Bukan, bukan, ini bukan kritik, apalagi hinaan terhadap film The Raid 2: Berandal. Gua pribadi suka banget sama film aksi ini, meski kadar sukanya lebih kecil ketimbang film yang pertama.
Jalan cerita The Raid 2 berkembang pesat dibanding film terdahulunya yang sangat tipis dari segi plot. Ketegangan dihasilkan bukan hanya dari adegan laganya, tapi juga dari drama dan intrik yang berkembang di sepanjang film. Pemeran-pemerannya pun ciamik. Arifin Putra, yang berperan sebagai Uco, adalah yang terbaik di antara aktor berkelas lainnya.
Jadi, sekali lagi, postingan ini bukan bertujuan untuk menghina atau mengkritik dengan pedas. Gua hanya ingin mengajak kalian tertawa dari film yang brutal dan berandal banget ini.
The Raid 2 sendiri merupakan lanjutan dari The Raid 1… ya iya lah ya, judulnya aja ada angka 2-nya gitu. Sungguh informasi yang tidak informatif. Kisah The Raid 2 merupakan sambungan perjalanan hidup Rama, si polisi baik budi, yang sebelas dua belas lah sama Casper. Baik banget doi. Bersih, peduli, tegas. Kayak tagline-tagline caleg gitu.
Di sekuelnya ini, ceritanya Rama harus menyamar menjadi anggota mafia demi bisa memberantas korupsi dan membalas dendam kakaknya. Gara-gara itu, Rama harus masuk penjara, padahal sebenernya dia pengen masuk IPA biar bisa jadi dokter.
Daripada berpanjang lebar lagi dan menebar spoiler di sana-sini, kali ini gua hanya akan berbagi beberapa adegan yang menurut gua bisa bikin kita ketawa selama nonton The Raid 2.
Here we go.
1. Makan di penjara
Rama sedang di penjara dan akan makan siang. Menu makanannya ayam goreng. Menjadi lucu karena… anak kost aja biasa makan mie instant. Ini di penjara makan ayam, bro. Ngekost di penjara aja apa nih? Udah dapet makan ayam, kamar mandi dalem juga. Cuma kurang bisa cuci gosok aja.
2. Gelut di lumpur
Menurut gua, adegan kelahi di lumpur ini adalah salah satu highlight scenes dari The Raid 2. Yang bikin gua mulai ngikik adalah ketika semua orang gelut di lumpur dengan baju yang sama, dan dengan muka yang kotor dan ketutupan lumpur. Di tengah cepat dan teringganasnya perkelahian, semua orang sekilas terlihat serupa dan mirip.
Gua kan jadi bertanya-tanya, “Ini ngebedain yang mana temen yang mana musuh gimana ya? Apa setiap sebelum nonjok, mesti nanya dulu?”
“Kang, punten.”
“Iye? Kenape?”
“Punten ya, Kang. Saya mau nanya. Akang teh grup Uco apa grup lakinya Nafa Urbach yang udah jarang nongol di tipi itu?”
“Gue geng-nya Uco. Kenape?”
“Oh, ga apa-apa, Kang. Cuma mau mastiin aja. Kalo saya mah dari geng lakinya Nafa Urbach itu. Sekarang saya teh mau ijin mukul ya, Kang. Nuhun.”
Tapi yang paling kocak dari adegan gelut di lumpur ini adalah ketika ada 2 orang narapidana memanfaatkan momen ini untuk melarikan diri. Kenapa kocak?
Pertama, karena 2 narapidana ini melarikan diri dengan susah payah manjat pager tinggi, berduri pula. Digambarkan tangannya sampe ketusuk-tusuk kawat duri yang melingker di atas pager. Pas lagi susah payah manjat pager, tiba-tiba, pintu besi yang ada di sebelahnya… dibuka sama polisi.
Yaelah, pintunya kebuka, coy! Kagak kekunci! Tau gitu kan lewat sana aja sambil Assalammualaikum. Ga usah lah manjat-manjat. Udah gitu ketembak sniper pula.
Selain itu, adegan ini kocak karena 2 narapidana itu manjatnya ke arah kantor penjara! Bego banget ga sih? Kalo lari ya mbok ke arah luar, lah kok ini malah ke arah kantor penjaranya? Gua rasa sebenernya mereka bukan mau kabur, tapi mau numpang fesbuk-an di kantor sipir!
3. Prakoso
Di The Raid 2, Yayan Ruhian ternyata masih kebagian peran. Bukan lagi sebagai Mad Dog seperti di film yang pertama, tapi sebagai Prakoso, pembunuh bayaran kepercayaan Bangun, bos mafia di Jakarta. Biar ada bayangan, gua jelasin dulu kayak gimana Prakoso itu. Penampakannya kayak guru pendekar silat jaman dulu. Rambut dan jenggot ubanan, dibiarkan acak-acakan dengan wajah yang dingin, jarang ekspresi. Pokoknya kalo lu ketemu dia tengah jalan, bawaannya nyesel kenapa ga pernah ikut asuransi jiwa.
Yang bikin gua ngikik adalah adegan dia ketemu Marsha Timothy di sebuah restoran. Awalnya gua pikir Marsha ini majikan Prakoso. Sesial-sialnya ini ibu kost-nya lah. Sampai Prakoso ngomong gini ke Marsha Timothy, “Karim apa kabar? Gimana anak kita?”
…
EH BUSET! ITU BININYA? CAKEP AMAT, NYET!
Ini dia dapet istrinya gimana coba? Hadiah beli Chiki? Apa pas ijab kabul si Marsha Timothy ditodong golok, lalu dengan tatapan takut, penghulunya bilang ke Marsha, “Iyein aja biar cepet!”? Apa jangan-jangan Prakoso pernah ikut Take Me Out edisi pembunuh bayaran? Gimana coba?
Namun kelucuan yang melibatkan Prakoso belum berhenti sampai di sini. Pertemuan antara Prakoso dan istrinya (yang ga ketauan namanya) itu ternyata sebuah agenda bulanan, di mana Prakoso menyerahkan uang untuk istri dan anaknya. Uniknya, setelah mengambil uang bulanan itu, Marsha komplen habis-habisan ke Prakoso tentang pekerjaannya, dosa-dosanya, dan segala macem.
“Kamu tuh ya, mbok ya ganti kerjaan. Tangan kamu itu penuh darah…”
KALO GITU, KENAPE DUITNYA TETEP LU AMBIL, LUTUNG? PEGIMANE SIH? DASAR MUNAPIK! IYE, MUNAPIK PAKE P! MUNAPIIIK!!!
4. Salju
Oke, kalian pasti udah banyak baca soal salju ini di mana-mana. Adegan ketika Prakoso keluar dari sebuah club, hanya untuk ditusuk dan mandi bersimbah darah di atas tumpukan salju putih. Sebetulnya, sampai di sini, gua belum merasa ada yang aneh. Kepala gua hanya menyimpulkan, “Oh, ternyata setting tempatnya bukan di Indonesia toh. Kayaknya sih di Timbuktu nih.”
Sampai samar-samar terlihat sebuah tulisan, pada gerobak di belakang. LOMIE AYAM.
Kepala gua langsung menggeser sedikit kesimpulannya, “Wah, ternyata orang Timbuktu juga doyan makan lomie ayam. Dan minumnya pasti Ale-ale.”
5. Topi Bunawar
Enough said.
6. Balap-balapan
Menjelang akhir, ada adegan balap-balapan yang lumayan seru dengan lokasi yang tambal sulam. Hal ini bisa gua maklumi karena sesungguhnya sulit untuk mencari jalan yang cocok untuk syuting balap-balapan di Jakarta. Parahnya kemacetan Jakarta sampe ke jalan terkecilnya bisa bikin syuting bisa berantakan.
Kebayang ga apa jadinya kalo mereka syuting di Jakarta di jam pulang kantor? Gua rasa jagoannya bakal turun mobil terus nawar ojek.
“Bang, Senayan ya? Berapa?”
“Lima puluh ribu, Mas.”
“Ga bisa kurang, Ba–”
DOR!
Belum kelar nawar, udah mati ketembak. Epic.
—
Nah, itu 6 hal yang bikin gua ngikik selama nonton The Raid 2. Meski begitu, 6 hal tadi ga mengurangi kerennya film ini secara keseluruhan. The Raid 2 tetap film aksi yang brutal, penuh darah, berandal, dan penuh intrik.
Buat lu yang mau nonton fim ini, usul gua sih nonton dulu The Raid 1 deh. Itu karena jalan cerita di awal-awal The Raid 2 sangat terkait dengan edisi pendahulunya. Daripada bingung dan nanya ini siapa-itu siapa, mending siapin diri dengan nonton dulu film yang pertamanya.
Kalo lu suka film drama politik atau intrik mafia kayak The Departed, film ini cocok buat lu. Pace lamban dengan alur cerita yang terkesan acak, pas buat lu yang suka film-film yang bikin mikir. Tapi kalo lu berharap film ini intens dengan pukul-pukulan kayak yang pertama, ada baiknya lu mulai menurunkan ekspektasi.
Because expectation kills. Just like a baseball bat, hammer, and karambit.
