaringan Holiday Inn Express ini udah menggurita. Total udah ada 2,300 hotel di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, Holiday Inn Express udah hadir di beberapa kota besar dengan lokasi yang strategis. Intinya, Holiday Inn Express adalah pilihan yang ‘wow smart banget’ deh saat berpergian .

Selesai dengan bincang santai bersama perwakilan Holiday Inn Express, acara berlanjut ke #GakSmartBanget Comedy Night yang dibuka oleh Panca Atis.

Menonton Panca Atis stand up itu seperti membaca timeline akun Twitter seseorang yang ringan dan menghibur. Jika sesuai dengan selera, maka Panca bisa memberondong kita dengan bit-bit one liner yang bisa memancing letupan-letupan tawa secara konsisten.

Namun sayangnya, sepertinya malam itu bukan malamnya Panca. Gua percaya bahwa tawa itu menular. Makanya gua lebih suka nonton stand up secara langsung karena atmosfirnya akan beda banget dibanding saat kita nonton via televisi atau Youtube. Dan malam itu, sulit bagi Panca untuk memantik tawa dalam jumlah besar untuk bisa menularkannya ke yang lain. Kembali, ini soal selera. Mungkin di crowd yang lain, Panca bisa pecah banget.

Sekitar 15 menit kemudian, diselingi oleh duo MC yang lincah, masuklah komika kedua. Adjis Doa Ibu.

Setelah beberapa kali nonton Adjis, gua menyimpulkan Adjis adalah komika yang tengil. Gayanya pecicilan, tapi bukannya bikin kesel, malah bikin nagih. Setiap kali dia tengil, yang ada kita malah ketawa, seringnya malah sampe ngakak.

Bit-bit Adjis banyak tentang kesehariannya. Dibawakan dengan santai dan seperti orang yang ga ingin ngelucu. Cuma cerita, tapi tau-tau pada ketawa aja. Persona Adjis udah kuat banget di crowd malam itu, sampe-sampe dia mau ngapain aja, minimal orang akan cengar-cengir sendiri.

Salah satu skill andalan Adjis adalah nge-riffing penonton. Kemampuannya menggoda penonton yang sedang naas selalu jadi momen favorit gua… kecuali kalo gua yang jadi objek penderita. Dan kemarin malam, Adjis kembali menjajal kemampuan me-riffing-nya.

“Mbak sama Mas sebelahnya pacaran? Jangan ya.”

Cuma gitu aja, penonton udah langsung terkikik geli. Saking memorable dan lucunya momen itu, bit riffing ini sampai di-call back beberapa kali oleh komika-komika lain dan selalu berhasil memancing tawa. Penampilan Adjis malam itu layak dapat acungan dua jempol.

Selain karena ingin tau lebih banyak soal Holliday Inn Express, alasan gua ingin datang ke #GakSmartBanget Comedy Night adalah adanya nama-nama baru yang belum pernah gua tonton sebelumnya. Harapannya adalah, gua bisa menemukan komika-komika yang bisa gua “tandain” di luar komika yang selama ini udah sering banget gua tonton. Salah satunya adalah Rachman Avri.

Dengan taktik self-depreciation, Rachman berhasil mengajak penonton untuk menertawakan dirinya sendiri. Bit-bit seputar tempat tinggalnya yang ada di Tanjung Priok jadi pembuka yang ampuh banget. Cerita tentang keinginannya untuk ngemodif truk kontener bener-bener kocak dan berhasil mengocok perut penonton. Belum lagi ketika dia berkisah soal keluarganya.

“Orang-orang bilang gue mirip Anang. Anak gue juga dibilang mirip Aurel. Istri gue dong… mirip Raul Lemos.”

Ternyata sehari-harinya Rachman adalah seorang cleaning service. Menurut gua, itu keren banget. Dia mau nyoba sebuah bidang yang bisa aja sebelumnya ga kepikiran sama dia. Dan kerennya lagi, dia bukan hanya mencoba, tapi juga berhasil. Malam itu jadi hari di mana gua “nandain” Rachman Avri. Kalo dia tampil di acara lain, gua pasti nonton lagi.

“Gue heran sama orang Indonesia. Kok norak-norak sih? Kalo ketemu artis di mall, pada suka minta foto bareng. Kalo Luna Maya lewat mah, gue kalem aja. Yang ada malah Luna Maya yang negor gue.

‘Mas… toilet di mana ya?’”

Lalu Eatology pun pecah!

Komika yang tampil kelima juga jadi salah satu komika yang gua “tandain”. Namanya Mukti Entut, komika yang datang jauh-jauh dari Jogja, berbadan gempal dengan kadar kehitaman pada kulit yang di atas rata-rata.

Menurut gua, memiliki dialek yang kental bisa jadi salah satu privilege buat seorang komika. Kata-kata yang terdengar biasa, bisa jadi lucu karena tambahan aksen-aksen yang menggelitik telinga. Dan malam itu, Mukti membuktikan hipotesa gua. Dengan logat Jawa yang medok dan tata bahasa yang baku, suara Mukti udah jadi bit tersendiri buat telinga gua.

Mukti banyak bercerita tentang pengalamannya traveling dengan berbagai moda transportasi. Bit-nya banyak melibatkan hasil pengamatan dan nge-juggling kata-kata. Menurut gua, bermain dengan kata-kata itu beresiko tinggi. Meleset sedikit, bit-nya bisa jadi garing parah. Tapi sepertinya malam itu crowd-nya cocok untuk bit Mukti. Seisi Eatology berkali-kali berhasil dibuat terkekeh.

Bit Mukti favorit gua adalah waktu dia setengah nge-riffing setengah nge-gombalin seorang penonton perempuan.

“Mbak, tau ga persamaan Mbak sama ayahnya? Apa? Ga tau? Wah, bukan anak kandung berarti.”

Eaaa.

“Sekarang susah kalo mau gombal ke cewek. Apalagi kalo ceweknya kayak yang di kota santri. Misalkan saya mau gombal,

‘Mbak tau ga kenapa bumi bisa berputar?’

‘Wallahualam, Mas.’”

Eaaaaaa.

20141119_213615

Sekitar pukul setengah 10 malam, rangkaian acara #GakSmartBanget Comedy Night dinyatakan selesai. Overall, acara malam itu sangat menyenangkan dan menghibur. Makan enak, dapet informasi baru soal Holiday Inn Express, dan puncaknya, bisa ketawa lepas di tengah penatnya kerjaan belakangan ini.

Ditambah hujan dan ancaman banjir serta jalanan Jakarta yang kian macet, sepertinya gua perlu melepaskan diri sejenak dari tumpukan pekerjaan yang mulai menggila. Gua butuh liburan. Dan kali nanti, mesti nginep di Holiday Inn Express. Biar gua sah jadi traveler yang ‘wow smart banget’.

Ya ga?


Di Bawah Atap Warteg yang Sama

$
0
0

Nama warteg itu warteg Shinta.

Wartegnya berukuran standar. Dinding luarnya dicat warna biru dengan tulisan “Shinta” warna hitam terpampang besar. Interiornya sederhana. Ga ada air conditioner, sofa empuk, atau pole dancer dengan pakaian menggugah selera. Meski begitu, dalam melayani pengunjungnya, warteg Shinta udah menggunakan teknologi touch screen.

Image0011

Gambar dipinjam dari sini.

Waktu gua nge-kost saat kuliah, warteg Shinta termasuk warteg favorit. Hampir setiap malam, gua dan teman-teman kuliah makan malam di sini. Menunya variatif, rasanya lumayan, dan yang paling penting, harganya pas di kantong mahasiswa.

Meski kami pergi dan makan bersama-sama, namun alasannya bermacam-macam. Cesi, salah satu teman kuliah, suka makan di warteg Shinta karena hanya di sini lah dia bisa pesen nasi bukan 1 porsi. Setengah porsi? Bukan juga.

“Mbak, saya makan di sini dong,” kata Cesi, “Nasinya… seperdelapan aja ya.”

Awal-awal mbaknya suka bingung, gimana cara naker nasi biar bisa pas seperdelapan. Apa dia mesti ambil satu porsi dulu terus dikurangin setengah secara bertahap, atau dia boleh phone a friend untuk menyelesaikan masalah ini? Tapi karena sering, lama-lama si Mbak terbiasa juga. Namun hidup terasa datar jika tanpa ujian. Suatu hari, Cesi menantang si Mbak warteg ke level berikutnya.

“Mbak, nasinya seenampuluhempat ya.”

Lain Cesi, lain lagi dengan Audi. Pemuda asal Bogor ini suka makan di warteg Shinta karena di sinilah dia bisa minta kuah atau bumbu sepuasnya. Biasanya, Audi hanya akan pesan nasi putih dan sepotong tahu goreng. Namun untuk membuat makanannya terasa lebih nikmat, dia akan minta nasinya dikuahin… sama bumbu semua makanan yang ada di warteg.

“Mbak, nasinya satu pake tahu. Sama minta kuah rendang, kuah tuna, kuah ayam, kuah tempe, sama kuah semur.”

“Udah, gini aja?”

“Sama kuah rawon.”

“Udah?”

Sama kuah sop.”

“…”

“Mbak, kok saya ga ditanya lagi?”

“…”

“Mbak, saya masih mau nambah kuah lho ini.”

Dan si Mbak pun pura-pura mati.

Dengan menu kayak gini, Audi hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp 1,500,- aja. Seribu untuk nasi dan lima ratus untuk tahu. Kuahnya? Gratis. Kalo bisa nasi sama kuah, gua rasa Audi akan memilih opsi itu. Tapi atas dasar asas ga enak sama wartegnya, maka Audi menambah satu tahu pada nasinya. Tahu diri.

Audi ini emang terkenal perhitungan sekali dalam memilih makanan. Pernah suatu hari kami ramai-ramai ke mall karena jam kuliah yang lagi kosong. Saat jam makan siang, kami lalu masuk ke sebuah restoran cepat saji. Gua ga akan sebut nama restorannya. Inisialnya sih AW. Menurut Audi, AW ini tergolong mahal. Jadi, Audi mengusulkan untuk ke restoran cepat saji lainnya, yang berinisial KFC. Masalahnya, kami ga tau di mana KFC berada di mall itu. Audi pun masuk ke dalam AW, lalu dengan kasualnya, bertanya,

“Mbak.”

“Ya, Mas? Mau pesan apa?” respon si Mbak dengan sigap sambil mengeluarkan nampan dari kolong.

“Saya mau nanya.”

“Ya? Mau nanya menu yang mana, Mas?”

“KFC di mana ya?”

“…”

“Mbak?”

“…”

“Mbak, saya ga mau nambah kuah lho. Kok masih didiemin?”

Anyhoo,

Gua sendiri suka makan di warteg Shinta karena rasanya lumayan enak. Telor dadarnya renyah, gorengannya lengkap, semur dagingnya gurih. Dan berkat makan di warteg Shinta, gua jadi suka makan jeroan, kayak ampela, usus, dan hati sapi. Jadi kalo ada sapi jantan dan betina berantem, itu mungkin karena gua.

“Kamu jahat!” teriak sapi betina, “Kamu ga punya hati!”

“Iya, aku emang ga punya hati, “jawab sapi jantan, “Udah dipesen sama Roy pake kuah semur.”

Tapi alasan utama kenapa gua suka makan di warteg ini adalah karena kami makan sama-sama. Sambil makan, kami bisa ngobrolin apa aja. Mulai dari siaran di televisi, berita di koran lampu kuning, atau tugas mata kuliah yang baru aja diterima. Ga jarang, satu dua tawa terselip di antara diskusi yang serius, atau wejangan-wejangan bermanfaat yang tersirat di sela lelucon yang terlontar.

Nasi dengan lauk tahu mungkin ga membuat kami sepenuhnya kenyang. Tapi tawa dengan para sahabat selalu bisa mengisi perut kami sampai penuh.

Dan dari pengalaman kami makan sama-sama setiap malam ini, gua jadi belajar satu hal. Meski kami makan sama-sama, latar belakang kami beda-beda. Ada yang ayahnya seorang profesor, ada yang orang tuanya berprofesi dokter, ada yang pedagang, ada juga yang manajer di perusahaan tempatnya bekerja.

Beraneka macam, tapi ketika makan, kami sama.

Sama-sama pesan nasi dan lauk murah meriah. Sama-sama duduk di kursi plastik yang mudah reyot. Sama-sama makan sambil berkeringat di bawah atap seng.

Kalo mereka mau, mereka bisa aja makan di tempat yang jauh lebih nyaman. Kalo mereka mau, mereka bisa aja pesan nasi dan ayam serta daging. Kalo mereka mau, mereka bisa aja ga makan sama-sama.

Tapi meski kami mampu, kami memutuskan untuk ga mau. Karena ga ada yang lebih nikmat dibanding makan nasi dengan tahu sambil tertawa di bawah atap warteg yang sama.

“Dinner is better when we eat together.” – Anonymous.



Desember 2014!

$
0
0

Dan tibalah kita di bulan terakhir dari tahun 2014.

Jadi, gimana perjalanan tahun 2014 kalian? Banyak kesuksesan atau masih harus terus mencoba? Penuh warna-warni atau selalu kelabu? Mengalir terus atau sering dihadapkan pada pilihan? Bucket list udah terpenuhi atau masih banyak yang kosong?

Di tahun 2014 ini, gua pribadi banyak mencoba dan mengalami hal baru. Di awal tahun, gua iseng-iseng membuka Toko Bahagia yang di September kemarin frekuensi penjualannya diperbanyak. Hasilnya lumayan meski masih harus terus dikembangkan agar menghasilkan lebih baik lagi. Buat yang penasaran, bisa langsung main ke toko-bahagia.com dan follow @tokobahagiaID (Twitter & Instagram) ya!

Lalu di bulan Agustus, gua bersama rekan kantor lama melanjutkan kembali jasa konsultasi usaha yang sempat vacum beberapa tahun. Namanya FMBconsultant.com yang ceritanya bisa kalian baca di sini. Saat ini FMB lagi dipercaya untuk ngebantu memperbaiki sistem pembukuan dari sebuah restoran di bilangan Jakarta Selatan. Kalo kalian perlu bantuan atau mau nanya-nanya, bisa langsung email ke tanyaFMB@gmail.com ya!

Dan yang terakhir, di tahun ini juga gua dan si pacar telah menentukan tanggal pernikahan di tahun 2015 nanti. Kami berdua pun udah bayar uang muka untuk beberapa vendor kunci sebagai bukti keseriusan kami. Yes, people, we’ll be getting married next year.

Nah, gara-gara poin terakhir tadi, di tahun 2014 ini frekuensi jalan-jalan gua banyak berkurang dibanding tahun sebelumnya. Tapi Puji Tuhan, di awal bulan Desember ini, gua masih dikasih umur dan rejeki untuk traveling sekali lagi. Kali ini, perjalanan akan membawa gua kembali ke negara yang udah gua kunjungin Januari dan Mei di tahun yang sama: Singapura!

Entah ada apa antara gua dengan Singapura di tahun ini. Semua bermula di perjalanan bulan Januari kemarin dalam rangka seseruan bareng pacar dan adiknya. Lalu Mei kemarin, gua kembali ke Singapura bareng salah satu teman pembaca saputraroy.com untuk ke #RWSID #BarengRoy. Dan Desember ini, gua dan si pacar ke Singapura dalam rangka menyenangkan orang tua.

Kunjungan kali ini sebetulnya merupakan imbas dari kunjungan ke Singapura gua Mei lalu. Sepulang dari sana, gua menulis beberapa postingan di blog ini untuk dilombakan, memperebutkan gelar blogger dengan konten paling engaging tentang Resort World Sentosa. Dan dari 4 blogger kece lainnya, gua ditampuk sebagai pemenang. Uhuy banget ga tuh?

Sebagai hadiahnya, gua mendapat voucher menginap selama 2 malam di Equarius Hotel dan season pass Universal Studio Singapore! Makasi banget, @rwsentosaID! You guys rock!

Meski udah 2 kali ke sana di tahun yang sama, tapi gua belum bosen untuk balik lagi ke Singapura, minimal untuk weekend getaway ke negara seribu denda ini. Hal yang seru emang ga bakal ngebosenin. Apalagi, Singapura selalu punya hal baru untuk dikunjungi. Contohnya, destinasi yang jadi sasaran utama gua Desember ini: Madame Tussauds!

Kalo ga ada halangan, gua akan banyak bercerita tentang jalan-jalan ini ke teman-teman pembaca sekalian. Pokoknya tungguin aja deh.

Dan seperti biasa, sebelum gua menutup postingan kali ini dengan cover edisi Desember 2014, ijinkan gua untuk merekap perjalanan saputraroy.com pada bulan November 2014:

  • Ada 6 postingan di bulan November yang semuanya publish di jam cantik 11:11 WIB.
  • Postingan bulan November dengan traffic tertinggi adalah Apa yang Akan Gua Katakan pada Rangga Jika Gua Menjadi Cinta dengan total view sampai dengan hari ini sejumlah 1,503 views.
  • Referrers paling rame datang dari search engine (Google, Yahoo, Bing, dll.) yaitu sebanyak 5,100 dan peringkat kedua diduduki oleh Twitter sejumlah 700.
  • Total traffic untuk bulan November kemarin mencapai 16,133 views, dengan rata-rata 538 views per harinya.

Semoga dengan tema bulan ini, kalian makin betah main di sini dan bersama-sama kita pecahkan pencapaian bulan-bulan lalu.

Jadi, ini dia tema saputraroy.com bulan Desember 2014:

“Let’s do it again!”

cover desember

Gambar latar adalah milik pribadi yang diambil saat bersenang-senang di Singapura dengan kaos #FilmLuntangLantung.


Ask.Fm Sesa(a)t

$
0
0

Beberapa bulan lalu, gua sempat main ask.fm gara-gara diracunin Tirta dan Vinsen.

Bagi yang belum tau apa itu ask.fm, ijinkan gua untuk menjelaskan sedikit. Ask.fm adalah platform social media yang memungkinkan orang asing untuk mengajukan pertanyaan apapun ke si pemilik akun. Si pemilik akun bisa memilih untuk menjawab atau ga, dan jika jawabannya menarik, bisa di-like oleh orang lain. Mirip-mirip instagram. Tapi jika instagram untuk foto, maka konten ask.fm adalah jawaban atas sebuah pertanyaan.

Nah, melihat fungsinya yang untuk tanya-jawab, awalnya gua ga berniat bikin akun ask.fm. Karena menurut gua, jika ada yang ingin bertanya, mereka dapat menghubungi gua via Twitter. Kenapa harus ada media baru untuk bertanya kalo di Twitter udah bisa?

Tapi kata Tirta dan Vinsen, ask.fm ini beda. Meski argumen mereka terdengar seperti sales panci, tapi gua akhirnya memilih untuk mendengarkan lebih jauh. Katanya, jumlah karakter yang ga terbatas membuat kita bisa mengasah otak untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terlihat sederhana. Maka dengan mengucap bismilah, gua pun membuat akun ask.fm.

Pertanyaan yang masuk, baik itu dari bot ataupun dari teman-teman, sangat beraneka ragam. Ada yang nanya hal-hal ringan kayak mie instant, tentang cinta secara umum, pandangan gua terhadap sebuah issue yang lagi hangat, bahkan soal agama. Pertanyaan-pertanyaan random yang malah menantang otak gua untuk menjawabnya dengan gaya sekenanya namun tetap berisi.

Tapi sayangnya, gua hanya main ask.fm untuk sesaat.

Kesibukan kantor dan usaha sampingan membuat gua mulai melupakan ask.fm. Belum lagi blog dan kesehatan yang keprimaannya mesti harus selalu dijaga. Memutar otak demi menjawab pertanyaan orang asing jadi prioritas kesekian belakangan ini.

Karena udah jarang banget main ask.fm, gua jadi iseng mau nge-post beberapa jawaban yang menurut gua rada sesat / nyeleneh / absurd di blog ini. Ibarat band, ini semacam album the best of-nya gitu lah.

Jadi, tanpa panjang lebar lagi, ini dia kompilasi beberapa jawaban akun ask.fm gua.

Friendzone tuh apa sih?

Waktu SD, kita pasti pernah ngalamin ketika teman kita punya mainan baru dan kita pengen banget ikutan main. Lalu dengan songongnya, si temen itu bilang, “Eits, pilih salah satu. Boleh liat, tapi ga boleh pegang! Boleh pegang, tapi ga boleh liat!”

Ketika kita milih boleh liat tapi ga boleh megang, nah itu friendzone.

How many people do you think you’ve met in your life?

Yang berhasil menghitung jumlah orang yang pernah ditemuinya selama hidup pasti hanya dia yang pernah berhasil menghitung jumlah bakteri baik dalam sebotol yakult.

Bagaimana cara memasak mie instant kesukaan kamu? Dengan tambahan apa saja? Semisal sawi, bakso, sosis, dll.

Tidak tahukah kamu, wahai hamba hina, bahwa mie instant jauh lebih enak jika dimasakin orang?

What do you want to know about the future?

Will there be any sitcom that as good as Friends?

friends

Pro sama asi eksklusif atau gak masalah sama susu formula?‎

Saya sampai sebesar ini (literally) dulunya minum susu formula. Saya juga yakin sebagian dari mereka yang hari ini pro ASI banget, dulunya minum susu formula. Dan kita baik-baik saja.

Yang dulu minum susu ASI, hari ini kalo berak juga keluarnya tai, bukan berlian. Kalo yang dulu minum ASI eksklusif dan sekarang beraknya berlian, maka percayalah saya akan nete sampai umur 24.

Saya pro ASI eksklusif, namun bukan berarti saya mengkultuskan harus ASI eksklusif. Jika karena satu dan lain hal sang ibu tidak bisa memberi ASI eksklusif, maka susu formula ga akan membuat dunia saya kiamat.

Karena ketika berdiri di satu sisi, bukan berarti kita berhak menghina sisi yang bersebrangan.

Pertanyaan apa yang ga ada jawabannya?

Who let the dogs out?

Siapa di sini yang ga tau kalo suku etnis Dayak itu aslinya terdapat di TIGA negara? Kira-kira salah siapa ya kalo booth Malaysia yang memajang bangga gambar tarian Dayak di Frankfurt Book Fair, sedangkan booth Indonesia berpenampilan sangat plain dan tidak mencerminkan ‘ke-Indonesiaannya’?

Yang pasti, salah cowok. Karena cowok selalu salah. Huff.

How often do you go to parties?

Dulu, waktu masih SMA, saya ini termasuk sweet 17th party crashers. Secara sadar dan dengan sengaja, saya dan teman-teman datang ke pesta ulang tahun ke-17 seorang gadis dari sekolah lain, tanpa diundang. Dalam rombongan 1-2 mobil, kami biasanya suka menjelajah dari ballroom ke ballroom hampir setiap minggu, demi mencari di mana ada pesta ulang tahun yang seru dan layak untuk kami kunjungi.

Meski kami nge-crash ulang tahun (dulu istilah yang kami pakai “ngepar”) bersama-sama, lucunya, tujuan kami berbeda-beda. Ada yang jago nge-dance dan tujuan dia ngepar itu sebagai ajang tampil setelah berlatih joget beberapa malam. Ada juga yang jago nyepik, dan saat ngepar, dia bisa dapet sasaran-sasaran yang segar. Ada yang suka keramaian, ada yang suka musiknya.

Saya? Saya sih suka makanannya. Gratis.

Jika kamu di surga nanti, kira-kira apa yang akan pertama kamu lakukan dan kamu minta dari Tuhan?

“Tuhan, di sini password wifi-nya apa?”

What quality do you value most in your friends?

Sebutlah namanya Mawar, seorang teman yang suka minum minuman beralkohol. Bukan peminum berat, tapi lebih ke social drinker. Kebetulan dia seorang blogger handal juga. Tulisan-tulisannya disukai dan menyentuh banyak orang.

Suatu hari ada kompetisi menulis di blog, berhadiah jalan-jalan ke luar negeri. Dia bisa aja ikutan. Dia bisa aja menang. Namun karena kompetisi ini disponsori oleh sebuah brand minuman beralkohol, dia memutuskan untuk ga ikut. Karena menurutnya, dia ga ingin “mengenalkan” minuman beralkohol ke pembaca blognya.

Ada hal-hal yang lebih besar dari uang atau hadiah jalan-jalan. Dan hanya orang-orang berintegritas yang mau mengedepankan nilai-nilai yang mereka percaya ketimbang menambah pundi-pundi rupiah dalam rekening.

Intergritas. That what I value the most.

Open relationship itu maksudnya gimana sih?

Konsep open relationship itu kayak abang-abang tukang gembot.

Buat kamu yang lahir di atas tahun 90, ijinkan saya menjelaskan apa itu abang-abang tukang gembot.

Abang-abang tukang gembot adalah abang-abang yang menjajakan gembot miliknya untuk disewakan. Siapa aja boleh nyewa, bayarnya per sekali main game. Selesai main, gembotnya dibalikin. Biar gembotnya ga ilang dibawa lari si penyewa, si abang akan mengikatkan gembotnya ke pikulan dengan seutas tali.

Open relationship itu ya kayak gitu. You can go everywhere, you can go with everybody, but in the end, there is one abang-abang tukang gembot who is waiting for you to come back.

How do you surprise other people?

Beli sekrup bekas, ukuran sedang, lalu pergi ke bandara dan beli tiket penerbangan berikutnya. Saat di dalam pesawat, duduk, tenang. Ketika sudah lepas landas, ambil sekrup yang tadi, lalu lempar ke arah kaki. Pelan-pelan ambil sekrup tadi, lalu dengan kasual, bilang ke orang yang duduk di sebelah.

“EH, INI SEKRUP PESAWATNYA ADA YANG LEPAS!”

Jika Hawa tidak memakan buah Khuldi (or an apple in The Bible), apakah manusia masih tinggal di Surga? Atau manusia menempati bumi karena kesalahan Hawa itu sebuah skenario Tuhan? Was it a faith or human free-will?

Jika Hawa tidak memakan apel dan menawarinya ke Adam, kita akan tetap keluar dari taman Firdaus. Karena itu takdir. Caranya bisa saja dengan tiba-tiba Hawa beli martabak keju kacang dan matanya tiba-tiba terbuka. And the rest is history.

Hawa bisa aja menolak apel. Tapi menolak martabak? Come on.

What is the weirdest word in your language?

“Hubungan suami istri”

Kata ini biasa digunakan untuk kegiatan senggama. Menjadi aneh karena:

1) Tidak semua yang melakukan ini nyatanya suami istri.

2) Seolah-olah, hubungan yang dapat dilakukan oleh sepasang suami istri hanyalah bersenggama. Sehingga menafikan kegiatan seperti ngobrol, ngeteh, nonton tv, atau ke Hoka Hoka Bento bareng.

Tapi ini juga berlaku sebaliknya. Ketika seorang karyawan ditanya temannya kenapa hari ini pulang cepat dari kantor, kata “hubungan suami istri” akan membuat segalanya lebih sulit.

“Bro, tumben lu balik cepet?”

“Iya nih. Gue mau melakukan hubungan suami istri.”

“Hah? Ngapain? Ngobrol berduaan gitu?”

“Bukan. Itu lho. Hubungan suami istri.”

“Nonton dvd? Bikin martabak?”

“BUKAN.”

“Ngopi bareng? Karaoke?”

“BUKAN!”

“Dinner? Ke bios…”

“GUE MAU NGEWE. PUAS LO?!”

Jadi, gimana? Gua maen ask.fm lagi apa jangan nih?


Berfoto Ria di Madame Tussauds

$
0
0

Tahun 2014 ini, gua udah berkelana ke Singapura dua kali. Meski begitu, gua masih belum bosen juga mengunjungi negara seribu denda ini.

Akhir November kemarin, gua memutuskan untuk mengajak si pacar dan kedua orang tua gua untuk melancong ke Singapura selama 3 hari 2 malam. Gua dan keluarga selalu punya agenda tetap untuk traveling setiap tahunnya. Setelah tahun lalu ke Surabaya, tahun ini kami go international ke Singapura.

Tujuan utama gua adalah mau ngajak si pacar dan keluarga ke sebuah objek wisata yang baru dibuka belum lama ini di daerah Sentosa. Sebuah tempat di mana kita bisa bertemu dengan artis-artis kenamaan… dalam bentuk patung lilin.

Yes, people, we want to go to Madame Tussauds!

Madame Tussauds adalah sebuah museum yang udah berdiri lebih dari 200 tahun, berisi patung lilin yang mereplika orang-orang ternama dari seluruh dunia. Udah ada sekitar 20 cabang yang tersebar di 4 benua, di mana Singapura adalah cabang terbarunya.

Waktu tau Madame Tussauds buka di Singapura, tentu aja nama museum itu gua jadikan salah satu tujuan utama di itinerary. Gua pribadi penasaran banget dengan Madame Tussauds, karena gua sama sekali belum pernah ke sini. Sebetulnya gua pernah nyaris ke museum ini waktu lagi traveling ke Bangkok, namun kondisi kantong menahan gua untuk melangkah masuk.

Meski namanya museum, jangan bayangkan suasana yang sepi, senyap, dan cenderung membosankan. Madame Tussauds itu sebuah museum yang sangat menyenangkan. Kenapa? Karena pertama, setiap latar patungnya disesuaikan dengan ciri khas si tokoh. Misalnya, Obama ada di ruang kerjanya di Gedung Putih, Yao Ming yang lagi main basket, dan masih banyak lagi.

Ditambah lagi, patung lilin yang ada di museum ini ga diletakkan di dalam boks kaca, tapi dibiarkan berdiri sliweran di sepanjang jalur pengunjung. Membuat ga ada jarak antara pengunjung dengan orang-orang kenamaan tersebut.

Latar kece ditambah bisa deket banget sama orang terkenal? Do you know what that means? It’s taking pictures time!

Tepat di jam bukanya, yakni pukul 10 pagi, kami berempat udah tiba di depan Madame Tussauds yang berada di daerah Imbiah, Sentosa.

Untuk menuju ke sini kamu bisa naik MRT ke arah stasiun Harbourfront, lalu naik ke lantai paling atas Vivo City untuk kemudian meneruskan perjalanan dengan light train ke arah Sentosa. Harga tiket light train-nya SGD 4, bisa menggunakan kartu MRT atau beli terpisah di loket dekat pintu masuk stasiunnya. Kemudian turun di stasiun Imbiah dan lurus aja ke arah eskalator yang ada di sebelah kanan patung Merlion raksasa.

Oiya, biar lebih ekonomis, kalian bisa beli tiket Madame Tussauds (atau atraksi di Singapura lainnya) lebih dulu di shop.wisatasingapura.web.id milik Anaya Tour. Potongan harga yang diberikan Anaya Tour lumayan banget lho. Harga normal untuk masuk ke Madame Tussauds itu SGD 30. Tapi dengan membeli dari Anaya Tour, gua dapet harga SGD 29 untuk masuk ke Madame Tussauds, Image of Singapore, dan Wings of Time. Oke banget kan?

Setelah menunjukkan tiket yang gua beli di loket depan, gua langsung dipersilahkan masuk oleh petugas. Madame Tussauds terbagi menjadi 8 area utama; boat ride, history and leaders, sport, music, behind the scenes, TV, film, dan yang terakhir, A-List party yang berisi bintang-bintang film papan atas yang ceritanya sedang berpesta.

Well, daripada gua berpanjang lebar menceritakan ada apa aja di sana, lebih baik gua membiarkan foto-foto gua yang bercerita. Here we go.

soekarno

Salah satu koleksi Madame Tussauds Singapore yang berada palling depan. Presiden pertama Indonesia: Soekarno.

obama

Nasi goreng, sate, semua enak! Saya pesan satu! Minumnya capucino cingcau!

beckham 2

Bikin cemburu! Awas Beckham, gua juga bisa kayak lu!

beckham

…ngepet, susah ternyata.

katy perry

Ankondisioneeel, ankondisioneli, ai wil lof yu ankondisineli~

oprah

Salah spot yang interaktif. Tiap kita duduk di sebelah Oprah, tiba-tiba ada bunyi tepuk tangan. Berasa jadi bintang tamu di Oprah Show. Keren.

arnold

Bang, uang parkirnya kurang nih, Bang. BBM udah naek, anak mau sekolah, cicilan motor ninja belom kelar. Tambahin dua ribu deh ya, Bang.

audrey hepburn

Detailnya sangat kaya. Asli, mirip dan “hidup” abis patung-patungnya.

bruce lee

Si Bruce Lee wataw, gua wakwaw.

elvis

Salah satu spot foto dengan properti paling banyak. Mulai dari bunga ala hawai, gitar, sampe rambut palsu!

ET

Bukan, itu bukan gua yang dibonceng si pacar.

tom cruise

Pesan terakhir sebelum menutup postingan ini: Jangan lupa selfie!

PS: Kurang lebih perlu waktu 1 jam untuk menjelajahi 8 area Madame Tussauds Singapore. Usul gua sih sebaiknya datang ke sini agak pagi, karena semakin siang semakin ramai dan semakin susah untuk bisa foto sebebasnya.


6 Hal Gratis yang Bisa Dilakukan di Singapura

$
0
0

Tahun 2009, saat melakukan #JalanJalanKemiskinan bersama teman-teman kuliah, gua hanya merogoh kocek sedalam satu juta rupiah untuk menjelajah Singapura selama 5 hari. Tapi nilai mata uang rupiah yang terus melemah terhadap dolar Singapura dalam setahun terakhir, menjadikan Singapura ga lagi ramah sama kantong gua.

Meski begitu, ternyata ada beberapa objek wisata yang masih bisa dinikmati secara cuma-cuma di Singapura. Saat melancong bareng keluarga ke Singapura akhir Desember kemarin, itinerary hari kedua gua banyak melibatkan objek-objek gratisan.

Nah, di postingan kali ini, gua mau berbagi 6 hal gratis yang bisa dilakukan di Singapura. Enam hal gratis ini udah pernah gua coba sendiri, baik itu ketika #JalanJalanKemiskinan tahun 2009 sampai dengan ketika family trip awal Desember 2014 kemarin.

Dan seperti yang biasa gua bilang ketika bikin postingan kayak begini, anggap saja ini sebagai sumbangsih gua buat negara. Auwo.

1. Berpose di Merlion dan Esplanade

Belum ke Singapura kalo belum berfoto di patung yang menjadi simbol pariwisata negara Singapura ini. Total, ada 5 patung Merlion yang diakui oleh Singapore Tourism Board, namun yang paling sering jadi objek foto dan diunggah kelas menengah ngehe ke social media adalah patung Merlion yang berada di One Fullerton, dekat area bisnis Singapura.

Patung ini memiliki tinggi 8.6 meter dan memancurkan air selama 24 jam (kecuali jika sedang dalam perbaikan). Air pancuran ini biasanya dijadikan gimmick turis dalam berfoto. Ada yang pura-pura minum airnya sampai pura-pura pipis. Jadi, jangan lupa untuk berfoto sebanyak-banyaknya karena ga ada pungutan biaya untuk melakukan itu.

Ga jauh dari Merlion, ada juga objek lainnya yang bisa dijadikan objek foto gratisan juga. Namanya Esplanade, yang merupakan gedung konser dengan kapasitas 1,600 tempat duduk. Bentuk eksteriornya yang menyerupai buah durian, menjadikan Esplanade sebagai objek foto yang unik dan sayang kalo dilewatkan. Saat malam, lampu yang menyorot dari setiap sela “duri”-nya membuat Esplanade makin kece.

Untuk mencapai dua objek wisata ini, kalian bisa naik MRT jalur Circle (warna kuning) dan turun di stasiun Esplanade. Dari Esplanade ke Merlion, kalian bisa jalan kaki menyebrangi sebuah jembatan yang juga bisa jadi spot foto yang oke. Jadi, selamat berfoto ria!

2. Mendaki Mount Faber

Di daerah Bukit Merah, ada sebuah bukit setinggi 105 meter yang bisa dijelajahi dengan jalan santai. Di tahun 2009 gua pernah coba mendaki bukit ini bersama teman-teman kuliah, yang cerita lengkapnya bisa dibaca di sini. Pemandangan sepanjang berjalan naik memang ga begitu bagus, namun panorama ketika udah sampai di atas terbilang cukup menarik.

Perpaduan modernisasi dan alam terpampang di sepanjang mata memandang. Warna hitam dan kelabu menyatu bersama hijaunya pepohonan. Seperti berdesak-desakan, berlomba mengisi langit Singapura.

mount faber

Kalo kalian ingin mencari sesuatu yang “beda” di Singapura, maka jalan-jalan naik gunung di Mount Faber bisa jadi alternatif yang seru. Untuk mencapai Mount Faber, kalian bisa naik MRT jalur North East (warna ungu) dan turun di stasiun Harbourfront. Ambil exit D dan berjalanlah ke arah jalan Mount Faber sekitar 7 menit. Cobain deh.

3. Mall hoping di Orchard Road

Singapura sering dijadikan destinasi wisata belanja oleh para perempuan shopaholic. Area yang jadi tujuan tentu aja Orchard Road. Di sepanjang 2.2 kilometer jalan utama Orchard, terdapat belasan pusat perbelanjaan yang jadi surga bagi mereka yang menjadikan belanja sebagai obat sakit kepala.

Bagi yang minim dana atau ga suka belanja, cukup mall hoping atau sight seeing aja. Kita bisa cuci mata sambil belajar bagaimana rapihnya penataan jalan dan akses dari mall-mall itu. Kita ga akan kepanasan saat berpindah dari mall ke mall karena ada jalan bawah tanah yang menghubungkan sebagian besar dari mall-mall tersebut.

Oiya, untuk mencapai Orchard, kalian bisa naik MRT jalur North South (warna merah) dan turun di stasiun Orchard. Setiap exitnya akan mengarahkan kita ke mall yang berbeda. Jadi, silahkan pilih sesuai selera!

4. Mengunjungi Haw Par Villa

Salah satu oleh-oleh andalan Singapura untuk orang tua biasanya berupa Tiger Balm. Tiap kali ke Singapura, gua pasti beliin ini buat nyokap. Karena dulu, balsem berlogo macan ini hanya bisa dibeli di Singapura, meski sekarang penampakannya udah lumayan banyak di Jakarta.

Apa hubungannya Tiger Balm dan Haw Par Villa? Ada banget. Karena laris manis tanjung kimpul, dua bersaudara pemilik Tiger Balm ini mendirikan Haw Par Villa pada tahun 1937, sebuah taman yang berisi diorama-diorama tentang mitos dari negara Tiongkok, seperti Sungokong dan Siluman Ular Putih.

Diorama yang paling terkenal adalah Ten Courts of Hell, diorama yang bercerita tentang hukuman-hukuman di neraka berdasarkan dosa yang dibuat selama di dunia. Buat orang yang visual banget, pasti bakal membawa oleh-oleh berupa grafik yang ga bakal cepet dilupain dari kepala. Pokoknya ngeri deh. Tapi gratis.

Untuk bisa mencapai Haw Par Villa, kalian bisa naik MRT jalur Circle (warna kuning) dan turun di stasiun Haw Par Villa.

5. Berjalan di jembatan Double Helix

Jembatan yang menghubungkan Marina Center dengan Marina South adalah jembatan khusus pejalan kaki dengan arsitektur yang terlihat rumit namun enak dipandang mata. Jembatan ini menghubungkan salah dua landmark besar Singapura, yakni Singapore Flyer dan Marina Bay Sands.

Ga perlu khawatir bakal kepanasan karena ada penutup di sepanjang jembatan. Asiknya lagi, ada area yang menjorok keluar (seperti tanjung) yang pas banget untuk dijadikan spot foto. Yang menjadi latar adalah Marina Bay Sands, Singapore Art Museum, dan distrik bisnis Singapura. Selain itu, keribetan arsitektur jembatan ini sendiri udah jadi spot foto yang keren.

double helix

Untuk mencapai jembatan Double Helix, kalian bisa naik MRT jalur Circle (warna kuning), turun di stasiun Promanade, ambil exit A, lalu berjalanlah ke arah Singapore Flyer. Ga jauh dari sana akan tampak dua jembatan, yang satu untuk mobil, yang satu Double Helix ini.

6. Mengagumi Supertrees di Garden by The Bay

Memang, untuk masuk ke Flower Dome dan Cloud Forest Dome di Garden by the Bay, kita harus bayar SGD 34. Pun dengan skyway di supertrees. Kita harus bayar SGD 5 untuk bisa naik ke ketinggian 50 meter dan menyebrangi sebuah jembatan yang melayang di udara antara supertrees.

Kabar gembiranya, kita ga harus bayar sepeserpun untuk duduk dan mengagumi kerennya jajaran supertrees lho. Usul gua sih, sebaiknya dateng ke sini malam hari karena pemandanganya akan dua kali lebih keren. Lampu-lampu yang merambat di supertrees dan skyway menjadikan Garden by The Bay sebuah landmark yang harus dikunjungi ketika lagi melancong ke Singapura.

garden by the bay

Untuk bisa ke Garden by the Bay, kalian bisa naik MRT jalur Circle (warna kuning), turun di stasiun Bayfront, lalu ambil exit B. Setelah itu jalan kaki kurang lebih 9 menit untuk bisa sampai di gerbang depan Garden by The Bay.

Selamat mencoba!

Nah, itu tadi 6 hal yang bisa dilakukan secara cuma-cuma di Singapura. Berfoto di Merlion & Esplanade, mendaki Mount Faber, mall hoping di Orchard, mengujungi Haw Par Villa, berjalan di Double Helix dan mengagumi supertrees di Garden by the Bay. Meski cuma-cuma, namun hal itu ga mengurangi keindahan dan kenyaman selama menikmati keenam objek wisata tadi. Percaya deh.

By the way, kalo kalian tau spot atau destinasi lain di Singapura yang bisa dinikmati gratisan, cerita di kolom komen ya!


She Said Yes

$
0
0

Hari Sabtu itu tampak seperti Sabtu-Sabtu biasanya. Jam masih menunjukkan pukul 10 pagi ketika gua sedang bersiap akan menjemput si pacar di rumahnya. Mandi, cukuran, sikat gigi, sarapan, dan tentu aja, pake celana. Semua berjalan seperti biasa. Hanya ada satu pembeda yang membuat Sabtu pagi itu terasa lebih menegangkan buat gua. Gua membawa sebuah cincin.

Bukan, bukan, gua bukan bertujuan untuk membawa cincin itu ke Mordor lalu membuangnya ke lahar panas. Tapi gua bermaksud untuk memberikan cincin itu ke si pacar.

Iya, gua mau melamar si pacar.

Sebagai catatan, si pacar sama sekali ga tau hal ini. Jadi ini sebuah kejutan kecil yang semoga menyenangkan buat dia. Semoga, saat gua memberikan cincin ini dan menanyakan apakah ia mau menemani gua sampai akhir hayat, jawabannya bukan “Saya sih yes, tapi ga tau deh gimana Mas Dhani” atau malah “Bisa jadi! Bisa jadi!”

Gua udah menyiapkan rencana lamaran ini selama beberapa bulan. Persiapannya agak lama karena rencananya terus berubah-ubah. Awalnya gua ingin memakai social media, namun setelah gua pikir-pikir, biarlah prosesi lamaran ini tetap menjadi privasi kami berdua. Lalu sempat berencana untuk mengajaknya menikah di tengah makan malam yang indah sambil diiringi musik klasik, yang lalu dengan kasualnya, muncul Limbad yang beratraksi makan keramik. Tapi lagi-lagi, rencana itu gua batalkan dengan alasan paling umum ketika suatu hal gagal. Karena “satu dan lain hal”.

Selain karena rencana yang berubah-ubah, alasan kedua kenapa persiapannya makan waktu agak lama adalah karena cincinnya harus gua pesan khusus. Ukuran lingkar jari si pacar sangat kecil, sehingga cincinnya ga bisa gua beli jadi. Harus pesan. Kecilnya lingkar jari si pacar ini pun membuat gua beberapa kali mendapat tatapan curiga dari toko cincin.

“Mas, ukuran cincinnya mau berapa?” tanya si penjaga toko.

“Empat, Pak.”

“Empat? Empat itu buat anak-anak lho. Ini buat hadiah ulang tahun keponakannya ya?”

Tadinya gua mau jawab kalo gua mau ngegaul ke Mordor bareng Legolas dan kuda gua udah nunggu di depan. Tapi demi hubungan baik, maka gua menjawab, “Bukan, Pak. Buat lamaran.”

Dan detik itu juga, gua mendapat tatapan penuh tuduhan bahwa gua ini om-om pedofil.

Selain soal ukuran, cincin ini juga sengaja gua pesan khusus agar sesuai dengan cincin impian si pacar yang tanpa sadar pernah ia ceritakan di salah satu dari ratusan kencan kami. Si pacar mau cincin yang sederhana. Lingkar bulat sempurna dengan satu mata aja sebagai mahkotanya. Ga mau yang terlalu bling-bling atau bermata banyak. Cukup satu.

Setelah memasukkan cincin ke dalam kantong celana, gua bercermin sekali lagi sebelum berangkat. Gua menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan cepat untuk menurunkan kadar grogi yang membuncah dalam dada.

“Haaaah!”

Dada yang sesak melentur sedikit. Kini gua udah siap. Dengan mengenakan kaos dan celana jeans, gua pun berangkat ke rumah si pacar.

Satu jam kemudian, gua sampai di depan rumahnya. Sebelum turun dari mobil, gua memastikan lagi semua perlengkapan udah pada tempatnya. Setelah semua oke, gua pun melangkah ke arah rumahnya. Dan dalam satu tarikan napas, gua mengirim pesan singkat ke smartphone-nya, “Aku udah di depan nih.”

Jantung semakin berdegup parah saat wajahnya mulai nampak dari balik pintu. Kombinasi wajah cantik, senyum manis, dan entah apa lagi, selalu berhasil membuat darah berdesir lebih kencang dari biasanya. Padahal siang itu, si pacar mengenakan pakaian sehari-harinya. Sama seperti gua, dia hanya pakai kaos dan celana jeans.

Lalu mobil pun gua pacu. Hari itu kami memang ada rencana ke Kelapa Gading untuk melihat perkembangan pembangunan apartemen yang akan jadi tempat tinggal kami setelah menikah nanti. Itu yang si pacar tau. Yang si pacar ga tau, ada satu rencana lagi yang akan gua jalankan sekarang.

“Eh, coba deh kamu buka laci dashboard,” kata gua memulai eksekusi rencana lamaran. Si pacar sedikit bingung namun tetap membuka laci yang ada di hadapannya.

Di dalam laci, ada satu kota ungu berukuran sedang yang biasanya ga ada di situ. Si pacar sempat tertegun, sebelum akhirnya gua teruskan, “Ambil deh kotaknya.”

“Ini?” tanya dia, kurang yakin.

“Iya. Ambil. Itu buat kamu.”

Si pacar lalu mengambilnya pelan-pelan, “Aku buka ya.”

Di dalam kotak ungu itu, ada satu kotak lagi berbahan bludru warna hitam yang berukuran lebih kecil. Sebuah kotak yang biasa digunakan untuk menaruh cincin di dalamnya. Setengah kaget, si pacar menutup mulutnya dan sepertinya ia menyangka ini adalah cincin impian yang pernah ia ceritakan dulu.

“Ini… ini…” Si pacar terbata.

“Buka deh.”

Ketika dia buka, ternyata isi kotaknya… kosong. Saat si pacar terperangah dan bingung apa yang terjadi, gua mengambil benda yang sedari tadi masih ada di kantong gua.

“Will you marry me?”

Tanpa banyak kata, tanpa basa-basi, gua melontarkan sebuah pertanyaan yang biasa diucapkan seorang pria sambil berlutut dengan pakaian terbaiknya. Namun hari itu gua memutuskan untuk melamar si pacar dengan cara gua. Dengan sederhana.

Hanya dengan mengenakan kaos dan celana jeans. Hanya sambil nyetir di tengah kemacetan Jakarta menuju tempat tinggal kami berdua nanti. Hanya sepotong kalimat tanpa embel-embel pidato super manis sebagai pengantar.

Karena nanti, gua ga akan selalu berlutut sambil pakai jas di hadapannya. Karena nanti, gua ga akan selalu berpidato super manis untuk mendapat perhatiannya.

Tapi yang pasti, gua akan selalu duduk di sampingnya. Mengantarkan dia ke tempat-tempat terbaik. Menemani dia di perjalanan pulang, sambil berbicara tentang apa saja. Berdua menikmati dunia sampai tua, dengan mengenakan kaos dan celana jeans.

Hanya itu yang bisa gua janjikan. Hanya itu yang gua ucapkan sambil menggenggam tangannya dan menawarkan cincin serta hidup gua untuknya.

Gua menarik nafas dalam-dalam sambil menunggu apa jawabannya.

“Haaaah!”

Sabtu kali ini jelas bukan Sabtu yang seperti biasanya. Frekuensi gua menghela napas panjang jauh lebih sering. Detak jantung gua hari itu juga berdegup lebih keras. Keringat mulai muncul di sela tiupan mesin pendingin mobil. Namun jawaban si pacar membuat Sabtu itu menjadi salah satu hari paling bahagia dalam hidup gua.

yes

She said yes.

“It is the sweet simple things of life which are the real ones after all.” – Laura Ingalls Wilder


Viewing all 283 articles
Browse latest View live