Quantcast
Channel: 「ユース カジノ」 プロモーションコード 「ユース カジノ」 出金 「ユース カジノ」 出金条件
Viewing all 283 articles
Browse latest View live

Belajar dari Lumba-lumba

$
0
0

kata sarah

Good morning, Singapore! Rise and shine!

Kelar sarapan, gue keluar dari kawasan Festive Hotel dan langsung di sambut dengan hangatnya sinar mentari. Buseeet, ini mah Adam Levine aja kalah hot! Setengah merem (karena terik), gue mengendong tas ransel dan menyeret kaki menuju Dolphin Island.

Di tengah perjalanan, ponsel gue geter. Didiemin, geternya gak udah-udah. Sebenernya, gue adalah tipe orang yang paling males diganggu waktu lagi liburan. Apalagi kalo masalahnya bisa menunggu dan kalo kemungkinan besar masalah kerjaan. Tapi berhubung geternya gak berenti-berenti, akhirnya terpaksa gue keluarin dari tas dan gue cek.

And yes, it’s my boss. And it isn’t his first time, ngejar-ngejar gue ke mana pun gue pergi kayak begini. Pernah, gue di-BBM panjang lebar di hari Sabtu pagi, waktu gue lagi duduk dalam kereta wahana rumah hantu Jungleland. Haloh, Pak? Gak punya kalender ya di rumah?

Belum lagi doi hobinya nyuruh gue ngelakuin sesuatu yang mustahil. Ngejelasin itungan via BBM, misalnya. Kayak sekarang ini. Alhasil sempet miskom, dan berbuah percakapan panjang kali lebar sama dengan luas yang mana hasilnya enol besar. Bentzi aku, bentziii!

Abis kan gue mau seneng-seneng, kok ya ada aja ujian kesabarannya. Tambah gondok lagi kalo inget susahnya gue dapet cuti kayak hari ini. Sekalinya dapet cuti kok ya masih digangguin masalah kantor?

Roy, ngeliat pacarnya manyun dan lagi bad mood, milih melipir dan gak nanya-nanya penyebab muka gue seasem ketek. Dese juga gak banyak komentar waktu tau gue mau resign. Yastralah, mari dipikirkan sekembalinya ke tanah air. Sekarang bersenang-senang sama bule-bule lumba-lumba dulu!

Waktu gue dan rombongan (Adis, Roy, dan Fahmy) sampe di Dolphin Island, kami ber-waw-wow-waw norak begitu ngeliat lumba-lumba dari jarak dekat. Setelah dipersilakan masuk kolam dan elus-elus, gue langsung memikirkan sederet trik untuk menyelundupkan satu aja mamalia ini ke rumah gue. Ih, aku kepingin pelihara!

sarah & dolphins

Udah gitu, bukan cuma lucu aja, mereka juga pinter! Bayangin, they can memorize hundreds of hand instructions. Ya amplop, siapa yang ngafalin puluhan rumus fisika aja keok? Sayaaa! Hihihi.

Waktu menyaksikan dengan mata kepala sendiri gimana kepiawaian lumba-lumba dalam melaksanakan instruksi sang trainer, gue sampet bertanya dalam hati, ini ngelatihnya gimana ya? Kan lumba-lumba gak ngerti bahasa manusia. Begitupun sebaliknya, si trainer gak bisa bahasa lumba-lumba. Trus mengkomunikasikannya gimana?

Pertanyaan gue terjawab waktu gue diminta menjadi ‘lumba-lumba’. Sebelum makan siang, kami di-brief singkat tentang pentingnya kesabaran seorang trainer dalam melatih lumba-lumba. Supaya lebih jelas, akhirnya kami praktek.

Gue sebagai lumba-lumba disuruh ngumpet, sedangkan sang trainer, Adis, Roy, dan Fahmy berunding untuk meminta gue menyentuh sebuah sesuatu. Kelar berembuk, gue dipanggil keluar. Gue diharuskan nebak-nebak benda apa yang mereka ingin sentuh. Gue ngerengek minta clue, tapi berempat itu diem aja trus pasang poker face. Siyal.

Berhubung putus asa tapi gak boleh nyerah, akhirnya gue lari keliling ruangan dan megang semua benda yang gue temui. Toel pohon palem, toel meja, toel kamera, toel dagu Roy, toel pelampung, toel kursi, smuanya masih salah. Jangan-jangan instruksinya toel langit nih.

Mirisnya lagi, gak ada yang kesian ngeliat ‘lumba-lumba’ imut ini kebingungan. Mereka tetep aja duduk santai sambil pasang muka sedatar papan. Kedzjam!

Gue nengok kanan-kiri. Mencoba lebih teliti merhatiin benda apa yang tadi kelewat gue sentuh. Karena pusing, gue memutuskan untuk ngulang lagi noel-noelin seluruh barang di dalem ruangan. Kali ini, ubin kagak ketinggalan, bantal kursi, pot pohon palem, air minum botolan…

“PRIT!”

Telinga gue menangkap suara pluit yang ditiup. HOREEE! Berarti dari tadi tuh gue disuruh nyentuh botol minum toh. Yailah!

Setelah gue kembali duduk, sang trainer kemudian bilang, bahwa kebingungan gue tadi kurang lebih sama kayak yang dirasain oleh lumba-lumba ketika mereka menerima sebuah instruksi. Gampang? Susaaah!

Lumba-Lumba udah pasti berkali-kali salah mengartikan. Belum lagi setelah bisa ngartiin, mereka juga kudu menghapal dan membedakan. Inget, instruksinya gak satu lho. Ada puluhan, bahkan ratusan.

Karena itulah, sang trainer menegaskan, kunci kesuksesan latihan adalah stok sabar para pelatihnya. Salah? Ulang lagi. Salah? Coba lagi. Masih salah? Ulang. Begitu terus sampe berhasil.

Tapi menurut gue, kunci keberhasilan kolaborasi dari trainer dan lumba-lumba-nya bukan hanya semata-mata dipengaruhi oleh kesabaran sang trainer. Kerja keras dan mental baja si lumba-lumba juga memegang peranan penting. Bayangin aja kalo lumba-lumbanya gampang nyerah. Sekali kebingungan karena gak bisa menterjemahkan instruksi, doi langsung ngambek terus berenang tak tentu arah, gak mau latihan lagi.

Hebatnya, lumba-lumba gak nyerah waktu mereka salah. Masih belum bener? Coba lagi. Belum juga? Lagi, lagi, dan lagi, sampe terdengar bunyi pluit yang ditiup sang trainer. Sampe mereka berhasil menerjemahkan maksud dan harapan sang trainer. Mereka akhirnya bisa, karena terus mencoba dan berusaha. Nggak kenal kata nyerah. Jatuh, bangkit lagi. Salah, coba lagi.

Lamunan di tengah perjalanan menuju makan siang itu terputus saat getaran ponsel terasa dalam kantong. Begitu buka BBM, gue langsung disambut puluhan pesan dari –siapa lagi kalo bukan– Pak Bos. Isinya tentu saja nanya ini, nanya itu, nyuruh ini, nyuruh itu.

Gue diem bentar, narik nafas, kemudian mulai mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan Pak Bos. Miskom, dia gak ngerti. Masih bingung, jelasin lagi. Sampe akhirnya dia paham dan setuju permintaannya akan gue kerjain di hari Senin. Ya amfun, puji Tuhan akhirnya si bapak sadar saya lagi liburan!

“Bos kamu lagi ya? Udah nggak usah diladenin deh, kan mau resign juga.” Roy tiba-tiba menegur gue yang lagi sibuk sama ponsel.

“Ho oh. Nope, kayaknya aku batal resign.”

“Lho? Kenapa?”

Gue tersenyum simpul.

Seperti yang pernah gue bilang sebelumnya, manusia bisa belajar dari siapa atau apa saja. Asal rendah hati, mereka selalu bisa memetik pelajaran dari seseorang atau sesuatu. Kali ini gue dapet pelajaran itu dari seekor lumba-lumba yang pantang menyerah.

PS: Tulisan ini dibuat oleh Sarah Puspita untuk segmen “Kata Sarah” pada blog saputraroy.com. Untuk membaca tulisannya yang lain dapat berkunjung ke sarahpuspita.com.



Pertanyaan Sederhana

$
0
0

Cerita pada postingan kali ini bermula ketika gua teringat sebuah pertanyaan menarik yang diajukan oleh seorang pengunjung talkshow “Bankers Writers”, Jambi Banking Expo, beberapa bulan yang lalu.

“Apa peran orang tua dalam karier menulis Mas dan Mbak sekalian?”

talkshow Jambi Banking Expo

Beberapa kali hadir pada talkshow atau sejenisnya, baru kali ini gua ditanyakan hal ini. Biasanya hanya pertanyaan serupa yang ga jauh-jauh dari dapet-inspirasi-dari-mana dan gimana-bagi-waktu-antara-kerja-dan-nulis. Dua pertanyaan yang hampir aja membuat gua untuk membeli tape recorder, merekam jawaban, menari poco-poco, lalu memutarnya setiap kali ada yang bertanya hal yang itu-itu lagi.

Namun hari itu, sebuah pertanyaan segar berhasil mengusik otak gua. Dilempar oleh seorang ibu yang anaknya ingin menjadi penulis dan sedang mencari sebanyak-banyaknya masukan.

Untungnya, bukan gua yang mendapat giliran pertama untuk menjawab. Mungkin, jika gua diharuskan menjawab saat itu juga, gua akan berteriak, “ISTANA MAIMUN! ISTANA MAIMUN!”. Nina Ardianti, penulis novel Restart, dipersilahkan untuk menjawab duluan. Sambil mendengarkan jawaban Nina, otak gua berputar mencari jawaban apa yang pas bagi pertanyaan tadi.

Karena kalo diinget-inget, sebenernya orang tua gua ga pernah setuju-setuju banget sama kegemaran gua akan dunia tulis-menulis. Gua yang notabene lulusan fakultas teknik, dianggap hanya akan menghabiskan waktu percuma menggeluti dunia yang jauh berbeda dari gelar akademis tadi.

“Kamu fokus aja sama kerjaan kamu yang sekarang.”

Begitu alasan yang bolak-balik dilempar oleh bokap dan nyokap. Mereka ingin gua fokus untuk memanjat pohon karier setinggi-tingginya dan ga terdistraksi hal lain.

Namun saking tertariknya gua dengan dunia tulis menulis, gua pernah sempat resign dan memutuskan untuk menulis novel penuh waktu. Berhari-hari menulis di depan komputer, dengan celana pendek dan kaos butut. Sesekali malah tanpa baju. Mengangkat kaki ke atas meja sambil mencari inspirasi. Asisten rumah tangga yang kebetulan ke kamar untuk mengantarkan makanan, kaget, lalu berteriak, “Bu, Mas Roy akhirnya gila beneran, Bu! Mas Roy akhirnya gila beneran!”

Dua bulan kemudian, naskah novel itu rampung. Karena tekanan lingkungan, gua memutuskan untuk mencari kerja lagi. Salah satu pekerjaan yang gua coba lamar adalah sebagai editor di penerbit yang tergolong baru. Tapi lagi-lagi, keinginan ini bentrok dengan harapan bokap nyokap waktu itu.

Maka kalo ditanya apa peran orang tua gua dalam dunia tulis menulis gua, dukungan bukanlah jawabannya. Bakat? Bukan juga. Bokap nyokap jauh dari dunia kesenian. Momen terdekat bokap nyokap dengan hal-hal yang berbau seni adalah saat sesi karaoke rutin mereka setiap Minggu sore. Namun jangan bayangkan suara mereka seperti duet suami istri Muchsin Alatas dan Titiek Sandora. Mereka lebih mirip Tom dan Jeff Hardy. Suaranya Smackdown, argh!

Jadi sebenarnya, apa ya peran orang tua dalam karier penulisan gua?

Saat Nina tiba di penghujung jawabannya, tiba-tiba gua terbesit sebuah jawaban yang sepertinya bisa menjawab pertanyaan ibu tadi.

“Kalo Roy gimana nih?” tanya pembawa acara, “Apa peran orang tua Roy dalam mendukung profesi Roy sebagai penulis?”

Gua mengambil microphone dan mendekatkannya ke bibir. Dengan satu tarikan nafas, gua menjawab, “Orang tua saya suka bertanya.”

Pembawa acara terlihat mengerutkan alis, “Maksudnya?”

“Iya,” lanjut gua, “Mereka suka bertanya hal-hal apa yang terjadi dengan saya pada hari itu. Pertanyaannya sederhana. Namun pertanyaan mereka membuat saya ingin menjawab. Menjawab dengan bercerita.”

Kemudian gua mengingat-ingat momen waktu gua masih kecil. Setiap pulang sekolah, sambil membereskan pakaian dan menyiapkan makan siang, nyokap gua suka bertanya, “Tadi gimana di sekolah? Pelajaran apa yang seru? Ada PR ga hari ini? Kamu ga berantem kan di sekolah? Hayo cerita sama Mama.”

Lalu berceritalah gua. Mendeskripsikan adegan yang ada di kepala menjadi kata-kata yang tersusun sesuai urutan waktu. Dari pagi ke siang lalu ke kejadian pulang sekolah. Ga lupa, gua juga menggambarkan tempat-tempat kejadian sebagai latar dari cerita. Menyebutkan nama beberapa teman beserta karakternya. Lalu menyusun semua komponen tadi menjadi sebuah cerita.

Adegan, deskripsi latar, dan karakter. Semua dibiasakan dan dilatih sambil makan siang dengan nasi mengepul dan sayur gurih buatan nyokap.

Lalu, gimana dengan bokap?

Mungkin bokap ga menurunkan bakat menulis, tapi seingat gua bokap adalah seorang pencerita yang ulung. Waktu gua masih kecil, setiap pulang kerja, beliau biasanya duduk di ruang tengah sambil menceritakan gimana harinya atau kejadian seru yang pernah menimpanya. Tante gua pernah berkata, “Papa mu itu kalo cerita jadi heboh. Cerita gimana cara goreng emping aja bisa 15 menit!”

“Jadi itu peran orang tua saya dalam dunia tulis-menulis,” tutup gua, menyudahi jawaban atas pertanyaan ibu tadi.

Beberapa menit setelahnya, sesi talkshow pun disudahi. Sesaat setelah berfoto-foto, gua berpamitan dengan panitia dan memutuskan untuk kembali ke hotel agar bisa beristirahat. Di sepanjang perjalanan pulang, di antara kilasan-kilasan gedung yang bermain di kaca jendela mobil, gua masih terbayang dengan satu pertanyaan tadi. Sebuah pertanyaan sederhana yang membekas dan ingin sekali gua bagikan, ingin sekali gua ceritakan. Lewat tulisan.

Mungkin orang tua gua ga membelikan buku secara rutin atau mengharuskan gua untuk membaca buku setiap malam. Mungkin juga orang tua gua bukan pujangga yang menurunkan bakat lewat darah, atau memperkerjakan seorang guru privat untuk mengajarkan gua merangkai kata.

Yang mereka bagi sederhana. Keinginan untuk bercerita.

Jadi, jika perjalanan gua sampai di titik ini, semua bermula di sana. Di sebuah siang, sepulang sekolah. Di antara senyum dan jawaban atas sebuah pertanyaan yang sangat sederhana.

“Tadi gimana di sekolah?”

“Big things often have small beginnings.” ― Prometheus.


Juli 2014!

$
0
0

Juli 2014!

Ga kerasa, udah setengah tahun 2014 kita lewati. Gimana yang punya resolusi? Udah terpenuhi setengahnya belum?

Bagi yang belum, jangan khawatir, masih ada waktu selama 6 bulan buat menggenapi apa yang udah direncanakan. Mungkin setengah awal tahun ini terlalu asik bermain, jadi ga konsen usaha menuhin mimpi. Atau mungkin 6 bulan kemarin adalah persiapan, yang buah mimpinya siap dipetik di semester kedua tahun 2014.

Awal semester dua ini sepertinya jadi titik yang pas untuk mereview semua highlight penting yang terjadi sepanjang semester satu tahun 2014 dan juga hal-hal happening yang lagi berjalan di bulan-bulan belakangan ini. Gua akan coba ngebahas tentang bulan puasa, gadget yang rilis di tahun ini, Piala Dunia, sampai ke pemilihan anggotan legislatif dan presiden. Selain itu, segmen rutin wawancaur, Kata Sarah, dan “beberapa hal yang jangan dilakukan” bakal tetap nongol untuk dibaca teman-teman semua.

On a lighter note,

Setiap gua pulang dari perjalanan yang menyenangkan, biasanya gua akan menuliskan beberapa cerita di blog ini. Termasuk saat gua seseruan bareng teman pembaca di Resort World Sentosa pada bulan Mei lalu. Total ada 3 tulisan gua tentang Resort World Sentosa yang semuanya di-publish bulan Juni kemarin, yaitu Feel The Dolphin Island, Liburan untuk Semua, dan nge-wawancaur teman pembaca yang waktu itu pergi bareng gua, Fahmy si First-Time Foreigner.

Tulisan-tulisan tadi, bersama tulisan 4 blogger kece lain yang berangkat bareng waktu itu, dilombakan oleh Resort World Sentosa untuk memenangkan sebuah grand prize yang misterius dan bikin penasaran. Setelah melewati proses penjurian oleh tim Resort World Sentosa dan menunggu beberapa purnama (cailah), akhirnya keluarlah keputusan yang dinanti-nantikan itu.

Yang menang sebagai blogger dengan konten pasca liburan yang paling engaging adalah…

rwsentosaID

Wohoo!

Makasi, #RWSID! Pulang dari sana, gua pasti bawa cerita seru lagi buat dituang di sini! Sekali lagi, terima kasih @rwsentosaID!

Kalo kalian mau tau soal promo dan informasi menarik lainnya soal Resort World Sentosa, follow aja akun Twitter @rwsentosaID dan sering-sering mampir ke rwsentosa.co.id ya. Dijamin ga nyesel.

Dan seperti biasa, sebelum gua menutup postingan kali ini dengan cover edisi Juli 2014, ijinkan gua untuk merekap perjalanan saputraroy.com di bulan Juni 2014:

  • Ada 8 postingan di bulan Juni yang semuanya publish di jam cantik 11:11 WIB
  • Selasa, 24 Juni 2014 adalah hari dengan traffic tertinggi sejumlah 751 views, di mana pada hari itu di-publish postingan Belajar dari Lumba-lumba.
  • Referrers paling rame datang dari search engine (Google, Yahoo, Bing, dll.) yaitu sebanyak 4,233 dan peringkat kedua diduduki oleh Twitter sejumlah 647.
  • Total traffic untuk bulan Juni kemarin mencapai 14,514 views, dengan rata-rata 484 views per harinya.

Semoga dengan tema bulan ini, kalian makin betah main di sini dan bersama-sama kita pecahkan pencapaian bulan-bulan lalu.

Jadi, ini dia tema saputraroy.com bulan Juli 2014:

cover juli

Gambar latar adalah milik pribadi yang diambil si pacar sedang asik bermain-main dengan tablet Advan yang terbaru, Vandroid T3X.


#InLoveWithT3X

$
0
0

Belakangan ini gua lagi pusing, mumet, dan stres.

Itu karena tiga pekerjaan yang gua geluti saat ini menuntut gua untuk fokus penuh kepada tiga-tiganya. Ibaratnya, gua punya tiga istri dan ketiga-tiganya sedang hamil 9 bulan berbarengan. Semuanya sama pentingnya. Semuanya sama-sama meronta-ronta minta diperhatikan. Pusing.

Saat ini, gua bekerja sebagai bankir di salah satu bank swasta untuk mengasah otak kiri dan menopang kebutuhan pokok. Jika siang sebagai bankir, maka ketika malam gua berubah wujud menjadi blogger dan designer. Sesekali menumpas kejahatan.

Setelah pulang ngantor, makan, dan mandi, kegiatan malam gua banyak melibatkan otak kanan demi menunjang keinginan sekunder dan tersier. Biasanya gua isi dengan nulis blog atau nge-design kaos untuk Toko Bahagia; clothing line yang sedang gua rintis sejak awal tahun ini.

Kalo kerjaan kantor lagi menjulang, gua akan mengorbankan nulis dan nge-design demi bisa istirahat lebih di saat malam. Begitu juga sebaliknya. Kalo tawaran kerjasama menulis lagi banyak atau sedang siap-siap open pre-order Toko Bahagia, gua pulang tenggo dan fokus di depan laptop malam harinya.

Tapi sekarang, ketiganya perlu konsentrasi yang sama dari otak yang sama. Mumet.

Kerjaan kantor belakangan ini menuntut gua untuk mobile, away from desk, berkeliling dari divisi ke divisi, bertemu dengan beberapa rekan untuk membahas ini itu. Konten blog juga harus terus dijaga demi menjauhkan diri dari kemalasan yang bisa aja berakhir dengan blog yang hiatus. Toko Bahagia juga lagi digodok ulang dengan konsep baru yang sepertinya sayang jika ditunda peluncurannya.

Ketiganya seperti berkonspirasi untuk membuat tingkat stres gua setinggi pohon kelapa. Urgh.

Namun seperti yang pernah gua bilang di sini, secapek-capeknya orang sibuk kerja, lebih capek orang nganggur cari kerja. Banyaknya kesibukan ini bukanlah sebuah bad problem. It’s a good problem. Maka gua pun berhenti mengeluh dan memusatkan perhatian ke bagaimana cara mengurangi tingkat stres dari tiga pekerjaan tadi.

Setelah membuang alternatif untuk mempekerjakan tuyul dan jin tomang, maka gua tiba pada sebuah solusi. Gua perlu satu alat bantu yang bisa gua pakai untuk mendukung ketiga kesibukan ini. Sebuah gadget yang bisa gua andalkan.

Untungnya, akhir bulan kemarin gua memutuskan untuk menggunakan Advan Vandroid T3X. Tablet dengan layar 8.9 inch ini sepertinya bisa jadi teman dalam bahu-membahu terjangan kesibukan selama beberapa bulan ke depan.

advan T3X

Hal pertama yang gua perhatikan ketika membuka kotaknya adalah bobotnya yang lumayan ringan. Selain itu, finishing premium pada bagian back panel bikin Advan T3X terlihat gaya dan pas banget buat dibawa sebelah tangan.

Tampak luar memuaskan, tapi gimana dengan kemampuan dalemannya?

Ujian daleman Advan T3X bermula ketika gua bawa tablet itu ke kantor. Biasanya, gua bawa laptop ke mana-mana untuk kebutuhan presentasi dan rapat dengan beberapa rekan di kantor. Dengan bobot yang ringan tadi, gua harapkan Advan T3X bisa menggantikan laptop dan meringankan bawaan gua ketika berkeliling di kantor.

Karena berbasis Android Jelly Bean 4.2, tablet ini jadi friendly dengan segala jenis office documents. Jadi bisa menunjang kegiatan ngantor gua yang banyak melibatkan file-file Ms. Office. Cukup download aplikasi dari Play Store, maka gua bisa dengan leluasa mentransfer data dari laptop, lalu bermobilisasi untuk presentasi, menulis catatan selama rapat, atau bermain dengan angka dan tabel-tabel.

Layar Advan T3X full HD 1920 x 1200 with IPS. Jernih, tajam, dan responsif. Melakukan presentasi dengan tablet jadi mudah dan nyaman karena ga ada gerakan yang lag ataupun delay. Dan jika layarnya dirasa kurang besar, T3X juga menyediakan port HDMI yang memungkinkan gua untuk melempar presentasi ke layar televisi.

ngantor T3X

Lalu bagaimana dukungannya terhadap profesi gua sebagai blogger dan penulis?

Kemampuannya untuk terkoneksi dengan semua social media tentunya memudahkan gua untuk mencari ide tulisan, kemudian menuangkannya di blog. Berganti-ganti aplikasi atau membuka aplikasi besar secara bersamaan juga ga jadi masalah karena dukungan processor Quad Core Cortex A71.5 GHz dan RAM yang sebesar 1 GB.

Kamera belakang 8 megapixel memudahkan gua untuk mendapatkan konten gambar buat postingan blog. Pun jika ingin bernarsis ria dengan selfie sepanjang hari, T3X menyediakan kamera depan 2 megapixel.

Lalu sampailah T3X di ujian terakhirnya. Apakah tablet ini bisa mendukung gua dalam men-set up ulang clothing line Toko Bahagia? Dan ternyata, lagi-lagi, T3X lulus ujian ini.

Fitur-fitur yang sebelumnya gua jelasin di atas pastinya kepake lagi di sini. Mengambil foto, koneksi ke social media dan penyimpanan data berguna banget selama gua menyusun ulang konsep Toko Bahagia. Namun yang jadi fungsi highlight untuk keperluan yang satu ini adalah kemampuannya untuk bisa menjadi contact center sekaligus penyimpan database yang ulung.

Dengan kapasitas internal storage sebesar 8 GB, T3X bisa gua andalkan untuk menyimpan data pelanggan dan koleksi design kaos Toko Bahagia per bulannya. Terlebih lagi, T3X juga memberikan opsi untuk menambah kapasitas storage lewat slot MicroSD. Ga usah pusing kalo data mulai banyak, cukup beli MicroSD tambahan maka masalah pun selesai.

Advan T3X bisa digunakan untuk menelpon dan SMS. Dual SIM pula. Dengan begitu, gua bisa menyatukan nomor pribadi dan nomor customer service Toko Bahagia ke dalam 1 gadget. Ga usah pusing mesti beli additional headset lagi, karena ketika membeli Advan udah otomatis dapet headset yang kualitasnya lumayan sebagai starter.

Pas untuk ngantor, cocok untuk menulis, dan ringkes untuk berbisnis. Advan T3X lulus dari 3 ujian yang gua berikan. Namun ternyata kepuasan gua belum berhenti sampai di sini. Batre Advan T3X berkapasitas 6,000 mAh, membuat gua ga usah khawatir bakal jadi addictive ke colokan atau repot-repot bawa powerbank karena batrenya super-awet.

blog T3X

Tablet Advan T3X ini bargain yang lumayan menarik. Dengan harga di bawah 2.5 juta (yes, you read that right), gua bisa mendapatkan sebuah teman yang dapat diandalkan dalam menghadapi kesibukan yang menerjang.

Jadi, jika gua diharuskan untuk merangkum pengalaman gua memakai Advan Vandroid T3X ke dalam 3 kata, maka gua akan memilih kalimat ini:

“I’m so #InLoveWithT3X.”


Setuju dengan Prabowo

$
0
0

Setelah membaca sekilas visi misi kedua pasangan capres, menyimak kegiatan kampanye keduanya, dan menonton debat capres beberapa kali, akhirnya gua menetapkan pilihan, siapa yang akan gua coblos pada pemilihan presiden tahun ini.

Dengan penuh kesadaran dan tanpa tekanan dari pihak manapun, gua memutuskan untuk setuju dengan Prabowo. Setuju dengan apa yang beliau lakukan pada foto di bawah ini.

prabowo salam dua jari

Gua sepakat dengan beliau untuk mengangkat tangan dan melakukan salam dua jari. Karena pada pemilihan presiden tanggal 9 Juli besok, gua akan memilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi – JK) sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia periode 2014 – 2019.

Alasan gua hanya satu. Bukan, bukan karena soal kasus HAM yang masih mengganjal kubu nomor satu. Atau karena anak sang calon wakil presiden yang masih bisa kuliah di London setelah menabrak anak orang sampai tewas. Tapi lebih karena banyak orang-orang baik dan kompeten yang siap membantu pasangan Jokowi – JK jika mereka dipercaya untuk jadi pemimpin negeri ini.

Siapa pun presidennya, dia pasti membutuhkan bantuan untuk menyelesaikan masalah yang kompleks di Indonesia. Ga mungkin satu orang bisa memperbaiki semuanya sendirian. Ga mungkin daya segelintir orang bisa mendobrak masalah-masalah dalam sekejap saja. Semua perlu sumber daya yang besar dan kompeten.

Karena itu lah gua mendukung Jokowi – JK. Karena ada orang-orang baik dan kompeten di belakang pasangan nomor 2 tersebut.

Gua ingin Menteri Pendidikan diisi oleh Anies Baswedan, rektor Universitas Paramadina, orang yang telah membuktikan kompetensi dirinya di bidang pendidikan melalui program Indonesia Mengajar. Bukan orang-orang partai yang di beberapa kesempatan terlihat ga santun selama kampanye.

Gua ingin kursi Menteri Komunikasi dan Informasi diduduki oleh Surya Paloh, orang yang telah lama bergelut di industri media massa. Bukan orang-orang yang malah nanya, “kalo internet cepat memangnya buat apa, tuips yang budiman?”

Gua ingin Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dijabat oleh Kurtubi, seorang akademisi dan pengamat dunia minyak dan gas yang selama ini kritis terhadap kebijakan migas pemerintah. Bukan orang-orang yang mendapat jatah pos menteri hanya karena koalisi, tanpa mengerti betul tentang energi dan sumber daya alam.

Gua ingin jabatan Menteri Pekerjaan Umum diberikan ke Tri Rismaharini, orang yang luar biasa membangun kota Surabaya dengan tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan hidup. Bukan orang-orang yang nerima kerjaan apa aja asal ada untungnya buat mereka.

Tapi yang terutama, gua sama sekali ga ingin Aburizal Bakrie duduk di kursi Menteri Koordinator bidang apapun. Karena satu-satunya kegiatan koordinasi yang seharusnya dia lakukan adalah koordinasi pengembalian kesejahteraan masyarakat Sidoarjo yang terkena musibah lumpur Lapindo.

Gua ga ingin posisi Menteri Agama kembali dijabat oleh orang yang saat ini duduk sebagai tersangka kasus korupsi dana ibadah haji. Gua ga ingin kursi Menteri Pertanian diberikan ke orang dari partai yang sedang bermasalah dengan daging sapi.

Gua ga ingin orang-orang bermasalah diberi kesempatan lagi untuk membuat masalah.

Sekarang kita diberikan peluang untuk menggusur orang-orang itu dari pemerintahan. Lewat pemilihan presiden tanggal 9 Juli besok, kita bisa menyerahkan kursi-kursi penting negara ini ke orang-orang baik yang kompeten. Orang-orang yang saat ini mendukung pasangan Jokowi – JK.

Tapi kita juga harus mengakui bahwa mereka yang ada di belakang Jokowi – JK bukanlah malaikat yang sempurna. Ada beberapa nama yang memiliki catatan kelam yang ga bisa kita cuekin. Yang beberapa di antaranya, diprediksi akan duduk di kursi pemerintahan juga.

Namun Rabu besok, kita punya tanggung jawab untuk memilih di antara pilihan yang ada. Dan jika pilihannya hanya dua ini, jelas gua akan memilih pasangan Jokowi – JK.

I might not stand on the right side, but I’m pretty sure I stand on the less evil side.

Pun jika akhirnya orang-orang tersebut berbuat onar, gua percaya kita masih bisa mengkritisi dengan bebas dan bertanggung jawab. Kita masih bisa turun ke jalan atau bersuara lewat media massa. Sesial-sialnya, masih bisalah nyinyirin mereka di linimasa Twitter. Di bawah kepemimpinan Jokowi – JK, gua percaya, kita masih bisa “menyentuh” mereka.

Namun hal yang sama mungkin ga berlaku jika Prabowo yang berkuasa. Seorang yang diberitakan melempar barang ketika marah. Seorang yang secara tersirat merencanakan untuk menghilangkan pemilu presiden langsung. Seorang yang pernah mengatakan bahwa Indonesia memerlukan rezim yang otoriter.

Rabu besok adalah saatnya bagi kita untuk membuat gebrakan. Saatnya bagi kita untuk menciptakan harapan dan pembaharuan. Saatnya bagi kita untuk turut serta dalam gerakan perubahan.

Mari menggusur orang-orang bermasalah. Mari menyerahkan posisi penting negeri ini ke orang-orang baik yang kompeten. Mari datang ke TPS dan memilih dengan hati.

Karena mengikuti suara hati itu nomor satu. Kalo presiden, ya nomor dua.

Salam dua jari.

PS: Pastikan surat suara tidak rusak dengan membuka kertas suara di hadapan panitia sebelum masuk ke bilik untuk mencoblos. Selamat memilih.


53 Hal yang Jangan Dilakukan Ketika Sedang Berpuasa

$
0
0

1. Makan nasi uduk.

2. Pake nambah.

3. Ga pake bayar.

4. Telat sahur. Seharusnya saat Imsak, ini malah saatnya berbuka puasa.

5. Tidur siang dengan istri atau suami. Padahal masih jomblo.

6. Bergunjing.

7. Mengisi waktu dengan menonton siaran berita tentang pemilihan presiden. Lalu percaya kepada hasil Quick Count. Karena seharusnya, percaya hanya kepada Tuhan.

8. Kecuali, Quick Count yang cerdas dan terpercaya. Seperti Quick Count Gie.

kwik_kian_gie

9. Lho, guys? Mau ke mana? Ini list-nya masih panjang nih. Guys? Buru-buru amat. Guys?

10. Berjudi. Teeet!

11. Mandi di bawah pancuran. Dengan mulut ke atas dan terbuka. Lalu dengan sengaja, menelan air.

12. Bangun tidur, sikat gigi, lalu dengan sengaja, menelan odol.

13. Putus dari mantan, menangis, lalu dengan sengaja, menelan kenyataan pahit.

14. Memakan kulit buah manggis.

15. Atau ekstraknya.

16. Berkata-kata kotor. Seperti lumpur, ban bekas, atau kolong ranjang. Yang kotor-kotor deh pokoknya.

17. Belajar kelompok untuk mata kuliah merakit bom atau membuat teror di ruang publik. Baik secara kelompok atau perseorangan, sebaiknya kegiatan ini dihindarkan di sepanjang tahun.

18. Merokok. Ingat kata Mamang-mamang yang ada di bungkus rokok, “Merokok membunuhmu.”

19. Mengajak teman untuk berbuka bersama. Di siang hari.

20. Pake nasi uduk.

21. Pake nambah.

22. Ga pake bayar.

23. Berfantasi liar tentang pacar orang. Seperti bertarung tag team dengan seekor singa, atau bergelayutan berdua di tengah hutan. Liar.

24. Berbuka (baju) bersama.

25. Meludah. Ke muka orang. Dengan sengaja.

26. Berbelanja untuk kebutuhan Lebaran. Lebaran tahun depan.

27. Berolahraga terlalu keras. Seperti menarik traktor atau membangun candi.

28. Tidur seharian.

29. Mandi seharian.

30. Makan seharian. Ya iya lah.

31. Stalking timeline mantan. Lalu kepencet favorite. Mamam tuh.

32. Meng-upload foto-foto makanan ke Instagram dengan filter kotak-kotak a la bokep Jepang.

33. Riya akan ibadah. Astagfirullah.

34. Mempelajari budaya negara lain, seperti Jepang, yaitu dengan memperhatikan kemampuan perempuannya dalam membuka pakaian. Contoh kasus: Sora Aoi.

35. Mengelus-ngelus dada karena kesal dengan seseorang, lalu berujar, “Duh, bener-bener bikin makan hati.”

36. Pake nambah.

37. Ga pake bayar.

38. Lho, hati toh? Kirain nasi uduk.

39. Berpergian terlalu jauh. Seperti ke Timbuktu atau ke masa lalu.

40. Berbohong.

42. Protes kenapa di daftar ini ga ada nomor 41-nya.

44. Atau 43-nya.

45. Nonton film Tarzan. Tarzan X.

46. Menentukan lokasi berbuka puasa dengan metoda Quick Count. Ribet.

47. Menunggu waktu berbuka sambil minum es kelapa muda.

48. Melihat jam dinding setiap saat. Gelisah karena ga sabar mau buka puasa.

49. Berzinah.

50. Apalagi zinahnya sambil makan nasi uduk.

51. Pake nambah.

52. Ga pake bayar.

53. Membuat daftar 53 hal yang jangan dilakukan ketika sedang berpuasa, lalu menuliskannya di blog beberapa hari kemudian.


Wawancaur: The Novelist

$
0
0

Belakangan ini, linimasa ramai membicarakan satu novel Indonesia yang mengangkat genre keluarga ini: Sabtu Bersama Bapak.

Novel ini bercerita tentang sepasang adik-kakak yang riweuh menghadapi tantangan hidup dengan bantuan video dari almarhum bapaknya. Ada 2 cerita besar dalam buku ini, yaitu tentang Cakra yang giat mencari pasangan hidup, dan tentang Satya yang sibuk menyusun kembali rumah tangganya.

Gua pribadi lebih suka cerita Cakra karena lebih “novel” dan ada dinamikanya, daripada kisah Satya yang berupa potongan-potongan cerita sehingga lebih mirip buku psikologi populer tentang parenting dan rumah tangga. Meski ga sekomedi Jomblo atau Gege Mengejar Cinta, sang penulis tetap bisa menghibur, namun kali ini dengan cara yang berbeda dan lebih dewasa.

Overall, Sabtu Bersama Bapak adalah novel tentang keluarga yang hangat dan mampu menyentuh hati pembacanya.

Apa sih yang membuat penulis ingin menulis novel dengan tema keluarga? Lalu gimana keluh kesahnya menjadi penulis selama 10 tahun ini? Temukan jawabannya di wawancaur gua bersama sang novelis: Adhitya Mulya. Yep, that Adhitya Mulya.

Wawancaur adalah proses wawancara yang dilakukan secara awur-awuran. Pertanyaan disusun semena-mena dan boleh dijawab suka-suka. Proses wawancaur dengan Adhit benar-benar dilakukan via email. Wawancaur diedit sesuai kebutuhan. Gambar merupakan cover dari novel Sabtu Bersama Bapak. Terima kasih.

sabtu-bersama-bapak

Halo Dhit. Kenapa lu ngangkat tema keluarga di novel Sabtu Bersama Bapak? Tema yang kayaknya ga banyak diangkat untuk jadi tema novel di Indonesia.

Penulis akan selalu bercerita sesuatu yang:
(a) Mereka paham benar tentang topik yang akan diangkat, baik dari riset mau pun pengalaman.
(b) Dekat di hati atau kehidupan mereka.
(c) Sesuatu yang mereka sedang gelisahkan.

Setelah 10 tahun menulis, gue menjadi seorang bapak. Itu yang menjadi keseharian gue sekarang. Jadi, gue angkat tema keluarga karena memang sebuah fase yang gue sedang jalani saat ini.

I see. Apa alasan lu menulis novel ini, Dhit?

Gue memutuskan untuk bercerita tentang suami-istri, orang tua-anak, karena gue banyak gak setuju dengan pakem-pakem yang ada di masyarakat sekarang. Empat contoh kasus utama adalah:

(1) Anak sulung harus selalu mengalah.
(2) Definisi siap lahir batin sebelum menikah.
(3) Banyaknya pasangan suami istri yang saling menyembunyikan gaji.
(4) Anak yang gak mau sekolah kalo gak pake mobil.

Gue sering mendapati 4 hal ini dan lumayan mengganggu gue. Jadi, intinya sih, cerita dalam buku ini adalah my offering to society untuk memandang beberapa hal dari kacamata yang berbeda.

Ada cerita menarik selama menulis novel ini?

Tadinya gue berniat mengemas buku ini dalam bentuk non-fiksi. Draft-nya sudah jadi dan sudah selesai diedit.

Tapi gue kemudian sadar bahwa gue tidak punya kualifikasi atau kredensial sebagai expert dalam parenting atau love. Gak punya gelar psikologi atau profesi psikolog. Jadi lah gue kerjakan ulang buku ini dalam bentuk fiksi.

Ada apa antara lu dengan nama Garnida? Waktu di Gege lu juga pake nama ini dan sekarang nama yang sama.

Gue ingin memberikan benang merah kepada tokoh-tokoh gue dari buku pertama sampai terakhir. Itu aja sih.

Apa anak-anak / orang tua lu udah baca novel ini? Apa pendapat mereka?

Anak-anak belum baca. Orang tua gue lupa naro di mana kopi novel yang gue kasih. Hahaha. Setelah 5 novel, mereka gak terlalu heboh lagi dengan novel gue, which is fine.

Lu kerja kantoran, penulis, dan on top of that, bapak dari 2 anak. Gimana cara lu membagi waktu?

I am bapak first, employee second, and lastly a writer. Bagi waktunya ya jelas makan badan. Saat gue nulis, itu gue kurang tidur. Kasusnya selalu seperti itu.

Ini tahun ke 10 lu menulis. Pernah merasa jenuh? Gimana cara lu menyemangati diri untuk terus menulis?

Gue hanya menulis jiika ada kegelisahan saja. Ketika gue menulis tanpa kegelisahan, hasilnya gak bagus.

Menurut lu, apa tantangan terbesar menjadi seorang penulis buku?

Tantangan terbesar penulis, bagi gue adalah, jika sudah tidak ada lagi yang kita gelisahkan.

Ide-ide novel lu sederhana tapi selalu bisa ngena ke banyak orang. How do you that?

Kegelisahan gue itu banyak. tapi yang gue putuskan untuk gue tulis hanya kegelisahan yang gue tahu benar akan dialami banyak orang.

Contoh:
- Semua orang pernah jadi jomblo. ya udah jadilah novel Jomblo.
- Semua orang itu, kalo gak pernah mengejar cinta, ya memilih cinta. Jadilah Gege Mengejar Cinta.
- Semua orang pernah naksir tapi gak berani bilang. Jadilah Travelers’ Tale.
- Semua orang pernah jadi anak. Dan 99% akan jadi orang tua. Jadilah Sabtu Bersama Bapak.

Novel Jomblo is a masterpiece. Banyak pembaca -salah satunya gua- akan sangat senang kalo ada sekuel dari cerita itu. Kenapa lu memutuskan untuk ga membuat lanjutan dari Jomblo?

Karena cukup banyak orang juga yang gak ingin jomblo ada sekuelnya. Ending novel Jomblo pahit manis dan itu adalah rasa terbaik untuk sebuah buku. Dan gue termasuk yang setuju seperti itu.

Nulis novel best seller udah, nulis skrip film juga. How far do you wanna go in this writing industry?

Kalo gue, gue akan terus bercerita selama gue memiliki kegelisahan. Either kegelisahan pada diri sendiri seperti novel Jomblo, atau kegelisahan untuk mengubah persepsi orang banyak seperti yang gue lakukan dalam Sabtu bersama bapak.

Formatnya apa, itu gak terlalu masalah bagi gue. Skrip, novel, lukisan di dinding, apa pun.

Ada kata-kata penutup untuk teman-teman yang sedang membaca wawancaur ini dan ingin menjadi penulis?

Pesan gue untuk teman-teman yang ingin menjadi penulis adalah banyak-banyak lakukan 3 hal di bawah ini:

a. Baca ulang draft, 4-5 kali jika perlu.
b. Berulang kali tanya pada diri sendiri, apakah cerita ini layak untuk diceritakan? Pesan apa yang ingin disampaikan?
c. If you’re in it for the money, then expect dissapointment karena dari setiap 200 penulis, mungkin hanya 1-2 yang dapat hidup hanya dari menulis.


Perihal Pilpres

$
0
0

kata sarah

Akhir-akhir ini, timeline twitter gue didominasi oleh dua hal. Yang pertama, ekstrak kulit manggis, dan yang kedua, pilpres dan quick / real count. Untuk yang kedua, ada tiga jenis manusia, yaitu, yang peduli, yang apatis, dan yang nyinyir.

Yang peduli, biasanya paling getol nge-tweet dengan hashtag #KawalKPU, nyebarin berita seputar penghitungan surat suara, sampe informasi mengenai aplikasi atau website yang memungkinkan untuk berpartisipasi dan ambil bagian. Yang apatis, sibuk nge-tweet quotes, humble brag, atau memberitakan kabar gembira tentang ekstrak kulit manggis. Yang nyinyir… tentu aja nyinyirin yang peduli, yang apatis, bahkan yang bahas esktrak kulit manggis. Orang lain berpartisipasi dalam demokrasi salah, cuek bebek juga salah. Udah gitu, bikin pusing, mau di-block nanti drama, nggak di-block juga ganggu. Serba salah.

Anyway, kembali lagi ke Pilpres.

Gue sendiri ikut menghitung hari menuju turunnya THR pengumuman resmi dari KPU. Karena sejumlah lembaga yang mengadakan quick count nggak berakhir dengan satu kesimpulan, lepas dari kredibilitas dan keberpihakannya. Yang biasanya percaya kalo quick count udah pasti bener, akhirnya terpaksa menunda kesimpulan karena kedua calon presiden kita sama-sama mendeklarasikan kemenangan. Pusing.

Tadinya gue pikir, keriaan pilpres di Twitter akan berakhir di tanggal 9 Juli 2014. Tapi sepertinya gue salah. It wasn’t over yet.

Tapi yang bikin gue seneng adalah, gue menyaksikan banyaknya masyarakat yang bersemangat untuk ikut ambil bagian dalam pemilihan umum ini. Lintas lapisan, suku, bahkan agama.

Partisipasi itu udah sangat nampak dari saat kampanye, hari H nyoblos, sampe inisiatif melakukan pengawalan terhadap surat suara untuk mendeteksi kecurangan yang mungkin timbul. Nggak sekedar cuap-cuap, they also give what they can give. Entah itu berupa uang, tenaga, edukasi, waktu, ide, dan sebagainya, lepas dari siapa capres pilihan mereka.

Antusiasme ini, tentu saja membuat sebuncah rasa bangga terbersit. Siapa bilang anak muda Indonesia nggak peduli nasib negri? Siapa bilang anak muda Indonesia nggak berpartisipasi dalam demokrasi? Di pilpres ini, banyak yang telah membuktikan kalo tuduhan tersebut nggak bener. Kami peduli, dan hal itu diwujudkan dalam banyak tindakan nyata dan konkrit. Gimana nggak bangga, coba?

Tapi sepertinya sisi mata uang, begitu pula dengan pemilu. Di tengah hingar binger pilpres tahun ini, banyak juga hal-hal yang bikin gue sedih.

Saat kampanye, pilpres kali ini nampaknya membuat masyarakat Indonesia terpecah menjadi dua bagian, berdasarkan kandidat mana yang mereka dukung. Bukan satu atau dua kali gue denger ada hubungan pertemanan yang kandas gara-gara beda capres, atau berantem karena salah satu pihak tersinggung saat pilihannya diremehkan.

Gue ngerti sekali, berbeda pendapat, apalagi dengan orang yang akrab pastilah nggak gampang. Gue sendiri, kalo ngobrol sama orang yang bersebrangan (capres pilihan) sama gue, tetep aja suka terbersit “ihh…” dalam hati, walaupun di luar bibir tetep senyum. Susah memang, untuk tulus bilang “okay, let’s agree to disagree.”, karena sejak dulu, kita terbiasa untuk sama. Nggak percaya? Coba tengok deh fungsi dari seragam sekolah. Seragam sekolah dibuat supaya kesenjangan dan perbedaan ekonomi nggak terlihat mencolok. Dengan kata lain, supaya semua murid sama rata.

Akibatnya, kita terbiasa untuk menjadi sama. Perbedaan sering dianggap berkonotasi negatif. Padahal, hal tersebut nggak selamanya buruk. Berbeda itu hal yang lumrah dan wajar, karena manusia memang diciptakan unik. Artinya, nggak sama satu dengan yang lain. Keep it on our mind, perbedaan itu bukan alat pemecah belah. Tapi alat latihan setiap hari untuk menghargai dan mengapresiasi pendapat orang lain. Kalo belom bisa sampe agree to disagree, setidaknya, jangan sampe perbedaan pendapat dibiarkan menimbulkan konflik.

Hal lain yang bikin gue resah adalah desas-desus kerusuhan.

Selesai nyoblos, karena kedua capres sama-sama mengaku menang, masa penantian menuju pengumuman resmi KPU berubah menjadi neraka. Seluruh rakyat Indonesia digantungin tanpa kepastian — the worst kind of waiting game could ever be. Kondisi ini diperparah oleh isu-isu kerusuhan yang makin bikin tegang. Rasanya nggak ada seminggu yang terlewat tanpa dapet broadcast message atau link berita yang mengingatkan untuk waspada dan berhati-hati.

Kekhawatiran masyarakat terbukti dari melonjaknya harga tiket pesawat di sekitar tanggal 22 Juli 2014. Dan ini beneran bikin gue snewen.

Pemilihan presiden adalah pesta demokrasi. Pesta yang seharusnya kita rayakan bersama-sama. Kalo sampe kerusuhan terjadi dan Indonesia kehilangan kedamaiannya, maka kemenangan dari salah satu capres tersebut –in my honest opinion– ya nggak ada artinya. Kenapa gitu? Karena kita semua –masyarakat Indonesia– kalah.

Jadi please, mari pelihara kedamaian dan ketenangan negeri ini. Jangan tersulut untuk menimbulkan keributan atau konflik ya teman-teman. Kita masih sama-sama bangsa Indonesia, meskipun pilihan capresnya beda. Kita masih sama-sama bangsa Indonesia, lepas dari siapapun yang memimpin nanti. Kita masih bangsa Indonesia, bangsa yang dikenal berbudaya dan ramah. Bukan yang rawan konflik dan kerusuhan.

Kita masih satu Indonesia.

bendera-indonesia

Sambil menanti tanggal 22 Juli besok, yuk sama-sama menggalang awareness untuk menghormati apapun hasil yang diumumkan oleh KPU nanti. Karena sejatinya, itulah kemenangan terbesar kita sebagai negara demokrasi.

Salam #PemiluDamai!

PS: Tulisan ini dibuat oleh Sarah Puspita untuk segmen “Kata Sarah” pada blog saputraroy.com. Untuk membaca tulisannya yang lain dapat berkunjung ke sarahpuspita.com.



Kurang Lengkap

$
0
0

Beberapa bulan belakangan ini, di linimasa gua lagi ada banyak kuis yang berhadiah traveling gratisan. Dari kuis nge-blog, fotografi, bahkan modal ngetwit 140 karakter bisa membuat kita bisa menikmati hadiah jalan-jalan secara cuma-cuma.

Ada beberapa kuis yang mengharuskan si pemenang pergi sendiri, ada juga yang berhadiah 2 tiket untuk 1 pemenang. Gua pribadi memilih untuk ga ikutan lagi kuis yang berhadiah traveling gratisan tapi harus sendirian. Jika ditanya apa alasannya, maka gua akan menjawab dengan cerita seperti ini.

Akhir tahun 2013 lalu, gua ada rejeki lebih untuk bisa traveling ke Jepang, bareng Tirta dan Siti. Sebelum berangkat, gua udah nanya dulu sama Gelaph yang pernah ke Korea di bulan yang sama. Gua beranggapan bahwa Korea sama Jepang mirip-mirip lah ya. Jadi referensi Gelaph masih valid dan relevan.

“Di sana dingin ga, Laph?” tanya gua.

“Hmmm… Mayan lah. Delapan belas derajat. Sejuk-sejuk doang palingan,” jawab Gelaph dengan santainya.

Berbekal informasi itulah, gua packing keperluan perjalanan gua selama 7 malam di Jepang. Gua hanya membawa kaos-kaos biasa, 2 celana jeans, 1 buah jaket yang ga begitu tebal, tanpa syal ataupun sarung tangan.

Singkat cerita, gua pun berangkat ke Jepang di awal bulan November. Ga lama setelah pesawat mendarat, pintu terbuka, tangga tersedia, dan penumpang berbaris di isle untuk segera turun. Ketika kaki gua menginjak platform tangga pertama, Tirta manggil gua.

“Roy, kemaren si Gelaph bilangnya apa soal suhu?”

“Delapan belas derajat, Ta. Sejuk-sejuk doang.”

“Coba deh tuh lu sentuh pegangan tangganya.”

Tanpa mikir panjang, gua pegang pinggiran tangga yang terbuat dari besi. Anjir. DINGIN!

Ujung-ujung jari gua langsung kebas sedikit. Buru-buru gua memasukkan tangan ke dalam kantong jaket untuk mencari kehangatan. Gua menghembus-hembuskan napas, coba membuat asap karbondioksida di udara. Sejuk-sejuk doang? Dengkulmu!

Tapi gua masih yakin bisa mengatasi cuaca dingin ini hanya bermodal jaket yang gua bawa. Begitu pun dengan Tirta. Sebagai traveler kere, kami jelas ga menganggarkan untuk beli sarung tangan selama di Jepang. Biarkan kobaran semangat yang menghangatkan kami dari dalam (cailah). Kami harus survive!

Namun apa daya, kami akhirnya tumbang juga. Makin hari, tangan makin kebas dan lengket bener sama kantong jaket. Di malam ketiga, di kota Hiroshima, gua dan Tirta memutuskan untuk merogoh kocek demi bisa membeli sarung tangan. Untungnya waktu itu gua nginep di daerah Honduri, pusat kota-nya Hiroshima, jadi gampang kalo mau belanja-belanja, termasuk belanja pakaian hangat.

Sialnya, setelah jalan beberapa jam, gua dan Tirta belum nemuin sarung tangan dengan harga terjangkau. Di saat gua mulai berpikir untuk melilit tangan dengan celana dalam, tiba-tiba Tirta menunjuk ke sebuah toko yang sepertinya menyediakan barang-barang dengan harga murah.

“Ini bagus nih, Roy,” usul Tirta, menunjuk ke sebuah sarung tangan.

“Duh, 2,000 yen, Ta. Dua ratus ribu rupiah lebih. Sayang ah. Setelah dari Jepang, bakal jarang banget dipakenya. Mau gua pake ke mana lagi coba? Sukabumi?”

“Yang ini 1000 yen nih, Roy. Paling murah kayaknya,” kata Tirta sambil menyodorkan gua sepasang sarung tangan.

“Lumayan nih. Tapi ini bau apaan ya?” tanya gua sambil mengendus sarung tangan tadi, “Kayak bau oli samping gini. Sarung tangan orang bengkel nih!”

“Yaelah, Roy. Namanya juga murah. Kalo yang enak, tuh yang 2,000 yen. Bau rendang!”

Gua mengalah, “Ya udah deh. Beli yang ini aja deh. Lu beli yang ini juga?”

“Menurut ngana?”

“Ada warna apa aja, Ta?”

Tirta menunjuk keranjang tempat ia menemukan sarung tangan tadi, “Cuma 2 kayaknya. Item sama abu-abu.”

“Gua abu-abu ya. Item kayak anak geng motor banget. Gua kan anak otoped. Ga cocok.”

“Yah, gue juga pengen yang abu-abu,” protes Tirta, “Masa kembaran gini?”

“Ga apa-apalah, sekali-sekali kembaran. Biar kayak boyband.”

Namun dengan tubuh gempal dan umur yang ga masuk dalam kalangan remaja, kami sama sekali ga mirip boyband. Lebih mirip Ghostbuster. Atau tukang sedot tinja.

Yang penting, sekarang tangan gua hangat. Berkat sepasang sarung tangan seharga 1,000 yen, gua bisa merasakan kembali ujung-ujung jari gua di sisa perjalanan mengelilingi Jepang. Kini tangan gua bisa keluar dari kantong jaket dan berfungsi sebagaimana mestinya.

Namun di Kyoto, saat jempol gua robek tercukur, sarung tangan gua hilang sebelah. Yang sebelah kiri jatuh entah di mana. Tangan kiri gua kembali ke hari-hari awal selama di Jepang. Ujung-ujung jarinya kebas dan lengket sama kantong jaket lagi.

Sarung tangan yang harusnya sepasang, ketika hilang sebelah jadi ga berfungsi dengan optimal. Masih bisa dipake sih, tapi kurang lengkap. Hanya bisa menghangatkan sebelah tangan, sementara yang satunya kebas kedinginan.

sarung tangan

Seperti halnya sarung tangan yang hilang sebelah, seperti itulah gua tanpa si pacar. Setiap perjalanan yang gua lakukan sendirian, seperti ga berfungsi dengan optimal.

Pengalaman yang seru jadi terasa hambar, karena gua ga bisa menceritakannya dengan segera. Pemandangan yang bagus terasa biasa aja, karena ga ada sepasang mata yang menemani untuk menikmati. Perjalanan yang menarik bisa terasa bosan, karena gua ga bisa membaginya ke orang pertama yang ada di kepala. Si pacar.

That’s the thing.

Whenever something spectacular happens to me, the first thing I want to do is tell her about it. And, if I can’t tell her about something wonderful that happened to me, it sort of stops being wonderful.

Sebagus apapun, perjalanan gua jadi biasa aja kalo perginya sendirian. Gua ga ingin egois dan berkelana seorang diri, karena gua selalu punya pilihan untuk mengajak si pacar ikutan. Biaya bukanlah alasan, justru seharusnya, dijadikan motivasi agar kita bisa bekerja semakin giat, berusaha semakin kuat.

Karena pada akhirnya, gua hanya ingin melihat dunia berdua dengan dia, yang udah gua janjikan untuk dibahagiakan hidupnya.

Jadi, jika ditanya kenapa gua memilih untuk ga ikutan kuis yang berhadiah traveling gratisan sendirian, sambil tersenyum gua akan menjawab, “Bisa sih, tapi kurang lengkap.”

“Never go on trips with anyone you do not love.” ― Ernest Hemingway


Agustus 2014!

$
0
0

Halo, teman-teman pembaca.

Sebelum memulai postingan tema bulan Agustus, gua mewakili segenap redaksi saputraroy.com mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri 1435 H bagi teman-teman yang merayakan. Minal Aidin Wal Faizin, mohon maaf lahir dan batin.

Nah, sekarang balik ke pembahasan tema bulan Agustus 2014.

Bulan Agustus identik dengan kemerdekaan Republik Indonesia yang jatuh pada tanggal 17 nanti. Oleh karena itu (cailah), di bulan ini gua akan banyak membahas tema kemerdekaan. Kemerdekaan di sini bukan hanya berarti kebebasan Indonesia dari para penjajah, tapi juga makna kebebasan secara umum.

Salah satunya, gua akan berbagi beberapa cerita tentang upaya-upaya gua dalam membebaskan diri dari jeratan kerja delapan pagi sampai lima sore, lewat berwirausaha.

Seperti yang mungkin temen-temen udah pada tau, awal tahun 2014 ini, gua merilis online store kata-kata positif: Toko Bahagia. Saat ini, Toko Bahagia lagi hiatus sejenak dan merapihkan diri biar lebih mantap menyambut animo para pembeli. Akan ada rumah baru bagi Toko Bahagia yang sebelumnya nebeng ke blog ini. Selain itu, cara dan periode pemesanan juga baru, diharapkan bisa semakin memuaskan teman-teman sekalian. Sambil nunggu re-launch Toko Bahagia, kalian bisa follow dulu akun Twitter dan Instagram-nya di @tokobahagiaID.

Selain Toko Bahagia, gua juga sedang mengembangkan satu usaha sampingan lagi yang sebetulnya udah berjalan dari tahun 2010. Sempet mandek di tahun 2012-2013, kini dihidupkan kembali lewat rumah digital dan social media. Apa usahanya dan bergerak di bidang apa? Detailnya bakal gua ceritain di blog ini. Pantengin terus ya.

Kebebasan-kebebasan lainnya tetap akan coba gua bahas di bulan ini. Bebas bekerja karena hari libur lebaran kemarin, misalnya. Kalo ga ada halangan, gua mau cerita soal pengalaman gua di Safari Malam liburan kemarin. Tungguin ya.

Segmen tetap blog ini bakal tetap hadir untuk meramaikan. Wawancaur dengan narasumber yang selalu baru setiap bulannya, siap menemani kalian Agustus ini. Jangan lupakan juga segmen Kata Sarah dan sekian hal yang jangan dilakukan, yang tetap setia muncul jelang akhir bulan.

Oiya, untuk reminder, kalian bisa follow postingan-postingan paling gres dari blog ini dengan beberapa cara. Satu, follow blog ini dengan meng-klik kata “Mau!” di sidebar sebelah kanan (desktop view only). Dua, like Facebook page blog ini di facebook.com/saputraroydotcom. Atau tiga, follow akun Twitter gua di @saputraroy yang sering nge-share link tulisan terbaru dari blog ini.

Dan seperti biasa, sebelum gua menutup postingan kali ini dengan cover edisi Agustus 2014, ijinkan gua untuk merekap perjalanan saputraroy.com di bulan Juli 2014:

  • Ada 7 postingan di bulan Juli yang 6 diantaranya publish di jam cantik 11:11 WIB, sementara 1 postingan publish di jam 23:23 WIB.
  • Postingan bulan Juli dengan traffic tertinggi adalah Setuju dengan Prabowo dengan total view sampai dengan hari ini sejumlah 1,299 views.
  • Total link dengan outgoing clicks terbanyak adalah rwsentosa.co.id yang selama 30 hari diklik sebanyak 262 kali.
  • Dari 1000 comments terakhir pada blog ini, Maembie adalah orang yang memberikan komen terbanyak, yaitu sejumlah 49 comments.
  • Referrers paling rame datang dari search engine (Google, Yahoo, Bing, dll.) yaitu sebanyak 4,741 dan peringkat kedua diduduki oleh Twitter sejumlah 781.
  • Total traffic untuk bulan Juli kemarin mencapai 16,844 views, dengan rata-rata 543 views per harinya.

Semoga dengan tema bulan ini, kalian makin betah main di sini dan bersama-sama kita pecahkan pencapaian bulan-bulan lalu.

Jadi, ini dia tema saputraroy.com bulan Agustus 2014:

“Menjadi Indie”

cover agustus

Gambar latar adalah milik pribadi yang diambil untuk keperluan beauty blog si pacar sarahandhercloset.blogspot.com dengan properti bendera merah putih dan kaos terbaru Toko Bahagia.


Safari Malam

$
0
0

Hari libur adalah momen di mana pekerja kantoran kayak gua bisa mengalami kebebasan sepenuhnya. Apalagi libur panjang kayak libur Lebaran kemarin. Gua mengambil kesempatan ini untuk membebaskan diri dari pekerjaan dan meluangkan pikiran dengan bepergian.

Namun seperti tahun lalu, di libur lebaran kali ini gua ga pergi ke luar negeri. Cukup melakukan perjalanan 1 jam aja dari Jakarta, karena gua diajak untuk ikut liburan keluarga besar si pacar ke Royal Safari Garden, Puncak.

Salah satu agenda tetap ketika menginap di sana adalah mengunjungi Taman Safari Indonesia Cisarua. Jika tahun lalu kami pergi ke Safari saat siang hari, maka tahun ini kami memutuskan untuk ke Safari Malam.

Safari Malam dibuka pukul 19:00 WIB, namun loketnya udah dibuka sejak sekitar pukul 18:30 WIB. Harga tiket masuk per orangnya IDR 140,000, namun karena menginap di Royal Safari Garden dan mengambil paket Lebaran, kami mendapat potongan harga, sehingga 1 orangnya hanya perlu bayar IDR 100,000.

Perbedaan utama Safari Malam dengan yang siang adalah kita ga diperbolehkan untuk bawa mobil pribadi selama berkeliling melihat satwa. Melainkan harus naik kereta wisata yang telah disediakan. Serunya, ga ada kaca jendela atau bahkan pintu pada kereta wisata tersebut. Benar-benar mengikis jarak antara kita dengan satwa yang berkeliaran bebas. Membuat aura petualangan begitu terasa.

Sebelum bisa naik kereta wisata, kita diharuskan untuk registrasi terlebih dahulu agar mendapatkan nomor urut. Setiap kali kereta wisata datang, petugas akan menyebutkan nomor urut berapa aja yang boleh naik ke kereta tersebut. Jadi ga perlu khawatir bakal rusuh rebut-rebutan tempat duduk. Dengan sistem nomor urut begini, kita bisa menunggu di pinggir sampai nomor urut kita dipanggil oleh petugas.

Karena datang agak awal, gua dan keluarga si pacar dapet nomor urut 24 dan kami kebagian kereta wisata urutan ketiga. Sebelum naik, kami pun melakukan sebuah kegiatan yang wajib dilakukan. Sebuah aktivitas yang sangat penting bagi umat manusia di masa kini. Selfie.

selfie

Begitu kereta wisatanya jalan, aura petualangannya kian terasa. Apalagi tanpa jendela dan pintu, membuat kita sewaktu-waktu bisa dijadikan cemilan oleh binatang buas. Gua duduk di pojok dengan ketebalan lemak yang bisa aja membuat beruang khilaf. Ditambah lagi suasana remang dan temaram. Sunyi. Mencekam. Auwo.

Penerangan yang digunakan kereta wisata hanya lampu redup yang muncul dari bagian atas kereta. Ga terlalu gelap agar pengunjung tetap bisa melihat satwa, namun juga ga terlalu terang agar ga mengganggu satwa yang sedang asik makan atau tidur-tiduran. Mengutip kata Vety Vera, yang sedang-sedang saja.

Ini juga yang jadi alasan kenapa kita ga boleh naik kendaraan pribadi saat ber-Safari Malam. Karena lampu sorot mobil bisa bikin satwa kesilauan, dan itu bisa membuat mereka buta permanen, sementara, atau malah jadi agresif. Si satwa bisa aja jadi sering SMS-in kita duluan dan nanya udah makan apa belom sehari lima kali. Agresif.

Kekhawatiran gua akan hewan buas juga salah besar. Semua aman terkendali. Ternyata kita melewati rute yang sedikit berbeda dari Safari Siang. Rute yang bersinggungan langsung dengan hewan-hewan buas dan yang aktif pada malam hari dihilangkan. Diganti dengan habitat mereka yang berjarak aman dengan jalanan.

Perjalanan juga menjadi menyenangkan karena adanya pemandu yang menjelaskan ketika mendekat ke sebuah habitat. Jadi, kita ga hanya bisa melihat satwa dan namanya pada papan informasi, tapi juga bisa tau trivia lainnya dari binatang yang lagi ada di dekat kita. Meski seringnya, gua jadi terdorong untuk memberikan komentar sambungan yang ga penting di penghujung setiap penjelasan si pemandu.

“Sekarang di sebelah kanan kita ada berang-berang. Hewan ini adalah penyelam yang baik…”

“…karena sering menyantuni anak yatim.”

“Dan di sebelah kiri kita ada gajah. Kita bisa membedakan gajah pria dan perempuan dengan mudah. Gajah pria memiliki gading, sementara gajah perempuan…”

“…suka nonton drama Korea.”

“Nah, di depan kita ini ada Orang Utan. Satwa ini sangat mirip dengan manusia, baik dari segi fisik maupun emosional. Yang perlu Bapak Ibu tau, Orang Utan juga bisa galau…”

“…dan menjadi selebtwit karenanya.”

Anywaaay,

Kurang lebih perlu waktu 45 menit untuk menyelesaikan satu putaran. Setelah beres, masih ada beberapa kegiatan yang bisa dilakukan. Berfoto dengan satwa di Baby Zoo, bermain wahana di beberapa titik, atau menonton 2 pertunjukan yang ciamik.

Pertunjukan pertama adalah Aneka Satwa Liar yang dibuka pukul 21:15 WIB. Tapi bukan ini yang menurut gua jadi atraksi juara di Safari Malam. Melainkan Fire Dance yang diagendakan main pada pukul 22:00 WIB.

Sebelum masuk ke pertunjukan utama, atraksi Fire Dance dibuka oleh 3 atraksi lain. Atraksi pembuka yang paling menarik bagi gua adalah atraksi kedua: dua gadis muda yang akrobat meliuk-liukkan badan. Di tengah hembusan angin gunung yang dingin, 2 gadis itu melipat-lipat badannya yang membuat gua berpikir jangan-jangan tulang mereka terbuat dari karet. Sumpah, keren abis. Gerakan-gerakan tubuh yang sepertinya ga mungkin dilakukan manusia, mereka peragakan dengan ciamik di atas panggung. Kalo gua yang akrobat, bisa dipastikan gua pulang dengan remetik yang menahun.

Sekitar 15 menit kemudian, diiringi riuh rendah tepuk tangan penonton, atraksi utama pun tiba di atas panggung. It’s the Fire Dance!

fire dance 1

Fire Dance adalah tarian yang diperagakan oleh sekelompok orang yang menggunakan alat-alat bantu yang terbakar kobaran api. Alat-alat bantunya bisa berupa hulahup, tongkat, dan rantai yang kedua ujungnya terbakar api. Sebuah tari kontemporer yang membahayakan raga.

Tapi Fire Dance Taman Safari bukan hanya tarian yang harmonis atau pertunjukan hembusan api ke udara aja. Ada sesi di mana para penari pria asik melompati lingkaran api dengan berbagai gaya. Selain itu, para perempuannya juga gemulai memainkan rantai yang terbakar api. Membuat atraksi Fire Dance bukan hanya mencengangkan, tapi juga menegangkan.

Kalo kalian pernah ke Night Safari Singapore, Fire Dance yang di Taman Safari Indonesia ini jauh lebih bagus daripada yang di sana. Fire Dance di Taman Safari Indonesia membuat Fire Dance di Singapura terasa seperti anak kecil yang sedang bermain kembang api.

This one is a much better show!

fire dance 2

Malam semakin larut, angin semakin kencang. Bertepatan dengan selesainya Fire Dance, Safari Malam dinyatakan usai. Gua, pacar, dan keluarganya memutuskan untuk segera keluar sebelum pengunjung lain bubar dari area panggung.

Saat mobil meluncur di turunan pintu keluar Taman Safari, kepala gua membuat kesimpulan kecil ini. Bahwa nyatanya, ga perlu jauh-jauh ke luar negeri untuk menikmati sebuah tempat wisata dengan kualitas papan atas. Ga perlu via bandara untuk menyaksikan pertunjukan kelas dunia.

Karena semuanya ada di sini. Di Safari Malam, Taman Safari Indonesia.


Membantu Sesama

$
0
0

Dear teman-teman pembaca saputraroy.com,

Siapa di sini yang udah atau baru mulai berwirausaha?

Siapa di sini yang usaha sendiri terus sering bingung karena duit omset kecampur sama duit pribadi? Atau siapa di sini yang usahanya barengan sama temen, terus sempet bersitegang karena ga transparan dan bagi untungnya membingungkan?

Atau ada yang udah menjalankan usaha sekian lama namun kesulitan bikin usahanya lebih besar lagi? Atau usaha kalian sedang tercekik ongkos produksi yang semakin tinggi dan butuh solusi gimana menurunkannya?

Sekarang kalian ga perlu khawatir lagi. Jawaban atas kegelisahan kalian kini udah hadir dan siap mengatasi pertanyaan-pertanyaan di atas. Ijinkan gua untuk menjawab lewat cerita seperti ini.

Semua bermula di tahun 2010, saat gua masih bekerja sebagai internal consultant dari sebuah bank swasta, unit kerja yang merupakan jelmaan mini dari kantor konsultan multinasional yang dipekerjakan oleh bank tersebut sebelumnya. Biar gampang ngebayangin, kerjaan unit kerja gua itu kayak dokter. Unit kerja yang “sakit” akan datang dan menceritakan “keluhannya”. Tugas unit kerja gua adalah “menyembuhkan” keluhan tadi.

Di sebuah malam, seorang rekan dari unit kerja yang sama, tiba-tiba mengajukan sebuah ide usaha. Dia membeberkan pemikirannya saat gua dibonceng naik motor olehnya sepulang kerja, nyaris tengah malam. Memang, waktu itu jam pulang ngantor gua udah kayak siaran Liga Champion. Dini hari.

“Gimana ide bisnis gue?”

Waktu itu gua bilang aja idenya menarik namun harus diuji terlebih dahulu ke pasar. Tadinya ingin langsung bilang kurang oke, tapi gua ngeri diturunin di tengah jalan. Mana udah malem, dingin pula. Jadi ada baiknya gua iyain aja dulu idenya. Biar cepet.

Tiap hari temen gua selalu meyakinkan gua tentang idenya. Pelan-pelan, gua pun melihat titik cerah dan mulai yakin juga. Lalu dia mengajak gua dan satu orang teman lagi untuk ngopi bareng dan membahas ide usaha ini lebih lanjut. We talked about how we’ll manage the business, how we’ll work, and the most important thing: how we’ll sell.

Di sebuah sore yang baik, akhirnya kami mengetuk palu.

Kami sepakat untuk menjalankan ide yang diajukan teman ini. Sebuah usaha yang tujuannya sederhana, membantu pemilik usaha kecil dan menengah untuk tumbuh dan berkembang.

Strategi kami untuk mencari klien adalah mouth to mouth promotion. Kami percaya, pengusaha pasti bergaulnya dengan pengusaha lain. Seperti kata pepatah, proton will only attract other proton. Jadi, tantangan pertama kami adalah menemukan klien pertama, lalu sisanya bekerja dengan baik aja dan berharap klien tersebut mau mempromosikan kami dengan sukarela.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Seorang pengusaha muda yang bergerak di bidang furnitur rotan sintetis menghubungi kami untuk meminta bantuan.

Waktu itu, pengusaha ini akan merintis usahanya dengan brand baru setelah beberapa tahun sebelumnya bergerilya tanpa nama. Yang ia butuhkan dari kami antara lain bantuan analisa pasar dan kompetitor serta mekanisme penjualan yang efektif.

Berbekal pengalaman kerja kami di internal consultant tadi, kami pun mulai bekerja. Dan singkat cerita, kami sukses memenuhi target dan ekspektasi dari klien pertama tadi. Lalu harapannya, ia akan menceritakan peran kami dalam usahanya ke rekan-rekan bisnisnya.

Dan prakiraan kami tepat.

Saat project furnitur rotan sintetis hampir selesai, datang klien berikutnya. Sebuah restoran bakmi yang udah lumayan ternama meminta bantuan kami untuk merapihkan pembukuannya. Ia ingin menghitung aset dari salah satu cabang terbarunya, yang sampai hari itu ia ga tau berapa nilainya.

Lagi-lagi, klien kami puas dan strategi kami berhasil. Dari mulut ke mulut, klien datang silih berganti di tahun pertama kami berdiri. Rata-rata mereka meminta bantuan pembukuan, entah itu untuk informasi pribadi ataupun untuk keperluan pembagian modal. We did it. My friend’s idea was good.

Namun seperti halnya semua hal baik yang pasti berakhir, begitu juga dengan bisnis ini.

Ketika gua dan yang seorang lagi resign, kami pun berpisah, meninggalkan si teman yang punya ide. Kesibukan kantor baru benar-benar menelan keseharian gua, sementara yang satu bekerja di Malaysia. Komunikasi makin jarang dan usaha ini akhirnya mati.

Tapi ternyata, matinya hanya mati suri.

Beberapa bulan lalu, si teman yang punya ide menghubungi gua lagi. Ga kok, dia ga menanyakan kabar lalu dengan timpangnya nawarin MLM. Dia hanya ingin menghidupkan lagi usaha yang dulu sempat berjalan lancar ini. Obrolan itu terjadi, namun kali ini bukan di atas motor, melainkan di sebuah kedai makan ga jauh dari rumahnya.

“Jadi, gimana?” tanyanya.

Ide usaha ini masih terlihat cerah di mata gua. Apalagi saat ini makin menjamur usaha-usaha online. Modal di bawah 5 juta udah bisa bikin usaha sendiri yang omsetnya bisa bikin balik modal secepat kilat. Usaha kami dulu pasti dibutuhkan oleh sesama wirausahawan lainnya.

Gua, sebagai salah satu penggiat usaha di dunia online, merasakan hal yang sama dengan yang pengusaha furnitur rotan dan restoran bakmi rasakan dulu. Toko Bahagia gua selalu butuh bantuan. Awalnya untuk bikin logo, identitas yang harus dipunya semua usaha. Lalu ketika udah jalan, gua butuh pembukuan yang rapih agar jelas untung berapa dan kapan gua balik modal. Dan akhirnya, saat mandek mikirin strategi apa agar omsetnya makin besar, gua butuh masukan opini kedua dari pihak terpercaya.

Meski usaha ini terlihat cerah, kekhawatiran gua masih sama. Kesibukan masing-masing bakal membuat usaha ini mandek lagi di tengah jalan. Namun si teman ini berhasil meyakinkan gua karena sekarang dia udah full time berwirausaha. Dia bisa terjun 100% di usaha ini agar mampu berjalan konsisten dan memberikan yang terbaik buat klien-klien nantinya.

Pertanyaan gua berikutnya adalah soal sumber daya. Teman kami satunya akan segera pergi ke London untuk melanjutkan studi. Lagi-lagi, kekhawatiran ini berhasil dimentahkan karena ada banyak teman-teman freelancer yang bisa diajak kerjasama. Gua menyebutkan beberapa nama, si teman juga memasukkan beberapa orang dalam daftar pekerja lepas tadi. Jalan menghidupkan usaha ini kian terang di mata gua.

Lalu sampailah gua di pertanyaan terakhir, “Mau dinamain apa?”

Setelah mikir 2 hari 2 malam, akhirnya kami sampai di sebuah kesimpulan. Karena kita menawarkan 3 lingkup kerja pada usaha ini, jadi namanya ya tentang 3 hal itu aja. Sebuah nama yang jelas, straight to the point, dan ga neko-neko. Berbekal dasar itu, kami pun memilih nama ini.

FMB

FMB. Finance, management, branding.

Jadi, kalo kalian adalah pengusaha muda yang sedang mencari solusi untuk ketiga bidang tersebut, hubungi aja FMB. Kalo kalian masih pusing omset usaha dan uang pribadi sering kecampur, klik aja FMBconsultant.com. Kalo kalian perlu diskusi soal strategi usaha ke depan, email aja kami di tanyaFMB@gmail.com.

Karena kami adalah sebuah usaha yang menyediakan jasa pembukuan, manajemen, dan branding. Karena kami ada, untuk Anda.

Dan anggap aja ini adalah uluran tangan kami untuk membantu sesama yang sedang berwirausaha.

 

Salam,

FMB


47 Lomba yang Jangan Diadakan Saat 17 Agustusan di Kelurahan

$
0
0

1. Balap karung, tapi karungnya karung matic.

2. Panjat pinang. Memanjat gadis lalu meminangnya. Harusnya dipinang dulu, baru dipanjat. Gitu bukan, sodara-sodara?

3. Makan kerupuk. Kerupuk kulit. Kulit bekas. Bekas sunat. Iuh.

4. Kuis “Who Wants to be a Millionaire?”. Kas karang taruna ama iuran warga kagak bakalan cukup.

5. Karaoke. Pake lagu di iklan odol. Itu lho yang joget-joget di atas gedung. Yang musiknya amburegul emeseyu bahrelway bahrelway.

6. Joget sambil bawa balon. Diiringi lagu di iklan odol. Itu lho yang joget-joget di atas gedung. Yang musiknya… ah sudah lah.

7. Petak umpet. Yang jaga di kelurahan Johar Baru, ngumpetnya di Timbuktu, kabupaten Afrika Barat, kecamatan Cicalengka.

8. Make up-in orang lain dengan mata tertutup. Lebih lengkapnya, mata batin yang tertutup. Disuruh make up, malah ngebunuh. Jangan ya. Plis.

9. Makan kerupuk. Pake nasi. Sama sayur oyong.

10. Sambil angkat kaki dan bilang, “Tambo cie!”

11. Tarik tambang. Tambangnya tambang batu bara.

12. Atau tambang pamungkas.

bambang pamungkas

13. Guys, ini list-nya masih panjang lho. Aku bisa berubah kok. Plis.

14. Balap karung, tapi nge-drift.

15. Bakiak berjamaah, tapi nge-drift.

16. Makan kerupuk, tapi nge-drift. Halah.

17. Balap lari. Lari-lari di pikiranmu. Eaaa.

18. Main bola, pake daster. Tapi ga pake bola.

19. Banyak-banyakan ngambil koin pake gigi dari buah yang diolesin oli. Buahnya mubazir!

20. Kelurahan Idol.

21. Atau Kelurahan Mencari Bakat.

22. Atau Kelurahan Got Talent.

23. Atau… ah sudahlah.

24. Lomba push up comedy. Karena stand up comedy terlalu mainstream.

25. Adu balap move on.

26. Panjat pinang. Di tiang listrik.

27. Makan emping untuk bapak-bapak. Asam urat, Pak, asam urat.

28. Kuis semacam D’Terong tapi versi brutal: D’Tarung. Nyanyi dangdut, sambil gulat. “Begadang, jangan begadang… UORGH!”

29. Adu riya.

30. Balapan karung liar. Trek-trekan di Kemayoran. Kepot-kepotan. Narik-narik gas. Ngebul-ngebulin asep knalpot. Brandal banget deh.

31. Lomba apapun yang sifatnya berpasangan. Kasian yang jomblo :(

32. Adu panco. Sama patung Pancoran.

33. Lari sambil bawa gundu di sendok yang digigit di gigi. Tapi gundunya sepanci.

34. Lompat sambil melewati lingkaran api. Ingat, kita bukan singa sirkus.

35. Main bulutangkis, tapi matanya ditutup. Kakinya diiket. Tangannya dililit batu. Badannya dimasukin semut… ah, banyak maunye! Lu aja yang maen ama Bapak lu! Susye bener!

36. Lomba melukis. Melukis penampakan. Emangnye Pemburu Hantu?

37. Masukin jin ke dalam botol. Tapi jin-nya diiket ke pinggang bagian belakang pake tali. Cukup pensil aja yang begitu ya.

38. Main hompimpa, sekelurahan. Sampe satu purnama dan Rangga kembali pacaran sama Cinta, kagak bakal kelar-kelar dah tuh.

39. Adu gombal dengan kalimat pembuka “Bapak kamu…” padahal yang jadi objek gombalan itu anak yatim.

40. Tangkap belut. Padahal belutnya ga salah apa-apa :(

41. Mecahin balon yang berisi air. Air Force One!

42. Panjat pinang, khusus untuk cabe-cabean. Nanti malah zinah mata.

43. Banyak-banyakan jumlah pemilih se-Indonesia untuk memperebutkan posisi presiden Republik Indonesia. Itu mah pilpres, Bung.

44. Saat berseteru lebih lanjut dari lomba no. 43, adu banyak-banyakan jumlah pengacara yang diajak ke Mahkamah Konstitusi.

45. Untuk memperkuat lomba no. 44, adu pintar-pintaran saksi yang diajukan di Mahkamah Konstitusi.

46. Pada lomba-lomba di atas, melakukan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif.

47. Menyusun daftar 47 lomba yang jangan diadakan saat 17 Agustus-an di kelurahan dan menuliskannya di blog beberapa jam kemudian.

PS: Segenap Dewan Syuro dan redaksi saputraroy.com mengucapkan: Selamat Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-69. Dirgahayu Indonesia!


Review Guardian of the Galaxy

$
0
0

Sebagai kelas menengah ngehe yang taat, yang harus nonton film terbaru di tanggal rilisnya, maka gua dan pacar menyempatkan diri untuk nonton film terbaru Rabu malam kemarin: Guardian of the Galaxy.

guardians

Bukan, bukan. Guardian of The Galaxy bukan cerita tentang mas-mas penjaga counter smartphone Samsung.

Tapi film keluaran Marvel Studios ini bercerita tentang 5 orang… atau lebih tepatnya, 5 makhluk asing yang punya kepentingan berbeda-beda, namun harus terjebak dalam satu perjalanan yang sama. Di awal cerita, mereka semua berebut satu orb yang ternyata menyimpan sebuah benda yang diinginkan seluruh jagad raya. Namun karena kepepet dan demi menyelamatkan diri, perjalanan mereka berubah menjadi sebuah petualangan menumpas satu penjahat yang sama; Ronan, yang konon katanya super dahsyat maha jaya.

Kelima makhluk asing ini berasal dari 5 jagad raya yang berbeda. Peter Quill atau Star-Lord, seorang manusia yang berasal dari bumi. Lalu Gamora, perempuan tangguh berkulit hijau dari spesies Zen Whoberi. Rocket Racoon, musang ahli senapan yang berasal dari Halfworld, dan juga Groot, flora colossus, pohon besar nan kuat yang jadi tandem dari Rocket Racoon. Dan terakhir, ada Drex the Destroyer.

Mereka berlima bukan hanya menampilkan wajah dan fisik yang beda-beda, tapi juga memiliki karakter yang variatif dan saling melengkapi. Peter Quill, sang tokoh utama, diceritakan sebagai orang yang careless dan egois, namun di satu sisi, tengil dan berjiwa pemimpin.

Begitu juga dengan Gamora, Rocket, Groot, dan Drex. Dengan karakter dan tujuan mereka yang awalnya berbeda, menjadikan film ini seru, lucu, dan rame. Kontrasnya karakter mereka muncul di salah satu adegan favorit gua di film ini. Yaitu ketika Peter Quill mengajak keempat anggota sisanya untuk berjuang melawan Ronan. Debat-debat dengan dasar argumen yang konyol, sampai kalimat-kalimat keren yang menggugah hati, seliweran di adegan ini. Sebuah scene yang bukan hanya lucu, tapi juga inspiring. A memorable scene.

Karakternya semakin oke karena didukung casting-nya yang pas. Chris Pratt dan Zoe Saldana klop buat meranin Peter Quill dan Gamora. Sementara Bradley Cooper juga cocok buat ngisi suara Racoon yang kadang sok pinter. Menurut gua, yang kurang pas hanya Dave Bautista yang meranin Drex. Meski secara fisik udah cocok, namun di beberapa adegan terlihat kalo dialognya kaku banget. Mungkin ini adalah kali pertama si pegulat WWE jadi tokoh yang dapet sorotan, setelah sebelumnya di Riddick dan The Man with The Iron Fist kebagian peran yang ga banyak dialognya.

Sementara Vin Diesel yang mengisi suara Groot adalah salah satu contoh bentuk kemubaziran yang hakiki. Karena di sepanjang film, Groot hanya punya 4 kosakata, yakni “I”, “am”, “Groot” dan “UORGH!”. Iya, dialognya cuma begitu. Cuma “I am Groot” dengan intonasi yang beda-beda. Gitu doang mah ga perlu Vin Diesel keleus. Kalo perlu aktor dengan suara berat dan serak-serak, Toro Margen juga bisa.

“I am Groot. Uka ukaaa!”

Anywaaay,

Selain karakter dan casting tokoh utama, galaksi pada film ini juga digambarkan keren dan variatif. Ada Nova Corp yang rapih dan berwarna atau Knowhere yang kelam dan terlihat bronx abis. Imajinasi pembuat film ini sukses membawa penonton ke tempat-tempat yang ga terpikirkan sebelumnya. Budaya-budaya yang selama ini cuma ada di awang-awang jadi nyata di depan mata. Keren.

Guardian of the Galaxy ini sebenernya mirip The Avengers; kumpulan orang-orang yang ingin menyelamatkan dunia dan hidup orang banyak. Tapi bedanya, kalo Avengers emang dasarnya jagoan-jagoan dengan hati mulia, maka Guardian of the Galaxy ini lebih menarik karena kelimanya bukan diciptakan untuk menjadi pahlawan. Mereka itu pencuri, pembunuh, pemburu bayaran, dan narapidana yang terpaksa nyebur ke dalam satu perjalanan yang sama karena situasi dan keadaan. Perubahan tujuan inilah yang bikin ceritanya seru dan bikin kita selalu menunggu scene berikutnya.

Timeframe yang pendek dan plot yang ga bertele-tele juga bikin film yang berdurasi 121 menit ini jadi ga berasa lama. Beda sama, misalnya, Superman atau Captain America, yang menceritakan bener-bener dari awal mula mereka jadi superhero sampe ketemu supervillain-nya. Kalo direka-reka, timeframe kejadian di film Guardian of the Galaxy ini paling lama cuma seminggu. Menjadikan semua adegannya terasa penting dan sangat intense.

Menurut gua, yang membuat film ini menarik adalah kelima sekawan ini bukan jagoan dengan kekuatan mutasi atau superpower lainnya. Kekuatan yang mereka punya bisa aja dipunyai makhluk galaksi lainnya. Groot bisa aja ketemu floral colossus lainnya. Rocket bisa juga bertanding lawan ahli senapan, baik berbentuk musang atau hewan lainnya. Atau Gamora yang mungkin aja bertarung dengan petarung tangguh lainnya. They are just another aliens.

They don’t have superpowers. They only have each other.

GuardiansOfTheGalaxy

Overall, Guardian of the Galaxy ini film yang sangat-sangat menghibur. Buat yang pengen nonton film yang ga bikin pusing, seru, dan memanjakan imajinasi, Guardian of the Galaxy ini cocok banget buat ngisi malam minggu kalian. Karena Guardian of the Galaxy film yang superhero banget.

Kalo Groot selalu bilang “I am Groot”, maka malam Rabu kemarin, gua keluar bioskop sambil berkata,

“I am pleased.”

PS: Kalo kalian punya dana lebih, gua sarankan untuk nonton film ini dalam 3D. Mayan banyak adegan tiga dimensinya.


Be Your Own Kind of Beautiful

$
0
0

kata sarah

Sejak suka nonton America’s Next Top Model, gue jadi punya ketertarikan khusus sama dunia fashion dan make up. Dari reality show itu, gue tau kenapa kedua hal terebut disebut sahabat wanita. Karena mereka ajaib dan instan!

Misalnya gue cebol. Tapi berkat heels, tadaaa, nambah deh 10 cm. Gak usah pake capek-capek renang atau main basket. Contoh lain, hidung gue pesek. Tapi berkat teknik shading, selamat datang hidung mancung! Dagh, operasi plastik!

Berbekal alasan kepingin tambah cakep, gue mulai ngoleksi alat make up. Kebetulan, pas kuliah, gue nyambi jadi agen Oriflame. Akhirnya gue jadi jualan sambil sesekali beli sendiri. Video tutorial di youtube dan website yang isinya pengetahuan tentang make up pun gue lahap tuntas.

Di saat yang sama, high heels juga jadi jantung hati gue. Gue yang pendek, lagi terpesona banget sama teknologi peninggi badan yang cantik ini. Maka mulailah gue berburu macam-macam heels, mulai dari stiletto sampe wedges, item polos sampe pink gonjreng, bahkan yang heels-nya 5 cm sampe 14 cm. Yes, 14 cm! I had one, dan pernah kecengklak pas make!

Tapi berhubung yang terjangkau oleh gaji dan kantong cuman yang biasa, gue gak punya barang-barang bermerek. Sepatu, ya yang biasa aja. Yang penting sreg di hati kaki. Hal yang sama berlaku untuk make up, baju, dan tas. Bisa aja sih beli yang branded. Tapi kudu puasa dua bulan. Terus matik.

Makanya, gue mengerutkan kening waktu Roy ngusulin untuk bikin fashion & beauty blog. Yang gue pikir adalah, fashion blog gimana? Wong baju di lemari isinya produk factory outlet smua. Boro-boro Burberry, Zara aja jarang! Alat make up pun sama. Isi make up case gue didominasi sama produk drug store. Boro-boro Chanel, merek-merek Sephora aja udah susah nyarinya.

“Nah, justru itu!” kata Roy, mengagetkan gue.

Justru itu gimana? Emang jadi fashionista murah? Baju-baju bermerk itu emang harganya lima puluh ribuan? Belom tas, sepatu, aksesoris. Dan yang paling penting, apa gue punya selera fashion yang bisa pas buat semua? Suka kan bukan berarti jago. Mana badan kerempeng bener. Ukuran sepatu juga masih golongan KIDS. Sedih.

Jadilah ide Roy saat itu gue anggep gila. Tanpa memberi kesempatan yang bersangkutan untuk menjelaskan lebih lanjut, gue putuskan fashion and beauty blog gak mungkin dan gak akan pernah dieksekusi sampe kapanpun.

Untungnya, lakiku itu pantang menyerah.

Waktu gue lagi jualan brush, aksesoris, dan tas di Sarah’s Shop, dia tiba-tiba ngusulin untuk nge-review dan modelin semua produk itu di sebuah blog khusus. Fashion & beauty blog. Langsunglah gue tolak mentah-mentah. Ngana gila ya? Kalo gue yang modelin dan nge-review mah alamat tambah kagak laku! Yang ada senep liat muka yang jualan.

Tapi Roy menyakinkan gue untuk nyoba. Kalo gagal yaudah, toh bikin blognya khrates. Nothing to lose, kok. Tugasnya tinggal foto-foto aja, dan kami punya banyak waktu luang pas weekend. Saat gue masih terlihat gamang, dia nyentil lagi, “Kamu tuh cantik dan punya potensii. We never know if we never try.”

BEKLAH! Berhubung dibilang cantik sama Roy, let’s give it a try!

Maka, tanggal 24 Oktober 2013, Sarah and Her Closet lahir via platform wordpress. Tapi update-nya sebulan cuma dua kali!

Semua karena gue gak terlalu niat ngejalaninnya. Ditambah lagi, gue gagap ngutak-ngatik platform wordpress. Tapi sebenernya, faktor utamanya adalah gue gak pede-pede amat. Badan gue kerempeng dan skill make up juga pas-pasan. Punya fashion blog pun gak mengubah gaya gue, I just wear what I feel comfortable with.

Gue gak serta merta jadi suka nabrak-nabrakin warna outfit, atau nge-highlight rambut jadi warna-warni. Bukan karna gak bisa, tapi gak mau. It’s just not me. Jadilah gue fashion blogger setengah mateng. Gayanya jauh banget dari fashion blogger kenamaan, kayak Diana Rikasari atau Sonia Eryka.

Jadi ya… gitu deh. Fashion blog di-update, tapi gak sepenuh hati. Because I didn’t think there was something special about my fashion. Udah gitu, gue gak punya barang-barang branded, pun bakat sebagai model. Beneran deh, it would be getting nowhere.

Saat gue numpahin seluruh unek-unek dan ngomong sama Roy bahwa gue berniat untuk mundur dari fashion blog stuff, dia bilang gini.

“So what? Show the world that everyone can have their own definition of beautiful. Emang modis harus pake barang branded? Emang cantik harus terpatok sama seorang role model? Why do you have to live somebody else’s rule to be pretty? Why don’t just be your self?”

Bermalem-malem kata-kata Roy terngiang di telinga gue, sampe akhirnya gue membulatkan tekad untuk maju. Damn, Roy is right. I don’t have to follow other people definition of beautiful. I am free to define my own beautiful.

Semenjak itulah, gue jadi semangat ngegarap Sarah and Her Closet lagi, termasuk memindahkannya ke platform blogspot yang lebih mudah, menurut gue. Because finally, I got what I want to say though this blog.

sarah and her closet

Gue emang gak ngecat rambut warna-warni dan gak nabrakin warna-warna baju. Tapi gue tetap menemukan kenyamanan dalam mengekspresikan diri lewat outfit apapun yang gue pake.

Gue gak punya barang-barang brand papan atas. Tapi gue tetep bisa bergaya dengan bereksperimen me-remake rok jadul bekas nyokap gue.

Gue gak punya perfect body shape dan muka model. Tapi kedua hal tersebut sama sekali gak mengurangi kecintaan gue sama fashion dan make up.

Dengan semua keterbatasan yang ada, I still can express my passion for fashion and beauty. Dan kalo gue bisa, maka elo pun bisa. What I’m trying to say is, every woman is beautiful. Karena cantik gak berarti harus putih, ramping, atau mahal.

Because everyone can be their own kind of beautiful.

PS: Tulisan ini dibuat oleh Sarah Puspita untuk segmen “Kata Sarah” pada blog saputraroy.com. Untuk membaca tulisannya yang lain dapat berkunjung ke sarahpuspita.com.



Perjalanan yang Mengubah Hidup

$
0
0

“Ke Filipina? Ngapain?”

Itu adalah pertanyaan yang selalu saya dapat dari mereka yang bertanya ke mana saya saat liburan Natal akhir tahun 2012 lalu. Pertanyaan ini akan selalu saya jawab dengan, “Mencari cinta.”

Setelah mendengar jawaban saya, yang bertanya biasanya memasang muka datar, berhasrat ingin bersandar ke tembok, atau bahkan terkekeh geli karena mengira saya sedang bercanda. Tanpa bermaksud menjadi Arjuna, namun nyatanya, sepulang dari sana, saya memang menemukan cinta saya.

Semua bermula ketika saya sedang pusing dengan urusan kantor beberapa bulan sebelumnya. Tiba-tiba saja, saya iseng mengajak Tirta untuk jalan-jalan. Rencana awalnya, saya ingin mengajak Tirta traveling naik kereta membelah pulau Jawa. Dari stasiun ke stasiun, dari kabupaten ke kabupaten. Perjalanan akhir tahun yang tidak terburu-buru. Liburan dengan tujuan bermalas-malasan. Santai.

Namun manusia boleh berencana, akhirnya Tirta juga yang menentukan.

Tirta bilang AirAsia sedang ada promo ke beberapa destinasi wisata. Mendengar hal itu, rencana saya untuk membelah pulau Jawa dengan naik kereta pun goyah. Karena promo AirAsia terlalu menarik untuk dilewatkan begitu saja.

Siang itu, Tirta mengajukan Boracay sebagai tujuan liburan akhir tahun kami. Awalnya saya mengira Boracay ada di kelurahan Arjasari, kecamatan Cicalengka, kabupaten Bandung, sebelum akhirnya Tirta menambahkan, “Lu coba cari tiket ke Clark deh.”

“Clark?” tanya saya, “Kent?”

“Bukan. Clark, Filipina!”

Maka perjalanan naik kereta membelah Jawa pun berubah menjadi penerbangan ke Filipina. Bermodal tiket promo dengan harga yang sangat terjangkau dari AirAsia, kami pun berangkat di tanggal 24 Desember, tepat 1 hari sebelum Natal.

Harga tiket yang ramah di kantong ternyata tidak menghalangi AirAsia memberikan pelayanan terbaik. Tepat tengah malam, saat pesawat sedang terbang menuju Clark, pilot dan para awak kabin mengucapkan selamat Natal kepada seluruh penumpang. Dengan mengenakan topi Santa Claus, pramugari dan pramugara membagi-bagikan sekotak kue kering yang dipita merah-hijau. Menjadikan penerbangan kali ini sungguh berbeda di mata saya.

Beberapa jam kemudian, kami sampai di bandara internasional Diosdado Macapagal, Clark. Untuk menuju Boracay, kami masih harus naik pesawat ke Kalibo, kota dengan bandar udara terdekat dari destinasi utama kami itu. Asiknya, AirAsia memiliki jaringan penerbangan yang cukup banyak di Filipina. Jadi lagi-lagi, saya menggunakan AirAsia untuk penerbangan dari Clark ke Kalibo, yang tiketnya sudah saya beli secara online di Jakarta.

AirAsia

Sorenya, saya dan Tirta akhirnya sampai di Boracay, sebuah pulau yang bisa dibilang seperti Bali-nya Filipina. Pasir putih membentang di sepanjang mata memandang. Laut biru nan jernih mengisi penuh sampai ke ujung cakrawala. Riuh rendah suara dengan berbagai bahasa menjadi soundtrack saat kaki saya dan belasan turis lainnya menginjakkan kaki di pasir basah Boracay.

Semilir aroma laut menjadi adrenalin tersendiri bagi badan saya yang sudah merasa lelah. Daun pohon kelapa yang melambai tertiup angin seperti memanggil saya untuk segera bersenang-senang. Namun matahari turun cukup cepat hari itu. Saya dan Tirta memutuskan untuk istirahat agar tenaga kembali terisi penuh untuk aktivitas esok hari.

 

Namun, cuaca berkehendak lain.

Lebatnya hujan yang turun sejak subuh menahan kami untuk menjelajah Bocaray yang cantik sepagi mungkin. Dan sialnya lagi, ternyata hujan ini awet. Sampai siang, saya dan Tirta hanya bisa manyun sambil berbalutkan selimut. Gonta-ganti saluran televisi sambil sesekali mengecek apa yang terjadi di Indonesia lewat sosial media.

Boracay 2

“Tau gitu, naik kereta ke Jogja aja,” rungut saya sambil men-scroll linimasa dengan cepat.

Dari pegawai hotel, saya baru tau kalau ternyata kadar curah hujan Filipina sangat tinggi di akhir tahun karena adanya badai tropis yang melintas di sekitar November – Januari. Menurut mereka, periode yang tepat untuk traveling ke Filipina adalah sekitar bulan Maret – Mei.

Cuaca yang buruk bertambah runyam karena di linimasa juga tidak ada topik yang menarik untuk diikuti. Teman-teman di Whatsapp pun tak ada yang ingin saya ajak bicara waktu itu. Iseng, akhirnya saya membuka tab Direct Message (DM). Nama yang muncul di tab DM paling atas membuat riak hujan menjadi sunyi dan senyum saya sedikit terkembang.

Malam sebelum berangkat ke Filipina, saya memang sedang bertukar pesan dengan seorang yang saya kenal belum lama melalui Twitter. Obrolan yang nyambung dan lelucon-lelucon yang bisa ditertawakan bersama membuat pertukaran pesan itu berlangsung cukup panjang. Sebuah percakapan yang sepertinya saya butuhkan saat ini.

Satu DM saya kirim dan menit berikutnya saya keringat dingin menunggu balasan. Lima menit, sepuluh menit, lima belas menit, akhirnya DM itu berbalas. Dan terjebak di hotel karena cuaca Filipina kini tak seburuk yang saya duga.

Boracay

Sepulang dari menjelajah Filipina, saya semakin sering bertukar komunikasi dengan dia. Curi-curi SMS di saat kerja, telepon hingga larut malam, atau saling mention semakin mengisi hari-hari kami. Saya dan dia cocok, meski sekalipun belum pernah bertemu.

Pertemuan menjadi krusial, karena apa yang dibangun di dunia maya bisa sekejap runtuh jika di dunia nyata, kami kehabisan kata-kata. Setelah menunda beberapa kali, di minggu yang kesekian, akhirnya kami pun bertemu.

Kesan pertama saya, avatar Twitternya menipu. Karena aslinya lebih cantik dari avatarnya. Saya grogi luar biasa. Tangan berkali-kali memutar sendok di dalam gelas yang kosong. Untungnya, saya teringat dengan perjalanan saya ke Filipina. Obrolan-obrolan tentang Boracay dan bagaimana cara mendapatkan tiket promo AirAsia menjadi topik yang membantu saya saat kami duduk berhadapan.

Semakin jam berdentang ke kanan, pembicaraan kami semakin cair. Hingga tak terasa, malam pun tiba dan kami harus mengakhiri pertemuan ini. Saya mengantarnya sampai ke depan pintu rumahnya, lalu kami sama-sama mengucap salam perpisahan dan keinginan untuk melakukan apapun itu yang terjadi hari ini. Dua senyum terukir dan sejak itu saya tau, hati ini telah menjatuhkan pilihan.

di dalam AirAsia

Hampir dua tahun berlalu dan di sinilah kami sekarang. Dia yang dulu saya kirimi DM saat cuaca buruk di Boracay, kini telah menjadi prioritas dalam hidup saya. Bukan sekadar pacar, tapi calon istri dan ibu bagi anak-anak saya nanti. Dia yang saya janjikan untuk bahagiakan hidupnya, selama-lamanya.

Mungkin, jika sebelum berangkat saya ditanya untuk apa ke Filipina, maka jawaban saya adalah demi tidak melewatkan promo AirAsia. Tapi jika sekarang saya ditanya hal yang sama, maka jawabannya adalah saya ke Filipina demi mencari cinta.

Demi sebuah perjalanan yang ternyata, mengubah hidup saya.

PS: Tulisan ini diikutsertakan dalam Kompetisi Blog 10 Tahun AirAsia Indonesia “Bagaimana AirAsia Mengubah Hidupmu?” yang diadakan oleh AirAsia Indonesia.


September 2014!

$
0
0

Ga terasa tahun 2014 tinggal 4 bulan lagi.

Ada begitu banyak momen penting yang pastinya gua dan lu semua laluin di sepanjang tahun ini. Ada hari baik, buruk, atau malah, hari yang biasa-biasa aja. Gua pribadi sangat menanti-nantikan datangnya bulan September ini, karena ada beberapa hari baik yang akan terjadi bagi gua.

Yang pertama, adalah hari ulang tahun gua yang akan jatuh di tanggal 14 besok. Ulang tahun kali ini adalah ulang tahun kedua sebelum gua melepas status lajang dan menjadi mulai menyandang status menikah di KTP. Semoga ada cerita-cerita seru yang bisa dibagi di blog ini tentang ulang tahun gua.

Selain itu, di bulan September ini gua juga bakal merilis ulang Toko Bahagia, online shop yang memiliki spesialisasi kaos-kaos dengan kutipan bahagia atau celotehan jenaka. Kalo ga ada halangan, tanggal 9 September ini Toko Bahagia akan menunjukkan wajah barunya.

Bakal ada design dengan konsep yang fresh dan berbeda sama Toko Bahagia edisi sebelumnya. Karena kali ini, gua bekerja sama dengan beberapa graphic designer yang udah berpengalaman. Semoga bisa menghasilkan design yang bikin kalian ngebet beli kaos-kaosnya.

Sama seperti Toko Bahagia edisi lama, gua juga tetap bekerja sama dengan beberapa kontributor kenamaan di dunia maya. Kutipan-kutipan yang wara-wiri di akun Twitter atau blog favorit kalian mungkin aja bakal tercetak di kaos Toko Bahagia.

Untuk edisi bulan perdananya, bakal ada 9 design baru yang bakal siap terpampang di situs terbarunya. Kayak gimana designnya? Apa situs barunya? Tungguin ya, tanggal 9 bulan 9.

Nah, sambil nunggu re-launch Toko Bahagia, kalian bisa follow dulu akun Twitter dan Instagram-nya di @tokobahagiaID.

Belakangan ini kerjaan kantor gua lagi menggunung. Pulang malem udah bukan sebuah kejutan lagi, malah jadi keseharian. Bulan Juli-September ini memang selalu jadi periode paling sibuk dari kerjaan gua setiap tahunnya. Doakan gua ya supaya sehat terus dan tetap bisa ngisi blog ini dengan keriaan-keriaan atau informasi bermanfaat. Doakan saya ya, saya pasti bisa.

Oiya, untuk reminder, kalian bisa follow postingan-postingan paling gres dari blog ini dengan beberapa cara. Satu, follow blog ini dengan meng-klik kata “Mau!” di sidebar sebelah kanan (desktop view only). Dua, like Facebook page blog ini di facebook.com/saputraroydotcom. Atau tiga, follow akun Twitter gua di @saputraroy yang sering nge-share link tulisan terbaru dari blog ini.

Dan seperti biasa, sebelum gua menutup postingan kali ini dengan cover edisi September 2014, ijinkan gua untuk merekap perjalanan saputraroy.com pada bulan Agustus 2014:

  • Ada 7 postingan di bulan Agustus yang semuanya publish di jam cantik 11:11 WIB.
  • Postingan bulan Agustus dengan traffic tertinggi adalah Review Guardian of The Galaxy dengan total view sampai dengan hari ini sejumlah 705 views.
  • Total link dengan outgoing clicks terbanyak adalah rwsentosa.co.id yang selama 30 hari terakhir diklik 354 kali.
  • Referrers paling rame datang dari search engine (Google, Yahoo, Bing, dll.) yaitu sebanyak 6,155 dan peringkat kedua diduduki oleh Twitter sejumlah 575.
  • Total traffic untuk bulan Agustus kemarin mencapai 17,269 views, dengan rata-rata 557 views per harinya.

Semoga dengan tema bulan ini, kalian makin betah main di sini dan bersama-sama kita pecahkan pencapaian bulan-bulan lalu.

Jadi, ini dia tema saputraroy.com bulan September 2014:

“It’s a Good Day!”

cover september

Gambar latar adalah milik pribadi yang diambil saat #JalanJapan ketika Jepang sedang mengalami musim gugur.


Pesona Kota Nara

$
0
0

Kyoto, 14 November 2013

Ini adalah hari keenam gua berkelana di Jepang. Setelah perjalanan kemarin sedikit terusik oleh curah hujan yang lumayan tinggi, hari ini sepertinya akan jadi hari yang baik untuk melanjutkan jalan-jalan keliling kota. Hari ini cuaca cerah ceria.

Kemarin, hujan bolak-balik turun mengguyur Kyoto. Cuaca yang tadinya sejuk, berubah menjadi dingin oleh guyuran hujan yang tergolong deras. Membuat suhu udara menyentuh angka 8 derajat celcius.

Tapi pagi itu langit sedang bersahabat. Awan putih berbondong-bondong menepi, seperti memberi jalan pada sinar matahari untuk menghangatkan kota. Di antara pendaran sinar mentari pagi, gua, Siti, dan Tirta sedang berdiskusi sambil melihat itinerary yang udah dirancang sebelumnya. Di secarik kertas itu terpampang agenda tertanggal 14 November: melanjutkan berkeliling kota Kyoto.

Kemarin kami sudah ke Arashiyama dan Kinkakuji, 2 objek wisata yang berada di barat dan utara kota Kyoto. Maka untuk melengkapi puzzle itu, harusnya hari ini kami mengujungi sisi timur dan selatan kota. Masih ada Ginkakuji dan Fushimi Inari yang bisa kami kunjungi.

Namun, lagi-lagi, manusia boleh berencana, akhirnya Tirta juga yang menentukan.

“Ke Nara yuk!”

Entah kesambet setan mana, sekonyong-konyong Tirta mengajukan nama Nara sebagai destinasi kita berikutnya. Alih-alih menghabiskan objek di Kyoto, Tirta mengajak gua dan Siti untuk berpindah kota.

Gua menimbang-nimbang ajakan Tirta sambil melipat itinerary. Biasanya, gua ga suka agenda yang melenceng jauh dari apa yang udah direncanakan sebelumnya. Gua ga suka kejutan. Namun karena hari ini cuaca sedang bagus, gua pun mengiyakan ide itu.

“Ayo deh!”

Asiknya, mengubah itinerary ga berpengaruh banyak ke waktu dan pengeluaran kami. Nara hanya berjarak kurang dari 1 jam naik kereta dari Kyoto. Dan karena pake JR Pass, maka kami ga perlu merogoh kocek lagi untuk membeli tiket kereta ke Nara.

Perjalanan ke Nara menjadi menarik karena kami bertiga sama sekali ga tau objek wisata apa yang bagus di Nara. Jangan-jangan di sana cuma ada apartemen Agung Podomoro atau Mall Klender. Mau ngegugling sekarang juga udah telat, karena ga ada wifi yang tersedia dan pantat kami udah terlanjur duduk di dalam kereta. Empat puluh menit penuh kepasrahan berikutnya, kami sampai di kota Nara.

Untungnya, kebingungan kami ga bertahan lama. Masih di area stasiun, dekat pintu keluar, ada tourism center dengan penjaga seorang ibu yang bisa berbahasa Inggris. Dia bilang cara terbaik menikmati kota Nara adalah dengan berjalan kaki dari stasiun ke arah landmark termasyur kota Nara: kuil Todaiji. Lalu jika udah selesai bersenang-senang di Todaiji, berjalan balik ke stasiun dengan rute yang berbeda untuk mampir ke kuil-kuil lainnya. Katanya, berjalan di Nara akan terasa menyenangkan karena di sepanjang jalan, kita akan bertemu dengan ada rusa-rusa jinak yang bisa diajak berfoto.

Berjalan kaki sepertinya bukan ide yang baik karena 5 hari sebelumnya betis kami hampir pecah karena selalu mengandalkan kaki. Kecuali si ibu penjaga mau beliin gua tori cheesecracker dan ngegendong gua sampe Todaiji.

Setelah mengucap terima kasih, kami pun keluar dari area stasiun. Ketika kaki menginjak anak tangga terakhir, tiba-tiba gua ingin pake kaos kutang putih dan bernyanyi bak Glenn Fredly. Karena kota Nara telah membuat gua terpesona, pada pandangan pertama.

Nara

Kotanya sunyi, ga seramai Tokyo atau Kyoto. Pun terlihat sederhana dan ramah karena sejauh mata memandang, bangunannya ga ada yang lebih tinggi dari 5-6 lantai. Di jalan, hanya sedikit mobil yang lalu lalang mengasah aspal dan mengisi langit dengan asap berpolusi. Membuat kota Nara begitu bersih dan menyambut pendatangnya dengan hangat.

Gua pun menarik nafas dalam-dalam, coba memenuhi paru-paru dengan udara sebersih ini. Karena jika pulang ke kota kelahiran, hal kayak begini terasa banget mewahnya.

Untuk menghemat tenaga, kami memutuskan untuk naik bus. Setelah tanya sana-sini dengan sedikit berbahasa Tarzan, kami udah tau mesti naik bus nomor berapa dan turun di mana agar bisa sampai di kuil Todaiji.

Todaiji adalah salah satu kuil Jepang yang paling terkenal dan bersejarah. Dibangun pada tahun 752 sebagai kuil pusat dari seluruh kuil Budha yang ada di Jepang. Saking besarnya, ibukota Jepang sampai harus dipindahkan dari Nara ke Nagaoka pada tahun 784 untuk melepaskan pengaruh kuil pada pemerintah Jepang.

Sepuluh menit berlalu, sampailah kami di area kuil Todaiji. Kuilnya sendiri ga persis berada di pinggir jalan. Kami masih harus berjalan kaki beberapa menit untuk sampai di kuil utamanya. Bener kata ibu penjaga yang tadi, di sepanjang perjalanan masuk ke area utama aja, ada banyak rusa yang dilepas bebas. Rusanya baik-baik banget. Ga ada tuh rusa yang ngerokok, tatoan, dan pake jaket kulit gitu. Semuanya jinak.

Setelah berjalan beberapa menit, sepertinya gua telah sampai di tempat yang tepat, karena mulai tampak gerombolan turis yang melancong dan siswa-siswa yang sepertinya sedang berdarmawisata.

Namun perjalanan belum selesai sampai di situ. Masuk ke area kuil utama Todaiji ternyata cukup sulit dan berkelok-kelok. Tapi perjalanan berliku itu berbuah sempurna. Karena ketika gua sampai di depan kuil utama, gua kembali ingin memakai kutang putih dan berduet dengan Audy.

Lagi-lagi, gua terpesona, pada pandangan pertama.

Todaiji

Megah adalah kata yang tepat untuk menggambarkan kuil Todaiji. Dibangun lebih dari seribu tahun yang lalu, dan sampai hari ini masih berdiri dengan kokoh. Sempat dipugar pada tahun 1692, namun tetap tampak seperti belum lama dibangun. Kuilnya sangat terawat, itu terbukti dari warna tembok yang prima dan susunan genteng yang rapih. Sama sekali ga terlihat seperti kuil yang udah berusia ribuan tahun.

Di bagian dalam, di area utama kuil Todaiji yang bernama Daibutsuden, ada patung Budha yang terbuat dari perunggu setinggi 15 meter. Membuat auranya bukan hanya megah, tapi juga sakral dan agung. Spot ini jadi titik foto paling laris di antara sudut-sudut Daibutsuden lainnya.

Saat sedang mengagumi patung Budha, mata gua tertumbuk pada titian anak tangga setinggi belasan meter yang ada di sebelah kiri patung. Tangga itu bisa mengarah ke sebuah lubang yang ada di langit-langit. Sebuah area yang sepertinya lantai 2 dari Daibutsuden.

“Di atas ada apaan ya, Ta?” tanya gua ke Tirta, penasaran.

“Tempat tinggal orang-orang yang belajar agama di sini kali, Roy,” jawab Tirta, sotoy.

“Tinggi banget ya, Ta,” lanjut gua, “Lu kebayang ga sih, kalo mereka lagi ngumpul di atas terus mereka laper? Pas denger ada tukang nasi goreng lewat, mereka bakal buru-buru turun buat manggil. Tapi karena saking tinggi dan buru-buru, mereka kesandung, terus mati.”

“Nasi goreng-nya, nasi goreng!”

“Bang, tungguuu! Aaak! AAAK!” Gubrak, gubrak, gubrak. Bletak. Mati.

“Yaelah, Roy…”

“Ga kebayang ya?”

“…mereka nyetok popmie lah di atas.”

“…”

Daibutsuden

Matahari semakin tinggi. Jam digital pada layar smartphone udah menunjukkan pukul 11 siang. Ini udah saatnya buat kami mencari makan siang lalu balik ke Kyoto. Gua, Tirta, dan Siti berjalan kembali ke pinggir jalan, mencari bus, untuk kembali ke stasiun. Di antara kilasan bangunan yang bermain di jendela bus, gua tersenyum menapak tilas perjalanan pagi ini.

Nara kota yang sederhana, namun berhasil membuat gua terpesona, setidaknya 2 kali hari ini. Kebersihan, kehangatan, dan kemegahannya, menjadikan Nara salah satu destinasi favorit yang pasti gua rindukan. Sebuah kota yang memaksa gua untuk bersenandung kecil di dalam hati.

“Terpesona, ku pada pandangan pertama. Dan tak kuasa, menahan rinduku…”

Gua pasti kembali ke sini. Dan kali nanti, bersama istri.


#TokoBahagia: Di Balik Layar

$
0
0

“Eh, ternyata lumayan ya?”

Sore itu, gua dan pacar sedang menghitung profit Toko Bahagia yang udah melakukan open pre-order sebanyak 4 periode. Meski jumlahnya ga gede-gede banget, tapi lumayan untuk jajan saat kencan pas weekend.

Awalnya gua dan pacar memang ga terlalu berharap banyak pada Toko Bahagia. Penghasilan kami dari kerja kantoran udah lebih dari cukup untuk menghidupi kami setiap bulannya. Gua pribadi menganggap Toko Bahagia hanya sebagai perwujudan mimpi yang tertunda dan keinginan gua untuk menyampaikan kata-kata bahagia lewat media baru, selain blog.

Tapi ternyata, seperti kalimat dalam tanda kutip di atas, hasilnya lumayan.

Berawal dari itulah akhirnya gua dan pacar memutuskan untuk membuat Toko Bahagia lebih sering beroperasi. Agar kata-kata bahagia yang kami coba sampaikan, juga semakin tersebar dengan luas. Dan tentunya, agar kami bisa menabung untuk persiapan pernikahan kami tahun depan.

Maka setelah open pre-order yang kelima, Toko Bahagia gua nyatakan hiatus. Rolling door virtual gua tutup, demi bisa lebih matang menyiapkan Toko Bahagia baru, tanpa terganggu proses jual beli yang biasa. Momennya juga bertepatan dengan libur Lebaran, jadi gua pikir ya sekalian aja lah tutup dulu dan dibuka lagi bulan Agustus nanti.

Begitu pintu ditutup, gua dan pacar langsung menyusun taktik. Strategi pertama dalam merubah wajah Toko Bahagia adalah toko ini harus punya situs sendiri. Selama ini, Toko Bahagia masih “ngontrak” di blog gua dan ke depannya, kami ingin Toko Bahagia bisa mandiri. Namun permasalahannya adalah nama Toko Bahagia ini umum banget!

Saking umumnya nama Toko Bahagia, dulu pernah ada yang ngehubungin gua dan nanya, “Mas, saya mau beli magic bra dong.”

Gua pengen jawab, “Ga ada, Mbak. Kita adanya magic jar motif bra. Renda-renda gitu deh. Ada bunganya dikit di pojok kiri atas. Gimana, mau ga?”. Tapi niat itu segera gua batalkan karena gua tau, di luar sana, ada situs tokobahagia.com yang berjualan alat-alat kecantikan.

Pernah di lain kesempatan, ketika lagi asik ngobrol sama pelanggan, sebuah notifikasi baru masuk. Gua kira ada pembeli baru, tapi ternyata seorang mbak-mbak yang nanya:

“Mas.”

“Ya, Mbak?” tanya gua.

“Ini tempat yang bisa minjemin duit ya?”

“Mbak butuh pinjeman duit? Dengan bunga ringan? Tanpa agunan?”

“Iya, Mas!” jawabnya, semangat.

“SAMA DONG.”

Begitulah nasib punya usaha dengan nama yang generik banget. Tapi untungnya, dengan bantuan Ary Mozta dari wpkami.com, Toko Bahagia berhasil menemukan rumah barunya dengan design yang simple dan memudahkan pelanggan dalam berbelanja.

Beres dengan urusan rumah baru, langkah berikutnya yang harus ditentukan adalah menemukan kaos yang lebih bagus dari yang kemarin. Meski banyak pelanggan Toko Bahagia merasa puas dengan kaos edisi perdana, gua berpikir kami harus bisa memberi lebih.

Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Vendor yang selama ini bekerja sama, sekonyong-konyong menawarkan diri untuk menjadi bagian dari Toko Bahagia. Dia ingin ikutan menanam modal dan menjadi co-owner dari Toko Bahagia. Ide ini gua sambut dengan tangan terbuka. Diskusi-diskusi awal begitu mencerahkan, pemikiran pun banyak yang sejalan. Gua dan si vendor deal dalam waktu singkat demi mengejar tanggal rilis kembali di bulan Agustus.

Namun apa mau dikata, ternyata rencana tinggal rencana. Si vendor tiba-tiba memutuskan untuk bekerja kantoran dan hitung-hitungan yang terjadi di diskusi awal pun buyar. Ditambah lagi kerjaan gua lagi menggunung sehingga persiapan Toko Bahagia terus tertunda. Kerja sama kami terpaksa berhenti di tengah jalan.

Kini, bukan hanya kaos baru yang harus gua cari, tapi juga vendor sablon yang baru. Pencarian itu mengantarkan gua ke Grogol, Ciputat, sampai ke Pamulang. Tapi pencarian itu ga memberi hasil yang berarti. Gua masih belum menemukan kaos yang berkualitas lebih baik dan vendor yang sesuai dengan ekspektasi gua. Dengan berat hati, gua pun menggeser tanggal rilis Toko Bahagia menjadi bulan September.

Tapi rejeki anak soleh emang ga ke mana. Di minggu yang kesekian, akhirnya gua dan pacar menemukan vendor yang cocok dengan hasil sablon yang sesuai ekspektasi. Kami akhirnya juga memutuskan untuk pake kaos Gildan Soft Style. Bahannya adem dan built up (tanpa jahitan samping), jadi waktu dipake lebih pas di badan. Harganya emang lebih mahal daripada kaos yang sebelumnya dipake, tapi kalo kualitasnya kayak gini sih ga rugi banget dengan harga segitu.

Beres urusan produksi kaos, sekarang masalah design. Kali ini, gua pengen design-nya lebih bagus dan menarik. Di edisi sebelumnya, yang ngerjain semua design itu gua. Dengan skill photoshop sekelas oknum kader PKS saat pilpres, design yang gua hasilkan kadang ga maksimal dan gitu-gitu aja. Maka kali ini, Toko Bahagia mengajak beberapa graphic designer muda untuk bekerja sama. Karena gua ingin bisa ngasih yang terbaik buat pembeli Toko Bahagia nantinya.

Wara-wiri selama beberapa minggu akhirnya berbuah juga. Di akhir bulan Agustus kemarin, semua persiapan udah selesai. Situs udah kelar, sample produk udah beres, dan prasarana lainnya juga udah siap. Gua dan pacar pun mengetuk palu: Toko Bahagia akan dirilis pada tanggal 9 bulan 9 dengan 9 design kaos yang baru. We think it’s a good date to start.

Kini yang tersisa, dan yang terpenting, hanya tinggal berdoa. Mudah-mudahan kaos Toko Bahagia bisa diterima dengan baik oleh teman-teman semua. Atau dalam kata yang lebih singkat, semoga laris manis. Amin.

toko-bahagia

Jadi, selamat datang di Toko Bahagia. Selamat tersenyum atau tertegun oleh kata-kata yang tercetak pada kaosnya. Selamat menantang panasnya hari dengan kaos yang sejuk dan pas di badan. Selamat menjadi agen kata-kata bahagia.

Dan akhirnya, selamat belanja di toko-bahagia.com!


Ulang Tahun Kali Ini

$
0
0

Hari ini gua ulang tahun.

Kayaknya, ulang tahun kali ini adalah ulang tahun yang paling tau-tau dateng aja gitu. Biasanya gua selalu senang ketika masuk bulan September dan kadang suka menghitung mundur beberapa hari jelang ulang tahun.

Mungkin ketidaksadaran ini terjadi karena usia gua udah ga terlalu memusingkan hal-hal kayak gitu. Tapi yang pasti, lupanya gua akan ulang tahun sendiri lebih karena kesibukan di kantor, re-launch Toko Bahagia, persiapan pitching ke calon klien FMB, dan kondisi kesehatan yang lagi ga prima. Bahkan gua baru inget kalo ulang tahun gua udah deket ketika si pacar nanya, “Kamu mau kado apa di ulang tahun nanti?”

Jangankan kado, minggu itu gua ga kepikiran apa pun tentang ulang tahun. Pikiran gua hanya terpusat di pekerjaan kantor, Toko Bahagia yang rilis di awal bulan ini, serta jadwal pitching calon klien FMB yang kian mendekat. Bahkan obat dokter pun suka lupa gua makan. Gua benar-benar sedang disibukkan oleh hidup.

Itu semua membuat gua semakin tersadar akan 1 hal. Bahwa seiring bertambahnya usia, hidup semakin tidak ramah, setidaknya untuk gua. Makin banyak tanggung jawab yang harus gua emban membuat perjalanan tiap harinya kadang ga terasa mudah untuk dilewati.

Dulu, waktu masih kecil, pulang sekolah pasti ada makanan yang gua ga perlu tau dari mana datangnya. Menginjak usia remaja, gua baru ngerti kalo nasi di atas piring bukan datang dari Ibu Peri-nya Lala dan Bombom atau kantong ajaib Doraemon. Ada keringat yang harus dikuras dan tenaga yang tercurah untuk menghadirkan sepiring nasi hangat dan lauk enak di atas meja makan setiap harinya. Ada waktu yang harus dikorbankan, ada tanggung jawab yang harus dilaksanakan untuk itu semua.

Begitu juga dengan perjalanan karier. Seiring bertambah pengalaman, pekerjaan yang dipercayakan juga semakin bertambah. Awal-awal ngantor, kerjaan masih sedikit, ketika pulang kantor masih bisa ngeliat matahari terbenam. Di tahun kedua, sedikit berubah. Keluar kantor, langit udah gelap dan makan mulai ga teratur. Tahun ketiga sampai sekarang, kalo ditanya apa pulang kantor masih sempet ngeliat matahari terbenam apa ga, gua akan menjawab,

“Hah? Matahari? Apa itu?”

Semua itu masih ditambah dengan pengeluaran yang semakin hari semakin besar. Pengeluaran-pengeluaran, dari yang sifatnya wajib sampai yang hura-hura tiada tara, kadang bisa mencekik kalo lagi gagal mengatur keuangan bulanan dengan benar. Waktu masih berstatus new jobber, sehari cuma keluar biaya Rp 6,000 buat naik angkot 3 kali. Sekarang bukan hanya ongkos yang tercatat sebagai pengeluaran bulanan, tapi juga cicilan apartemen dan tabungan untuk resepsi yang menggerogoti penghasilan.

Dan di ulang tahun kali ini, gua menyadari bahwa semua tanggung jawab akan semakin bertambah.

Trayek perjalanan karier gua diharapkan akan terus maju, berbarengan dengan tingkat stres yang ikut meninggi. Cicilan apartemen masih akan terus berjalan belasan tahun ke depan. Tabungan untuk resepsi akan berganti dengan tabungan kelahiran, pendidikan, dan kesehatan anak nantinya. Orang tua akan pensiun, dan pada akhirnya, peran kami akan bertukar. Akan ada titik di mana gua yang harus bisa menghidupi Papa Mama sepenuhnya.

Semua keresahan itu ada kemungkinan mereda dengan segala bantuan yang ada. Namun yang pasti, tanggung jawab itu juga akan bertumbuh dan membesar.

Tapi gua yakin, Tuhan membawa gua sampai di umur 29 tahun bukan hanya untuk dipersulit lalu ditinggalkan. Umur gua dipanjangkan sejauh ini, bukan hanya untuk gagal dan ditelantarkan.

Udah banyak kesulitan yang gua lalui, dari yang kecil sampai yang kayaknya ga bakal bisa dihadapi. Tapi nyatanya hari ini gua di sini. Berulang tahun lagi untuk yang keduapuluhsembilan kalinya. Bukti bahwa semua kesusahan bisa dilewati, segala keresahan bisa dilalui.

Jika Tuhan udah menjaga gua di tahun-tahun sebelumnya, maka di usia ini dan seterusnya, gua percaya, Tuhan yang sama akan selalu menjaga gua.

Jadi ijinkanlah di ulang tahun kali ini, gua berterima kasih kepada Tuhan atas segala kesempatan dan kesehatan yang masih dipercayakan. Atas kekuatan dan rejeki yang masih diberikan. Serta atas keluarga, pacar, serta orang-orang baik yang ditempatkan di hidup gua.

Harapan gua saat ulang tahun sendiri masih ga berubah dari beberapa tahun yang lalu.

birthday-candles

Punya imajinasi seperti anak 10 tahun
Punya keberanian seperti pemuda 20 tahun
Punya kedewasaan seperti pria 30 tahun

Dan di ulang tahun kali ini, harapannya ditambah satu, sesuai dengan harapan si pacar.

Punya kesabaran seperti om-om 40 tahun.

Iya deh. Amin.

 


Viewing all 283 articles
Browse latest View live